BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pentingnya pariwisata dalam pembangunan ekonomi di berbagai negara sudah tidak diragukan lagi. Banyak negara sejak beberapa tahun terakhir menganggap pariwisata dengan serius dan menjadikan pariwisata sebagai sektor unggulan. Laporan berbagai ahli menyimpulkan bahwa sumbangan pariwisata secara signifikan pada perkembangan ekonomi suatu negara atau daerah tampak dalam bentuk perluasan peluang kerja, peningkatan pendapatan (devisa), dan pemerataan pembangunan spasial (Damanik, 2013). Potensi obyek dan daya tarik wisata alam dan budaya yang dimiliki Indonesia merupakan anugerah yang tak ternilai. Indonesia memiliki keanekaragaman hayati yang tinggi, keunikan dan keaslian budaya tradisional, keindahan alam, dan peninggalan sejarah/budaya yang dapat dimanfaatkan secara optimal untuk kesejahteraan masyarakat. Kondisi ini memberikan arti positif, yaitu kegiatan kepariwisataan alam dan budaya dapat berperan dalam meningkatkan kesejahteraan dan pendapatan masyarakat. Dalam pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya alam yang berlimpah ini semestinya dapat meningkatkan pendapatan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat sebab sebagaimana telah diatur dalam UU No. 41 tahun 1999 tentang kehutanan, bahwa pengelolaan sumberdaya alam berupa hutan dituntut untuk dapat memenuhi manfaat secara luas.
1
Hutan sebagai sumberdaya alam tidak saja dipandang sebagai penghasil kayu dan lainya, akan tetapi dapat dimanfaatkan secara berkelanjutan demi peningkatan kesejahteraan masyarakat. Asas keberlanjutan harus dijadikan sebagai pedoman dengan mempertimbangkan aspek kelestarian keanekaragaman hayati sebagai atribut utama dari komunitas dalam ekosistem secara utuh melalui pemberdayaan masyarakat setempat untuk tujuan pelestarian dalam pengelolaan sumberdaya alam. Ada berbagai bentuk wisata alam yang dapat dikembangkan di suatu daerah yang menjadikan alam sebagai atraksi utamanya. Menurut Damanik dan Weber (2006) dalam Pitana dan Diarta (2009) bahwa sumberdaya alam yang dapat dikembangkan menjadi sumberdaya pariwisata diantaranya yaitu: (1) keajaiban dan keindahan alam, (2) keragaman flora, (3) keragaman fauna, (4) kehidupan satwa liar, (5) vegetasi alam, (6) ekosistem yang belum terjamah manusia, (7) rekreasi perairan (danau, sungai, air terjun, pantai), (8) lintas alam (trekking, rafting, dan lain-lain), (9) objek megalitik, (10) suhu dan kelembaban udara yang nyaman, (11) curah hujan yang normal, dan lain sebagainya. Berbagai bentuk wisata alam yang di sebutkan di atas dapat dikembangkan dan disesuaikan berdasarkan potensi yang di unggulkan oleh daerah itu sendiri. Pada dasarnya kegiatan wisata alam dapat dikelompokkan menjadi wisata alam (ecotourism), wisata pertanian (agrotourism), dan wisata pedesaan (village tourism). Kegiatan pariwisata yang dilaksanakan khususnya wisata alam harus ditunjang oleh banyak sektor antara lain sektor perhubungan, kehutanan, industri dan pekerjaan umum (Fandeli, 2011). 2
Pariwisata selama ini telah terbukti menghasilkan berbagai keuntungan ekonomi. Namun bentuk pariwisata yang menghasilkan wisatawan massal telah menimbulkan berbagai masalah utamanya menyebabkan terjadinya dampak negatif terhadap sosial budaya dan kerusakan lingkungan. Dengan demikian pariwisata massal ini tidak sesuai dengan sebutan green industry. Green Industry sangat sesuai dengan pariwisata yang berbasis alam utamanya ekowisata. Ekowisata yang menciptakan pariwisata berkualitas, memungkinkan wisatawan dalam kelompok kecil akan dapat mempertahankan kualitas obyek dan daya tarik alam berupa hutan, sungai, danau, pantai dan dapat meningkatkan pendapatan serta kesejahteraan dan kehidupan sosial masyarakat lokal. Ekowisata sangat tepat dan berdaya guna dalam mempertahankan keutuhan dan keaslian ekosistem di area yang masih alami. Bahkan dengan ekowisata pelestarian alam dapat ditingkatkan kualitasnya karena desakan dan tuntutan dari eco-traveler (Fandeli dan Nurdin, 2005). Ekowisata merupakan salah satu bentuk kegiatan wisata khusus. Bentuknya yang khusus itu menjadikan ekowisata sering diposisikan sebagai lawan dari wisata massal. Sebenarnya yang lebih membedakan dari wisata massal adalah karakteristik produk dan pasar. Perbedaan ini tentu berimplikasi pada kebutuhan perencanaan dan pengelolaan yang tipikal (Damanik dan Weber, 2006). Pariwisata yang menganut asas keberlanjutan tidak semata-mata mengukur indikator keberhasilan pembangunan pariwisata dari perspektif ekonomi tetapi lebih kepada upaya pelestarian lingkungan (conservation) dan pemberdayaan masyarakat 3
(empowerment) yang bermuara pada kelestarian sumberdaya alam dan lingkungan serta penghargaan terhadap nilai-nilai sosio-kultural masyarakat. Damanik dan Weber (2006) menyatakan bahwa ide dasar pembangunan berkelanjutan adalah kelestarian sumberdaya alam dan budaya. Hal ini bertujuan agar supaya sumberdaya alam dan budaya dapat terus dilestarikan dan terjamin keberlanjutannya sehingga dapat dinikmati oleh generasi selanjutnya sebagai salah satu sumber mata pencaharian mereka dalam bidang pariwisata. Pariwisata berkelanjutan dalam sebuah kawasan ekowisata tidak terlepas dari peran serta masyarakat lokal yang berada di sekitar objek ekowisata sebagai aktor utama. Masyarakat lokal memiliki porsi yang besar dalam upaya pelestarian potensi wisata alam dan budaya yang ada. Untuk itu maka perlu dikembangkan model pembangunan ekowisata yang berbasis masyarakat (community based ecotourism). Untuk
mewujudkan
pembangunan
ekowisata
dalam
peningkatan
perekonomian masyarakat lokal maka upaya yang harus dilakukan adalah melalui program pemberdayaan masyarakat. Pemberdayaan masyarakat dimaknai sebagai pembangunan dan mengembalikan kepercayaan diri masyarakat bahwa mereka mampu berbuat sesuatu hingga mereka dapat membangun diri mereka sendiri untuk menjawab kebutuhan dasar, mencapai kehidupan yang lebih baik dan terus berkembang secara berkelanjutan (Reid dalam Keliwar, 2009). Proses pemberdayaan dapat dilakukan berdasarkan pada kriteria (1) mempersiapkan kerjasama atau kemitraan dengan pihak lain; (2) menjalin relasi kemitraan; (3) mengartikulasi tantangan-tantangan; (4) mengidentifikasi kekuatan yang ada; (5) mengidentifikasi 4
arah yang ditetapkan; (6) mengekplorasi sitem-sistem sumber (Adimiharja dan Hikmat, 2003). Pemberdayaan masyarakat dalam bidang pariwisata dilakukan dengan membangun kemampuan yang dimiliki masyarakat (community capacity building) tetapi belum diberdayakan, menurut Word Bank capacity building terdiri dari: (1) Pengembangan sumberdaya manusia; training, rekruitmen, manajerial dan teknis yang berbasis kepada masyarakat (community based training); (2) Keorganisasian, yaitu pengarturan struktur, proses, sumberdaya dan gaya manajemen; (3) Jaringan kerja (network), berupa koordinasi, aktifitas organisasi, fungsi network, serta iteraksi formal dan informal; (4) Lingkungan organisasi, yaitu aturan (rule) dan undangundang (legislation) yang mengatur pelayanan publik, tanggung jawab dan kekuasaan antara lembaga, kebijakan yang menjadi hambatan bagi development tasks, serta dukungan keuangan dan anggaran; (5) Lingkungan kegiatan lebih luas lainnya, meliputi faktor-faktor politik, ekonomi dan situasi-kondisi yang mempengaruhi kinerja. Pulau Ternate adalah sebuah pulau yang terletak di Propinsi Maluku Utara. Pulau ini merupakan sebuah Gunung aktif atau yang disebut dengan nama Gamalama Gamalama. Gunung Gamalama merupakan salah satu dari gunung aktif yang berada di Indonesia dan sudah beberapa kali mengalami letusan yaitu pada tahun 1980, 1983, 1990 dan pada tahun 2003. Kawasan Pulau Ternate memiliki potensi alam dan budaya yang
belimpah. Berikut adalah macam-macam obyek wisata alam dan
budaya yang ada di kawasan Pulau Ternate antara lain: (a) Potensi wisata alam 5
berupa: Pantai Sulamadaha di Kelurahan Sulamadaha, Pantai Kastela di Kelurahan Kastela, Pantai Fitu di Kelurahan Fitu, Pantai Bobane Ici di Kelurahan Dorpedo, Pantai Ake Rika di Kelurahan Rua, Danau Laguna di Kelurahan Ngade, Danau Tolire Besar di Kelurahan Takome, Danau Tolire Kecil di Kelurahan Takome. (b) Potensi wisata budaya berupa: Benteng Orange di Kelurahan Gamalama, Benteng Kalamata di Kelurahan Kayu Merah, Benteng Santo Paulo di Kelurahan Kalamata, Bentang Kastela di Kelurahan Kastela, Kedaton Sutan Ternate di Kelurahan Salero. Fokus pada penelitian ini hanya di tiga obyek ekowisata (Batu Angus, Pantai Sulamadaha, Danau Tolire). Yang pertama adalah obyek ekowisata Batu Angus. Batu angus merupakan kumpulan batu-batu beku dari aliran lava-lava semenjak terjadinya letusan Gunung Gamalama disekitar tahun 1775. Lava dari letusan tersebut mengalir kemudian mengering hingga ke pantai tepatnya di kelurahan Kulaba, kecamatan Pulau Ternate. Disamping menelan banyak korban namun dengan adanya musibah tersebut meninggalkan kumpulan batu-batu kering atau Batu Angus (sebutan masyarakat Ternate) yang sangat unik dan indah, sehingga pada saat ini obyek tersebut dijadikan sebagai tempat wisata dan banyak dikunjungi wisatawan lokal maupun mancanegara. Obyek ekowisata kedua adalah Pantai Sulamadaha. Salah satu favorit wisatawan lokal adalah Pantai Sulamadaha. Pantai Sulamadaha terletak di kelurahan Sulamadaha, kecamatan Pulau Ternate. Pantai ini menarik untuk dikunjungi karena memiliki keunggulan yakni kejernihan air lautnya, sehingga nampak seperti kaca. Apabila dilihat dengan menggunakan perahu maka seakan-akan perahu tersebut 6
sedang melayang-layang di atas air, karena kejernihannya sehingga terlihat sangat jelas dasar lautnya. Pantai Sulamadaha menawarkan keindahan nuansa alam yang mampu menghilangkan kepenatan setiap orang yang mengunjunginya. Hamparan pasir dan deburan ombak, laut nan biru, serta dilengkapi pemandangan Pulau Hiri yang berada tepat berhadapan dengan Pantai Sulamadaha yang terlihat seakan-akan muncul di atas permukaan laut. Obyek ekowisata yang ketiga yaitu Danau Tolire. Danau Tolire tepat berada di bawah kaki Gunung Gamalama. Air danau yang berwarna hijau permata mengisi danau yang memiliki tebing-tebing curam ini, sedangkan pepohonan mengintari kawasan kawah danau ini. Ketenangan permukaan air danau ini menjadi sebuah cermin besar yang dapat memantulkan bayangan gunung Gamalama. Di sisi kanan danau, tak jauh di bagian selatan terdapat sebuah danau kecil yang diberi nama Tolire kecil. Jarak antar keduanya hanya sekitar 200 meter. Keunikan dan misteri dari danau ini selain keindahan panoramanya adalah ketika melemparkan sesuatu/batu ke dalam danau. Dari kepercayaan warga berdasarkan cerita turun temurun, benda yang dilempar ke danau tidak akan pernah menyentuh permukaan air danau karena tertahan oleh kekuatan gaib dari dasar danau. Kekuatan gaib itu diyakini datang dari buaya siluman (buaya putih) yang ada di danau itu. Beragam potensi alam dan budaya yang dimiliki merupakan modal yang sangat berharga untuk menjadikan Gunung Gamalama sebagai kawasan ekowisata berbasis masyarakat. Namun yang menjadi persoalan penting yang perlu untuk ditingkatkan yaitu berkaitan dengan sistem pengelolaan 3A (atraksi, amenitas, 7
aksesibilitas) dan promosi yang diterapkan di tiga obyek ekowisata (Batu Angus, Pantai Sulamadaha, Danau Tolire) di kawasan Pulau Ternate yang belum dilakukan secara maksimal dan masih jauh dari prinsip-prinsip ekowisata. Pengelolaan ekowisata akan berhasil jika melibatkan seluruh stakeholder termasuk pemerintah, swasta dan masyarakat meliputi pengelolaan produk atraksi wisata, pengelolaan fasilitas, pengelolaan aksesibilitas, promosi serta pemberdayaan bagi masyarakat lokal. 1.2 Permasalahan Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka terdapat beberapa permasalahan yang ada di tiga obyek ekowisata (Pantai Sulamadaha, Danau Tolire, dan Batu Angus) di dalam kawasan Pulau Ternate yang kaitanya dengan sistem pengelolaan yang belum dilakukan secara maksimal, diantaranya yaitu: 1) Pengelolaan
3A (atraksi, amenitas, aksesibilitas) dan promosi di tiga obyek
ekowista tersebut yang belum baik. 2) Kurangnya tingkat partisipasi masyarakat dalam pengelolaan usaha pariwisata. 3) Kurangnya sistem kemitraan dan program pemberdayaan masyarakat yang menyangkut dengan kepariwisataan. 1.3 Rumusan Masalah Berdasarkan dengan uraian permasalahan di atas maka yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian sistem pengelolaan kawasan ekowisata di Pulau Ternate yaitu bagaimana sistem pengelolaan 3A (atraksi, amenitas, aksesibilitas) dan promosi
8
di tiga obyek ekowisata (Batu Angus, Pantai Sulamadaha, Danau Tolire) di Pulau Ternate? 1.4 Tujuan Penelitian Adapun tujuan dari penelitian ini yaitu diantaranya untuk: 1. mengetahui sistem pengelolaan 3A (atraksi, amenitas, aksesibilitas) dan promosi di tiga obyek ekowisata (Batu Angus, Pantai Sulamadaha, Danau Tolire) di Pulau Ternate. 2. menganalisis sistem pengelolaan 3A (atraksi, amenitas, aksesibilitas) dan promosi di tiga obyek ekowisata (Batu Angus, Pantai Sulamadaha, Danau Tolire) di Pulau Ternate. 1.5 Manfaat Penelitian a. Manfaat teoritis Peneliti berharap dengan dilakukannya penelitian ini diharapkan bisa memberikan manfaat yang besar dalam memperkaya konsep atau teori dalam perkembangan ilmu pengetahuan kepariwisataan, khususnya terkait dengan pengelolaan ekowisata dan juga sebagai masukan bagi penelitian lebih lanjut yang tentunya berkaitan dengan topik dalam penelitian ini. b. Manfaat praktis Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat dan memberikan informasi yang lengkap sebagai bahan masukan terutama bagi Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Ternate dalam menyusun kebijakan yang
9
lebih tepat berkaitan dengan sistem pengelolaan 3A (atraksi, amenitas, aksesibilitas) dan promosi kawasan Pulau Ternate sebagai kawasan ekowisata. 1.6 Keaslian Penelitian Beberapa penelitian atau tulisan yang pernah dilakukan dan atau dipublikasikan yang berkaitan dengan topik penelitian ini atara lain: Tabel 1.1 Penelitian atau tulisan mengenai kajian ekowisata:
Nama Peneliti Wiwik Sri Wuryani
No
Tahun
1
2006
2
2009
Said Kaliwar
3
2009
La Saudi
Judul
Lokasi
Tujuan
Kajian Kabupaten 1. Mengidentifikasi produk wisata Pengembang Merauke, (atraksi, amenitas, dan aksesibilitas) an Ekowisata Papua yang dapat menunjang Berbasis pengembangan ekowisata di Taman Masyarakat Nasional Wasur. di Taman 2. Mendeskripsikan latar belakang Nasional sosial, budaya dan ekonomi Wasur masyarakat disekitar Taman Nasional Wasur. 3. Menganalisis persepsi serta tanggapan masyarakat disekitar Taman Nasinal Wasur, sehubungan dengan pengembangan Taman Nasional Wasur. Pola Kampung 1. Untuk mengetahui mekanisme Pengelolaan Cipta pengelolaan ekowisata berbasis Ekowisata Gelar komunitas di kampung Cipta Gelar Berbasis Taman Nasional Gunung Halimun Komunitas di Salak Kampung 2. Untuk mengetahui pemberdayaan Cipta Gelar masyarakat kampung Cipta Gelar Taman dalam pengelolaan ekowisata Nasional Gunung Salak Kajian Kabupaten 1. Mengetahui potensi sumberdaya Potensi Muna alam dan budaya masyarakat yang
10
Sumber Daya Alam Kabupaten Muna Untuk Pengembang an Ekowisata
2.
3.
4.
5.
4
5
2010
2012
Eleonora Dus Gego
Destha Titi Raharjan a
Kajian Potensi Ekowisata di Cagar Alam Gunung Mutis, Kabupaten Timor Tengah Selatan
Kabupaten Timor Tengah Selatan
Partisipasi Kabupaten Masyarakat Banjarneg Dalam ara Perencanaan dan Pengelolaan Pariwisata (studi kasus di Desa Dieng Kulon,Keca matan Bantur)
1.
2.
3.
1.
2.
3.
ada di Kabupaten Muna uneuk pengembangan ekowisata Mengetahui permintaan wisatawan terhadap obyek wisata yang ada di Kabupaten Muna Mengetahui keinginan masyarakat lokal terhadap pengembangan ekowisata di Kabupaten Muna Mengetahui faktor pendukung dan penghambat pengembangan ekowisata di Kabupaten Muna Mengetahui strategi pengembangan wisata alam dan budaya di Kabupaten Muna Mengidentifikasi potensi wisata yang dapat menunjang pengembangan ekowisata di Cagar Alam Gunung Mutis Mendeskripsikan kondisi sosial, budaya dan ekonomi masyarakat disekitar Cagar Alam Gunung Mutis Menganalisis persepsi wisatawan serta tanggapan masyarakat lokal sehubungan dengan pengembangan ekowisata berbasis masyarakat di Cagar Alam Gunung Mutis Menjelaskan proses dan aktivitas perencanaan pariwisata berbasis masyarakat Dieng Kulon. Menjelaskan potensi wisata yang ada dan berbagai pola aktivitas yang dijalankan masyarakat Desa Dieng Kulon sebagai respon atas kegiatan pariwisata yang berjalan diwilayahnya. Menjelaskan para stakeholder yang dipandang memberikan kontribusi pada proses perencanaan dan pengembangan pariwisata di Dieng Kulon.
11