1
BAB I PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG Peraturan perundang-undangan yang bercirikan pajak dan retribusi merupakan salah satu sumber pendapatan daerah dalam pendanaan pembangunan dan pemerintahan, tujuan penerapan peraturan tersebut untuk memberikan kewenangan yang lebih besar kepada Pemerintah Daerah dalam memungut pajak dan retribusi daerah seiring dengan semakin besarnya tanggung jawab Pemerintah Daerah untuk menyelenggarakan pemerintahan dan pelayanan kepada masyarakat, dan meningkatan akuntabilitas
daerah
dalam
memberikan
pelayanan
dan
penyelenggaraan
pemerintahan dan untuk memperkuat otonomi daerah, serta meeningkatan kepastian bagi dunia usaha terkait jenis-jenis pungutan daerah dan sekaligus memperkuat dasar hukum pemungutan pajak daerah dan retribusi daerah.1 Pemerintah Daerah diberikan wewenang untuk membuat penetapan mengenai retribusi daerahnya melalui UndangUndang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah Dan Retribusi Daerah Pasal 156 ayat (1) yang menyebutkan bahwa “Retribusi ditetapkan oleh Peraturan Daerah”. Mengenai retribusi persampahan di Kabupaten Buru diatur dalam Peraturan Daerah Kabupaten
Buru
Nomor
20
Tahun
2011
tentang
Retribusi
Pelayanan
Persampahan/Kebersihan. Sampah sampai saat ini masih menjadi permasalahan utama di setiap daerah di Indonesia, salah satunya yaitu di Daerah Kabupaten Buru. Disebutkan dalam Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah bahwa sampah adalah sisa kegiatan sehari-hari manusia dan/atau proses alam yang berbentuk 1
Ida Zuraida, “Teknik Penyusunan Peraturan Daerah Sesuai UU PDRD”,www.bppk.depkeu.go.id/publikasi/artikel/167artikel-pajak/12254-teknik-penyusunan-peraturan-daerah-sesuai-uu-pdrd, diakses tanggal 7 Mei 2014
2
padat.Peningkatan jumlah penduduk, gaya hidup mewah, dan pembangunan yang mengutamakan pada pertumbuhan ekonomi menjadi faktor yang sangat berpangaruh pada meningkatnya jumlah sampah yang dihasilkan setiap harinya. Sampah terdiri dari dua jenis yaitu sampah organik dan sampah anorganik. Sampah organik adalah sampah yang berasal dari makhluk hidup seperti daun-daunan dan sampah dapur yang dapat terdegrasi (membusuk/hancur) secara alami, sedangkan sampah anorganik adalah sampah yang berasal dari sumber daya alam tak terbaharui seperti mineral dan minyak bumi, atau yang dihasilkan dari proses industri. Sebagian dari zat anorganik tidak dapat diuraikan oleh alam secara keseluruhan, sedangkan sebagian lainnya hanya dapat diuraikan dalam waktu yang sangat lama seperti gelas, kertas, plastik dan kaleng yang tidak dapat terdegrasi secara alami. Salah satu faktor yang mempunyai peran besar dalam kerusakan lingkungan hidup yaitu pembuangan sampah yang sampai saat ini masih menjadi masalah besar di Indonesia.Sampah yang tidak dikelola secara maksimal akan menimbulkan dampak negatif yaitu banjir, timbulnya penyakit, dan pencemaran udara serta air yang dapat mengganggu kehidupan sehari-hari dan keindahan lingkungan. Khusus bagi sampah anorganik berpotensi menimbulkan bahaya kesehatan karena sampah jenis ini lebih sering berwarna, berasa, dan berbau, oleh sebab itu kita sebagai manusia yang memiliki panca indera akan lebih terganggu dengan bau dan pemandangan dari sampah, akan tetapi tidak banyak yang tahu bahwa selain itu terdapat sampah yang mengandung racun sintetis yang mengancam kelangsungan hidup manusia meskipun sampah tersebut tidak berbau dan mengganggu pemandangan. Racun sintetis memiliki sifat tidak berbau dan berwarna yang berdampak pada kesehatan jangka panjang seperti kanker, kerusakan saraf, dan gangguan reproduksi.
3
Permasalahan
lain
yang
terjadiadalah
penumpukkan
sampah,
hal
inidisebabkan karena kurangnya pengetahuan dari masyarakat mengenai bagaimana cara mengelolanya, sehingga masyarakat lebih memilih cara instan dan mudah dengan membakar sampah-sampah yang menumpuk tersebut ataupun membuangnya ke sungai maupun
laut. Sampah yang menumpuk akan menghasilkan gas
karbondioksida (CO2) dan metana (CH4) dalam jumlah besar, begitu juga dengan sampah yang dibakar, khususnya pembakaran sampah plastik yang dilakukan oleh masyarakat dapat meningkatkan temperatur di permukaan bumi dan sisa pembakaran sampah tersebut akan menimbulkan gangguan pernafasan pada masyarakat. Melihat dari besarnya bahaya yang timbul dari permasalahan sampah maka dibutuhkan pengelolaan sampah yang baik.Saat ini masyarakat di Kabupaten Buru belum sepenuhnya mengetahui tentang bahaya-bahaya dari sampah di sekitar mereka dan bagaimana cara untuk mengelolanya.Hal itu ditunjukkan dari masih banyaknya masyarakat yang masih membuang sampah ke laut, tidak memisahkan antara sampah organik dan anorganik sebelum dibuang ke tempat sampah ataupun dibakar, sebagian besar rumah juga tidak mempunyai tempat pembuangan sampah yang layak dan hanya membuang sampah rumah tangganya di lahan kosong yang bersampingan langsung dengan rumah mereka. Oleh sebab itu diperlukan adanya usaha untuk melakukan pengelolaan sampah baik dari masyarakat maupun pemerintah daerah di Kabupaten Buru.Pengelolaan sampah adalah kegiatan yang sistematis, menyeluruh, dan berkesinambungan yang meliputi pengurangan dan penanganan sampah. Penting untuk diketahui bahwa pengelolaan sampah yang baik mempunyai banyak manfaat antara lain yaitu sebagai pupuk organik, selain itu sampah juga dapat menyuburkan tanaman, dengan tidak membuang sampah ke sungai atau saluran air, maka dapat mencegah terjadinya banjir, dan dapat meningkatkan kesejahteraan
4
dengan mendaur ulang sampah menjadi barang yang bernilai ekonomis. Manfaatmanfaat tersebut selaras dengan tujuan pengelolaan sampah yaitu untuk meningkatkan kesehatan masyarakat dan kualitas lingkungan serta menjadikan sampah sebagai sumber daya. Kenyataan bahwa masyarakat di Kabupaten Buru belum dapat mengelola sampah dengan baik maka menjadi taggung jawab Pemerintah Daerah untuk mengelola sampah tersebut, salah satunya yaitu dengan memfasilitasi penyediaan prasarana dan sarana pengelolaan sampah. Dalam Pasal 37 ayat (1) Peratura Menteri Pekerjaan Umum Nomor 3 Tahun 2013 tentang Penyelenggaraan Prasarana Dan Sarana Persampahan Dalam Penanganan Sampah Rumah Tangga Dan Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga menyebutkan bahwa prasarana dan sarana Tempat Pembuangan Akhir (TPA) meliputi, fasilitas dasar, fasilitas perlindungan lingkungan, fasilitas operasional, dan fasilitas penunjang. Fasilitas dasar terdiri atas jalan masuk, jalan operasional, listrik atau genset, drainase, air bersih, pagar, dan kantor.Fasilitas perlindungan lingkungan terdiri lapisan kedap air, saluran pengumpul lindi, instalasi pengolahan lindi, zona penyangga, sumur uji atau pantau, dan penanganan gas.Fasilitas operasional terdiri dari alat berat, truk pengangkut tanah, dan tanah.Fasilitas penunjang terdiri dari bengkel, garasi, tempat pencucian alat angkut dan alat berat, alat pertolongan pertama pada kecelakaan, jembatan timbang, laboratorium, dan tempat parkir.Selain itu, untuk mengangkut sampah dari Tempat Pembuangan Sementara (TPS) ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA) memerlukan sarana pengangkutan sampah yang terdiri dari dump track/tipper truck, armroll truck, compactor truck, street sweeper vehicle, dan trailer. Dalam memenuhi tersedianya prasarana dan sarana tersebut, maka dibutuhkan
5
biaya dengan jumlah besar yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).Menurut Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah Pasal 1 ayat (14) menyebutkan bahwa APBN adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan daerah yang ditetapkan dengan peraturan daerah. APBD memiliki empat unsur yaitu: 1) Rencana kegiatan suatu daerah, beserta uraiannya secara rinci; 2) Adanya sumber penerimaan yang merupakan target minimal untuk menutupi biaya-biaya sehubungan dengan aktivasi tersebut, dan adanya biaya-biaya yang merupakan batas maksimal pengeluaran-pengeluaran yang akan dilaksanakan; 3) Jenis kegiatan dan proyek yang dituangkan dalam bentuk angka; 4) Periode anggaran yang biasanya 1 (satu) tahun. Jenis-jenis sumber penerimaan Pemerintah Daerah dibagi menjadi dua yaitu pendapatan daerah dan pembiayaan. Pendapatan daerah merupakan hak Pemerintah Daerah yang diakui sebagai penambah nilai kekayaan bersih dalam periode tahun bersangkutan yang terdiri dari Pendapatan Asli Daerah (PAD), Dana Perimbangan, Pinjaman Darah, dan Lain-lain Penerimaan yang sah, sedangkan pembiayaan meliputi Sisa Lebih Perhitungan Anggaran Daerah, Penerimaan Pinjaman Daerah, Dana Cadangan Daerah, dan Hasil Penjualan Kekayaan Daerah yang dipisahkan. Pendapatan Asli Daerah (PAD) adalah pendapatan yang diperoleh daerah dan dipungut berdasarkan peraturan daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Sumber-sumber PAD terdiri dari Pajak Daerah yang dipungut oleh Provinsi dan Pajak Daerah yang dipungut oleh Kabupaten/Kota, Retribusi Daerah, Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan, dan Lain-lain PAD yang sah meliputi hasil penjualan kekyaan daerah yang tidak dipisahkan, jasa giro, pendapatan bunga,
6
keuntungan selisih nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing, komisi, potongan, ataupun bentuk lain akibat dari penjualan/pengadaan barang/jasa oleh daerah. Dana Perimbangan adalah dana yang bersumber dari pendapatan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang dialokasikan kepada daerah untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi yang terdiri atas Dana Bagi Hasil yang dialokasikan kepada daerah berdasarkan presentase untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi, Dana Alokasi Umum yang dialokasikan dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan antar daerah untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi, dan Dana Alokasi Khusus yang dialokasikan kepada daerah tertentu dengan tujuan untuk membantu mendanai kegiatan khusus yang merupakan urusan daerah dan sesuai dengan prioritas nasional. Pinjaman Daerah adalah semua transaksi yang mengakibatkan daerah menerima dari pihak lain sejumlah uang atau manfaat bernilai uang sehingga daerah tersebut dibebani kewajiban untuk membayar kembali, tidak termasuk kredit jangka pendek yang lazim terjadi dalam perdagangan. Lain-lain penerimaan yang sah yaitu bertujuan member peluang kepada daerah untuk memperoleh pendapatan selain pendapatan dari PAD, danaperimbangan, dan pinjaman daerah yang terdiri dari hibah dan dana darurat. Hibah merupakan penerimaan daerah yang berasal dari pemerintah negara asing, badan/lembaga asing, badan/lembaga internasional, pemerintah, badan/lembaga dalam negeri atau perseorangan, baik dalam bentuk devisa, rupiah maupun barang/jasa, termasuk tenaga ahli dan pelatihan yang tidak perlu dibayar kembali, sedangkan dana darurat berasal dari APBN yang dialokasikan kepada daerah yang mengalami bencana nasional, peristiwa luar biasa, dan atau krisis solvabilitas. APBD dikelola dengan langkah membuat perencanaan/penyusunan APBD
7
terlebih dahulu yang disesuaikan dengan kebutuhan penyelenggaraan pemerintahan dan kemampuan pendapatan daerah, adapun perencanaan/penyusunan pengeluaran dalam APBD Kabupaten/Kota dibedakan menjadi tiga yaitu pengeluaran untuk belanja, bagi hasil pendapatan ke Desa/Kelurahan, dan pengeluaran untuk pembiayaan. Pengeluaran untuk belanja dibagi menjadi tiga, yang pertama yaitu belanja operasi, yang terdiri dari belanja pegawai, barang dan jasa, pemeliharaan, perjalanan dinas, pinjaman, subsidi, hibah, bantuan sosial, dan operasioanal lainnya. Belanja yang kedua yaitu belanja modal, yang terdiri dari belanja aset tetap dan aset lain-lain, kemudian belanja yang ketiga yaitu belanja tak tersangka.Sedangkan pengeluaran untuk bagi hasil pendapatan Desa/Kelurahan terdiri dari bagi hasil pajak, retribusi,
dan
pendapatan
ke
Desa/Kelurahan.Kemudian
pengeluaran
untuk
pembiayaan terdiri dari pembayaran pokok pinjaman, penyertaan modal pemerintah, dan pemberian pinjaman kepada BUMD/BUMN/Pemerintah Pusat/Kepala Daerah Otonom. Pada dasarnya yang menjadi sumber paling dasar dari keuangan daerah adalah Pendapatan Asli Daerah (PAD), salah satu dari sumber tersebut yang paling besar adalah sektor retribusi daerah.Semakin tinggi jumlah PAD dalam pendapatan daerah maka menunjukkan bahwa suatu daerah mampu untuk meningkatkan kemampuannya dalam pembiayaan penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan. Retribusi yang dipungut daerah berdasarkan pada peraturan daerah tersebut akan menambah PAD yang selanjutnya dapat digunakan untuk pelaksanaan pembangunan. Salah satu retribusi yang dipungut oleh pemerintah daerah adalah retribusi Pelayanan Persampahan/Kebersihan.Retribusi
Pelayanan
Persampahan/Kebersihan
adalah
pungutan atas pelayanan persampahan/kebersihan yang diberikan oleh Pemerintah Daerah kepada orang pribadi maupun badan.
8
Pemungutan retribusi pelayanan persampahan/kebersihan ini tidak mutlak ada pada setiap daerah Kabupaten/Kota di Indonesia, hal ini berkaitan dengan kewenangan yang diberikan kepada daerah Kabupaten/Kota untuk mengenakan atau tidak suatu jenis retribusi Kabupaten/Kota. Oleh karena itu, untuk dapat dipungut pada suatu daerah Kabupaten/Kota, maka Pemerintah Daerah harus terlebih dahulu menerbitkan peraturan daerah tentang retribusi pelayanan persampahan/kebersihan. Peraturan itu akan menjadi landasan hukum operasional dalam teknis pelaksanaan pengenaan
dan
pemungutan
retribusi
di
daerah
Kabupaten/Kota.Berbagai
permasalahan sampah yang terjadi di Kabupaten Buru pada umumnya menunjukkan bahwa masyarakat tidak bisa mengelola sampah dengan baik yang akhirnya menjadi tanggung jawab Pemerintah Daerah, oleh karena itu Pemerintah Daerah menerbitkan Undang-Undang
Nomor
20
tahun
2011
tentang
Retribusi
Pelayanan
Persampahan/Kebersihan sebagai landasan hukum operasional dan teknis pelaksanaan pengenaan dan pemungutan retribusi, yang selanjutnya dari pemasukan retribusi tersebut dapat meningkatkan sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan nantinya akan berdampak pada meningkatnya pelayanan persampahan/kebersihan. Dari hasil wawancara dengan Sekretaris Daerah Kabupaten Buru, diketahui pendapatan sektor retribusi pelayanan persampahan/kebersihan terjadi peningkatan, pada tahun 2011 adalah sebesar Rp.128.700.000.00,- dari target Rp.100.000.000,00-, dan padatahun 2012 pemasukan bertambah sebesar Rp.172.812.000.00,- dari target Rp.142.000.000,-,. Pada tahun 2013 sejak diterbitkannya Peraturan Bupati Buru Nomor
10
Tahun
2013
tentang
Perubahan
Tarif
Retribusi
Pelayanan
Persampahan/Kebersihan, pemasukan mencapai angka Rp.254.229.000.00,- dari target Rp.700.000.000,00,-. Yang seharusnya dibayar namun tidak dibayar oleh wajib
9
retribusi2 Diterbitkannya peraturan tersebut maka Pemerintah Daerah berharap adanya pemasukan yang lebih banyak dari pada tahun-tahun sebelumnya, namun tidak tercapainya target pada tahun 2013 menunjukkan bahwa sebagian dari wajib retribusi tidak memenuhi kewajibannya atau dengan kata lain tidakmematuhi peraturan yang berlaku karena dimungkinkan adanya keberatan dari wajib retribusi untuk mebayar retribusi.Dalam hal ini, wajib retribusi merupakan pribadi atau badan yang diwajibkan untuk melakukan pembayaran retribusi. Terkait dengan penegakan peraturan pelayanan retribusi, maka bagi yang tidak melaksanakan kewajibannya untuk membayar retribusi tidak akan mendapatkan pelayanan persampahan/kebersihan dari pemerintah. Di Kabupaten Buru, khususnya Namlea yang merupakan ibukota kabupaten saat ini mempunyai 21 (dua puluh satu) sektor. Sektor merupakan bak sampah permanen yang menjadi tempat pembuangan awal bagi masyarakat dalam ruang lingkup rumah tinggal, yang mana tidak termasuk toko, kantor ataupun sejenisnya yang digunakan sebagai tempat usaha yang bersifat ekonomis. Satu sektor disediakan kurang lebih untuk 40 (empat puluh) rumah tinggal, tentunya denganmetode seperti ini akan sulit untuk diketahui apabila ada yang tidak membayar retribusi namun tetap membuang sampah ke sektor tersebut, hal ini terkait dengan penerapan sanksinya yang tidak bisa dilaksanakan secara maksimal karena tidak mengetahui secara jelas wajib retribusi mana yang tidak melaksanakan kewajibannya. Berbeda dengan rumah tinggal, bagi setiap tempat usaha telah disediakan oleh pemerintah masing-masing satu tempat sampah plastik, yang mana dengan metode seperti ini lebih mudah untuk mengetahui wajib retribusi mana yang membayar maupun yang tidak membayar
2
Wawancara dengan Abdul Adjid Soulisa, S.E., Sekretaris Daerah Kabupaten Buru pada tanggal 5 April 2014
10
retribusi.Oleh sebab itu terkait dengan penerapan peraturan mengenai
retribusi
pelayanan persampahan/kebersihan ini sangat menarik untuk diteliti, sekaligus untuk mengetahui bagaimana penegakan penegakan sanksi bagi yang tidak membayar retribusi. Dari fakta bahwa tidak dipatuhinya Peraturan Bupati Buru Nomor 10 Tahun 2013 tentang Perubahan Tarif Retribusi Pelayanan Persampahan/Kebersihan menimbulkan pertanyaan tepat atau tidaknya pembentukkan produk hukum tersebut. Dalam
membuat
kebijakan
mengenai
perubahan
tarif
pelayanan
persampahan/kebersihan sudah seharusnya Pemerintah Daerah Kabupaten Buru tunduk dan patuh terhadap asas-asas hukum dan berpedoman pada teori-teori pembentukan
peraturan
perundang-undangan.
Salah
satunya
adalah
Asas
Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan yang terdapat dalam ketentuan Bab II Pasal 5 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan, yang meliputi kejelasan tujuan, kelembagaan atau pejabat pembentuk yag tepat, kesesuaian antara jenis, hierarki, dan materi muatan, dapat dilaksanakan,
kedayagunaan
dan
kehasilgunaan,
kejelasan
rumusan,
serta
keterbukaan. B. RUMUSAN MASALAH Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka dapat ditarik beberapa masalah sebagai berikut: 1. Bagaimana penerapan Peraturan Bupati Buru Nomor 10 Tahun 2013 tentang Perubahan Tarif Retribusi Pelayanan Persampahan/Kebersihan di Kabupaten Buru? 2. Apa sanksi yang diberikan oleh Pemerintah Daerah bagi masyarakat yang tidak mematuhi Peraturan Bupati Buru Nomor 10 Tahun 2013 tentang Perubahan Tarif
11
Retribusi Pelayanan Persampahan/Kebersihan? 3. Bagaimana kesesuaian antara Peraturan Bupati Buru Nomor 10 Tahun 2013 tentang Perubahan Tarif Retribusi Pelayanan Persampahan/Kebersihan dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan? C. TUJUAN PENELITIAN Tujuan yang hendak dicapai oleh penulis dalam Penulisan Hukum ini terdapat 2 (dua) hal, yaitu: 1. Tujuan Obyektif a. Untuk mengetehui penerapan Peraturan Bupati Buru Nomor 10 Tahun 2013 tentang Perubahan Tarif Retribusi Pelayanan Persampahan/Kebersihan. b. Untuk mengetahui sanksi yang diberikan oleh pemerintah daerah bagi masyarakat yang tidak mematuhi Peraturan Bupati Buru Nomor 10 Tahun 2013 tentang Perubahan Tarif Retribusi Pelayanan Persampahan/Kebersihan. c. Untuk mengetahaui kesesuaian antara Peraturan Bupati Buru Nomor 10 Tahun 2013 tentang Perubahan Tarif Retribusi Pelayanan Persampahan/Kebersihan dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukkan Peraturan Perundang-Undangan. 2. Tujuan Subyektif: Untuk menjadi persyaratan dalam memeperoleh gelar sarjana di fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada. D. KEASLIAN PENELITIAN Berdasarkan pengamatan dan sepanjang pengetahuan penulis belum pernah diteliti oleh siapapun akan tetapi mengenai retribusi telah ada yang meneliti, namun berbeda fokus permasalahannya,adapun penelitian tersebut antara lain:
12
1. Berjudul “Kebijakan Retribusi Kebersihan Dalam Sistem Keuangan Daerah di Kota Yogyakarta” oleh Shinta Permata Surya, NIM 03/167123/HK/16239, bagian Hukum Pajak tahun 2008. Penulisan hukum ini secara khusus mengangkat pokok permasalahan realisasi pengaturan Retribusi Persampahan/Kebersihan dalam sistem keuangan daerah di Kota Yogyakarta dan kesesuaiannya dengan asas pelayanan terhadap publik dan asas keadilan. Penulisan hukum tersebut berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh penulis. Penulisan hukum yang dilakukan oleh penulis mengangkat pokok permasalahan analisis terhadap Peraturan Bupati Buru Nomor 10 Tahun 2013 tentang Perubahan Tarif Retribusi Pelayanan Persampahan/Kebersihan yaitu dikhususkan pada kesesuaian Peraturan Bupati tersebut tersebut dengan Asas-Asas Pembentukan Peraturan PerundangUndangan. Dengan demikian penulisan hukum yang berkaitan dengan retribusi persampahan/kebersihan di Kabupaten Buru, khususnya mengenai “Analisis Peraturan Bupati Buru Nomor 10 Tahun 2013 tentang Perubahan Tarif Retribusi Pelayanan Persampahan/Kebersihan” belum pernah dilakukan. Dengan demikian penelitian ini adalah asli. E. MANFAAT PENELITIAN Manfaat penelitian yang dilakukan oleh penulis antara lain: 1. Bagi Pembangunan Nasional Agar dapat dijadikan pedoman atau panutan bagi pemerintah, terutama masyarakat secara umum agar dapat mengetahui serta mamahami aspek-aspek yuridis. 2. Bagi Ilmu Pengetahuan Diharapkan hasil dari proses penelitian hingga membentuk sebuah penulisan hukum, dapat memberikan kontribusi pengembangan ilmu pengetahuan pada
13
umumnya dan pengembangan dalam bidang Hukum Administrasi Negara pada khususnya. 3. Bagi Peneliti Penelitian ini diharapkan dapat memeperluas wawasan dan menambah cakrawala pengetahuan hukum bagi Penulis.