BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Merokok sudah menjadi masalah kompleks yang menyangkut aspek psikologis dan gejala sosial, baik dalam lingkungan berpendidikan tinggi maupun pada orang-orang yang berpendidikan rendah.1 Merokok merupakan suatu kebiasaan yang bersifat umum dan berdaya rusak tinggi terhadap kesehatan.2,3 Kebiasaan ini, selain merangsang psikologis juga dapat menimbulkan kenikmatan bagi para perokok sehingga mereka mengalami ketergantungan dengan penghentian kebiasaan yang sangat sulit. Penghentian kebiasaan merokok sering mengakibatkan rasa gelisah dan keinginan untuk terus menambah rangsangan rokok di dalam mulut.3 Apalagi bagi orang yang merokok untuk mengalihkan diri dari stress dan tekanan emosi, akan merasa lebih sulit melepaskan diri dari kebiasaan ini dibandingkan dengan perokok yang tidak memiliki latar belakang depresi.2 Konsumsi rokok saat ini terus meningkat terutama di negara-negara dengan pendapatan rendah dan menengah. Laporan WHO tahun 1996 menyatakan bahwa di negara berkembang sekitar 50%-60% pria dan 10% wanita mempunyai kebiasaan merokok. Sementara itu di negara maju sekitar 30% pria dan 30% wanita mempunyai kebiasaan merokok. Diperkirakan terdapat 1,2 miliar perokok di dunia, separuh dari para perokok meninggal oleh berbagai penyakit karena merokok. Rata – rata merokok dapat menyebabkan kematian 6 orang per menit. Ada kecenderungan peningkatan
1
konsumsi rokok di negara sedang berkembang. Alasannya, semakin banyak negara sedang berkembang yang menjadi tempat pelemparan komoditi tembakau karena : 1) demografis : dalam 20 tahun terakir ini terdapat pertumbuhan penduduk dari 1,5 menjadi 2 milyar di negara-negara berkembang. 2) kesadaran penduduk yang rendah terhadap bahaya merokok. 3) sosial ekonomi meningkat dan kemampuan membeli rokok juga meningkat. 4) proteksi terhadap zat-zat berbahaya umumnya kurang. 5) merokok juga didominasi oleh kelompok pendapatan rendah pekerja kasar (blue colar) termasuk kalangan penarik becak.2,4 Indonesia menduduki peringkat kelima tertinggi dengan tingkat agregat konsumsi tembakau tertinggi di dunia setelah Cina, Amerika, Rusia dan Jepang. Konsumsi rokok di Indonesia sudah sangat mengkhawatirkan karena tumbuh sangat cepat terutama para perokok pemula. Bila pada tahun 1990 Indonesia merupakan 2,7% konsumen rokok, maka pada tahun 2000 angka tersebut telah menjadi 6,6%. Lebih dari 80% perokok mulai merokok pada usia produktif usia muda sampai usia mapan dan jenis rokok yang tinggi dikonsumsi masyarakat adalah rokok kretek.2,5,6 Bahaya merokok terhadap kesehatan tubuh telah diteliti dan dibuktikan banyak orang. Efek-efek yang merugikan akibat merokok pun sudah diketahui dengan jelas. Sudah banyak data yang menunjukkan adanya hubungan yang berbahaya antara kebiasaan merokok dengan kesehatan secara umum seperti penyakit jantung, gangguan pembuluh darah, stroke, penyakit pernapasan, kanker paru, kanker laring, kanker oesofagus, bronkhitis, kenaikan tekanan darah, impotensi, serta gangguan kehamilan dan cacat pada janin.1,2,7,8
Bahaya merokok terhadap kesehatan diakibatkan oleh asap rokok dan kandungan zat-zat yang terkandung dalam rokok tersebut. Bahaya merokok tersebut tergantung pada tipe tembakau, suhu pembakaran, ukuran panjang rokok, bumbu rokok, serta ada tidaknya filter rokok. Zat-zat yang berbahaya di dalam rokok dapat berupa gas maupun partikel-partikel. Sebanyak 90% dari asap rokok mengandung berbagai gas seperti N 2 , O 2 , CO 2 dan sisanya 10% mengandung partikel-partikel tertentu seperti tar, nikotin. Tar merupakan partikel dalam asap rokok yang bersifat karsinogenik atau dapat menyebabkan kanker.9 Rongga mulut juga tidak luput dari bahaya merokok. Telah banyak penelitianpenelitian dilakukan yang menunjukan adanya efek merugikan dari kebiasaan merokok terhadap rongga mulut, baik pada jaringan keras maupun pada jaringan lunak mulut. Mani NJ, dkk (1976) telah melakukan penelitian terhadap buruh di India terhadap jaringan lunak mulut dimana sebesar 29,6% perokok memiliki stomatitis nikotina, 13,5% terkena leukoplakia dan leukodema sekitar 4,3% tetapi penelitian beliau terbatas hanya pada leukoplakia, leukodema dan stomatitis nikotina.5,10 Di Indonesia, Farida S, (1992) dan Natamiharja L, (1992) telah melakukan penelitian yang menghubungkan kebiasaan merokok pada sopir-sopir bus tetapi hanya terbatas pada jaringan keras gigi dimana persentase perokok di kalangan berpenghasilan rendah seperti supir bus sekitar 94,76%.4,5 Untuk saat ini masih sedikit penelitian terhadap kelainan-kelainan pada mukosa mulut yang dihubungkan dan sering dijumpai pada kebiasaan merokok.
Oleh karena itu, peneliti ingin mengetahui hubungan merokok dengan kelainan-kelainan jaringan lunak mulut pada salah satu kelompok masyarakat berpendapatan rendah yang sering dijumpai di Sumatera Utara, khususnya di Kotamadya Medan dalam hal ini kalangan penarik becak mesin atau dayung.
1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah diatas, dapat dirumusakan masalah sebagai berikut: 1.2.1 Masalah Umum: 1. Bagaimana pola kelainan-kelainan jaringan lunak mulut yang ditemukan serta faktor-faktor apa yang berpengaruh terhadap adanya kelainan-kelainan jaringan lunak mulut di kalangan penarik becak di Kotamadya Medan? 1.2.2
Masalah Khusus:
1. Berapakah prevalensi kelainan-kelainan jaringan lunak mulut pada perokok di kalangan penarik becak? 2. Bagaimana jenis, lokasi kelainan-kelainan jaringan lunak mulut pada perokok di kalangan penarik becak? 3. Apakah terdapat hubungan antar adanya kelainan-kelainan jaringan lunak mulut dengan jumlah rokok per hari? 4. Apakah terdapat hubungan antara adanya kelainan-kelainan jaringan lunak mulut dengan lama (tahun) merokok?
5. Apakah ada hubungan antara adanya kelainan-kelainan jaringan lunak mulut dengan cara merokok? 6. Apakah ada hubungan antara adanya kelainan-kelainan jaringan lunak mulut dengan jenis rokok?
1.3 Tujuan Penelitian 1. Mengetahui hubungan merokok dengan adanya kelainan-kelainan di rongga mulut. 2. Mengetahui keadaan rongga mulut pada kalangan penarik becak karena merokok. 3. Mengetahui kelainan-kelainan apa saja yang terjadi di rongga mulut karena merokok. 4. Mengetahui persentase penarik becak yang mempunyai kelainan-kelainan di jaringan lunak mulut yang disebabkan kebiasaan merokok. 5. Mengetahui prevalensi perokok dengan kelainan atau tidak ada kelainan di jaringan lunak mulut karena merokok.
1.4 Manfaat Penelitian Dengan mengetahui hubungan antara kebiasaan merokok dengan kelainankelainan jaringan lunak mulut, maka diharapkan: 1. Memberikan informasi pada masyarakat mengenai efek merokok terhadap kesehatan rongga mulut.
2. Dapat memberikan informasi bagi dokter gigi maupun tenaga medis lainnya tentang perlunya edukasi pada kalangan penarik becak yang merokok. 3. Sebagai data awal bagi peneliti-peneliti lain untuk menelaah lebih lanjut mengenai hubungan merokok dengan timbulnya kelainan di rongga mulut.