BAB I Pendahuluan A.Alasan Pemilihan Judul Dalam penelitian ini penulis memilih judul “Kepentingan Indonesia Dalam Mempertahankan Perjanjian IJEPA Di Tengah Dampak Negatif Yang Dihadapinya”. Penulis akan mencoba mengulas tentang alasan mengapa pemerintah Indonesia memilih untuk mempertahankan perjanjian IJEPA daripada menghentikannya padahal dalam perjanjian tersebut Jepanglah pihak yang diuntungkan dibandingkan Indonesia sendiri. Pada hakekatnya suatu kerjasama internasional, khususnya perjanjian bilateral seperti pada perjanjian IJEPA ini merupakan perjanjian yang saling menguntungkan antara satu sama lain dan saling melengkapi. Namun dalam perjanjian ini Jepanglah yang merupakan negara yang lebih dominan sehingga Indonesia menjadi pihak yang lebih dirugikan. Walaupun begitu Indonesia tetap mempertahankan perjanjian tersebut. Inilah yang menjadi hal yang menarik perhatian penulis dalam membuat penelitian ini. B. Latar Belakang Kekuatan financial, kekuatan produksi, dan juga ilmu pengetahuan merupakan aset yang sangat berharga yang dapat dimiliki oleh suatu negara, di mana
1
kekuatan-kekuatan tersebut mampu menjadi kunci dalam kemajuan sebuah bangsa. Akan tetapi apabila negara masih belum mampu membangun kekuatankekuatan tersebut, maka negara tersebut perlu mengadakan kerjasama dengan negara yang lebih maju agar dapat membuat negara itu menjadi lebih baik lagi. Hal ini terjadi pada Indonesia, yang di mana kekuatan structural yang dimilikinya masih bisa dikatakan sedang berkembang. Oleh karena itu, Indonesia memutuskan untuk mengadakan kerjasama bilateral dengan Jepang yang digolongkan sebagai negara maju. Dalam kehudupan internasional, apabila suatu negara belum mampu memenuhi kebutuhannya, maka mereka dapat mengadakan kerjasama dengan negara lain. Kerjasama tersebut diantaranya didasari oleh perbedaan yang dimiliki suatu negara dengan negara lain yang antara lain 1) perbedaan dalam sumber daya alam, 2) perbedaan iklim dan kesuburan tanah, 3) perbedaan ilmu pengetahuan dan teknologi, dan 4) perbadaan ideology. Dengan adanya perbedaan tersebut dapat dijadikan landasan oleh kedua negara ataupun lebih dalam menjalin kerjasama. Di bidang perdagangan antara kedua negara, Jepang bagi Indonesia merupakan mitra dagang terbesar. Berdasarkan data statistik Indonesia, Ekspor Indonesia ke Jepang senilai US$. 23,6 milyar, sedangkan impor Indonesia dari Jepang seniiai US$.6,5 milyar di tahun 2007. Selain itu di bidang investasi sempat terjadi penurunan investasi Jepang di Indonesia di tahun 1997 yang dikarenakan
2
krisis ekonomi yang melanda kawasan di Asia, walaupun masih belum pulih sepenuhnya, Jepang masih menempati posisi teratas dalam negara-negra yang berinvestasi di Indonesia. Dalam jumlah investasi langsung di Indonesia dari tahun 1967 sampai dengan tahun 2007, Jepang menduduki tempat pertama dengan jumlah 11,5% dari total keseluruhan investasi di Indonesia.1 Dalam kurun waktu lebih dari 50 tahun, Jepang dan Indonesia telah menjalani bebearap kerjasama bilateral yang bertujuan untuk memajukan perekonomian kedua negara. Saat ini kerjasama antara Indonesia dan Jepang juga masih terus berlanjut dengan kerjasama ekonomi yang saat ini sudah dijalani oleh kedua negara, dan kerjasama itu adalah IJEPA (Indonesia Japan Economic Partnership Agreement) di mana kerjasama ini merupakan kerjasama ekonomi bilateral antara Jepang dan Indonesia yang mencangkup 11 bidang, atau kelompok perundingan yaitu (1) Trade in Goods, (2) Rules of Origin (RoO); (3) Customs Procedures, (4) Trade in Services, (5) Investment, (6) Movement of Natural Persons, (7) Government Procurement, (8) Intellectual Property Rights, (9) Competition Policy, (10) Energy and Mineral Resources, dan (11) Cooperation.2 Jika ditengok ke masa lalu IJEPA pertama kali diusulkan oleh Jepang untuk ditelaah oleh indonesia. Dalam IJEPA yang di dalamnya terdapat skema 1
“Hubungan perekonomian Indonesia” – Jepang, (diakses pada 10 Juni 2010), http://www.id.embjapan.go.jp/birelEco_id.html 2 Bob Widyahartono, MA, “IJEPA Perlu Langkah Implementasi”, (diakses pada 9 Juni 2010), http://www.antaranews.com/berita/1271008549/ijepa-perlu-langkah-implementasi
3
perdagangan bebas atau free trade area (FTA) yang dipahami pihak Jepang, dari para pembat kebijakan samapai kalangan akademinya sebagai kesepakatan bersama dalam menghilangkan hambatan perdagangan di antar mereka. Tujuan dari FTA sendiri adalah untuk membentuk sekaligus memperlacar perdagangan dan investasi dengan mencapai persetujuan dengan mitra dagang secara cepat maupun mantap karena serangkaian alasan yang tidak terbatas pada kedekatan secara geografis. Hal-hal yang digarap dalam FTA ini adalah kesetaraan dalam pasar domestik oleh dana luar (foreign fund) para manager dan teknisi, dan pada gilirannya menstimulasi perekonomian kedua negara. Eliminasi hambatan perdagangan antara pihak-pihak yang mengadakan persetujuan, yang tidak lain adalah Jepang dan Indonesia dalam kesepakatan IJEPA, merubah harga barang-barang dan jasa yang diperdagangkan yang pada gilirannya berpengaruh terhadap volume perdagangan dan kesejahteraan ekonomi kedua negara. Hal ini disebut sebagai dampak dinamius dari IJEPA. Dalam kasus removal, atau peniadaan hambatan perdagangan berarti perluasan perdagangan yang biasanya dilakukan oleh para pihak yang bersangkutan, menggerakkan konsumen dari negara yang mengimpor barang dan jasa secara lebih murah. Di pihak produsen, negara pengekspor memperoleh laba dari hasil ekspor yang lebih besar, dan secara teoritik kemakmuran kedua negara yang mengadakan FTA
4
(yang masih terdapat dalam kerangka IJEPA) akan membaik.(improving the economic welfare).3 Hal ini merupakan dampak statis dari perjanjian tersebut Perundingan untuk menjalin kerjasama ini sudah dilakukan sejak tahun 2005 yang dilakukan sebanyak tujuh kali. Kerjasama ini diantaranya merupakan kerjasama perdagangan kedua negara yang diharapkan mampu menguntungkan antara satu sama lain. Adapun latar belakang lain yang lebih spesifik yang menjadi dasar dari kerjasama ini adalah diantaranya (i) Jepang dan Indonesia telah menjalin hubungan ekonomi yang cukup dekat selama puluhan tahun. (ii) Dalam perdagangan komoditi, Jepang merupakan sasaran ekspor dan impor terbesar begi Indonesia. Berdasarkan data statistic dari BPS Indonesia, perdagangan antara Indonesua dengan Jepang di tahun 2004 mencapai 19,06% untuk ekspor, dan 13,07% untuk import. Selain itu Jepang menganggap Indonesia sebagai negara supplyer energy yang cukup penting. (iii) Dalam sektor investasi, investasi Jepang sempat menurun di tahun 1997 karena krisis ekonomi yang melanda Indonesia. Walaupun pemulihan ekonomi secara total belum dicapai oleh Indonesia, akan tetapi Jepang selalu menjadi investor terbsar bagi Indonesia sejak 1967 sampai 2004. Investasi Jepang di Indonesia mencapai 19,47% dari total investasi luar negeri Indonesia, serta tercatat sekitar 1000 perusahaan Jepang yang beroprasi di Inodnesia dan menyerap tenaga kerja 3
Bob Widyahartono, MA, “IJEPA Perlu Langkah Implementasi”, (diakses pada 9 Juni 2010), http://www.antaranews.com/berita/1271008549/ijepa-perlu-langkah-implementasi
5
lebih dari dua ratus ribu tenaga kerja. (iv) Jepang sebagai penyalur ODA terbesar bagi Indonesia. (v) hubungan ekonomi yang dekat dari kedua belah pihak tidak akan bisa bertahan tanpa adanya kerjasama lanjutan.4 Dalam penelitian yang dilakukan oleh para peneliti dari kedua negara terdapat indikasi yang menunjukkan bahwa EPA antara Jepang dan Indonesia akan sangant menguntugkan kedua negara. Sebelum dirundingkan, kedua negara melakukan studi bersama untuk meneliti prospek dari hubungan bilateral kedua negara melalui IJEPA. Dalam penelitian ini dibahas tentang prospek dari kesebelas bidang dalam kerjasama tersebut. Dan pada akhirnya laporan dari hasil penelitian yang dilakukan oleh peneliti dari kedua belah pihak diserahkan kepada pemimpin negara masing-masing. Kedua pemimpin yang tidak lain adalah perdana mentri Juichiro Koizumi dan presiden Susilo Bambang Yudhoyono sangat puas dengan laporan penelitian yang telah dilaksanakan. Pada tanggal 2 Juni 2005 dilaksanakan pertemuan antara pemimpin kedua negara dan mendiskusikan tentang peluang dari kerjasama IJEPA berdasarkan laporan dari para peneliti yang sudah melakukan penelitian tentang peluang kerjasama EPA antara kedua negara. Pada akhirnya kedua pemimpin negara tersebut sepakat untuk segera memasuki tahap negosiasi untk melaksanakan kerjasama IJEPA, dan kemudian IJEPA resmi dilaksanakan di tahun 2007.5 4
“Japan- Indonesia Economic Partnership Agreement Joint Study Group Report”, (diakses pada 10 Juni 2010) http://www.mofa.go.jp/policy/economy/fta/indonesia.html 5 Ibid
6
Kerjasama ini dilakukan karena Jepang sebagai mitra dagang Indonesia yang sangat penting, sebaliknya, Jepang juga menganggap Indonesia sebagai partner yang pentig bagi Jepang karena di mata Jepang, Indonesia merupakan pasar yang tidak hanya besar, akan tetapi juga merupakan pasar yang aktif, dan oleh karena itu banyak dari produk Jepang yang dijual di Indonesia. Tidak hanya itu, Jepang juga menganggap Indonesia sebagai penyedia sumber energy terbesar bagi negara tersebut. Walaupun dalam perjanjian IJEPA tersebut Jepang bersedia untuk mengurangi, bahkan menghilangkan tarif bea masuk untuk produk-produk Indonesia, akan masih menolak untuk mengurangi atau, menghilangkan biaya non-tariffnya, hal ini membuat para penyedia komoditi dari Indonesia masih mengalami kesulitan dalam memasarkan produk-produknya ke Jepang. Kerjasama IJEPA ini yang pada awalnya diharapkan mampu mendorong kemajuan ekonomi di kedua belah pihak dengan saling membantu antara satu sama lain Sudah ditetapkan dalam komitmen di awal perjanjian yang di awal perjanjian Jepang bersedia utuk mengurangi bea masuk dan membantu Indonesia dalam meningkatkan kualitas produk ekspornya, sehinga produk-produk dari Indonesia tidak hanya mudah melewati hambatan tariff saja, akan tetapi produk Indonesia juga bisa melewati hambatan non-tariff. Untuk mengatasi masalah yang dialami oleh produsen dari Indonesia dalam menghadapi masalah hambatan non-tariff yang berlaku di Jepang, maka dalam IJEPA juga dicantumkan rencana pelaksanaan pembentukan Pusat Pengembangan
7
Industri Manufaktur, atau yang lebih dikenal dengan nama MIDEC yang bertujuan untuk mengembangkan 13 industri, antara lain pengerjaan logam (metal woeking), energy, tekstil, elektronik, dan otomotif. Dengan dibentuknya pusat pengembangan industry manufaktur untuk Indonesia, maka akan sangat membantu para produsen di Indonesia dalam meningkatkan kualitas produknya agar mampu melewati hambatan non- tariff yang berlaku di Jepang. Di sisi lain, menurut mentri perdagangan Mari Eka Pengestu, dengan adanya IJEPA akan lebih meningkatkan efisiensi produksi, peningkatan investasi, dan kemudahan bagi pengusaha dan konsumen.6 Pada puncaknya kesepakatan IJEPA ditandatangani oleh pemimpin kedua negara, yaitu presiden Susilo Bambang Yudhoyono, dan PM Jepang Shinzo Abe pada tanggal 20 Agustus 2007 lalu. Dalam pelaksanaannya, kesepakatan ini mendapatkan respon yang berfariasi dari kalangan masyarakat di Indonesia, ada yang mendukung, dan ada juga yang menolak. Dari sudut pandang kalangan yang menolak IJEPA, kesepakatan ini jika dipandang secara sekilas mungkin bisa menguntungkan baik Indonesia maupun Jepang, akan tetapi jika ditelaah lebih dalam lagi, maka hasilnya akan sangat berbeda dari yang dijanjikan. Menurut mereka kerjasama ini justru berpotensi untuk merugikan Indonesia sebagai negara berkembang.
6
Nuria-Okezone, “1 Juli, Implementasi IJEPA”, artikel edisi 26 Juni 2008, (diakses pada 9 Juni 2010) http://economy.okezone.com/index.php/ReadStory/2008/06/26/19/122368/1-juli-implementasi-ijepa
8
Pada dasarnya segala sesuatu memiliki sisi baik dan sisi buruk. Sama halnya dengan perjanjian IJEPA, di mana dalam sisi positifnya adalah kedua negara dapat meningkatkan akses pasar ke negara-negara
penyelenggara IJEPA dengan
menurunkan hambatan tariff bagi barang-barang komoditi kedua negara, selain itu Indonesia juga diberi investasi dari Jepang yang bisa digunakan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi nasional, sehingga dapat menjadi negara yang maju secara finansial, akan tetapi tidak menutup kemungkinan juga adanya sisi negatif dari perjanjian tersebut yang juga dapat merugikan Indonesia. Setelah berjalan lebih dari dua tahun IJEPA terbukti mendatangkan keuntungan bagi Indonesia. Hal ini sudah diprediksikan sejak awal sejak perjanjian tersebut akan ditandatangani. Pertama-tama kerugian yang harus diderita oleh Indonesia adalah kerugian dalam perjanjian tersebut adalah kerugian yang diderita di sektor penerimaan negara dari pajak, khususnya dari pendapatan bea cukai. Pajak adalah salah satu sumber pemasukan devisa negara yang paling besar bagi Indonesia. Pajak memilikitiga fungsi yaitu fungsi pendapatan, fungsi stabilitas, dan fungsi pemerataan. Ketiga fungsi ini mempunyai peranan penting dalam pelaksanaan pembangunan negara.7 Kerugian yang diterima Indonesia sejak dijalankannya IJEPA sudah terlihat di tahun pertama, di mana Indonesua kelhilangan US$ 43 juta dari penerimaan bea 7
“Fungsi Pajak”, (diakses pada 29 Desember 2010), http://id.shvoong.com/businessmanagement/1999266-fungsi-utama-pajak/
9
masuk barang impor dari Jepang. Kerugian ini sudah jelas akan lebih merugikan Indonesia di tahun-tahun mendatang karena berdasarkan kesepakatan IJEPA barang impor yang berasal dari Jepang akan semakin dikurangi bea masuknya sampai 0%. Pada akhirnya Indonesia akan mengalami lebih banyak kerugian.8 Kerugian yang harus ditermia tidak hanya berasal dari penerimaan pajak semata, akan tetapi kerugian yang harus dihadapi juga terdapat dari sektor energy. Akibat dijalankannya kesepakatan IJEPA berakibat pada terancamnya ketahanan energy nasional. Energi memiliki peranan yang cukup penting bagi kehidupan masyarakat, akan tetapi hal tersebut terancam dengan dijalankannya IJEPA. Berdasarkan laporan dari Kementrian ESDM tahun 2009, rata-rata produksi minyak bumi dan konsendat di Indonesia hanya mencapai 963.269 barel per hari (bph), sedangkan dari laporan BP Migas di tahun 2010 hanya menunjukkan sedikit peningkatan yaitu 965.269 barel per hari (bph) yang berarti hanya terdapat angka kenaikan sebesar 1.731 (bph). Hal ini tidak diimbangi dengan tingkat konsumsi masyarakat Indonesia yang mencapai 1.400.000 (bph). Ini menunjukkan bahwa tingkat konsumsi masyarakat Indonesia terhadap energy cukup tinggi dibandingkan dengan tingkat produksinya dan menyebabkan terjadinya krisis energi nasional. Hal ini secara tidak langsung dapat mengakibatkan pada merosotnya pertumbuhan ekonomi naisonal. 8 :” US$ 43 Juta Pendapatan Indonesia Hiang Pada Tahun Pertama EPA”, (diakses pada 28 Desember 2010), http://berita.kapanlagi.com/ekonomi/nasional/us-43-juta-pendapatan-indonesia-hialng-pada-tahun-pertama-epauyq8qaq_print.html
10
Dalam perjanjian IJEPA telah disepakati bahwa Indonesia bersedia untuk memasok sumber energi untuk Jepang sebesar 22% dari total kebutuhannya padahal hal tersebut justru makin membahayakan ketahanan energi nasional. Di tahun 2009 nilai ekspor migas Indonesia ke Jepang mencapai US$ 935,7 juta.9 Apabila meningat kapasitas produksi migas nasional yang masih rendah dibanding tingkat konsumsinya maka hal ini dipandang ironis. Pemerintah telah menetapkan Undang Undang tentang ketahanan energi nasional yang diatur dala UU no.3 Th.2007 di mana pemerintah negara memiliki kewajiban untuk mempertahankan ketahanan energi nasional agar mencegah terjadinya krisis energi nasional.10 Dalam perjanjian ini, kedudukan Indonesia tidak dapat disamakan dengan kedudukan Jepang, di mana Jepang merupakan negara yang cukup maju dari segi ekonomi, pengetahuan, dan juga teknologinya. Di samping itu, dalam sejarah belum pernah terbukti bahwa perjanjian yang diikuti oleh dua negara yang kedudukannya tidak setara mendatangkan banyak keuntungan kepada negara yang kedudukannya lebih rendah dalam perjanjian tersebut seperti yang terjadi pada Indonesia dan Jepang. Perjajian IJEPA dipandang banyak pihak sebagai perjanjian yang hanya menguntungkan pihak Jepang, namun dalam kenyataannya Indonesia masih
9
“Potret Buram Kinerja Ekspor Indonesia”, (diakses pada 29 Desember 2010), http://www.neraca.co.id/2010/01/12/potret-buram-kinerja-ekspor-indonesia/ 10
“Benarkah Indonesia Krisis Energi???”, (diakses pada 29 Desember 2010), http://politik.kompasiana.com/2010/08/04/benarkah-indonesia-krisis-energi/
11
mempertahankan perjanjian tersebut. Hal inilah yang menjadi perhatian penulis yang akan dibahas dalam skripsi ini.11 C. Rumusan Masalah. Dari keterangan di atas tentang kerjasama IJEPA di mana Jepang bersedia untuk melakukan kerjasama yang saling menguntungkan anara kedua belah pihak demi terciptanya kemajuan di bidang ekonomi dan juga berlanjutnya hubungan baik antara kedua negara. Akan tetapi di sisi lain banyak juga yang yang beranggapan miring terhadap perjanjian tersebut. Oleh karena itu dapat ditarik pertanyaan sebagai berikut : “Mengapa Indonesia masih mempertahankan IJEPA, walaupun dalam perjanjian tersebut Indoensia merupakan pihak yang dirugikan?” D. Kerangka Pemikiran. Dalam berhubungan dengan negara lain, sebuah negara mempunyai politik luar negeri yang meliputi semua kebjakan yang diambil oleh suatu negara yang memiliki pengaruh terhadap hubungan antara pemerintah suatu negara dengan negara lain.12
11
Syamsul Hadi, dan Shanti Darmastuti, “Dominasi Modal Jepang Di Indonesia”, Institute For Global Justice, 2009, hlm.64 12 TB Millar, “On Writing About Foreign Policy”, dalam James N. Rossenau (ed), Internasional Politics And Forign Policy, The Free Press, New York, 1969, hlm. 57
12
Berbagai penelitian mengenai bantuan luar negeri Jepang telah dilakukan oleh para ahli dari berbagai negara, yang mengupas sudut pandang tersebut dari sudut pandang ekonomi, politik, maupun pertahanan keamanan. Di antara pendekatanpendekatan ini, pendekatan ekonomi telah mendominasi studi tentang bantuan Jepang sejak 1960-an yang menunjukkan pendekatan tradisional dalam politik luar negri Jepang yang memisahkan antara politik, dam ekonomi (seikai bunri)13 i.
Teori Dependendsia
Pendekatan pertama yang dapat digunakan dalam menganalisa kasus ini adalah dengan menggunakan teori Dependensia. Menurut Andre Grunder Frank, sesuai dengan namanya, teori dependensia nerusaha menjelaskan tentang ketergantungan. Dalam hubungan ketergantungan tersebut terdapat dua pihak yang terlibat, yaitu pihak dominan dan pihak yang tergantung (dependen). Frank mengelompokkan negara-negara di dunia ini menjadi dua macam kelompok, yaitu negara metropolis maju dan negara-negara satelit yang terbelakang. Hubungan seperti ini disebur Frank sebagai metropolissatellite relationship. Dari hubungan seperti ini Frank menyimpulkan hubungan tersebut dalam beberapa poin yang antara lain :
13
Siti Daulah Khoriati, “Kebijakan Bantuan Ekonomi Jepang kepada Indonesia”, PSI-UGM, Yogyakarta, 1991, hlm.2
13
1. Dalam struktu hubungan antara negara-negara metropolis maju dan negara-negara satelit terbelakang, pihak metropolis akan berkembang dengan pesat, sedangkan pihak satelit akan tetap pada posisi keterbelakangan. 2. Negara-negara
miskin
yang
sekarang
menjadi
negara
satelit,
perekonomiannya dapat berkembang dan mampu mengembangkan industry yang otonom bila tidak terkait dengan metropolis dan kapitalis dunia, atau kaitannya sangat lemah. 3. Kawasan-kawasan yang sedang berkembang dan berada dalam situasi yang mirip dengan situasi dalam sistem feudal adalah kawasan-kawasan yang pada masa lalu memiliki kaitan yang kuat dengan metropolis dari sistem kapitalis internasional. Kawasan-kawasan ini adalah kawasan penghasil ekspor bahan mentah primer yang terlantar akibat adanya hubungan perdagangan internasional. 14 Theotonio Dos Santos mendefinisikan ketergantungan sebagai suatu situasi di mana perekonomian dari sekelompok negara dikondisikan oleh pembangunan dan ekspansi dari kelpompok negara lain. Hubungan antara kedua negara atau lebih, mengarah pada hubungan ekonomi dan system perdagangan dunia menjadi hubungan dependen. Jika beberapa negara dapat berkembang lewat selfimpulsion, sementara negara lain yang berada dalam posisi tergantung hanya 14
Prof. Dr. H. M. Saleh, M.Sc, “Landasan Teori Andre Guinder Frank”, (diakses pada 15 Juni 2010), http://prayudho.wordpress.com/2008/12/05/teori-dependensia/
14
dapat berkembang sebagai suatu refleksi dari negara dominan yang bisa membawa dampak positif dan negatif terhadap pembangunan selanjutnya.15 Menurut Theotonio Dos Santos, sifat ketergantungan tersebut berasal dari factor-faktor internal yang dimiliki oleh setiap negara yang tergantung. Faktorfaktor tersebut antara lain: a. Ketergantungan kolonial yang ditandai oleh bentuk perdagangan luar negeri era kolonial yang bersifat monopoli yang diikuti dengan monopoli sumber daya lainnya oleh pemerintah kolonial. b. Ketergantungan Industrial-Finansial, ditandai oleh modal-modal besar dari negara-negara kolonial melalui investasi produksi bahan mentah primer untuk memenuhi kebutuhan negara-negara penjajah. c. Ketergantungan teknologi industri yang terjadi setelah perang dunia ke-II sebagai dampak operasi perusahaan-perusahaan multinasional yang melakukan invesasi di negara-negara berkembang. Dengan ketergantungan terhadap negara maju, maka negara “utara” yang menjadi tempat bergantung bagi negara “selatan” dapat dengan leluasa menguasai negara yang bergantung kepada mereka, khususnya sumber daya alam yang dimiliki oleh negara berkembang, dan dengan begitu mereka akan mendapatkan keuntungan yang besar.
15
Deliarnov, “Ekonomi Politik”, Erlangga, 2006, hlm.86
15
Dependensi dapat timbul karena adanya ketergantungan suatu negara, khususnya negara berkembang terhadap negara maju. Ketergantunan tersebut diantaranya ketergantungan pada perekonomian, dan teknologi. Apaila suatu negara masih belum bisa memajukan perekonomian dan teknologinya, maka negara tersebut sudah tentu akan berusaha untuk melakukan kerjasama dengan negara lain yang dinilai memiliki kemampuan ekonomi dan teknologi yang lebih maju. Dalam kasus ini, Indonesia memutuskan melaksanakan kesepakatan IJEPA dengan Jepang dengan tujuan selain untuk melancarkan proses perdagangan dengan Jepang, juga untuk memajukan sector industry dan teknologinya dengan mendirikan Pusat Pengembangan Indsutri Manufaktur yang masih dalam kerangka IJEPA. Dalam hubungan antara Indonesia dan Jepang yang telah terjalin selama lebih dari 50 tahun, Jepang merupakan negara yang sering membantu Indonesia dalam bidang perekonomiannya. Jepang juga merpakan negara penanam investasi terbesar di Indonesia, dan banyak perusahaan Jepang yang berdiri di Indonesia, seperti perusahaan otomotif, elektronik, dan lain-lain. dengan banyaknya perusahaan Jepang yang berdiri di Indonesia maka dapat membuka lapangan kerja yang lebih banyak untuk masyarakat Indonesia, serta mengurangi masalah yang dihadapi oleh pemerintah akibat melonjaknya angka pengangguran di Indonesia. Dengan adanya IJEPA membuat Jepang yang merupakan partner ekonomi bagi Indonesia menjadi lebih kuat. Hal itu karena dalam kerjasama IJEPA membuat
16
Indonesia memiliki kesempatan yang lebih dalam memasarkan produknya di Jepang sehingga diharapkan pada akhirnya negara dapat menerima hasil yang memuaskan dari kerjasama tersebut. Dalam hal ini dapat terlihata bahwa dalam perjajnian IJEPA yang di mana Jepang juga akan meningkatkan investasinya di Indonesia. Jika dilihat dari pemahaman dari pemikiran neoklasik, investasi yang mengalir ke suatu negara, yang dalam hal ini adalah Indonesia yang beranggapan bahwa pertumbuhan ekonomi hanya mungkin terjadi bila ada investasi, karena dengan investasi akan diraih dua hal sekaligus yaitu (i) investasi akan menciptakan permintaan tenaga kerja dan dengan begitu akan menimbulkan kekuatan daya beli akibat tingkat pendapatan (gaji) yang diterima oleh pekerja (demand side), dan (ii) investasi akan menghasilkan barang atau jasa yang akan dilemparkan ke pasar, dan ini menjadi dasar dari pendapatan/perumbuhan ekonomi nasional (supply side).16 Walaupun begitu dalam perjanjian ini Jepang tetap menganggap Indonesia sebagai negara pemasok sumber bahan mentah, pasokan migas, buruh murah, dan tempat pemasaran produk yang menguntungkan bagi Jepang.17 Sementara itu Indonesia masih harus menghadapi masalah di mana pemerintah Jepang memberikan syarat yang tidak mudah bagi pemerintah 16
Ahmad Erani Ysutika, Ph,D , “Ekonomi Politik (kajian teoritis dan analisis empiris)”, Yogyakarta, 2009, hlm.224 17 Center of Japanese Studies, University of Indonesia, Japan’s Oficcial Development Assistance, Laporan Penelitian, Jakarta : Pusat Studi Jepang UI, 2.000
17
Indonesia untuk menjamin keamanan energi guna memenuhi perusahaanperusahaan Jepang yang beroperasi di Indonesia padahla Indonesia sendiri sedang menghadapi krisis energi yang harus diatasi.18 Hal ini dilakukan agar Jepang mendapatkan kenyamanan dalam menanamkan investasinya di Indonesia. Jepang dapat menggunakan kekuatan produksi dan
ekonominya untuk
membuat Indonesia bergantung kepada Jepang, dan pada akhirnya sumber daya alam Indonesia berada di bawah kekuasaan Jepang sehingga pada akhirnya Jepanglah yang menjadi pihak yang paling diuntungkan dari perjanjian ini dibandingkan dengan Indonesia. Oleh karena itu perjanjian yang tidak setara seperti ini hanya akan merugikan Indonesia sebagai negara satelit yang bergantung pada Jepang.
ii.
Konsep Kepentingan Nasional
Kepentintan Nasional adalah tujuan yang paling mendasar dan factor yang paling mementukan yang memandu para pembuat keputusan dalam menentukan politik luar negeri, dan mempunyai tujuan sebagai berikut : 1. Self Preservation 18
Sumber : Institute for Global Justice , “IJEPA Perjanjian Tak Setara.” (diakses pada 9 Juni 2010), http://www.globaljust.org/index.php?option=com_content&task=view&id=279&Itemid=135
18
2. Security 3. National well-being 4. Protection and advancement of technology 5. The pursuit of power.19 Sementara itu Hans. J. Morgenthau menjelaskan dalam bukunya “Politics Among The Nation” yang menyebutkan bahwa kepentingan nasional adalah kepentingan setiap negara untuk mengejar power (kekuatan) yang diwujudkan dalam elemenelemen geografi, sumber daya alam, kemampuan industri, kesiapan militer, jumlah penduduk, karakter nasional, kualitas diplomasi, dan secara keseluruhan disebut dengan “The degree of determination with which a nation support the foreign policies of its government in peace of war.”20 Dari sini kita bisa melihat baagaimana kepentingan Indonesia yang menjadi dasar dari kebijakan pemerintah Indonesia dalam menjalankan kerjasama IJEPA dengan Jepang. Kepentingan pertama Indonesia memiliki kepentingan di dalam bidang perdagangan, khususnya di bidang perikanan di mana Indonesia
19
Plano dan Olton, The International Relations Dictionary, New York, Holt, Rinehart and Winston, 1969, hal. 127 20 Hans J. Morgenthau, Politics Among Nation: The Struggle For Power And Piece, Universitas Michigan, A. A. Knopf,1948, Hal 45.
19
merupakan salah satu pengekpor yang cukup besar bagi Jepang.21 Selain itu Jepang juga nerupakan target pasar utama bagi produk-produk tersebut.22 Ke dua, Indonesia memiliki kepentingan yang cukup besar pada investasi yang disalurkan Jepang kepada Indonesia. Bagi Indonesia, Jepang meruupakan negara investor terbesar sejak tahun 1967. Dengan disalurkannya investasi yang disalurkan Jepang maka diharapkan Indonesia dapat mendorong kemajuan ekonominya.23 Tak berhenti sampai di situ, pemerintah Indoensia juga memiliki kepentingan untuk memajukan industrinya. Hal itu karena pemerintah menganggap bahwa industri manufaktur merupakan penyumbang bagi kemajuan ekonomi bangsa yang paling cepat karena nilainya yang lebih tinggi dari komoditi lain. Dengan begitu pemerintah berharap dapat meningkatkan pertumbuhan nasuionalnya.24 Yang terakhir adalah kepentingan Indonesia dalam meningkatkan kualitas ilmu pengetahuannya, khususnya dalam bidang kesehatan di mana Indoensia diberi kesempatan oleh Jepang dalam kerangka kerjasama IJEPA untuk mengirimkan tenaga semi trampilnya seperti para perawat untuk bekerja di Jepang dalam rangka meningkatkan pengetahuan dan juga pengalaman mereka. 21
:” Indonesia-Japan Economic Partnership Agreement (IJEPA)”, (iakses pada 11 Juni 2010), www.indonesia.go.id/id/index2.php?option=com_content...1... 22 Ibid 23 Ahmad Erani Ysutika, Ph,D , “Ekonomi Politik (kajian teoritis dan analisis empiris)”, Yogyakarta, 2009, hlm.224 24 “Kerjasama MIDEC Dilanjutkan”, (Diakses pada 5 Agustus 2010), http://www.indonesia.go.id/id/index.php?option=com_content&task=view&id=12377&Itemid=693
20
Pada akhirnya dari pengalaman yang mereka dapat dapat diaplikasikan di Indonesia sehingga mampu emajukan bidang kesehatan Indonesia.25 Dari uraian di atas dapat kita lihat seberapa besar kepentingan Indonesia terhadap Jepang dalam rangka kerjasama IJEPA ini. Kerjasama ini merupakan momen penting bagi Indonesia untuk membangun negaranya sehingga Indonesia dapat disejajarkan dengan negara-negara maju lainnya. E Hipotesa Dilihat dari latar belakang yang telah dijabarkan di atas, maka penulis berkesimpulan sebagai berikut.: Walaupun harus menghadapi dampak negatif dari perjanjian IJEPA Indonesia masih memiliki ketergantungan terhadap Jepang dalam bidang ekonomi, pengetahuan, dan juga teknologi dalam rangka meningkatkan kekuatan nasionalnya sehingga Indonesia lebih memilih untuk mempertahankan perjanjian IJEPA. F. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui alasan di balik sikap Indonesia dalam mempertahankan Perjanjian IJEPA di tengah dampak negatif yang harus
25 25
“Indonesia-Japan Economic Partnership Agreement (IJEPA) Perjanjian Kemitraan Ekonomi Indonesia – Jepang”, (diakses pada 30 Juni 2010)
21
dihadapinya dalam perjanjian yang dilaksanakan oleh kedua pihak yang kedudukannya tidak setara. Selain itu penelitian ini bertujuan untuk mengapliukasikan ilmu pengetahuan tentang HI yang penulis dapatkan dari perkuliahan. Dan tujuan yang juga sangat penting adalah penelitian ini akan dijadikan skripsi sebagai syarat memperoleh gelar S1 pada jurusan Hubungan Internasional, Fakultas Ilmu Sosial dan Politik, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. G Jangkauan Penelitian. Jangkauan
penelitian
ini
dalam
penulisan
ini
dimulai
dari
masa
direncanakannya kerjasama IJEPA antara Indonesia dan Jepang di tahun 2005 sampai sekarang, di mana di masa itu Jepang memiliki pereanan yang cukup besar bagi Indonesia dalam bidang perekonomian. Dan juga dalam penelitian ini juga mencangkup kejadian di tahun-tahun sebelumnya yang dianggap masih relevan untuk penelitian ini. H. Teknik Pengumpulan Data Dalam penelitian ini, penulis sepenuhnya menggunakan teknik studi pustaka yang bersumber daru buku-buku, jurnal-jurnal, dan media masa yang relevan dengan penelitian ini.
22
I. Sistematika Penulisan. Dalam skripsi ini direncanakan akan terditi dari lima bab. Bab pertama berisikan pengantar atau pendahuluan, yang berisikan tentang alasan pemilihan judul, latar belakang permassalahan, rumusan masalah, kerangka pemikiran, hipotesa, tujuan penelitian, jangkauan penelitian, teknik pengumpulan data, dan sistematika penulisan.. Bab ke dua akan menjelaskan tentang kerjasama ekonomi antara Indonesia dan Jepang yang bernama JIEPA (Japan Indonesia Economic Partnership Agreement). Dalam sub bab pertama, akan menjelaskan tentang sejarah dibentuknya IJEPA. Kemudian dalam sub bab ke dua akan menjelaskan tentang kepentingan kedua negara dalam kerjasama IJEPA tersebut. Dalam Bab ke tiga akan dijelaskan bagaimana pelaksanaain IJEPA. Dalam sub bab pertama, penulis akan menerangkan apa saja yang telah dilaksanakan kedua belah pihak dalam komitmennya dalam perjanjian IJEPA. Dalam sub bab ke dua, penulis akan menerangkan manfaat dari perjanjian IJEPA. Dan dalam sub bab ke tiga, kerugian dalamperjanjian tersebut yang dilakukan oleh kedua negara. Dalam Bab ke empat, akan membahas tentang IJEPA sebagai jalan bagi Indonesia dalam pembangunan nasionalnya Dalam sub bab pertama penulis akan menjelaskan tentang ketergantungan Indonesia terhadap Jepang yang pada akhirnya Jepanglah yang satu-satunya sangat diuntungkan dalam perjanjian ini.
23
Di sub bab ke dua penulis akan menjelaskan kepentingan Indonesia dalam membangun kapasitasnya di mana Indonesia memutuskan untuk tetap melanjutkan perjanjian IJEPA tersebut. Pada akhirnya dalam bab ke lima, penulis akan menyampaikan kesimpulan lengkap dari penelitian yang berdasarkan bab-bab yang telah dibahas dalam babbab sebelumnya.
24