BAB I PENDAHULUAN
Bab pendahuluan dalam tesis ini menguraikan latar belakang dilakukannya penelitian dimana akan dibahas mengenai potensi sumber daya panas bumi di Indonesia, kegiatan pengembangan panas bumi dan profil risiko yang berbeda pada setiap tahapan dan status proyek pengembangan panas bumi, serta alasan penulis memilih obyek penelitian di PT. X. Setelah itu, sub bab rumusan masalah akan membahas permasalahan dan risiko yang menarik minat penulis untuk memilih topik ini. Kemudian dilanjutkan dengan sub bab pertanyaan penelitian, tujuan penelitian, batasan penelitian, dan sistematika penulisan. Dalam sub bab tersebut akan dijelaskan fokus penelitian mulai dari pertanyaan penelitian hingga sistematika penulisan sehingga didapatkan kerangka berpikir yang terstruktur dalam menjawab pertanyaan penelitian.
I.1. Latar Belakang Masalah Indonesia dengan potensi sumber daya energi panas bumi mencapai 29 GW merupakan negara dengan potensi panas bumi terbesar di dunia. Hampir 40% panas bumi dunia terdapat di Indonesia. Namun pemanfaatan energi panas bumi di Indonesia pada saat ini baru dikembangkan sebesar 1.341 MW atau sekitar 4,6 % dari potensi yang ada. Dengan meningkatnya harga bahan bakar fosil dan produksi dalam negeri yang tidak stabil dan cenderung menurun, energi panas bumi menjadi pilihan energi alternatif yang sangat menjanjikan terutama dalam pemenuhan kebutuhan listrik nasional. Kebutuhan listrik nasional, yang
1
sering disebut sebagai rasio elektrifikasi, didefinisikan sebagai jumlah rumah tangga yang sudah berlistrik dibagi dengan jumlah rumah tangga yang ada. Menurut Direktur Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), rasio elektrifikasi sampai dengan bulan September 2013 telah mencapai 80,1% dan berarti bahwa hanya 20% masyarakat Indonesia yang belum menikmati listrik. Rasio elektrifikasi direncanakan terus meningkat dari tahun ke tahun dan mencapai 99% pada tahun 2020. Untuk mencapai target elektrifikasi dan melihat potensi energi alternatif yang ada, pada tahun 2010 Pemerintah mengeluarkan Peraturan Presiden No.4 tentang Percepatan Pembangkitan Tenaga Listrik 10.000 MW Tahap ke-2 dimana 70% dari tenaga listrik tersebut berasal dari energi terbarukan. Menindaklanjuti Perpres tersebut, Menteri ESDM mengeluarkan Peraturan Menteri No.15 tahun 2010 tentang daftar proyek-proyek percepatan pembangunan pembangkit tenaga listrik yang menggunakan energi terbarukan, batubara, dan gas serta transmisi terkait. Daftar proyek pembangkit listrik ini diperbarui dengan Peraturan Menteri ESDM No.1 tahun 2012 dimana diharapkan pada tahun 2014-2015 panas bumi akan menyumbang tambahan 4.925 MW. Hingga tahun 2012, Kementerian ESDM melalui Badan Geologi telah melakukan inventarisasi 299 lokasi panas bumi di seluruh wilayah Indonesia. 58 Wilayah Kerja Pertambangan Panas Bumi (WKP) telah ditetapkan, terdiri dari 19 WKP yang sudah ada sebelum terbitnya Undang-Undang (UU) No.27 tahun 2003 tentang Panas Bumi dan 39 WKP baru setelah terbitnya UU No.27 tahun 2003. Dari 39 WKP baru tersebut, 19 diantaranya telah terbit Izin Usaha Pertambangan
2
Panas Bumi (IUP) yaitu izin untuk melakukan kegiatan usaha panas bumi mulai dari tahap eksplorasi, studi kelayakan, hingga eksploitasi. Sebelum terbitnya UU No.27 tahun 2003, Pemerintah memberikan kuasa kepada Pertamina untuk melaksanakan pengusahaan panas bumi dan apabila Pertamina tidak mampu melaksanakannya sendiri, Pertamina dapat melaksanakannya bersama kontraktor melalui Kontrak Operasi Bersama (KOB). Di era UU No.27 tahun 2003, pengusahaan panas bumi dilakukan melalui proses lelang WKP sebelum mendapatkan IUP. Berdasarkan UU No.27 tahun 2003, kegiatan operasional panas bumi terdiri dari lima tahap yaitu survei pendahuluan, eksplorasi, studi kelayakan, eksploitasi, dan pemanfaatan. Pengembangan sumber daya panas bumi ini memerlukan waktu yang lama. Sebagai gambaran, tahap eksplorasi memerlukan waktu 2-3 tahun, studi kelayakan 1-2 tahun, tahap pengembangan lapangan panas bumi dan pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Panas bumi (PLTP) memerlukan waktu 3-4 tahun. Masa pra produksi proyek panas bumi berkisar antara 5-7 tahun dengan catatan tidak ada hambatan dalam pembebasan lahan dan tidak ada penolakan dari masyarakat sekitar proyek pengembangan panas bumi. Sedangkan jangka waktu eksploitasi panas bumi paling lama 30 tahun sejak eksplorasi berakhir dan dapat diperpanjang. Profil risiko suatu kegiatan panas bumi berbeda pada setiap tahapannya. Tahap eksplorasi memiliki risiko yang sangat tinggi. Tahap pengembangan memiliki risiko sedang sampai dengan tinggi (pengeboran sumur memiliki risiko tinggi sedangkan pembangunan jaringan pipa dan fasilitas produksi memiliki
3
risiko sedang). Tahap pembangunan PLTP dan fasilitas pendukungnya memiliki risiko yang relatif lebih rendah, seperti risiko proyek pembangunan pembangkit listrik jenis lain. Selain itu tingkat risiko ini juga didasarkan pada status proyek. Proyek pengembangan panas bumi di WKP yang baru (green field) memiliki risiko yang sangat tinggi. Hal ini berbeda dengan proyek perluasan (expansion project) di WKP yang sudah komersial dan proyek penggantian (replacement project) untuk mengganti harta tetap yang sudah usang dengan harta tetap baru. Proyek perluasan memiliki tingkat risiko yang tinggi sedangkan proyek penggantian memiliki tingkat risiko rendah sampai dengan sedang. Penelitian ini mengambil studi kasus di PT. X yang didirikan di akhir tahun 2007 dengan fokus pada pengembangan energi panas bumi. Perusahaan ini adalah perusahaan swasta yang bermitra dengan tiga investor asing (International Power-GDF Suez, Sumitomo, Marubeni) dan memiliki tiga WKP di A, B, dan C. Ketiga WKP tersebut merupakan wilayah baru yang didapatkan oleh PT. X melalui lelang pada tahun 2010. PT. X merupakan satu-satunya perusahaan swasta yang memiliki tiga WKP baru di dalam waktu yang bersamaan. Dengan memiliki tiga WKP baru secara bersamaan tentu saja risiko yang dihadapi perusahaan sangatlah tinggi dan PT. X harus dapat mengelola risiko yang ada agar tujuan perusahaan dapat tercapai, terutama di tahapan awal pengembangan panas bumi yaitu tahap eksplorasi.
4
Tabel 1.1. Pemenang Lelang WKP Baru Hingga Tahun 2010
I.2. Rumusan Masalah Energi listrik yang saat ini dihasilkan dari panas bumi semuanya berasal dari WKP yang ditetapkan sebelum lahirnya UU No.27 tahun 2003 dimana kegiatan eksplorasi dan investasinya sudah dimulai lebih dari 15 tahun yang lalu. WKP baru sampai saat ini masih belum menunjukkan perkembangan yang berarti. Hal ini diakibatkan oleh permasalahan yang masih menyelimuti proyek pengembangan panas bumi di Indonesia. World Geothermal Congress 2010 di Bali menghimpun beberapa butir permasalahan tersebut yang diantaranya adalah risiko terkait kemungkinan tidak ditemukannya potensi panas bumi yang telah diperkirakan sebelumnya, tingginya biaya investasi pada periode awal proyek yang digunakan untuk eksplorasi dan produksi uap panas bumi, serta tumpang tindihnya wilayah kerja panas bumi dengan wilayah hutan.
5
Tabel 1.2. Realisasi Pengembangan Panas Bumi di Indonesia Pengembang PT. Pertamina Geothermal Energy PT. Pertamina Geothermal Energy PT. Geo Dipa Energy Chevron Geothermal Indonesia, Ltd Chevron Geothermal Salak, Ltd PT. Pertamina Geothermal Energy Star Energy Geothermal, Ltd PT. PLN (Persero) PT. Pertamina Geothermal Energy
Lokasi Kamojang, Jawa Barat Lahendong, Sulawesi Utara Dieng, Jawa Tengah Darajat, Jawa Barat Salak, Jawa Barat Sibayak, Sumatra Utara Wayang Windu, Jawa Barat Ulumbu, Nusa Tenggara Timur Ulu Belu, Lampung Total
Eksplorasi Kapasitas (tahun) (MW) 1918 200 1971 80 1972 60 1972 270 1982 377 1991 12 1994 227 1994 5 1995 110 1,341
Proyek pengembangan panas bumi di wilayah kerja yang baru memiliki tingkat risiko yang sangat tinggi. Perusahaan yang telah mendapatkan IUP dan bertindak sebagai pemilik proyek harus melakukan pembebasan lahan di lokasi yang akan dikembangkan untuk proyek panas bumi. Pada proses pembebasan lahan inilah sering terjadi persinggungan dengan masyarakat di sekitar lokasi pengembangan dan terdapat risiko munculnya permasalahan sosial. Selain itu, pemilik proyek harus membuka hutan untuk membuat akses jalan ke lokasi pengeboran dan mempersiapkan lokasi fasilitas produksi dan pembangkit listrik. Dengan tingkat kemiringan yang curam dan medan yang sulit, terdapat banyak risiko yang mungkin terjadi pada proyek pembangunan infrastruktur tersebut. Pada tahap eksplorasi, pemilik proyek juga dihadapkan pada ketidakpastian yang sangat tinggi akan keberadaan sumber panas bumi di daerah yang sedang dieksplorasi atau sering disebut sebagai risiko sumber daya (resource risk). Dengan tingginya risiko untuk mengembangkan panas bumi di wilayah kerja yang baru, terutama pada tahap eksplorasi, maka pemilik proyek harus dapat mengelola risiko yang ada dengan menerapkan suatu manajemen risiko pada
6
proyek pengembangan panas bumi tersebut. Risiko yang ada harus dapat diidentifikasi secara rinci sehingga dapat dianalisis dengan cermat untuk menentukan perlakuan yang tepat terhadap risiko-risiko yang mungkin terjadi.
I.3. Pertanyaan Penelitian Penelitian ini akan menjawab pertanyaan penelitian sebagai berikut: 1. Risiko apa saja yang mempengaruhi suatu proyek eksplorasi panas bumi di wilayah kerja yang baru? 2. Bagaimana usaha untuk meminimalkan risiko yang ada?
Untuk
menjawab
pertanyaan
penelitian
tersebut,
penelitian
ini
menggunakan metode manajemen risiko yang mengacu kepada standar internasional ISO 31000.
I.4. Tujuan Penelitian Sesuai dengan pertanyaan penelitian di atas, maka tujuan dari penelitian ini adalah: 1. Melakukan
identifikasi
dan
klasifikasi
faktor-faktor
risiko
yang
mempengaruhi suatu proyek eksplorasi panas bumi di wilayah kerja baru. 2. Melakukan analisis dan menentukan perlakuan yang tepat terhadap risiko pada proyek eksplorasi panas bumi di wilayah kerja baru.
7
I.5. Manfaat Penelitian Bagi perusahaan, penelitian ini bermanfaat untuk memberikan masukan terhadap strategi perusahaan dalam mengelola risiko yang dihadapi pada proyek eksplorasi panas bumi di wilayah kerja baru. Penelitian ini dapat dijadikan referensi bagi perusahaan dalam menerapkan manajemen risiko berbasis ISO 31000 pada tahap eksplorasi maupun tahap pengembangan panas bumi berikutnya (eksploitasi dan pemanfaatan). Secara akademis, penelitian ini merupakan penerapan manajemen risiko berbasis ISO 31000 di dalam suatu proyek. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumbangan bagi dunia akademis untuk memperluas ilmu pengetahuan, sebagai bahan rujukan serta pembanding mengenai manajemen risiko dan manajemen proyek dengan mengambil studi kasus pada proyek eksplorasi panas bumi di wilayah kerja baru.
I.6. Batasan Penelitian Dalam penelitian ini, masalah yang dibahas terbatas pada kegiatan eksplorasi panas bumi di wilayah kerja baru yang dilakukan oleh PT. X. Faktorfaktor risiko yang diidentifikasi dan dianalisis hanya terbatas pada tahapan eksplorasi saja.
I.7. Sistematika Penulisan Penulisan tesis ini tersusun dalam sistematika sebagai berikut: 1. Bab I: Pendahuluan
8
Dalam bab ini diuraikan latar belakang penelitian, rumusan masalah, pertanyaan penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan batasan dari penelitian ini. 2. Bab II: Tinjauan Pustaka Bab ini menguraikan berbagai tinjauan teori mengenai manajemen risiko, energi panas bumi, kegiatan eksplorasi panas bumi (mulai dari eksplorasi pendahuluan hingga pengeboran sumur eksplorasi), serta manajemen proyek. Tinjauan pustaka diambil dari berbagai sumber baik buku, jurnal peneltian dan sumber-sumber lain yang kompeten. 3. Bab III: Metode Penelitian Bab ini akan membahas rancangan penelitian yang digunakan sebagai acuan dalam memperoleh data dan metode analisis yang sesuai dengan tujuan penelitian. Obyek penelitian, instrumen penelitian, dan teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian juga akan dijelaskan pada bagian ini. 4. Bab IV: Hasil Penelitian dan Pembahasan Dalam bab ini akan dipaparkan hasil pengambilan data dan pengolahannya serta pembahasan hasil penelitian yang bersifat umum maupun yang spesifik. 5. Bab V: Simpulan, Keterbatasan, dan Implikasi Dalam bab ini akan disampaikan kesimpulan, keterbatasan, dan implikasi dari penelitian yang telah dilakukan.
9