BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Penelitian Pajak merupakan salah satu sumber pendapatan terbesar negara setelah
devisa. Menurut Rochmat Soemitra, pajak adalah iuran rakyat kepada kas Negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa timbal (kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum (Mardiasmo, 2011:1). Reformasi Perpajakan di Indonesia telah dilakukan pertama kali pada tahun 1983 dimana saat itu terjadi reformasi atau perubahan sistem mendasar atas pengelolaan perpajakan Indonesia dari sistem Official Assessment ke sistem Self Assessment. Perubahan sistem ini bertujuan untuk mengurangi kontak langsung antara Aparat Pajak dengan Wajib Pajak yang sebelumnya dikhawatirkan dapat menimbulkan praktek-praktek ilegal untuk menghindari atau mengurangi kewajiban perpajakan para Wajib Pajak yang bersangkutan (Sari, 2013:7). Pajak dari perspektif ekonomi dipahami sebagai beralihnya sumber daya dari kepada sektor publik. Pemahaman ini memberikan gambaran bahwa adanya pajak menyebabkan dua situasi menjadi berubah. Pertama, berkurangnya kemampuan individu dalam menguasai sumber daya untuk kepentingan penguasaan barang dan jasa. Kedua, bertambahnya kemampuan keuangan Negara dalam penyediaan barang dan jasa publik yang merupakan kebutuhan masyarakat (Sumarsan, 2013:4).
1
2
Pemberlakuan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah yang mulai diberlakukan sejak tanggal 1 januari 2010 menandai reformasi perpajakan daerah dan retribusi daerah di Indonesia. Reformasi tersebut dilakukan dengan menambah satu jenis pajak provinsi dan empat jenis pajak kabupaten/kota serta
empat jenis retribusi daerah yang dapat dipungut oleh
pemerintah daerah di Indonesia. Hal tersebut dilakukan dengan sekaligus mengubah prinsip pemungutan pajak daerah dan retribusi oleh pemerintah daerah menjadi bersifat daftar tertutup (closed list). Artinya pemerintah daerah hanya boleh memungut pajak daerah dan retribusi terbatas pada jenis pajak daerah dan retribusi yang tercantum dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 (Siahaan, 2013). Pajak daerah adalah pajak yang wewenang pemungutannya ada pada Pemerintah Daerah yang pelaksanaannya dilakukan oleh Dinas Pelayanan Pajak. Pajak daerah yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1997 sebagaimana yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, ada 11 jenis pajak daerah diantaranya 4 jenis pajak daerah provinsi dan 7 jenis pajak daerah kabupaten/kota. Pajak daerah kabupaten/kota ada 7 jenis, yaitu : Pajak Hotel, Pajak Restoran, Pajak Hiburan, Pajak Reklame, Pajak Penerangan Jalan, Pajak Pengambilan dan Pengolahan Bahan Galian Golongan C, dan Pajak Parkir (Suandy, 2011:37). Pajak Parkir adalah pajak atas penyelenggaraan tempat parkir di luar badan jalan, baik yang disediakan berkaitan dengan pokok usaha maupun yang disediakan sebagai suatu usaha, termasuk penyediaan tempat penitipan kendaraan bermotor.
3
Sedangkan yang dimaksud dengan parkir adalah keadaan tidak bergerak suatu kendaraan yang tidak bersifat sementara (Siahaan, 2013:469). Pendapatan daerah terdiri atas tiga komponen, yaitu: 1) Pendapatan Asli Daerah, 2) Pendapatan Transfer, 3) Lain-lain Pendapatan yang Sah. Undang-undang No.33 Tahun 2004 pasal 1 ayat 18 Tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah dijelaskan bahwa Pendapatan Asli Daerah adalah pendapatan yang diperoleh Daerah yang dipungut berdasarkan peraturan daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Sumber-Sumber Pendapatan Asli Daerah UU No. 32 Tahun 2004 dan UU No. 33 Tahun 2004 Sumber Pendapatan Asli Daerah terdiri atas Hasil Pajak Daerah dan Hasil Retribusi Daerah (Mahmudi, 2010:73). Tabel 1.1 Penerimaan Pajak Parkir Bandung Tahun 2009-2013 Pajak Parkir Tahun
Realisasi PAD
Target
2009
385.206.146.981
-
2010
440.331.559.083
6.500.000.000
2011
803.663.585.485
6.000.000.000
2012
1.001.806.364.114 7.000.000.000
2013
1.194.159.468.709 7.500.000.000
Realisasi
Persentase terhadap PAD
4.961.668.627 5.883.398.588 5.897.885.990 19.797.707.448 19.799.908.376
Sumber: Dinas Pelayanan Pajak Kota Bandung (data diolah)
1.28% 2.81% 1.48% 2.67% 2.28%
4
Berdasarkan tabel 1.1 diatas, data menunjukan bahwa pada tahun 2009 Dinas Pelayanan Pajak tidak menetapkan target pendapatan pada pajak parkir. Pada tahun 2010 dan 2011 target yang telah ditentukan oleh Dinas Pelayanan Pajak tidak sesuai dengan penerimaan yang di dapat. Penerimaan pajak parkir yang diterima pada tahun 2010 dan 2011 lebih rendah dibandingkan dengan target yang telah ditentukan. Sedangkan pada tahun 2012 dan 2013 penerimaan pajak parkir mengalami kenaikan dari target yang telah di tentukan, penerimaan pajak parkir pada tahun tersebut memenuhi target yang ditentukan. Sektor pajak parkir mampu memberi kontribusi sebesar 1,28% terhadap pendapatan asli daerah (PAD) kota bandung pada tahun 2009. Pada tahun 2010 kontribusi pajak parkir terhadap pendapatan asli daerah (PAD) meningkat sebesar 2.81%. Kontribusi pajak parkir terhadap PAD pada tahun 2011 terjadi penurunan yaitu sebesar 1.48%. Tahun 2012 kontribusi pajak parkir terhadap PAD mengalami kenaikan sebesar 2.67%. Sedangkan pada tahun 2013, kontribusi pajak parkir terhadap PAD mengalami penurunan sebesar 2.28%. Pemerintah Kota Bandung mengalami masalah antara pendapatan dari retribusi parkir dengan kemacetan yang dihasilkannya, Pemerintah Kota Bandung ternyata memilih untuk melepaskannya. Pemerintah Kota Bandung tidak keberatan kehilangan pendapatan dari parkir asalkan bisa mengurangi kemacetan yang kian menyesakkan Kota Bandung. Ada hitungan yang menyebut angka Rp 1,9 miliar sebagai kerugian yang harus ditanggung masyarakat gara-gara kemacetan. Kerugian itu bisa berupa waktu mereka yang terbuang gara-gara di jalan dari pada harus bekerja dan menghasilkan uang. Salah satu contoh titik parkir di Kota Bandung adalah Jalan Kepatihan. Lokasi ini berada tidak jauh dari Alun-Alun Kota Bandung
5
dan hampir seluruh badan jalan dihabiskan untuk tempat parkir sepeda motor meski masih menyisakan ruang sempit bagi kendaraan untuk melintas (Erlangga, 2011). Pemerintah kota Bandung sedang melakukan uji coba pemberlakukan kartu pintar (smart card) sebagai terobosan pelayanan parkir di Kota Bandung. Kecanggihan teknologi kartu parkir yang dianggap bisa menekan kebocoran itu harus dibarengi kesadaran dan kemampuan juru parkir yang masih terbiasa dengan sistem parkir yang manual. Hal ini dapat menyebabkan pemilik kendaraan yang parkir tidak membayar parkir sesuai dengan lamanya pemilik kendaraan tersebut menggunakan lahan parkir, dikarenakan juru parkir belum memahami betul dengan sistem kartu pintar tersebut. Jika hal tersebut sering terjadi, maka akan mengurangi pendapatan parkir di kota Bandung sehingga pendapatan asli daerah pun akan berkurang (Armin, 2013). Menurut Kepala UPTD Parkir Dinas Perhubungan Kota Bandung Nasrul Hasani (2012) mengatakan target Pendapatan Asli Daerah (PAD) parkir yang dikelola Dishub untuk tahun 2012 sekitar Rp 5 milyar. Angka itu didapat dari 237 titik lahan parkir yang tersebar di Kota Bandung, tetapi jumlah titik lahan parkir yang potensial hanya sebesar 180 titik saja. Hal ini disebabkan banyaknya oknum liar yang melakukan pemungutan parkir liar. Banyaknya badan jalan yang tidak dikelola oleh Dishub UPT Parkir melainkan oleh preman dan oknum petugas menandakan wibawa Pemkot sangat rendah karena lahan itu dikuasai preman dan oknum, sebaiknya pihak Dishub secara resmi bekerja sama dengan Aparat Hukum melakukan penertiban. Hal ini juga menyebabkan pendapatan parkir menurun sehingga berpengaruh terhadap
6
pendapatan asli daerah kota Bandung. Jika pemerintah kota Bandung dapat mengatasi permasalahan titik lahan parkir yang potensial tersebut maka pendapatan asli daerah kota bandung dapat mencapai lebih dari 5 milyar yaitu sebesar 7 hingga 8 milyar (Armin, 2012). Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan di Daerah, pajak dan retribusi daerah merupakan sumber pendapatan daerah agar daerah dapat melaksanakan otonominya, yaitu mampu mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri, disamping penerimaan yang berasal dari pemerintah pusat. Sumber pendapatan daerah tersebut diharapkan menjadi sumber pembiayaan penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan daerah untuk meningkatkan dan meratakan kesejahteraan masyarakat. Besarnya penerimaan Daerah Tingkat I (provinsi) yang berasal dari pajak dan retribusi daerah cukup memadai. Sementara itu, penerimaan Daerah Tingkat II (kabupaten/kotamadya) dari pajak dan retribusi daerah masih relatif kecil. Keadaan ini kurang mendukung perkembangan otonomi daerah yang nyata dan bertanggung jawab dengan titik berat pada Daerah Tingkat II. Oleh karena itu, perlu usaha peningkatan penerimaan daerah yang berasal dari sumber pajak dan retribusi daerah yang potensial dan yang mencerminkan kegiatan ekonomi daerah (Siahaan, 2013: 29-31). Berdasarkan uraian diatas penulis tertarik untuk melakukan penelitian dan menganalisis pemasalahan atas peningkatan penerimaan lebih jauh dalam sebuah penelitian yang berjudul “Peranan Pajak Parkir dalam Menunjang Pendapatan Asli Daerah pada Dinas Pelayanan Pajak di Kota Bandung.”
7
1.2
Rumusan Masalah Berdasarkan uraian diatas, permasalahan yang terjadi adalah : 1. Bagaimana penerimaan pajak parkir pada Dinas Pelayanan Pajak kota Bandung. 2. Bagaimana Pendapatan Asli Daerah pada Dinas Pelayanan Pajak kota Bandung. 3. Apakah pajak parkir berperan dalam menunjang pendapatan asli daerah pada Dinas Pelayanan Pajak kota Bandung.
1.3
Pembatasan Masalah Penelitian ini dibatasi pada masalah sejauh mana pajak parkir berperan
terhadap pendapatan asli daerah di Dinas Pelayanan Pajak kota Bandung. 1.4
Maksud dan Tujuan Penelitian
1.4.1
Maksud Penelitian Penelitian
didefinisikan
sebagai:
suatu
usaha
untuk
menemukan,
mengembangkan, dan menguji kebenaran suatu pengetahuan, dan usaha-usaha itu dilakukan dengan metode ilmiah (Sutrisno, 2001). Sehingga maksud penelitian untuk mengetahui apakah penerimaan pajak parkir berpengaruh terhadap pendapatan asli daerah pada Dinas Pelayanan Pajak kota Bandung dan mengetahui apakah ada pengaruh positif antara penerimaan pajak parkir terhadap pendapatan asli daerah pada Dinas Pelayanan Pajak kota Bandung.
8
1.4.2
Tujuan Penelitian Berdasarkan perumusan masalah diatas, maka tujuan penelitian ini adalah
sebagai berikut : 1. Mengetahui Penerimaan pajak parkir pada Dinas Pelayanan Pajak kota Bandung. 2. Mengetahui pendapatan asli daerah pada Dinas Pelayanan Pajak kota Bandung. 3. Untuk mengetahui penerimaan pajak parkir terhadap pendapatan asli daerah pada dinas pendapatan kota Bandung. 1.5 Manfaat Penelitian Terdapat beberapa manfaat yang dapat digunakan melalui penelitian ini, yaitu: 1. Bagi Wajib Pajak Orang Pribadi Penelitian ini dapat dijadikan masukan agar dalam melakukan penyampaian SPT dapat dilakukan secara efektif. 2. Bagi Dinas Pelayanan Pajak Memberikan gambaran terhadap pendapatan asli daerah pada dinas pendapatan di kota Bandung. 3. Bagi Akademisi Referensi untuk penelitian-penelitian selanjutnya 4. Bagi Peneliti Sebagai bahan pembelajaran dan sebagai syarat untuk memenuhi tugas akhir
9
1.6 Lokasi dan Waktu Penelitian Penulis melakukan penelitian pada Dinas Pelayanan Pajak di Kota Bandung untuk memperoleh data yang objektif sebagaimana yang diperlukan dalam menyusun skripsi ini. Penelitian ini dilakukan pada bulan Maret 2014 sampai dengan September 2014.