BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Semenjak diterbitkannya Undang-Undang No. 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik yang mulai berlaku efektif sejak 1 Mei 2010, memberikan angin segar bagi masyarakat publik. Dalam peraturan tersebut memberikan perlindungan hukum bagi masyarakat publik terhadap jaminan hak akses informasi publik semakin nyata. Sebagaimana telah diatur dalam UU No. 14 Tahun 2008 tentang definisi Sengketa Informasi Publik yaitu sengketa yang terjadi antara Badan Publik dan Pengguna Informasi Publik yang berkaitan dengan hak memperoleh dan menggunakan informasi berdasarkan perundangundangan. Dalam hal ini pihak masyarakat publik yang kesulitan mengakses informasi publik di yang dikelola oleh suatu Badan Publik dapat melakukan upaya hukum. Terhadap upaya hukum tersebut menurut UU No. 14 Tahun 2008 disediakan berupa: (1) Keberatan kepada atasan Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID); (2) Penyelesaian Sengketa melalui Komisi Informasi; (3) Gugatan ke Pengadilan; (4) Pengajuan Kasasi ke Mahkamah Agung. Dalam hal ini, menurut UU No. 14 Tahun 2008 mengatur bahwa upaya hukum tersebut harus dilakukan secara berurutan. Terhadap skema upaya hukum tersebut memiliki kemiripan dengan proses dalam penyelesaian Sengketa Tata Usaha Negara di mana mengenai upaya hukum 1
berupa keberatan kepada atasan PPID dan penyelesaian sengketa melalui Komisi Informasi dapat diklasifikasikan sebagai upaya administratif, karena prosesnya wajib dilakukan sebelum sampai ke tahap Gugatan di Pengadilan. Sehingga fungsi utama dari lembaga peradilan adalah sebagai ultimum remidium dapat terpenuhi. Dalam upaya hukum berupa keberatan kepada atasan PPID dalam UU No. 14 Tahun 2008 hanya di atur secara umum berupa musyawarah, sehingga terhadap tata cara proses hukumnya
dikembalikan kepada Badan Publik yang
bersangkutan, bahkan menurut PERKI No. 1 Tahun 2013 tentang Prosedur Penyelesaian Sengketa Informasi Publik sendiri menyatakan bahwa sangat dimungkinkan sekali jika oleh atasan PPID untuk tidak menanggapi adanya upaya hukum berupa Keberatan tersebut (Pasal 5). Selanjutnya terhadap upaya hukum berupa penyelesaian sengketa di Komisi Informasi telah diatur secara umum di dalam UU No. 14 Tahun 2008 dan diatur secara khusus di PERKI No. 1 Tahun 2013. Mengenai Komisi Informasi sendiri adalah lembaga mandiri yang berfungsi menjalankan Undang-Undang ini dan peraturan pelaksanaannya, menetapkan petunjuk teknis standar layanan Informasi Publik dan menyelesaikan Sengketa Informasi Publik melalui mediasi dan/atau ajudikasi non litigasi (Pasal 23 UU No. 14 Tahun 2008). Komisi Informasi dalam melaksanakan wewenang dan tugasnya untuk menyelesaikan Sengketa Informasi Publik harus berpedoman dengan asas cepat, tepat, biaya ringan, dan sederhana (Pasal 2 PERKI No. 1 Tahun 2013). Sengketa Informasi Publik yang berhasil diselesaikan melalui proses mediasi di Komisi Informasi jelas tidak mungkin dilakukan upaya hukum gugatan ke Pengadilan karena 2
hasilnya berupa kesepakatan seperti proses mediasi di bidang keperdataan yang mana berlaku adalah pacta sunt servanda. Sedangkan terhadap Putusan Komisi Informasi yang diselesaikan secara ajudikasi non litigasi apabila salah satu atau para pihak tidak ada yang mengajukan keberatan secara tertulis ke Pengadilan maka putusan Komisi Informasi berkekuatan hukum tetap (inkracht). Atas pertimbangan hal tersebut, di sini penulis tertarik untuk mengangkat bagaimana Komisi Informasi Daerah Istimewa Yogyakarta dalam menangani Sengketa Informasi Publik, sebab dalam sebuah Sengketa Informasi Publik sebelum masuk ke Pengadilan wajib untuk diselesaikan melalui Komisi Informasi. Maka perlu diperjelas apakah pelaksanaan yang sudah dilakukan oleh Komisi Informasi sudah melindungi kepentingan pemohon informasi selaku masyarakat dalam memperoleh informasi publik, sesuai dengan asas cepat, tepat, biaya ringan dan sederhana (Pasal 2 PERKI No. 1 Tahun 2013). Selanjutnya apabila dari putusan Komisi Informasi yang telah memiliki kekuatan hukum tetap apakah dapat menjamin dapat dieksekusinya dari putusan Komisi Informasi tersebut mengingat Komisi Informasi adalah lembaga semi peradilan atau quasi judicial.
B. Rumusan Masalah 1.
Bagaimana pelaksanaan kewenangan Komisi Informasi DIY dalam menyelesaikan Sengketa Informasi Publik?
2.
Bagaimana pelaksanaan eksekusi terhadap putusan Komisi Informasi DIY di luar Pengadilan yang dimintakan di PTUN atau Pengadilan Negeri?
3
C. Tujuan Penelitian 1. Mengetahui, mengkaji, dan menganalisis
sejauh mana
pelaksanaan
Kewenangan Komisi Informasi DIY dalam menyelesaikan Sengketa Informasi Publik sehingga dapat disimpulkan apakah sudah sesuai dengan asas cepat, tepat, biaya ringan dan sederhana. 2. Mengetahui, mengkaji, dan menganalisis pelaksanaan eksekusi putusan Komisi Informasi DIY di luar Pengadilan yang dimintakan di PTUN sehingga dapat disimpulkan apakah sudah menjamin kepastian hukum.
D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat bagi Ilmu Pengetahuan Penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan pada umumnya dan bermanfaat bagi ilmu Hukum Administrasi Negara. 2. Manfaat bagi Kehidupan Praktis Penelitian ini diharapkan bermanfaat sebagai tambahan informasi bagi pembaca maupun para pencari keadilan yang ingin mengetahui tentang penyelesaian Sengketa Informasi Publik di Komisi Informasi.
E. Keaslian Penelitian Oleh Penulis telah dilakukan penelusuran sebelumnya bahwa pernah dilakukan penelitian dengan tema besar yang berkaitan dengan analisis sengketa informasi publik oleh:
4
1.
Dewi Eliza Kusumaningrum, S.H. yang berjudul Kewenangan Pengadilan Tata Usaha Negara dalam Menyelesaikan Sengketa Informasi Publik berdasarkan Undang-Undang No. 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik dalam Rangka Memberikan Kepastian Hukum bagi Pencari Keadilan, dengan perumusan masalah sebagai berikut: a. Bagaimanakah pelaksanaan kewenangan Pengadilan Tata Usaha Negara dalam menyelesaikan Sengketa Informasi Publik berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik? b. Bagaimanakah analisis yuridis sinkronisasi horizontal antara UndangUndang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik dengan Undang-Undang tentang Peradilan Tata Usaha Negara? c. Apakah
kewenangan
Pengadilan
Tata
Usaha
Negara
dalam
menyelesaikan Sengketa Informasi Publik berdasarkan UndangUndang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik dapat memberikan kepastian hukum bagi pencari keadilan? d. Langkah-langkah hukum apa yang ditempuh agar kewenangan Pengadilan Tata Usaha Negara dalam menyelesaikan Sengketa Informasi Publik berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik dapat memberikan kepastian hukum bagi pencari keadilan? 5
2.
Noviyah Wongso S. yang berjudul Implementasi Kebijakan Komisi Informasi Pusat Dalam Menyelesaikan Sengketa Informasi Publik Berdasarkan Peraturan Komisi No. 2 Tahun 2010, dengan perumusan masalah sebagai berikut: a. Bagaimana tahap-tahap implementasi kebijakan Komisi Informasi Pusat dalam proses penyelesaian Sengketa Informasi Publik berdasarkan Peraturan Komisi Informasi No. 2 Tahun 2010? b. Bagaimana tingkat keberhasilan implementasi? c. Faktor apa yang menjadi pendukung dan penghambat keberhasilan implementasi? Bahwa terhadap penelitian di atas tersebut memiliki perbedaan, karena
dalam penelitian yang dilakukan oleh Penulis ini dilakukan di Yogyakarta dan lebih dikhususkan terhadap penyelesaian Sengketa Informasi Publik di Komisi Informasi Yogyakarta serta bagaimana eksekusinya atas putusan Komisi Informasi Yogyakarta yang sudah berkekuatan hukum tetap, sehingga penelitian ini dengan Judul Pelaksanaan Kewenangan Komisi Informasi Daerah Istimewa Yogyakarta dalam Menyelesaikan Sengketa Informasi Publik adalah asli.
6