2
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Laju pertumbuhan properti 2006 diperkirakan akan terhambat dampak kenaikan BBM, inflasi tinggi, kenaikkan suku bunga termasuk bunga kredit pemilikan rumah (KPR), dan fluktuasi rupiah. Perkembangan properti 2006 akan sangat tergantung dari situasi dan kondisi 2005. Hal ini dikarenakan situasi dan kondisi makro ekonomi pada tahun sebelumnya kurang menguntungkan. Kondisi seperti ini yang diperkirakan akan menghambat laju pertumbuhan properti di 2006. Tetapi kebutuhan properti tahun 2006 tetap ada khususnya perumahan untuk segmentasi menengah ke atas karena kalangan ini masih memiliki daya beli yang cukup baik. Untuk pasar tertentu kebutuhan akan apartemen masih tetap ada, misalnya untuk segmentasi kelas atas sebab investor masih memiliki dana segar untuk investasi. Praktisi bisnis properti, Frans Karamoy, menyatakan ada tiga pihak yang yang selama ini bermain di bisnis properti Indonesia yaitu pemerintah, swasta, dan asing. Tahun ini pemerintah dan pihak swasta tidak akan mengeluarkan dana untuk investasi di sektor properti. Hal ini dimaksudkan untuk memberikan peluang kepada investor asing untuk investasi di Indonesia. Jika investor asing dibebaskan untuk memiliki properti di Indonesia, maka banyak pasokan yang akan terserap dan akan membawa dampak yang positif bagi perkembangan properti di Indonesia.
3
Untuk meningkatkan penjualan properti di Indonesia hal yang perlu dilakukan Pertama, di tingkat nasional pemerintah perlu menumbuhkan harapan. Beberapa hal sudah dilakukan pemerintah seperti reshuffle kabinet dan pemberantasan korupsi. Kedua, di tingkat industri perlu dilakukan penguatan subsidi untuk rumah sederhana sehat (RSH), memangkas ekonomi biaya tinggi, meluaskan pasar, serta mencari sumber-sumber pendanaan baru. Ketiga, di tingkat perusahaan pengembang perlu dilakukan adalah konsolidasi, dan menahan diri untuk melakukan ekspansi. Ini bisa dilakukan dengan cara lebih fokus pada pasar dan mengkalkulasi cash flow.
Basri Pohan dan Andriansyah (2006) menyatakan bahwa pasar modal di Indonesia memiliki peluang yang sangat baik tetapi saja hal tersebut diabaikan oleh para pemodal. Investasi yang baik pada tahun 2006 ini adalah pada sektor Real Estate dan Properti di Indonesia. Basri Pohan dan Andriansyah dalam tulisannya menjelaskan tentang Real Estate Investment Trust (REITs) yang disinyalir sebagai sebuah peluang yang terabaikan. Pernyataan dan data dari beberapa praktisi manajemen properti mengungkapkan fakta keunggulan investasi disektor Real Estate dan Properti dibandingkan wahana investasi lainnya seperti obligasi pemerintah.
Bagi pemodal besar tentulah hal yang mudah untuk memiliki aset properti berupa apartemen, gedung perkantoran, maupun pusat perbelanjaan. Untuk memiliki properti tersebut memerlukan modal yang sangat besar dan ini merupakan sesuatu yang tidak dimiliki pemodal kecil secara individu. Namun bukan suatu yang mustahil
4
bagi pemodal kecil jika mereka secara kolektif menghimpun modalnya dalam satu wadah untuk membeli dan memiliki aset properti secara bersama-sama. Skim investasi kolektif semacam ini sudah cukup dikenal di pasar modal Indonesia, terutama dalam wacana reksa dana di mana kumpulan modal tersebut diinvestasikan dalam portofolio efek oleh manajer investasi. Selain bagi investor domestik, Real Estate Indonesia (REI) akan terus berupaya mendorong penjualan pemilikan properti bagi orang asing di Indonesia. Dengan demikian hal ini akan memudahkan orangorang asing untuk berinvestasi dengan memiliki properti di Indonesia. REI akan terus berupaya untuk menerbitkan sertifikat properti layak jual serta mendorong Real Estate Investment Trust (REITs).
Meskipun REITs memudahkan investor domestik dan asing tetapi untuk menghindari dampak penurunan nilai saham dan kebijakan pajak yang dibuat pemerintah maka para investor perlu melakukan analisa komparatif terhadap informasi keuangan, baik itu untuk analisa investasi dan evaluasi strategi komparatif. Analisa investasi diperlukan untuk mengetahui seberapa besar dana yang diinvestasikan dan jumlah return yang didapat dari investasi tersebut dan peluang dari pasar modal.
Struktur modal Modigliani & Miller (MM) dalam teorinya mengasumsikan adanya independensi antara keputusan investasi dan keputusan pendanaan. MM (1958) menyatakan bahwa struktur modal tidak dapat mempengaruhi nilai
5
perusahaan. Keputusan pendanaan yang tidak mempengaruhi nilai investasi perusahaan inilah yang berimplikasi pada terdapatnya pemisahan antara keputusan investasi dengan keputusan pendanaan. Independensi komponen aktiva dengan komponen utang perusahaan merupakan implikasi dari independensi kebijakan investasi dan kebijakan pendanaan. Keputusan tersebut seringkali terjadi secara simultan karena pentingnya pencarian sumber pendanaan untuk investasi. Untuk melakukan investasi maka investor memerlukan dana untuk melakukan keputusan investasi. Dana yang digunakan diperoleh dari modal sendiri atau modal asing. Semakin besar dana yang dimiliki maka semakin besar investasi yang didapat. Berdasarkan alasan ini investor mengharapkan pengembalian yang lebih dari dana yang diinvestasikannya. Berbagai peneliti mencoba menguji hubungan antara kebijakan investasi dan kebijakan pendanaan melalui pengujian hubungan interdependensi antara komponen aktiva dan pasiva. Stowe et al (1980) menunjukkan hubungan antara dua sisi neraca dengan menggunakan 510 perusahaan besar AS. Penelitian ini menggunakan analisis korelasi kanonikal untuk mengidentifikasi dan menguji sifat hubungan antara komponen aktiva dan pasiva. Hasil penelitian menunjukkan bahwa baik secara individu maupun secara bersama-sama, fungsi kanonikal yang menggambarkan korelasi antara komponen aktiva dan komponen pasiva adalah signifikan. Stowe juga memperjelas interpretasinya dengan melakukan rotasi terhadap canonical loading. Ada beberapa kesimpulan yang diambil:
6
1. Hedging merupakan praktik yang lazim terjadi. 2. Berbagai aktiva digunakan sebagai kolateral utang 3. Persediaan umumnya didanai melalui kredit dari pemasok atau utang dagang. 4. Bisnis yang berisiko tinggi mencoba untuk mengendalikan risiko dengan menggunakan lebih sedikit utang dan lebih banyak ekuitas serta mempertahankan likuiditas dalam jumlah besar . Simonson et al (1983) menguji perilaku hedging antara struktur aktiva dan pasiva 435 bank AS berukuran besar. Simonson menyatakan bahwa bankir dan analis perbankan percaya bahwa mismatching maturitas aktiva dan pasiva dapat menciptakan risiko. Pyle (1971) mengatakan bahwa bank dengan sumber daya jangka pendek yang volatil (sensitif bunga) akan berusaha membuat struktur aktiva dengan menekankan pada jangka pendek dan suku bunga mengambang. Dari hasil penelitiannya Pyle menunjukkan bahwa perbankan memilih portofolio aktiva dan utang sesuai dengan parameter tertentu, misalnya maturitas. Ho & Saunders (1980) juga menunjukkan bahwa hedging neraca merupakan respon rasional terhadap ketidakpastian bunga yang disebabkan oleh volatilitas interdependensi struktur aktiva dan utang. Van Auken & Tseng (1993) melakukan penelitian tentang strategi keuangan perusahaan kecil di Taiwan. Penelitian di Taiwan menunjukkan bukti empiris tentang interdependensi struktur aktiva dan pasiva pada perusahaan kecil di Taiwan.
7
Siregar (2006) menguji interdependensi yang signifikan secara statis antara komponen aktiva dan komponen pasiva. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sifat interdependensi yang ditemukan pertama, antara komponen aktiva dan pasiva meliputi hedging struktur maturitas aktiva lancar dan utang lancar. Kedua, kolateral aktiva-aktiva tetap terhadap utang jangka panjang. Ketiga, pendanaan persediaan melalui utang dari pemasok serta kolateral piutang dagang terhadap utang jangka pendek. Keempat, pendanaan aktiva tetap melalui utang jangka panjang. Berdasarkan latar belakang di atas maka penulis mengambil judul penelitian ini : Hubungan Interdependensi Kebijakan Investasi dan Kebijakan Pendanaan Perusahaan Jasa di Indonesia.
B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas maka permasalahan dalam penelitian ini dirumuskan sebagai berikut: Apakah ada hubungan interdependensi kebijakan investasi dan kebijakan pendanaan Perusahaan Jasa di Indonesia?
C. Batasan Masalah Agar pembahasan terhadap objek penelitian ini tidak terlalu luas maka perlu adanya fokus penelitian sehingga menjadi terarah terhadap permasalahan yang ada, maka penulis membatasi penelitian ini pada: 1. Perusahaan Jasa yang bergerak dibidang Real Estate dan Properti dan terdaftar di Bursa Efek Jakarta (BEJ) dari periode 2001 sampai dengan 2004.
8
2. Penelitian ini menggunakan data komponen neraca perusahaan yaitu komponen aktiva dan pasiva perusahaan Real Estate dan Properti. Alasannya karena komponen aktiva dan pasiva merupakan salah satu komponen yang menggambarkan nilai perusahaan.
D. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk menguji hubungan interdependensi kebijakan investasi dan kebijakan pendanaan perusahaaan jasa di Indonesia.
E. Manfaat Penelitian 1. Bagi Emiten Kelebihan dana yang dimiliki oleh perusahaan sebaiknya digunakan untuk melakukan investasi dan pengembangan usaha Real Estate dan Properti. 2. Bagi Investor Manfaat yang didapatkan dari penelitian ini adalah sebagai pertimbangan dalam portofolio Real Estate dan Properti. 3. Bagi Pemerintah Penentapan pajak deviden yang rendah pada sektor Real Estate dan Properti. 4. Bagi Akademisi a. Memberi informasi tentang sektor Real Estate dan Properti yang memberi keuntungan besar dalam jangka panjang khususnya dalam portofolio efek.
9
b. Menambah wawasan tentang Analisis Kanonikal c. Mengetahui bahwa variabel aktiva dapat diukur dari satu set variabel aktiva untuk mengetahui hubungan interdependensi antara komponen aktiva dan pasiva.