BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Masalah Film merupakan salah satu produk media massa yang perkembangannya tidak
dapat diabaikan oleh khalayak. Selain sebagai sebuah produk seni yang memiliki kebebasan dalam berekspresi, film juga sebagai salah satu media hiburan oleh masyarakat. Kehadiran film mampu memberikan warna tersendiri di tengah persaingan media massa lain dalam memberikan manfaat bagi khalayak ( Fungsi komunikasi massa1) Dengan fungsi ini film mempunyai kemampuan dalam mempersuasif khalayak2 . Film tersusun atas gambar-gambar yang berlatar kehidupan manusia sehari hari3 sehingga dapat menjadi sebuah text. Sebagai sebuah text film merupakan rangkaian tanda-tanda/simbol yang tersusun secara sistematis membentuk sebuah cerita. Seringkali para penikmat film tidak menyadari bahwa yang mereka lihat di layar merupakan sebuah ‘bayangan’, tentang potret kenyataan yang dikemas dengan
1
Onong Uchjana Effendy. Ilmu, teori, dan filsafat, Citra Aditya Bakti, Bandung,2008,hal:8 Sobur. Analisis Teks Media-Suatu Pengantar Untuk Analisis Wacana,Analisis Semiotik, Dan Analisis Framing. PT. Remaja Rosdakarya , Jakarta, 2004, hal :30 3 McQuail, Teori Komunikasi Massa, Suatu Pengantar,Erlangga, Jakarta, 1994, hal 25 2
bunyi sebagaimana sebuah kehidupan. Film kemudian menyodorkan kenyataan kenyataan yang didramatisasi sesuai dengan prinsip-prinsip dramaturgi film. Untuk membangun kekuatan magisnya, film pada akhirnya menimbulkan ilusi bahwa apa yang terdapat di layar sungguh-sungguh kenyataan. Kenyataan atas pemaknaan fenomena kehidupan manusia yang selalu dapat ditempatkan dalam sebuah konsep oposisi biner Menurut Pamerdi Giri Wiloso4 dimana di dalam kehidupan selalu ada dua hal yang saling bertentangan, seperti misalnya baik dan buruk. Di dalam kondisi seperti inilah hubungan film dengan pemaknaan kehidupan manusia sesungguhnya menjadi problematis. Hubungan suatu adegan dan dialog dalam film membentuk keutuhan yang saling terkait dan memberikan pemahaman tertentu kepada penontonnya. Itulah sebabnya penting untuk meneliti symbol symbol yang terdapat dalam film. Adegan adegan dalam film menggambarkan perjalanan alur dan konflik yang dihadapi tokoh. Dialog-dialog mencoba menyuarakan apa yang sedang dialami atau dipikirkan oleh tokoh tersebut. Penggabungan kedua unsur tersebut penting dalam film karena diharapkan dapat menyampaikan pesan dari pembuat film tersebut.Pemaknaan dalam film dapat terjadi ketika tuturan yang disampaikan oleh partisipan dipahami oleh penonton serta adanya pengetahuan bersama yang melatari dan konteks situasi yang terjadi dalam tuturan. Kesinambungan antar teks dalam film, dalam hal ini dialog juga adegan yang memvisualisasikan pesan menjadi penting ketika film itu sudah
4
Pamerdi Giri Wiloso, Multikulturalisme dalam Perspektif Antropologi, 2011, hal 123
dipahami dengan melenceng oleh penontonnya. Ketika praanggapan terbentuk di benak penonton saat menonton awal suatu adegan, penonton memiliki asumsi awal yang kemungkinan berbedadengan asumsi berikutnya. Saat mengaitkan kelanjutan cerita lengkap antara tuturan dengan visualisasi serta acting pemainnya, keutuhan dari isi adegan tersebut menjadi tercapai dan koheren dengan adegan berikut. Adegan dalam filmini merupakan bagian-bagian yang saling berkaitan dan akhirnya membentuk keutuhan film. Begitupula jika adegan dan dialog yang tercipta tidak sesuai dan menimbulkan “kekosongan” antar adegan bisa membuat pesan yang disampaikan menjadi tidak jelas. Hal ini terkadang tidak menjadi masalah ketika seseorang pembuat film dengan idealisme atau unsur seni yang lebih ditonjolkan. Pembuat film tersebut tidak memaksa penonton untuk memaknai film dengan akhir yang eksplisit atau sesuai dengan keinginan pembuatnya. Pembuat film lebih banyak berimajinasi dengan pemikirannya. Sebagai suatu bentuk media massa, film memiliki karakter dalam membentuk sebuah konsensus publik atas simbol-simbol visual, karena cerita film diangkat dari kehidupan masyarakat yang memiliki nilai-nilai kehidupan. Dengan kata lain, film merangkum pluralitas nilai yang ada di dalam masyarakat. Oleh karena nilai-nilai inilah terkadang menjadi sulit merangkum nilai-nilai kehidupan masyarakat menjadi sebuah rangkaian gambar dan bunyi di layar. Pemaknaan yang berbeda mengenai sisi-sisi nilai kehidupan yang diyakini oleh setiap penonton, tentunya memiliki berbagai latar belakang dalam cara memandang realitas sehingga berpotensi konflik.
Sebagai produk hiburan film kemudian digunakan untuk mengangkat realitas suatu bangsa, seperti pada film “Tanda Tanya”. Pemahaman akan toleransi agama di Indonesia saat ini dapat diartikan ‘bias’ makna. Pernyataan ini disampaikan oleh Hanung Bramatnyo, sutradara film “Tanda Tanya” Oleh karena itu film ini mencerminkan realitas toleransi yang masih terus digugat dan dipertanyakan bangsa Indonesia saat ini. Selain diambil dari suatu realitas bangsa, film ini dapat digunakan sebagai sebuah arena bisnis pertunjukkan yang laris di pasaran.5 Fenomena Film “?” (Tanda Tanya) merupakan gambaran sebagian Indonesia yang disajikan dalam film terbaru karya sutradara Hanung Bramantyo. Untuk film ke 14nya ini, Hanung lebih berani mengusung tema keberagaman dan keberagamaan yang ada di sekitar kita dibanding dengan film-film sebelumnya yang serupa. Alasan membuat film “?” (Tanda Tanya) adalah ia melihat keadaan kehidupan beragamaa saat ini, seperti kasus penusukan dan tidak bisa beribadahnya umat beragama tertentu. Dalam wawancaranya dengan Filmoo6, Hanung mengatakan film-film sebelumnya ia tidak bisa memasukkan idealismenya secara 100%. Maksudnya ialah, dalam pembuatan film ini, ia dibatasi oleh lembaga sensor film yang menyunting beberapa adegan yang ia ingin tampilkan karena dianggap tidak lulus sensor oleh LSF. Tetapi dalam Tanda
5
Tanya
ia
dapat
memasukkan
Mcquail. Teori Komunikasi 1987 hal.14 Tat Zhu, www.filmoo.com, exclusive interview hanung bramantyo the director who gives us tanda tanya, diakses pada 9 Oktober 2014, 2:54
6
idealismenya dan bereksplorasi dengan ide serta gaya penyutradaraan ala Hanung7. Awalnya, Hanung merencanakan tempat syuting film “?” (Tanda Tanya) antara Jogja atau Semarang. Namun karena Jogja mengalami bencana Merapi, akhirnya pengambilan setting dilakukan di Semarang. Ia mengatakan bahwa Kota Semarang sangat artistik dan layak untuk dijadikan studio film. Selain itu, nuansa multi etnik di Semarang sangat kental. Hal yang menarik dalam film “?” (Tanda Tanya) ini adalah sikap keberanian Hanung yaitu dengan mengkritik agamanya sendiri. Keberanian itu dilatarbelakangi oleh kisah nyata kehidupan harmonis dalam keluarganya yangbisa merayakan lebaran dan natal dengan damai. Selain itu yang menarik dalam film ini adalah dalam tiga hari film ini mampu meraih kurang lebih 100.000 penonton. Film ini banyak mendapat pencekalan dan protes dari kelompok dan ormas-ormas agama tertentu, karena dinilai memberikan makna toleransi agama yang kurang tepat bagi ormas tersebut. Di Era reformasi gerakan kemasyarakatan seperti Ormas dan LSM mulai mendapat peluang untuk bergerak. Suasana politik yang semakin longgar kelompok ini semakin leluasa dalam menyuarakan aspirasi dan mengekspresikan gerakannya. Dengan adanya kebebasan tersebut munculah gerakan-gerakan kemasyarakat salah satu yang belakangan ini menjadi sorotan adalah gerakan Islam dimana gerakan 7
Tat Zhu, www.filmoo.com, exclusive interview hanung bramantyo the director who gives us tanda tanya, diakses pada 9 Oktober 2014, 2:59
tersebut menuntut agar ajaran Islam diberlakukan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Terlebih respon yang diberikan oleh kelompok Islam radikal yang terkadang mereka sulit sekali untuk berkompromi, bersikap eksklusif, dan mengesahkan cara-cara kekerasan untuk mengaktualisasikan ideologinya. Munculnya gerakan Islam tersebut juga mewarnai dinamika perfilman Indonesia. Kelompok-kelompok garis keras tersebut tidak segan-segan untuk melakukan aksi demonstrasi dan
sweeping
(penangkapan) terhadap produk produk yang
menurut kelompok mereka tidak sesuai dengan ajaran Islam. Dalam tindakannya kelompok ini tidak segan-segan untuk melakukan tindakan kekerasan atas nama agama. Mencuatnya berbagai organisasi kemasyarakatan setelah Orde Baru yang menjamin kebebasan individu berdampak pada tingginya partisipasi masyarakat untuk mengawasi atau mengontrol kegiatan ekonomi, social dan politik di Indonesia. Tetapi sangat disayangkan partisipasi masyarakat sipil tersebut terkadang menghambat pembangunan nasional. Salah satunya adalah Front Pembela Islam (FPI) yang sering melakukan aksi-aski kekerasan terutama yang dilakukan oleh laskar paramiliternya yakni Laskar Pembela Islam. Misalnya mereka merazia klub malam, minuman keras, pelacuran bahkan film juga dapat menjadi target sasaran mereka. Dengan melihat pola hubungan idealisme yang mereka sosialisasikan tampak jelas bahwa kelompok ini telah menjadikan nilai-nilai agama sebagai dasar dalam membentuk pola hubungan social, ekonomi dan politik. Demokrasi memberikan kebebasan individu termasuk memberikan celah terciptanya anarkisme gerakan
fundamentalis berbasiskan agama yang justru menjadi pertentangan bagi konteks social dan budaya masyarakat Indonesia. Masyarakat Indonesia tidak mengenal gerakan keagamaan yang bersifat ideologis dan eksklusif. Sebaliknya, masyarakat Indonesia justru lebih suka keterbukaan, toleransi, tidak suka konflik termasuk beragama. Oleh karena itu, agama apapun bisa masuk dan terserap dalam kehidupan masyarakat secara damai, tanpa konflik dan gejolak social yang berarti. Sikap seperti itulah yang menjadikan negara Indonesia mempunyai semboyan Bhineka Tunggal Ika yaitu berbeda-beda namun tetap satu jua. Kelompok ini juga melakukan aksinya terhadap film Tanda Tanya yang menuntut agar film karya Sutradara Hanung Bramantyo untuk tidak ditonton dan disiarkan karena film ini dianggap sesat. Mereka menganggap sesat film ini dikarenakan tema pluralisme yang ada dalam film ini tidak sesuai dengan ajaran agama kelompok Islam radikal ini. Beberapa adegan dalam film ini menuai protes berbagai ormas Islam seperti FPI dan Suara Islam. Mereka menganggap bahwa film Tanda Tanya dapat merusak aqidah umat Islam sehingga mereka mengharamkan film tersebut untuk ditonton masyarakat Indonesia. Mereka melakukan sweeping (penangkapan) terhadap bioskok-bioskop yang masih menayangkan film tersebut. Oleh karena itu film tersebut tidak bertahan lama, hanya sekitar 2 sampai 3 minggu beredar di bioskop Indonesia. Tidak hanya itu saja mereka juga melakukan aksi demo di depan kantor SCTV yang berniat menayangkan film Tanda Tanya pada malam
lebaran. Sikap anarkis inilah yang sering menyebabkan terjadinya konflik dan bentrokan antara kepentingan organisasi tertentu di masyarakat. Berbicara tentang makna ‘toleransi’ agama di Indonesia pada dasarnya telah diatur oleh Negara, dalam Undang-Undang dan Pancasila. Negara Indonesia sebagai sebuah bangsa yang besar mempunyai 6 agama yang sah menurut Negara (Islam, Kristen, Katholik, Hindu, Budha, Kong Hu Cu) dan 1.128 suku bangsa. Bhineka Tunggal Ika bermakna dan mengagungkan : ‘meskipun berbeda-beda namun tetap satu jua’, bangsa Indonesia tentu mengutamakan persoalan tentang toleransi. Indonesia adalah Negara yang memiliki banyak perbedaan dan keanekaragaman Ras, Agama, Suku dan Antar Golongan (SARA). Namun apabila tidak dikelola dengan baik akan dapat menjadi boomerang. Meskipun perbedaan telah diatur dalam rumusan dasar negara (Pancasila) bunyi Pancasila/ dasar Negara Indonesia yang berPancasila sebagai pegangan dalam menghadapi perbedaan, tetapi nampaknya dasar Negara ini belum mampu diterapkan dengan baik dalam kehidupan berbangsa. Persoalan yang terjadi berbagai golongan mempunyai kepentingan masing-masing, tidak ada lagi toleransi, sehingga memunculkan konflik-konflik SARA. Situasi ini jauh dari harapan makna mewujudkan tolerasi, salah satunya berkaitan dengan agama. Sedangkan kebebasan beragama dan toleransi antar agama, sesungguhnya telah diatur oleh Undang-undang Dasar. Namun tetap saja makna toleransi antar agama masih ‘bias’ di tengah kehidupan bangsa yang demokrasi ini.
Film“?” (Tanda Tanya) merupakan film yang meraih box office lokal tahun 2011, sekaligus masuk dalam 9 nominasi FFI 2011 dan memenangkan salah satu nominasi yaitu penghargaan Pengarah Sinematografi Terbaik. Kemudian masuk ke dalam nominasi Festival Film Bandung (FFB) 2012. Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan di atas penulis tertarik untuk meneliti film dengan judul: “Konsep Toleransi Beragama Dalam Film “?” (Tanda Tanya) Karya Hanung Bramantyo” dalam bentuk skripsi
1.2 Fokus Penelitian Berdasarkan permasalahan yang telah diungkap dalam Latar Belakang Masalah, penelitian ini berfokus pada pembahasan dalam rangka menjawab pertanyaan riset sebagai berikut: “Bagaimanakah representasi konsep toleransi antar umat beragama dalam film tanda Tanya?”
1.3 Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui konsep toleransi antar umat beragama direpresentasikan dalam film Tanda Tanya.
1.4 Signifikansi Penelitian 1.4.1 Signifikansi Akademis Setelah melakukan penelitian ini penulis mempunyai harapan agar penelitian ini dapat memberikan konstribusi dalam studi Ilmu Komunikasi, mengenai sistem tanda bahasa yang ditampilkan melihat konstruksi film tersebut. 1.4.2 Signifikansi Praktis Penelitian ini dapat memberikan pengetahuan kepada khalayak agar lebih kritis dalam memahami pesan dari sebuah film.