BAB I PENDAHULUAN
Bab pendahuluan ini akan menguraikan tentang latar belakang penelitian, rumusan masalah, tujuan penelitian, dan manfaat penelitian. Pada latar belakang dipaparkan secara singkat mengenai fenomena alih fungsi lahan di Kelurahan Panjer sebagai isu awal sehingga menarik untuk diteliti. Dalam rumusan masalah diformulasikan dua pertanyaan yang akan dijawab dalam penelitian ini. Tujuan penelitian yakni merupakan target yang akan dicapai dalam rangka menemukan jawaban rumusan masalah.
1.1.
Latar Belakang Kawasan perkotaan adalah kawasan yang mempunyai kegiatan utama
bukan pertanian dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat permukiman perkotaan, pemusatan dan distribusi pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial dan kegiatan ekonomi (pasal 1 Undang Undang Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang). Dengan demikian
kota selalu
mengalami perkembangan dari waktu ke waktu. Perkembangan menyangkut aspek-aspek politik, sosial, budaya, teknologi, ekonomi dan fisik. Pembangunan wilayah fisik perkotaan, akan memerlukan ketersediaan lahan. Kota Denpasar adalah salah satu wilayah perkotaan di Provinsi Bali yang merupakan tujuan para kaum migran. Penduduk Kota Denpasar pada tahun 2000 berjumlah 522.381 orang. Hasil Survey Penduduk Antar Sensus (SUPAS), jumlah 1
penduduk Kota Denpasar pada tahun 2005 berjumlah 574.955 orang. Berdasarkan data tersebut, selama periode tahun 2000 – tahun 2005 laju pertumbuhan penduduk Kota Denpasar meningkat rata-rata 1,94% setahun. Peningkatan jumlah penduduk pada periode tahun itu terjadi paling tinggi di Kecamatan Denpasar Utara yaitu 2,52 %, sedangkan Kecamatan Denpasar Selatan laju pertumbuhannya adalah sebesar 1,74 %. Pada tahun 2005 sampai dengan 2010 perkembangan penduduk di Kecamatan Denpasar Selatan sangat pesat yaitu mencapai 244.851 orang. Kepadatan penduduk Kota Denpasar berdasarkan data pada tahun 2005 adalah 4.600 orang per km2, sedangkan kepadatan penduduk di Kecamatan Denpasar Selatan pada tahun yang sama adalah 2.995 orang per km2. Pada tahun 2010 tingkat kepadatan penduduk di Kecamatan Denpasar Selatan adalah 4.898 orang per km2 . Kepadatan penduduk tertinggi di Kecamatan Denpasar Selatan pada tahun 2010 adalah Kelurahan Panjer yaitu sebesar 10.123 orang per km 2 . Tingginya tingkat kepadatan penduduk adalah serupa dengan tingginya nilai sewa lahan dan rendahnya kesejahteraan/keselamatan rumah tinggal (Ian Thrall, G, 1987: 30). Bertambahnya penduduk kota akan mengakibatkan meningkatnya kebutuhan fasilitas perkotaan seperti permukiman dan infrastruktur kota lainnya. Pembangunan wilayah fisik perkotaan, terutama untuk pembangunan perumahan akan memerlukan ketersediaan lahan. Keadaan ini dapat ditunjukkan dengan data yang terdapat di Badan Pertanahan Nasional dari 13 kota di Indonesia, yaitu bahwa antara 60% sampai 80% kebutuhan tanah untuk keperluan perumahan (Hasni, 2008 : 69). Pembangunan di Kota Denpasar masih dominan berkembang ke arah horizontal, karena adanya peraturan-peraturan yang
2
membatasi pembangunan ke arah vertikal. Oleh karena itu, konversi lahan tidak dapat dihindarkan, baik dari area persawahan maupun lahan kering yang kemudian dijadikan kawasan permukiman (Sueca, 2009: 8). Model pembangunan perkotaan seperti ini akan sangat mengancam keberadaan lahan dan ruang-ruang terbuka yang berada di wilayah perkotaan. Hal ini dibuktikan dengan terjadinya alih fungsi lahan pertanian menjadi lahan terbangun di Kota Denpasar. Luas wilayah Provinsi Bali adalah relatif kecil yaitu 5.630,66 km2 atau 563.066 ha yang setara dengan 0,24 % dari luas wilayah Negara Republik Indonesia. Pada tahun 2006 lahan sawah di Bali adalah seluas 80.181 ha atau 14,23 % dari luas wilayah Pulau Bali (Suparta, 2009: 28). Berdasarkan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Denpasar Tahun 2007 – 2016, lahan pertanian di Kota Denpasar total seluas 2.768 dari luas total wilayah Kota Denpasar yaitu 12.778 ha yang terdistribusi diempat wilayah kecamatan. Luas lahan pertanian di wilayah Kecamatan Denpasar Selatan sampai tahun 2010 adalah seluas 936 ha. Luas lahan pertanian yang beralih fungsi menjadi kawasan terbangun (non pertanian) di Wilayah Kecamatan Denpasar Selatan dari tahun 2001 sampai dengan tahun 2010 adalah seluas 90 ha, adapun fenomena alih fungsi tersebut yang paling tinggi terjadi di Kelurahan Panjer yaitu seluas 37 ha. Alih fungsi lahan pertanian khususnya di perkotaan menjadi lahan terbangun sering terjadi karena tuntutan perkembangan kawasan perkotaan. Adanya aturan Pemerintah Daerah Bali tentang pembatasan pembangunan ke arah vertikal, dalam hal ini bangunan di Bali tidak diperkenankan lebih tinggi dari pohon kelapa (± 15 meter) mengakibatkan akhir-akhir ini mulai terjadi 3
kekurangan lahan terbuka secara horizontal (Suwito, L. Kartono, 2011).
Luas
lahan pertanian di perkotaan terus menurun secara drastis dari tahun ke tahun sehingga mengurangi luas lahan pertanian yang ada. Hasil penelitian dari Lembaga Penelitian (Lemlit) Universitas Udayana pada tahun 2007 menyebutkan bahwa sekitar 783,3 ha lahan pertanian di Bali telah beralih fungsi selama sepuluh tahun terakhir yaitu periode tahun 1996 – tahun 2006. Di Kota Denpasar organisasi tradisional, Subak Sanglah, dan Subak Tegal Injung sudah dinyatakan punah (Adnyana, 2009 : 9). Lahan sawah yang sudah berubah fungsi tidak akan dapat menjadi area persawahan kembali. Hal ini berdampak negatif terhadap produksi pangan, fisik lingkungan, dan budaya masyarakat yang hidup di atasnya maupun sekitar lahan yang mengalami alih fungsi (Apriyantono, 2009 ). Alih fungsi lahan pertanian di daerah urban dan semi urban akibat perluasan permukiman akan memicu alih fungsi lahan yang
lebih luas lagi
karena
pembangunan permukiman akan diikuti oleh pembangunan prasarana ekonomi lainnya. Kelurahan Panjer merupakan salah satu wilayah Kelurahan di dalam wilayah Kecamatan Denpasar Selatan Kota Denpasar. Kebutuhan lahan untuk pembangunan perumahan maupun fasilitas serta sarana dan prasarana perkotaan lainnya, mengancam penggusuran lahan-lahan produktif seperti lahan pertanian yang ada di wilayah ini. Berdasarkan fakta dan perkembangan yang terjadi di lapangan maka cukup relevan kiranya diteliti lebih serius mengenai faktor-faktor apa saja yang berpengaruh terhadap alih fungsi lahan pertanian menjadi lahan terbangun, dan apa saja pola-pola alih fungsi lahan pertanian menjadi lahan
4
terbangun yang terjadi di Kelurahan Panjer dengan judul penelitian : “Alih Fungsi Lahan Pertanian Menjadi Lahan Terbangun
di Kelurahan Panjer
Kota
Denpasar“.
1.2.
Rumusan Masalah 1.
Faktor-faktor apa saja yang berpengaruh terhadap terjadinya alih fungsi lahan pertanian menjadi lahan terbangun di Kelurahan Panjer, Kota Denpasar.
2.
Apa saja pola-pola alih fungsi lahan pertanian menjadi lahan terbangun yang terjadi di Kelurahan Panjer, Kota Denpasar.
1.3.
Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian “Alih Fungsi Lahan Pertanian Menjadi Lahan
Terbangun di Kelurahan Panjer Kota Denpasar ini adalah : 1.
Mengetahui faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi terjadinya proses alih fungsi lahan pertanian menjadi lahan terbangun di Kelurahan Panjer Kota Denpasar.
2.
Mengetahui pola alih fungsi lahan pertanian menjadi lahan terbangun yang berlaku di Kelurahan Panjer, Kota Denpasar.
1.4.
Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik secara akademis
maupun praktis seperti berikut.
5
1.
Manfaat akademis. Manfaat akademis dari penelitian ini adalah diharapkan dapat menambah khasanah dalam ilmu perencanaan kota (urban planning) khususnya
dalam
pengembangan
wilayah
dan
pembangunan
infrastruktur kota dengan tetap berpedoman pada tiga pilar pembangunan berkelanjutan yaitu ekonomi, sosial, dan lingkungan. 2.
Manfaat praktis. Manfaat praktis dari penelitian ini adalah diharapkan dapat memberikan suatu rekomendasi untuk Pemerintah dalam menjalankan pembangunan yang berwawasan lingkungan dan berkelanjutan di wilayah perkotaan.
6