BAB I PENDAHULUAN
1.1
Alasan Pemilihan Judul Penulis memilih Penelitian hukum dengan judul: “Problematika Hukum
dalam Perjanjian Pembukaan L/C Antara PT. SPI dan PT. Bank Century”. Skripsi yang mengkaji tentang kasus L/C ini sebenarnya sudah pernah ditulis oleh Lidya Pratiwi Tjuyitno (312009015) Fakultas Hukum Universitas Kristen Satya Wacana. Tetapi terdapat perbedaan fokus kajian dengan skripsi ini. Skripsi yang terdahulu menganalisis mengenai jaminan deposito dalam pembukaan L/C, sedangkan skripsi ini dimaksudkan untuk mengkaji kesesuaian proses pembukaan L/C dengan peraturan-peraturan yang berlaku. Orang pada umumnya, berasumsi bahwa setiap kali menjumpai kata kredit, maka hal itu selalu berarti hutang. Perhatikan misalnya argumentasi berikut ini; ”Karena
perkembangan
ekonomi
dan
perdagangan
akan
diikuti
oleh
perkembangan kebutuhan akan kredit. Dan pemberian fasilitas kredit memerlukan jaminan (security) demi keamanan bagi pemberi kredit (bank) tersebut1”. Argumentasi diatas yang baru saja dikutip oleh Penulis, jelas menunjukkan bahwa konsep kredit selalu diasosiasikan dengan pinjaman uang, dan harus diikuti dengan jaminan. Sebab, jaminan sangat penting untuk memberikan rasa aman
1
Sri Soedewi Masjchun Sofwan,Beberapa Masalah Pelaksanaan Lembaga Jaminan Khususnya Fiducia di Dalam Praktek dan Pelaksanaannya di Indonesia, FH UGM,Bulaksumur,Yogyakarta,1977,hal.2.
1
kepada pemilik uang (kreditur) yang uangnya dipinjamkan kepada penerima pinjaman (debitur). Namun, sebenarnya pemahaman terhadap konsep kredit di atas tidak berlaku terhadap pembiayaan secara kredit dalam transaksi bisnis internasional. Mengapa demikian? Dalam perdagangan internasional, Bank pada prinsipnya bertindak sebagai Pembeli2 barang dari eksportir yang ada di luar negeri. Hal ini memperlihatkan dengan jelas, bahwa Bank “membeli” secara tunai dari eksportir (barang yang dikirimkan oleh eksportir ke importir di luar negeri). Namun, istilah yang dipergunakan untuk menyebut transaksi, berupa membeli secara tunai barang si eksportir yang dilakukan oleh pihak Bank dimaksud tetap dipergunakan “kredit” dalam pembiayaan atas perdagangan secara internasional. Mendalami konsepsi kredit dalam perdagangan internasional seperti itulah yang menjadi alasan, mengapa Penulis memilih judul sebagaimana telah dikemukakan diatas. Dalam fasilitas advance against collection misalnya; Bank membayar (pemberian pembiayaan) dengan cara mengambil alih dokumen ekspor dari eksportir, meskipun demikian Bank masih akan menerima penggantian pembayaran dari importir luar negeri. Sebagaimana judul yang dikemukakan Penulis diatas, Penulis temukan dalam Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia No. 599 K/Pid.Sus/2011 junto Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia No 47 PK/Pid.sus/20123 . 2
Pembeli yang dimaksud disini adalah bank bertindak sebagai penjamin dari barang yang dibeli oleh importir.
3
Untuk mempermudah, selanjutnya Penulis singkat dengan Putusan 599 dan Putusan 47.
2
Dalam Putusan tersebut terekam suatu perdagangan internasional yang melibatkan pihak PT. Selalang Prima Internasional4 sebagai Pembeli yang berkedudukan di Indonesia dengan Grains and Industrial Products Pte. Ltd5 sebagai Penjual (exportir) yang berkedudukan di Singapura. Putusan tersebut memiliki karakteristik sebagai perdagangan internasional. Karena pertama, dalam transaksi (jual-beli) yang diadakan tersebut melibatkan pergerakan barang dari satu negara ke negara yang lain. Dalam kasus tersebut, PT. SPI yang berkedudukan di Indonesia membeli condensate (produk minyak bumi yang biasa dipergunakan untuk bahan baku plastik dan bahan baku lainnya) dari Grains Industrial Products yang berkedudukan di Singapura. Dari kasus tersebut sudah terlihat adanya perpindahan barang yang terjadi, yaitu berpindahnya condensate dari Singapura ke Indonesia. Kedua, apabila diamati bukan lagi pergerakan barang, tetapi tempat usaha (the places of business) dari masing-masing pihak yang ada dalam transaksi6, maka dapat Penulis katakan bahwa
transaksi dalam Putusan 599 junto Putusan 47
tersebut merupakan suatu perdagangan yang memiliki kharakter internasional. Hal ini disebabkan tempat usaha dari si Penjual berada di dalam satu negara, sedangkan tempat berusaha si Pembeli berada di negara yang lain. Dalam hal ini para pihak (the parties to contract), yaitu PT. SPI sebagai importir berkedudukan di Indonesia dan Grains and Industrial Products sebagai eksportir yang 4
Selanjutnya Penulis sebut PT.SPI
5
Selanjutnya Penulis sebut Grains and Industrial Products.
6
Jeferson Kameo, Pembiayaan dalam Perdagangan Internasional (Suatu Kapita Selekta untuk Hukum dan Transaksi Bisnis Internasional) (Fakultas Hukum Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga, 2012) hal. 4.
3
berkedudukan di Singapura. Dari alasan kedua tersebut diatas maka Penulis katakan transaksi dalam Putusan 599 junto Putusan 47 itu menyebut sebagai suatu transaksi yang memiliki kharakteristik perdagangan internasional. Cara ketiga, untuk menentukan kharakteristik internasional dari suatu perdagangan adalah dengan menggabungkan ciri pertama dan kedua. Dimana hal ini merupakan perdagangan jual-beli eksport (eksport sales). Dalam putusan 599 junto Putusan 47 jual-beli eksport yang terjadi pada Grains and Industrial Products sebagai Penjual condensate yang berkedudukan di Singapura, dan PT. SPI yang bertindak sebagai Pembeli berkebangsaan Indonesia, dimana pada transaksi yang terjadi, terdapat pergerakan barang
dari Singapura ke Indonesia (tempat si
Pembeli melaksanakan kegiatan usahanya). Mengingat transaksi dalam Putusan 599 junto Putusan 47 tersebut memenuhi gabungan ciri pertama dan ciri kedua, maka menurut pendapat Penulis perdagangan yang demikian itu adalah suatu transaksi yang berkarakter internasional penuh7. Adapun duduk perkara dalam Putusan 599 junto Putusan 47 dimana, Penulis menemukan terdapatnya pembiayaan secara kredit dalam proses jual beli yang telah menjadi pokok kajian dalam penelitian dan penulisan hukum ini, perlu untuk dikemukakan secara singkat bahwa: pada tanggal 29 Oktober 2007 PT. SPI mengajukan Surat Permohonan fasilitas Usance LC kepada PT. Bank Century Tbk., untuk pembiayaan (membayar) pembelian condensate dari Grains and Industrial Products dengan harga sebesar USD 22,500,000,00. Namun didalam proses dikeluarkannya surat pemohonan fasilitas usance L/C terdapat berbagai
7
Jeferson Kameo, Ibid, hal. 5.
4
kejanggalan. Pertama, untuk menjamin pembayaran kembali uang sebanyak USD 22,500,000,00 tersebut PT. SPI menyerahkan suatu jaminan berupa penempatan margin sebesar 20% dalam bentuk deposito pada PT. Bank Century senilai USD 4,500,000.00 yang ditandatangani oleh FRANKY ONGKOWARDOJO selaku Direktur PT. SPI dimana penempatan margin tersebut tidak mengcover seluruh jumlah fasilitas kredit yang diajukan. Kedua, pihak Bank Century tidak mengenal calon debiturnya. Ketiga memori analisa kredit baru disampaikan setelah fasilitas L/C dikeluarkan. Dan keempat, berdasarkan dokumen Bill of Lading tidak terdapat identitas PT.SPI dan Grains and Industrial Product namun yang ada justru PT. Trans Pasific Petrochimical Indotama dan Petronas. Dan hal-hal tersebut inilah yang menyebabkan Bank Century mengalami likuditas bank atau setidak-tidaknya dalam pemberian fasilitas kredit tersebut tidak dilakukan analisis kredit prospek usaha kinerja serta kemampuan membayar debitur terlebih dahulu sehingga menyebabkan kredit macet. Seperti apa yang telah diuraikan sebelumnya bahwa pada proses pembukaan faslitas Usance L/C terdapat kejanggalan, yaitu pertama, tentang syarat-syarat pencairan yang tidak terpenuhi, akan tetapi pemberian kredit dalam rangka pembayaran itu tetap dapat terjadi. Hal ini terlihat dalam peryataan yang dikemukakan oleh Linda Wangsa Dina T A (Pimpinan Kantor Pusat Operasi (KPO) PT.Bank Century, Tbk. Cabang Senayan)8, Linda Wangsa yang menerima informasi dan instruksi dari Robert Tantular, yang kemudian juga dikonfirmasikan kepada Hermanus Hasan Muslim (direktur Utama merangkap Direktur Kredit PT.
8
Selanjutnya Penulis sebut Linda Wangsa.
5
Century, Tbk) mengenai akan dibukanya fasilitas usance L/C, yang diikuti dengan beberapa pertanyaan mengenai data - data calon importir untuk dianalis terlebih dahulu di Bank Century Cabang Senayan. Akan tetapi, oleh Robert Tantular dan yang dipertegas oleh Hermanus Hasan diperintahkan untuk segera diproses. Kedua tentang penempatan jaminan berupa margin sebesar 20% dari total plafon yang diajukan. Hal ini terdapat pada peryataan yang menyatakan bahwa pada tanggal 29 Oktober 2007 PT. SPI mengajukan Surat Permohonan fasilitas Usance LC kepada Bank Century untuk keperluan pembelian condensate (produk minyak bumi yang biasa dipergunakan untuk bahan baku plastic dan bahan baku lainnya ) dari Grains and Industrial Produts dengan line sebesar USD 22,500,000.00 dengan jaminan akan menempatkan margin sebesar 20% berupa penempatan deposito pada Bank Century senilai USD 4,500,000.00 yang di
tandatangani oleh Franky
Ongkowardjojo selaku Direktur PT SPI. Kemudian pada tanggal 22 November 2007 dilakukan penyerahan gadai dan deposito berjangka tetapi, berdasarkan dokumen pembukaan deposito diketahui bahwa deposito baru dibuka tanggal 27 November 2007. Perlu Penulis kemukakan bahwa sebuah letter of credit tidak sama dengan documentary collection
dimana pada documentary collection bank-bank yang
bersangkutan hanya bertindak sebagai agen pembayaran, sedangkan dalam transaksi letter of credit pihak bank bertindak sebagai pihak yang melakukan pembayaran barang yang dieksport. Oleh karenanya pihak Pembeli harus memenuhi syarat-syarat yang telah ditetapkan oleh bank sebelum L/C tersebut dicairkan.
6
Selain alasan yang telah dikemukakan sebelumnya, alasan berikutnya adalah pihak Bank sebagai penerbit L/C berada dalam posisi yang tidak mengenal pihak debitur. Dan nama yang tertera pada Bill Of Lading bukanlah nama pembuka fasilitas Usance L/C. Jadi bagaimana mungkin suatu pembayaran secara kredit menggunakan letter of credit dapat terjadi tanpa terpenuhinya syarat-syarat tersebut?
1.2
Latar Belakang Masalah Apabila uraian dalam alasan pemilihan judul tersebut diatas dianalisis,
maka perdagangan internasional yang lebih dikenal dengan istilah ekspor-impor pada hakikatnya adalah suatu transaksi (a contract) membeli dan menjual barang antara pelaku usaha (para pihak) yang bertempat di negara-negara yang berbeda. Peraturan yang berkaitan dengan transaksi ekspor-impor9 di setiap negara pun berbeda-beda. Oleh karena itu, untuk para pihak yang terkait dalam transaksi ekspor-impor, perlu mengikuti perkembangan-perkembangan peraturan serta sistem perdagangan luar negeri (hukum perdagangan Internasional). Adapun pihak yang terlibat dalam transaksi bisnis internasional adalah: eksportir, importir, issuing bank (bank penerbit), dan advising bank. Importir akan berhubungan dengan issuing bank, hal ini disebabkan karena dalam proses pembayaran (dalam perdagangan yang dilakukan oleh exportir dan importir), pihak issuing bank yang akan membayar (ada unsur kepercayaan dari issuing bank kepada applicant) sejumlah uang yang telah disepakati oleh exportir dan importir 9
Konsep yang lebih baku (bahasa Hukum positif Indoneia) adalah jual-beli Perusahaan. Hal ini tertera dalam buku Jeferson Kameo, Ibid, hal. 1
7
kepada advising bank di negara exportir. Jadi, hubungan antara exportir dan importir hanya pada kontrak jual beli saja, sedangkan dalam proses pembayarannya pihak exportir dan importir tidak dapat berhubungan secara langsung, melainkan pihak issung bank dengan advising bank lah yang akan menjadi perantara dalam proses pembayaran. Oleh karenanya pihak exportir tidak dapat menangih sejumlah uang kepada importir, melainkan pihak exportir menagih kepada advising bank, yang nantinya advising bank yang akan meminta sejumlah uang kepada issung bank (uang yang dibayar oleh issuing bank adalah uang yang berasal dari importir (applicant)). Pembayaran dalam perdagangan internasional dapat dilakukan dengan menggunakan berbagai macam alat. Alat yang dimaksud dalam transaksi pembayaran adalah cek, bill of lading, bank garansi, dan letter of credit. Cek merupakan surat perintah tidak bersyarat untuk membayar sejumlah dana yang tercantum dalam cek. Dalam proses penarikannya, cek dapat dilakukan baik "atas nama" maupun "atas unjuk10” dan dapat dilakukan secara tunai maupun pemindahbukuan. Cek merupakan surat berharga yang dapat diperdagangkan (negotiable paper). Kedua, bill of exchange atau dalam bahasa Indonesia disebut wesel, merupakan alat pembayaran yang berisi perintah tanpa syarat, dari penerbit wesel (drawer) kepada pihak lain (drawee), untuk membayar sejumlah uang kepada pihak tertentu (payee atau beneficiary) atau pihak lain yang ditunjuknya (order). Kemudian ada pula bank garansi, bank garansi adalah perjanjian penanggungan atau borgtocht dimana Bank yang menjadi pihak ketiga
10
Cek atas unjuk dapat dipindah tangankan.
8
(penanggung, guarantor, borg) bersedia bertindak sebagai penanggung bagi nasabahnya yang menjadi debitur (dalam mengadakan suatu perjanjian (pokok) dengan pihak lain sebagai kreditur). Dan yang berikutnya adalah L/C yang merupakan instrumen yang diterbitkan oleh bank atas nama importir, yang berisi janji untuk membayar eksportir setelah dokumen pengiriman bersamaan dengan perjanjian yang ditentukan diserahkan. Jika di kemudian hari importir tidak mampu memenuhi kewajibannya, maka bank siap membayar importir. Pihak importir akan memberikan dokumen kepada issuing bank, ketika dokumen tersebut telah disetujui oleh issuing bank maka issuing bank akan mengirimkan dokumen kepada advising bank untuk memverifikasi keaslian dokumen tersebut. Dan setelah advising bank menyatakan keaslian dari dokumen tersebut, maka pihak issuing bank akan membayar kepada advising bank sejumlah dana yang kemudian akan diikuti oleh pengiriman barang dari pihak exportir. Dari proses tersebut exportir akan mendapatkan kepastian bahwa akan menerima pembayaran dari issuing bank. Dan alat pembayaran ini yang lebih sering digunakan dalam proses pembayaran dalam perdagangan internasional. Tata cara pembayaran dalam perdagangan internasional pun dapat dilakukan dengan berbagai macam metode pembiayaan. Metode pembiayaan adalah instrumen sistem dan peraturan, dimana sebuah lembaga mempertemukan pihak yang membayar dan menerima pembayaran11. Seperti perdagangan yang terjadi secara nasional, dalam perdagangan internasional sistem pembayaran dapat dilakukan secara kredit. Di Indonesia hal ini tercantum dalam Pasal 3 Ayat (1) 11
Siswanto Sutojo, Membiayai Perdagangan Eksport Import. Jakarta:Damar Mulia Pustaka,2001 hal. 57
9
Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 1982 tentang Pelaksanaan Ekspor, Impor dan Lalu Lintas Devisa. Peraturan Pemerintah itu mengatur bahwa : “Cara pembayaran ekspor dan impor dilakukan dengan tunai atau dengan kredit”. Metode pembayaran dalam transaksi ekspor-impor, adalah seperti: Advance Payment (pembayaran dimuka), Open Account (pembayaran kemudian), Collection Basis, Consignment (Konsinyasi), Counter Ttrade, Banker’s L/C. Seperti apa yang telah diutarakan sebelumnya bahwa kredit berdokumen yang sering digunakan dalam transaksi bisnis internasional adalah L/C. Hal ini dikarenakan pembayaran menggunakan L/C merupakan cara yang paling aman bagi eksportir untuk memperoleh hasil penjualan barangnya dari importir. Perikatan kredit dapat diklasifikasikan ke dalam beberapa jenis, antara lain: dengan cara melihat apakah kredit itu dapat atau tidak dapat ditarik kembali, ada tidaknya suatu perjanjian tersendiri lagi yang melibatkan pihak bank lain, kemudian dapat juga kredit masuk ke dalam penjenisan berdasarkan waktu dan cara penyelesaiannya, juga dapat dilihat dari rangkaian pihak-pihak yang berhak untuk menegakkan hak mereka dalam perjanjian kredit yang ada, apakah kredit itu sifatnya tetap atau tidak tetap dan juga berdasarkan peralihan manfaat yang diberikan oleh kredit itu kepada seorang penjual di luar negeri oleh banknya dan sebagainya12. Dan jika kita kaitkan dengan Putusan 599 junto Putusan 47, jenis kredit yang dipakai adalah kredit langsung dan seketika (straight), kredit tersebut diberikan karena secara khusus diadvis untuk itu. Dalam jenis kredit ini ada juga
12
Jeferson Kameo, Ibid hal. 45
10
apa yang disebut sebagai kredit melalui penjualan surat berharga (negotiation credit). Didasarkan pada apa yang nampaknya benar namun mungkin saja dapat dibuktikan bahwa tidak demikian halnya, janji yang diberikan oleh bank penerbit (the issuing bank), dalam hal ini Banknya PT. SPI yang berkedudukan di Indonesia, demikian pula janji yang diberikan oleh bank pengadvis, dalam hal ini banknya Grains and Industrial Products yang mengadvis kredit kepada Grains and Industrial Products di Singapura apabila bank pengadvis itu telah memperoleh perintah dari bank penerbit untuk mengkonfirmasikan kredit yang bersangkutan, maka konfirmasi kepada the advising bank oleh the issuing bank tersebut adalah janji yang hanya diberikan oleh the advising bank kepada Grains and Industrial Products dan tidak ada orang (pihak) lain lagi. Secara hakiki, L/C itu sendiri bukan merupakan suatu surat berharga (negotiable instrument), hanya saja, ketika memang tidak ada yang dapat menghentikan pihak Grains and Industrial Products untuk menjual suatu cek (draft) yang ditarik pada bank penerbit, maka si Pembeli dari cek yang ditarik dari the advising bank tersebut tidak mempunyai hak untuk mengklaim dari bank yang menerbitkan cek itu (the drawee bank), sebab bank itu menolak untuk membayar cek yang sudah diterbitkan tersebut. Ketiadaan hak yang demikian itu disebabkan oleh fakta bahwa L/C memang tidak diterbitkan untuk si pembeli dari cek itu. Hanya saja janji yang terdapat di dalam L/C dapat dibuat sedemikian rupa sebagai suatu janji yang tidak semata-mata diberikan kepada Grains and Industrial Products saja, namun juga diberikan kepada mereka yang
11
menjual (negotiating) cek dan atau dokumen-dokumen yang dimiliki oleh Grains and Industrial Products itu13. Oleh karena itu itikad baik dari para pihak sangat diperlukan. Peryataan mengenai ”kredit” dalam L/C yang terdapat pada putusan 599 junto putusan 47 yang mengatakan bahwa, pada tanggal 29 Oktober 2007 PT. SPI mengajukan Surat Permohonan fasilitas Usance LC kepada PT.Bank Century ,Tbk untuk keperluan pembelian condensate (produk minyak bumi yang biasa dipergunakan untuk bahan baku plastik dan bahan baku lainnya) dari Grains and Industrial Produts. Namun dalam proses pembukaannya, setoran jaminan yang ditentukan hanya 20% dari total plafon usance L/C yang diminta. Memang ketika kita menggunakan fasilitas usance L/C importir dapat membayar barang setelah jatuh tempo, namun hal ini bukan berarti pembayaran secara kredit dapat dilakukan ketika memilih menggunakan L/C, karena kredit yang dimaksud dalam L/C berbeda dengan kredit pada umumnya. Kredit yang dimaksud disini hanya pada proses pembayarannya (pembayaran dilakukan setelah jatuh tempo) saja, dan bukan pada adanya jaminan pada proses pembukaan fasilitas usance L/C. Jadi pihak importir harusnya mampu menyediakan marginal deposit (MD) sebesar 100 persen, dengan kata lain marginal deposito yang diberikan setara dengan nilai L/C impornya. Dan pada putusan tersebut tidak ditemukan hal tersebut. Hal itulah yang menjadi latar belakang Penulis melakukan Penelitian hukum ini.
1.3
13
Rumusan Masalah
Jeferson Kameo, Ibid hal. 52 dan 53
12
Sebagaimana telah diuraikan dalam bagian latar belakang masalah, maka Penulis merumuskan permasalahan: 1. Bagaimana jaminan dalam bentuk deposito dalam perjanjian pembukaan L/C ? 2. Bagaimana keabsahan analisis data dalam pembukaan L/C ? 3. Bagaimana jika terjadi perbedaan nama pada documentary credit dalam proses pembukaan L/C ?
1.4
Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah: 1. Untuk mengetahui jaminan dalam perjanjian pembukaan L/C. 2. Untuk mengetahui keabsahan analisis data dalam pembukaan L/C. 3. Untuk mengetahui jika terjadi perbedaan nama pada documentary credit dalam proses pembukaan L/C.
1.5
Metodologi Penelitian
1.5.1
Jenis Penelitian dan Pendekatan Jenis penelitian yang digunakan di sini adalah penelitian hukum (legal
research) dengan pendekatan perundang-undangan (statute approach), pendekatan konseptual (conceptual approach). Pendekatan perundang-undangan yaitu pendekatan dengan menggunakan legislasi dan regulasi untuk menjawab isu hukum atau permasalahan penelitian14. Pendekatan konseptual adalah mengkaji
14
Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, Kencana, Jakarta , 2006, hal. 97
13
konsep-konsep dan teori-teori yang berkembang di bidang hukum perdagangan internasional yang relevan dengan permasalahan penelitian. Penulis hendak menemukan prinsip-prinsip atau asas-asas hukum yang mengatur mengenai pmbukaan fasilitas L/C dalam perdagangan internasional. 1.5.2
Sumber Hukum Sumber hukum penelitian ini meliputi bahan hukum primer, bahan hukum
sekunder. Bahan hukum primer, yaitu Perundang-Undangan yang merupakan kesepakatan antara pemerintah dan rakyat, sehingga mempunyai kekuatan mengikat untuk penyelenggaraan kehidupan bernegara15 dan wawancara. Bahan hukum primer yang digunakan penulis dalam melakukan penelitian ini Kitab Hukum Perdata, Uniform Customs and Practice for Documentary Credits (UCP) 500, wawancara dengan salah satu staff bank swasta yang menangani masalah perdagangan internasional khususya L/C. Bahan hukum sekunder adalah letter of credit dalam bisnis export import, Pembiayaan dalam Perdagangan Internasional (Suatu Kapita Selekta untuk Hukum dan Transaksi Bisnis Internasional), Transaksi Bisnis dan perdagangan Internasional, Membiayai Perdagangan Export Import. 1.5.3
Unit Amatan Adapun unit amatan penelitian ini adalah Putusan Mahkamah Agung
Republik Indonesia No.599 K/Pid.Sus/2011 junto Putusan Mahkamah Agung RI No.47 PK/Pid.Sus/2012, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan atas Undang-Undang 15
Johny Ibrahim , Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif, Malang: Bayumedia Publishing, 2006, hal. 142
14
Nomor 7 Tahun 1992, Uniform Customs and Practice for Documentary Credit (UCP) 500, dan regulasi terkait dengan perjanjian pembukaan L/C dalam perdagangan internasional, serta pendapat ahli. Sedangkan satuan analisis penelitian ini yaitu bagaimana prinsip-prinsip dan kaedah-kaedah hukum yang mengatur tentang bagaimana perjanjian pembukaan L/C dalam perdagangan internasional.
15