BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Penelitian Sejak reformasi perpajakan tahun 1983 pemungutan pajak di Indonesia
berubah dari official assessment system menjadi self assessment system. Pelaksanaan self assessment system perlu diikuti dengan tindakan pengawasan guna mewujudkan tercapainya kebijaksanaan perpajakan. Sehubungan dengan hal itu maka pemeriksa pajak dalam melakukan tugas pengawasan perlu didukung oleh berbagai faktor penunjang, salah satunya adalah menerapkan langkah strategi meningkatkan kepatuhan Wajib Pajak melalui upaya-upaya penegakan hukum (law enforcement) sehingga dapat meningkatkan penerimaan pajak (Erly Suandi, 2011). Direktorat Jenderal Pajak (2013) kepatuhan Wajib Pajak adalah faktor yang penting dalam merealisasikan target penerimaan pajak. Semakin tinggi kepatuhan Wajib Pajak, maka penerimaan pajak akan semakin meningkat, demikian pula sebaliknya. Faktor-faktor yang mempengaruhi target penerimaan pajak antara lain kurangnya kesadaran dari Wajib Pajak sebagai pemungut pajak untuk menyetor pajaknya dalam arti lain tingkat kepatuhan pajak yang masih rendah. Kepatuhan Wajib Pajak merupakan salah satu faktor yang sangat penting dalam mempengaruhi realisasi penerimaan pajak. Target penerimaan pajak pada tahun ini dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2014 sebesar Rp. 1.110,2 triliun dinilai tidak adil karena
1
2
berpatokan realisasi penerimaan APBN Perubahan 2013. Tahun ini target penerimaan pajak sebesar Rp. 1.110,2 triliun, atau 20 persen dari realisasi penerimaan tahun lalu yakni Rp. 916,3 triliun. Jika pertumbuhan target pajak dari realisasi APBN Perubahan 2013 sebesar 15 persen, maka ada deviasi sebesar Rp. 56,45 triliun dari target APBN 2014 (Tempo, 2014). Penerimaan pajak yang besar seharusnya tidak sulit dicapai jika kepatuhan masyarakat sebagai pembayaran pajak telah tinggi. Kepatuhan pajak dapat didefinisikan sebagai suatu keadaan ketika Wajib Pajak memenuhi semua kewajiban perpajakan dan melaksanakan hak perpajakannya. Kepatuhan tersebut meliputi kepatuhan formal dan materil. Menteri Keuangan Agus Martowadojo mengatakan bahwa Orang pribadi yang seharusnya membayar pajak atau yang mempunyai penghasilan diatas Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) sebanyak 60 juta orang, tetapi jumlah yang mendaftarkan dirinya sebagai wajib pajak hanya 20 juta orang dan yang membayar
pajaknya/melaporkan
Surat
Pemberitahuan
(SPT)
Pajak
Penghasilannya hanya 8,8 juta orang dengan rasio SPT sekitar 14,7 persen. Sementara badan usaha yang terdaftar sebanyak 5 juta, yang mau mendaftarka dirinya sebagai wajib pajak hanya 1,9 juta dan yang membayar pajak/melaporkan Surat Pemberitahuan (SPT) Pajak Penghasilannya hanya 520 ribu badan usaha dengan rasio SPT sekitar 10,4 persen (Direktorat Jenderal Pajak, 2013). Kepala Direktorat Jenderal Pajak Kanwil Jabar, Ajat Djatnika yang dikutip di media massa (www.klik-glamedia.com) pada Rabu, menyatakan bahwa:
3
“...Tingkat kepatuhan pajak Wajib Pajak di wilayah Jawa Barat dalam membayar pajak masih sangat rendah. Hal itu terlihat dari tingkat kesadaran para Wajib Pajak dalam membayar pajak yang hanya mencapai sekitar 52 persen. Padahal target tahun 2012 ini mencapai 67,5 persen dari Wajib Pajak yang ada”. Menurut Nur Hidayat (2012) sejak diterapkannya sistem self assesment dalam
Undang-Undang
Perpajakan
Indonesia,
DJP
berkewajiban
untuk
melakukan pelayanan, pengawasan, pembinaan, dan penerapan sanksi perpajakan. Salah satu bentuk pengawasan dan pembinaan terhadap Wajib Pajak tersebut adalah melalui pemeriksaan pajak. Zain dan Hermana (2010) dalam Pasal 29 Ayat (1) Undang-undang KUP mengatur bahwa Direktur Jenderal Pajak berwenang melakukan pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan wajib pajak dan untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundangundangan perpajakan. Sebagian pihak berpendapat bahwa kegiatan pemeriksaan pajak harus pula menunjang penerimaan pajak. Pihak-pihak tersebut tidak terkecuali adalah para pemangku kebijakan dan pengambilan keputusan di Direktorat Jenderal Pajak. Badan Pendidikan dan Pelatihan Keuangan Kementrian Keuangan (2013) setiap tahun kegiatan fungsional pemeriksa pajak juga dibebani target penerimaan pajak. Dengan kata lain, setiap pemeriksa harus menemukan adanya penyimpangan yang berakibat pajak terhutang wajib pajak yang diperiksa bertambah dan bahkan pemeriksa pajak dibebani juga pekerjaan untuk ikut
4
mengupayakan dibayarnya pajak terhutang tersebut. Dengan membebani target penerimaan dalam kegiatan pemeriksaan pajak, seolah-olah mengatakan bahwa semua Wajib Pajak yang diperiksa potensial tidak patuh. Direktorat Jenderal Pajak mengungkapkan jumlah ideal pemeriksa pajak agar bisa melakukan pemeriksaan secara menyeluruh adalah sebanyak 8.000 pemeriksa. Hingga Juni 2010 masih berjumlah 4.382. Jadi masih ada selisih sekitar 3,618 orang atau 45,22 persen dari jumlah ideal pemeriksa. Di awal tahun 2010 lalu, jumlah aparat pajak jumlahnya hanya 2.774. Hingga akhir Juni 2010, jumlah aparat pemeriksa pajak sebanyak 4.382 orang. Dari jumlah tersebut sebagian besar pemeriksa terkonsentrasi di pulau Jawa yaitu sebanyak 2.843 orang atau 64,88 persen dari jumlah pemeriksa. Sementara jumlah pemeriksaan selesai per Juni 2010 sebanyak 20.717 pemeriksaan menghasilkan penerimaan pajak sebesar Rp 1,241 triliun dan jumlah lebih bayar yang diklaim wajib pajak tapi berhasil dipertahankan oleh pemeriksa (refund discrepancy) sebesar Rp 3,58 triliun. Sampai akhir tahun ditargetkan pemeriksaan pajak sebesar Rp 9 triliun, dengan jumlah aparat yang minim tersebut membuat pemeriksaan pajak tidak terperiksa seluruhnya. Dari total sekitar 16 juta wajib pajak, sebanyak 13 juta merupakan wajib pajak dari perusahaan sehingga menyisakan 3 juta wajib pajak yang menjadi objek pemeriksaan (Detik, 2010). Kesadaran dan kepatuhan memenuhi kewajiban perpajakan tidak hanya tergantung
kepada
masalah-masalah
teknis
yang
menyangkut
metode
pemungutan, tarif pajak, teknis pemeriksaan, penyidikan, penerapan sanksi sebagai perwujudan pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan
5
perpajakan, dan pelayanan kepada Wajib Pajak selalu pihak pemberi dana bagi Negara dalam hal membayar pajak (Siti Kurnia Rahayu, 2010). Menurut Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor 08/PJ-75/2002 tentang pemeriksaan untuk tujuan penagihan pajak, yang menyatakan bahwa untuk mendapatkan dan melengkapi data tentang harta kekayaan Wajib Pajak dapat dilaksanakan pemeriksaan untuk tujuan penagihan pajak. Direktorat Jenderal Pajak mengakui, saat ini kemampuan pegawainya dalam melakukan penagihan piutang atau tunggakan pajak masih sangat kurang. Terutama untuk menghadapi Wajib Pajak yang bersikap preman. Kapasitas harus dapat ditingkatkan seperti juru sita, dan seksi penagihan di area yang SDM yang masih kurang. Saat ini posisi tunggakan pajak atau piutang pajak masih mencapai 48 triliun. Hanya saja, dari jumlah tersebut Cuma 29 triliun yang masih bisa ditagih. Ada beberapa kesulitan dalam penagihan piutang pajak seperti kenakalan Wajib Pajak yang berutang berupa Wajib Pajak yang kabur hingga aset mereka yang sudah habis sehingga tidak dapat disita (Detik, 2012). Penagihan pajak dilakukan agar Wajib Pajak melunasi utang pajaknya seperti yang diungkapkan Mardiasmo (2011) Penagihan Pajak adalah serangkaian tindakan agar penanggung pajak melunasi utang pajak dan biaya penagihan pajak dengan menegur atau memperingatkan, melaksanakan penagihan seketika dan sekaligus, memberitahu surat paksa, mengusulkan pencegahan, melaksanakan penyitaan, melaksanakan penyanderaan, menjual barang yang telah disita. Berdasarkan latar belakang penelitian, penulis tertarik untuk melakukan penelitian mengenai “Pengaruh Pemeriksaan Pajak dan Penagihan Pajak
6
terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi” (Studi Kasus Pada KPP Bandung Karees). 1.2
Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang penelitian yang telah dijelaskan diatas, maka
penulis merumuskan masalah-masalah penelitian sebagai berikut: 1. Bagaimana pengaruh Pemeriksaan Pajak terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bandung Karees. 2. Bagaimana pengaruh Pelaksanaan Penagihan Pajak terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bandung Karees. 3. Bagaimana pengaruh Pemeriksaan Pajak dan Pelaksanaan Penagihan Pajak terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribdai pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bandung Karees. 1.3
Maksud dan Tujuan Penelitian Untuk memperoleh suatu informasi dan gambaran mengenai prosedur
Pemeriksaan Pajak dan Penagihan Pajak yang dapat meningkatkan Kepatuhan Wajib Pajak. Sedangkan tujuan dari penelitian ini adalah: 1. Untuk mengetahui pengaruh Pemeriksaan Pajak terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi. 2. Untuk mengetahui pengaruh Penagihan Pajak terhadap Kepatuhan Wajib Pajak. 3. Untuk mengetahui pengaruh Pemeriksaan Pajak dan Pelaksanaan Penagihan Pajak terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi
7
1.4
Manfaat Penelitian Berdasarkan tujuan penelitian tersebut, maka penelitian ini diharapkan
dapat berguna dan bermanfaat bagi penulis dan pihak-pihak yang berkepentingan antara lain: 1. Bagi Peneliti Hasil peneliti ini diharapkan dapat menambah wawasan dan pengetahuan, untuk memperoleh gambaran mengenai masalah perpajakan khususnya Pemeriksaan Pajak dan Penagihan Pajak terhadap Kepatuhan Wajib Pajak. 2. Bagi Kantor Pelayanan Pajak Pratama Karees Bandung Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran atau menjadi masukan dan tambahan informasi bagi Kantor Pelayanan Pajak Pratama Karees Bandung untuk mengatasi kelemahan-kelemahan dalam hubungannya dengan Pemeriksaa Pajak dan Penagihan Pajak, sehingga kegiatan ini dapat dilaksanakan dengan baik dapat membantu dalam meningkatkan Kepatuhan Wajib Pajak 3.
Bagi Pihak Lain Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan wawasan dan pengetahuan dibanding perpajakan dan sumber informasi khususnya pemahaman mengenai penagihan pajak terhadap Kepatuhan Wajib Pajak sehingga diharapkan dapat menunjang penelitian yang sejenis pada masa yang akan datang.
8
1.5
Lokasi Penelitian Lokasi diadakannya penelitian ini dilakukan di Kantor Pelayanan Pajak
(KPP) Pratama Karees Bandung yang berlokasi di Jl. Ibrahim Adjie No. 372 Bandung, sedangkan waktu penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember 2014 sampai dengan bulan Januari 2015.