1
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Berbagai pengaruh perubahan yang terjadi akibat reformasi menuntut organisasi baik organisasi swasta maupun pemerintah untuk mengadakan inovasiinovasi dan strategi-strategi yang tepat guna menghadapi berbagai tantangan dan masalah yang akan terjadi. Dalam kerangka mengatasi tantangan perubahan tersebut serta memberikan kepastian akan pencapaian tujuan organisasinya, instansi pemerintah harus berupaya menyusun kebijakan yang selaras dengan berbagai perubahan dan perkembangan lingkungan. Dampak
dari perubahan-perubahan yang terjadi akan memunculkan
masalah dari berbagai aspek dan mampu menjadi batu sandungan bagi seluruh instansi pemerintah. Salah satu masalah serius yang tengah mendera negara Indonesia ini yaitu tidak proporsionalnya jumlah Pegawai Negeri Sipil dari jumlah yang diperlukan. Fenomena tersebut menjadi sorotan utama bagi Pemerintah Provinsi Jawa Barat ketika jumlah Pegawai Negeri Sipil yang sedang menjabat di lingkungan Provinsi Jawa Barat melebihi jumlah ideal yang diperlukan. Menurut data resmi dari Badan Kepegawaian Daerah Provinsi Jawa Barat, jumlah Pegawai Negeri Sipil yang sedang menjabat dilingkungan Pemerintah Provinsi Jawa Barat sebanyak 14.662 orang di tahun 2011. Berdasarkan hasil analisis kebutuhan
2
pegawai, jumlah tersebut tidak sesuai dengan jumlah Pegawai Negeri Sipil yang diperlukan sebenarnya yaitu sebanyak 11.755 orang. Pernyataan
tersebut
diperkuat
dengan
1
fakta
bahwa
anggaran
pembangunan Provinsi Jawa Barat dikuras oleh anggaran belanja pegawai yang membengkak. Idealnya belanja pegawai tidak boleh lebih dari 50% penggunaan APBD. Namun, berdasarkan data APBD 2010 (per 25 Juni 2010) yang dikutip dari VIVAnews Jumat 8/7/2011
yang merujuk
pada Direktorat Jenderal
Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan, memang terlihat banyak daerah porsi belanja pegawai di atas 50 persen yang diantaranya terjadi di daerah Jawa Barat yaitu Kabupaten Tasikmalaya yang menggunakan 75% APBD untuk belanja pegawai serta Kabupaten Kuningan menggunakan 72% dari APBD untuk belanja pegawai. Dalam hal ini birokrasi yang gemuk akan banyak menyedot anggaran
daerah
dan
selanjutnya
menjadi
penghambat
bagi
pelaksanaan
pembangunan.2 Pembengkakan jumlah PNS yang tidak sesuai dengan beban kerja tersebut akan menjadi penyebab banyaknya PNS yang indisipliner seperti berkeliaran saat jam kerja karena tidak ada tugas yang harus dilakukan yang selanjutnya mampu menciptakan kondisi high cost bureaucracy. Keuangan Negara terkuras karena tingginya tingkat biaya yang dikeluarkan oleh pemerintah untuk menggaji dan memfasilitasi PNS yang mana biaya tersebut belum bisa terbayar dengan produktivitas yang dihasilkan. 1
Laporan Pelaksanaan Kegiatan Rasionalisasi PNS melalui Program Pensiun Dini di Lingkungan
Provinsi Jawa Barat tahun 2011 2
www. VIVAnews.com Jumat 8/7/2011 diakses pukul 17.05 WIB
3
Gambar 1.1. PERKEMBANGAN JUMLAH PNSD PROVINSI JAWA BARAT 15000 14431
14500 14000
14691 14597 14662
13998 13666 13383
13500
12946
13000 12500 12000 2004
2005
2006
2007
2008
2009
2010
2011
Tahun
Sumber: Bidang Pengadaan dan Informasi Kepegawaian Dari data tersebut terlihat pembengkakan PNSD Provinsi Jawa Barat sudah dimulai sejak
tahun 2007
dan jika hal tersebut terus dibiarkan,
dikhawatirkan pembengkakan akan terus berlangsung bahkan semakin besar sehingga dapat merugikan negara. Selain pembengkakan tersebut, banyak pula PNSD Provinsi Jawa Baratyang sudah termasuk kedalam kategori kurang produktiv yaitu PNSD yang sudah berusia lebih dari 50 tahun. Tabel 1.1 PROPORSI PNSD PROVINSI JAWA BARAT BERDASARKAN USIA Usia Jumlah PNSD Persentase <= 25 tahun 238 1,63% 26-30 tahun 872 5,97% 31-35 tahun 1.519 10,41% 36-40 tahun 2.133 14,61% 41-45 tahun 3.144 21,54% 46-50 tahun 3.569 25,07% 51-26 tahun 2.900 19,87% 56-60 tahun 117 0,80% 61> tahun 15 0,10% Total 14.597 100,00% Sumber: Bidang Pengadaan dan Informasi Kepegawaian, 31 Desember 2010
4
Dari fakta dan data tersebut dapat dilihat bahwa jumlah PNS Pemprov Jawa Barat sebesar 20,77% dianggap sudah kurang produktif dan sulit untuk dikembangkan
atau
ditingkatkan
kemampuannya.
Selanjutnya
hal
tersebut
melatarbelakangi Pemerintah Provinsi Jawa Barat mengeluarkan kebijakan berupa Peraturan Gubernur Nomor 81 Tahun 2009 tentang Rasionalisasi Pegawai Negeri Sipil. Peraturan tersebut menghendaki adanya perampingan jumlah Pegawai Nederi Sipil di Lingkungan Pemerintah Provinsi jawa Barat melalui program pensiun dini.3 Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Provinsi Jawa Barat sebagai instansi pemerintah yang mengatur dan mengelola mengenai kepegawaian di lingkungan Pemerintah Provinsi Jawa Barat, dalam hal ini merupakan tim teknis serta tonggak utama dalam pelaksanaan Peraturan Gubernur mengenai rasionalisasi PNS melalui Program pensiun dini tersebut. Inovasi dan keberanian Pemerintah Provinsi Jabar dalam melakukan terobosan mengenai program rasionalisasi PNS tersebut patut diberi apresiasi yang tinggi. Mengingat pada saat ini program rasionalisasi PNS yang dilakukan Pemprov Jabar, masih belum bisa diikuti oleh daerah-daerah lain di Indonesia yang mana hampir mengalami permasalahan yang sama yaitu kelebihan Pegawai Negeri Sipil. Akan tetapi, ada hal yang sangat perlu diperhatikan oleh Badan Kepegawaian Daerah Provinsi Jawa Barat sebagai Pelaksana program rasionalisai PNS. Pemerintah boleh jadi mempunyai sejumlah kebijakan beserta tujuan pembanguanan yang layak dipuji, seperti Pergub No 81 tahun 2009 tentang
3
Arsip Bidang Pengadaan dan Informasi Kepegawaian, 31 Desember 2010
5
rasionalisasi PNS. Sayangnya, dalam menterjemahkan kebijakan tersebut kedalam program-program dan proyek-proyek, pada saat tingkat implementasi terdapat sandungan yang berat.4 Pegawai Negeri Sipil Sebagai administrator
dan pelaksana kebijakan
sudah tentu harus mempunyai tingkat kepekaan yang tinggi terhadap masalah yang berkembang serta harus mampu memahami kebijakan yang dibuatnya. Menurut islamy, administrator yang berorientasi kepada kepentingan publik yaitu yang mempunyai responsivitas yang tinggi terhadap masalah, kebutuhan dan tuntutan publik serta selalu berupaya secara efektif untuk meningkatkan mutu kebijakan yang dibuatnya sesuai dengan kepentingan publik. 5 Implementasi yang baik yaitu pencapaian hasil harus sesuai dengan target dan tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya (efektif). Dari seluruh rangkaian kegiatan dan pelaksanaan program pensiun dini tersebut selanjutnya menghasilkan rekomendasi terhadap PNS yang telah memenuhi syarat dan prosedur yang berlaku untuk diberikan hak pensiun dini. Maka dari itu perlu diperhatikan apakah pemberian rekomendasi hak pensiun dini tersebut telah sesuai dengan prosedur dan sesuai dengan target-target yang harus dicapai. Menurut tercapainya sebelumnya.
4
Handayaningrat,
sasaran
atau
tujuan
Efektivitas
adalah
sesuai dengan
pengukuran yang
telah
dalam arti direncanakan
Oleh karena itu, efektivitas dari pelaksanaan program pensiun dini
Waluyo. 2007. Manajemen Publik (konsep, aplikasi dan implementasinya dalam pelaksanaan otonomi daerah). Manda Maju. Bandung hal 48 5 Islamy, Irfan. 1994. Prinsip-prinsip Perumusan Kebijakan Negara. Bumi Aksara. Jakarta hal 15
6
tersebut menjadi hal yang penting dan perlu diperhatikan agar tercipta keadaan yang sesuai dengan harapan yang telah ditentukan bersama. 6 Oleh karena itu, berdasarkan fenomena-fenomena dan penjelasan teori diatas mengenai latar belakang masalah implementasi kebijakan berupa Pergub No 81 tahun 2009 tentang Rasionalisasi PNS, maka perlu kiranya kajian yang lebih mendalam mengenai hal tersebut agar berbagai masalah dan hambatan dalam proses implementasi dapat diantisipasi dan diatasi sehingga selanjutnya kebijakan yang telah dibuat dan dirumuskan oleh pemerintah tersebut mampu menciptakan
kondisi
yang
positif.
Dengan
demikian
penulis
bermaksud
mengadakan penelitian ilmiah dengan judul Pengaruh Implementasi Peraturan Gubernur Jabar Nomor 81 Tahun 2009 Tentang Rasionalisasi PNS Terhadap Efektivitas Pemberian Rekomendasi Hak Pensiun Dini oleh Badan Kepegawaian Daerah Provinsi Jawa Barat. 1.2. Identifikasi Masalah Dalam proses implementasi kebijakan rasionalisasi PNS tersebut, Badan Kepegawaian Daerah Provinsi Jawa Barat selaku instansi yang mendapat mandat untuk mengimplementasikan kebijakan tersebut masih mengalami masalah dan hambatan-hambatan. Masalah-masalah tersebut antara lain : a. Target tahunan sebagaimana komitmen bersama dalam pelaksanaan Program Rasionalisasi PNS sebesar 450 orang dalam 5 tahun atau 90 orang per tahun (PNS yang berhasil dirasionalisasi), masih belum bisa
6
Handayaningrat.1996. Pengantar Studi Administrasi Dan Manajemen. Jakarta: Kencana Prenada Media Group hal 16
7
tercapai dimana pencapaian target tahunan untuk tahun 2010 sebanyak 53 orang PNS dan tahun 2011 hampir mendekati target yaitu sebanyak 83 orang PNS. Hal ini terjadi karena terbatasnya sumber daya pendukung
yaitu
anggaran
tahunan
yang
digelontorkan
oleh
Pemerintah Daerah Jawa Barat ternyata belum cukup untuk menangani pembiayaan 90 orang PNS yang akan di Rasionalisasi (pensiun dini).
7
b. Dalam proses pelaksanaan Rasionalisasi PNS, masih terjadi kesalahan atau kekurangan dari para PNS yang mengajukan diri untuk dipensiundinikan
dalam
melengkapi
berbagai
syarat-syarat
yang
telah
ditentukan. Menyikapi hal tersebut, sebenarnya Badan Kepegawaian Daerah telah melakukan sosialisasi serta dilanjutkan dengan acara konseling bagi para PNS yang ingin mengetahui lebih jelas mengenai prosedur pelaksanaan dan pengajuan pensiun dini, namun dari daftar hadir acara sosialisasi Pergub tersebut ternyata masih ada OPD dari daerah-daerah di lingkungan Provinsi Jawa Barat yang tidak ikut serta dan hadir dalam acara sosialisasi Pergub No 81 Tahun 2009 Tentang Rasionalisasi PNS tersebut.8 c. Jarak koordinasi yang jauh menyulitkan Tim Rasionalisasi yang terdiri dari beberapa instansi pemerintahan di Provinsi Jawa Baat (Sekda Prov. Jabar, BKD Prov. Jabar, Inspektur Prov. Jabar, Biro Keuangan Sekda, Administrator Sekda) untuk melakukan intensitas komunikasi
7
Laporan Pelaksanaan Kegiatan Rasionalisasi PNS melalui Program Pensiun Dini di Lingkungan Provinsi Jawa Barat tahun 2011. 8 Arsip Subbid Kepangkatan dan Pensiun, daftar hadir sosialisasi pelaksanaan Rasionalisasi PNS.
8
yang berkaitan dengan pelaksanaan Pergub No 81 Tahun 2009 Tentang Rasionalisasi PNS. d. Keterediaan sumber daya merupakan topik utama pembicaraan para pelaksana kebijakan. Anggaran yang kurang memadai menjadi batu sandungan untuk tercapainya target jumlah PNS yang dirasionalisasi per tahun. Selain itu tingkat ketersediaan SDM yang masih rendah baik dari segi jumlah maupun kemampuan merupakan salah satu faktor yang dapat menghambat terlaksananya tujuan Pergub No 81 Tahun 2009 Tentang Rasionalisasi PNS. Smith berpendapat bahwa di negara-negara dunia ketiga, implementasi kebijakan publik justru merupakan batu sandungan terberat dan serius bagi efektivitas pelaksanaan kebijakan pembangunan. Solichin menambahkan bahwa ada sejumlah alasan yang dapat dijelaskan mengenai implementasi kebijakan sebagai batu sandungan dalam mewujudkan efektivitas organisasi, yang salah satunya penyebab adanya birokrasi pemerintah belum merupakan kesatuan yang efektif dan berorientasi kepada tujuan.9 Dari pernyataan tersebut jelas bahwa efektivitas dari sebuah implementasi kebijakan merupakan masalah yang serius bagi keberhasilan kebijakan-kebijakan yang dirumuskan pemerintah sehingga kebijakan yang dirumuskan tidak menjadi problem
solving
yang
baik
dalam memecahkan
masalah
dan
memenuhi
kebutuhan-kebutuhan publik.
9
Abdul Wahab, Solichin. 1990. Analisis Kebijakan dari Formulasi ke Implementasi Kebijakan Negara. Jakarta: Bumi Aksara. hal 100 dan 150.
9
1.3. Rumusan Penelitian Untuk mempermudah penelitian ini dan agar penelitian ini memiliki arah yang jelas, maka terlebih dahulu dirumuskan permasalahan yang akan diteliti. Berdasarkan uraian latar belakang dan identifikasi masalah yang telah dijelaskan diatas, maka rumusan penelitian ini adalah: a.
Seberapa
besar
pengaruh
komunikasi dalam pelaksanaan Peraturan
Gubernur
Nomor 81 tahun 2009 tentang Rasionalisasi PNS terhadap
efektivitas
pemberian
rekomendasi
hak
pensiun
dini
oleh
Badan
Kepegawaian Daerah Provinsi Jawa Barat? b.
Seberapa besar pengaruh sumber daya dalam pelaksanaan Peraturan Gubernur
Nomor 81 tahun 2009 tentang Rasionalisasi PNS terhadap
efektivitas
pemberian
rekomendasi
hak
pensiun
dini
oleh
Badan
Kepegawaian Daerah Provinsi Jawa Barat? c.
Seberapa besar pengaruh disposisi dalam pelaksanaan Peraturan Gubernur Nomor 81 tahun 2009 tentang Rasionalisasi PNS terhadap efektivitas pemberian rekomendasi hak pensiun dini oleh Badan Kepegawaian Daerah Provinsi Jawa Barat?
d.
Seberapa besar pengaruh struktur birokrasi dalam pelaksanaan Peraturan Gubernur Nomor 81 tahun 2009 tentang Rasionalisasi PNS terhadap efektivitas
pemberian
rekomendasi
hak
pensiun
dini
oleh
Badan
Kepegawaian Daerah Provinsi Jawa Barat? e.
Seberapa besar pengaruh implementasi Peraturan Gubernur
Nomor 81
tahun 2009 tentang Rasionalisasi PNS terhadap efektivitas pemberian
10
rekomendasi hak pensiun dini oleh Badan Kepegawaian Daerah Provinsi Jawa Barat? 1.4. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian yang berkaitan dengan pengaruh implementasi Peraturan Gubernur Jawa Barat nomor 81 tahun 2009 tentang rasionalisasi PNS terhadap efektivitas pemberian rekomendasi hak pensiun dini pada Badan Kepegawaian Daerah Provinsi Jawa Barat, adalah: a. Untuk
mengetahui
Seberapa
besar
pelaksanaan Peraturan Gubernur Rasionalisasi PNS
terhadap
pengaruh
Nomor 81
efektivitas
komunikasi
dalam
tahun 2009 tentang
pemberian
rekomendasi hak
pensiun dini oleh Badan Kepegawaian Daerah Provinsi Jawa Barat b. Untuk
mengetahui
Seberapa
besar
pelaksanaan Peraturan Gubernur Rasionalisasi PNS
terhadap
pengaruh Nomor 81
efektivitas
sumber
daya
dalam
tahun 2009 tentang
pemberian
rekomendasi hak
pensiun dini oleh Badan Kepegawaian Daerah Provinsi Jawa Barat. c. Untuk mengetahui Seberapa besar pengaruh disposisi dalam pelaksanaan Peraturan Gubernur
Nomor 81 tahun 2009 tentang Rasionalisasi PNS
terhadap efektivitas pemberian rekomendasi hak pensiun dini oleh Badan Kepegawaian Daerah Provinsi Jawa Barat. d. Untuk mengetahui Seberapa besar pengaruh struktur birokrasi dalam pelaksanaan
Peraturan
Rasionalisasi PNS
Gubernur
terhadap
Nomor
efektivitas
81
tahun
pemberian
2009
tentang
rekomendasi hak
pensiun dini oleh Badan Kepegawaian Daerah Provinsi Jawa Barat.
11
e. Untuk
mengetahui Seberapa besar pengaruh implementasi Peraturan
Gubernur
Nomor 81 tahun 2009 tentang Rasionalisasi PNS terhadap
efektivitas
pemberian
rekomendasi
hak
pensiun
dini
oleh
Badan
Kepegawaian Daerah Provinsi Jawa Barat. 1.5. Kegunaan Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan harapan dapat berguna bagi berbagai pihak baik secara teoritis maupun praktis, yaitu: a. Teoritis Secara teoritis, dari hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan nilai tambah (kontribusi) bagi pengembangan konsep-konsep dan teori-teori Ilmu Administrasi Negara dan Manajemen Pemerintahan yang dapat dijadikan sebagai bahan acuan dalam suatu kebijakan publik dan perbaikan-perbaikan dalam pelayanan publik. b. Praktis 1) Kegunaan bagi penulis, semoga dengan dilakukannya penelitian ini menambah wawasan penulis dalam bidang keilmuan administrasi Negara. 2) Kegunaan bagi instansi, semoga dengan adanya penelitian ini dapat memberikan masukan bagi Badan Kepegawaian Daerah Provinsi Jawa Barat dalam melaksanakan kebijakan-kebijakan pemerintah khususnya mengenai Pergub abar No 81 tahun 2009 tentang Rasionalisasi PNS. 3) Kegunaan bagi universitas, semoga dengan adanya penelitian ini dapat menambah khazanah keilmuan khususnya bidang admnistrasi Negara.
12
4) Kegunan bagi peneliti lainnya, semoga dengan adanya penelitian ini menjadi dasar dalam melakukan penelitian lain yang berhubungan dengan implementasi Kebijakan. 1.6. Kerangka Pemikiran Menurut pakar implementasi kebijakan
yaitu George Edward III,
implementasi kebijakan merupakan proses yang krusial karena seberapa baiknya suatu kebijakan kalau tidak dipersiapkan dan direncanakan dengan baik, maka apa yang menjadi tujuan kebijakan publik sebaliknya,
tidak
akan terwujud.
Begitu pula
bagaimanapun baiknya persiapan dan perencanaan implementasi
kebijakan, kalau kebijakannya tidak dirumuskan dengan baik apa yang menjadi tujuan kebijakan juga tidak bias dicapai. Oleh karena itu untuk mencapai tujuan kebijakan
perumusan
kebijakan
dan
implementasi harus dipersiapkan dan
direncanakan dengan baik. Dalam rangka mempersiapkan dan merencanakan implementasi kebijakan tersebut,
maka perlu dirumuskan dan diperhatikan
berbagai faktor-faktor penting yang dapat mempengaruhi tingkat keberhasilan dalam melaksanakan kebijakan-kebijakan pemerintah. Edward III merumuskan empat faktor yang merupakan syarat utama keberhasilan proses implementasi, yaitu:10 a. Komunikasi; b. Sumber daya; c. Disposisi; d. Struktur birokrasi. 10
Juliartha, Edward. 2009. Model Implementasi Kebijakan Publik. Jakarta: Trio Rimba Persada hal 58
13
Penjelasan menyatakan
diatas
bahwa
dapat
implementasi
diperkuat kebijakan
dengan
pendapat
seseungguhnya
Grindle bukan
yang
sekedar
bersangkut paut dengan mekanisme penjabaran keputusan-keputusan politik kedalam prosedur-prosedur rutin lewat saluran-saluran birokrasi, melainkan lebih dari itu, implementasi menyangkut masalah konflik, keputusan dan siapa yang memperoleh apa dari kebijakan.11 Lebih lanjut Mazmanian dan sabatier menyebutkan bahwa implementasi adalah pelaksanaan keputusan kebijakan dasar, biasanya dalam bentuk undangundang ata keputusan-keputusan eksekutif yang penting atau badan peradilan lainnya,
keputusan tersebut mengidentifikasikan masalah yang ingin diatasi,
menyebut secara tegas tujuan atau sasaran yang ingin dicapai dengan berbagai cara untuk menstruktur atau mengatur proses pelaksanaannya. 12 Efektifitas secara umum menunjukan sampai seberapa jauh tercapainya suatu tujuan yang terlebih dahulu ditentukan. Hal tersebut sesuai dengan pengertian efektifitas menurut Hidayat yang menjelaskan bahwa "Efektifitas adalah suatu ukuran yang menyatakan seberapa jauh target (kuantitas,kualitas dan waktu) telah tercapai. Dimana makin besar presentase target yang dicapai,berarti makin tinggi efektifitasnya".13
11
Abdul Wahab, Solichin. 1990. Analisis Kebijakan dari Formulasi ke Implementasi Kebijakan Negara. Bumi Aksara. Jakarta hal 59 12 Waluyo. 2007. Manajemen Publik (konsep, aplikasi dan implementasinya dalam pelaksanaan otonomi daerah). Manda Maju. Bandung hal 49 13 Hidayat. 1986. Teori Efektifitas Dalam Kinerja Karyawan. Yogyakarta:Gajah Mada University Press.
14
Menurut Dharma ada tiga dimensi efektivitas yang bisa dijadikan sebagai alat ukur dari tingkat keberhasilan pencapaian tujuan, yaitu :14 a. Standar waktu b. Jumlah hasil kerja c. Mutu hasil kerja Menurut Revianto pengertian efektivitas adalah seberapa baik pekerjaan yang dilakukan, sejauh mana keluaran yang dihasilkan sesuai dengan harapan. Ini berarti bahwa apabila suatu pekerjaan dapat diselesaikan dengan perencanaan baik dalam waktu, jumlah maupun mutunya maka dikatakan efektif. 15 Dengan
demikian
peneliti
menentukan
gambar
kerangka
pemikiran
sebagai berikut: (Variabe dependent) Implentasi kebijakan a. Komunikasi b. Sumber Daya c. Disposisi d. Struktur Organisasi
(Variabel Independent) Efektivitas Pemberian Rekomendasi Hak Pensiun Dini
1.7. Hipotesis Berdasarkan kerangka pemikiran diatas, peneliti mengajukan hipotesis sebagai berikut: a. Ho = Bahwa komunikasi tidak berpengaruh terhadap efektivitas pemberian rekomendasi Hak Pensiun Dini oleh badan Kepegawaian daerah provinsi Jawa Barat.
14
Dharma. 2001 manajemen prestasi kerja rajawali pers hal.154 Ravianto J. Poetra, 1989, Kualitas Produktivitas Manajemen dan Usahawan Indonesia. Jakarta: Midas Surya Gravindo. 15
15
Ha = Bahwa komunikasi berpengaruh terhadap efektivitas pemberian rekomendasi Hak Pensiun Dini oleh badan Kepegawaian daerah provinsi Jawa Barat. b. Ho
= Bahwa sumber daya tidak berpengaruh terhadap efektivitas
pemberian rekomendasi Hak Pensiun Dini oleh badan Kepegawaian daerah provinsi Jawa Barat. Ha = Bahwa sumber daya berpengaruh terhadap efektivitas pemberian rekomendasi Hak Pensiun Dini oleh badan Kepegawaian daerah provinsi Jawa Barat. c. Ho = Bahwa disposisi tidak berpengaruh terhadap efektivitas pemberian rekomendasi Hak Pensiun Dini oleh badan Kepegawaian daerah provinsi Jawa Barat. Ha =
Bahwa disposisi berpengaruh terhadap
efektivitas pemberian
rekomendasi Hak Pensiun Dini oleh badan Kepegawaian daerah provinsi Jawa Barat. d. Ho = Bahwa struktur organisasi tidak berpengaruh terhadap efektivitas pemberian rekomendasi Hak Pensiun Dini oleh badan Kepegawaian daerah provinsi Jawa Barat. Ha
=
Bahwa
struktur
organisasi berpengaruh
terhadap
efektivitas
pemberian rekomendasi Hak Pensiun Dini oleh badan Kepegawaian daerah provinsi Jawa Barat. e. Ho = Bahwa Implementasi Kebijakan Peraturan Gubernur Jawa Barat No.81 Tahun 2009 Tentang Rasionalisasi PNS tidak berpengaruh terhadap
16
efektivitas
pemberian
rekomendasi
Hak
Pensiun
Dini oleh
badan
Kepegawaian daerah provinsi Jawa Barat. Ha = Bahwa Implementasi Kebijakan Peraturan Gubernur Jawa Barat No.81 Tahun 2009 Tentang Rasionalisasi PNS berpengaruh terhadap efektivitas
pemberian
rekomendasi
Hak
Kepegawaian daerah provinsi Jawa Barat.
Pensiun
Dini oleh
badan
17
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pengertian Kebijakan Publik Berdasarkan epistimologi, kebijakan berasal dari bahasa inggris yaitu “policy” yang mana istilah tersebut secara umum dipergunakan untuk menunjuk perilaku seorang aktor (misalnya seorang pejabat, suatu kelompok, maupun suatu lembaga pemerintah) atau sejumlah aktor dalam suatu bidang kegiatan tertentu. Pada dasarnya terdapat banyak batasan atau definisi mengenai apa yang dimaksud dengan kebijakan (policy). Setiap definisi kebijakan yang dikemukakan oleh para ahli
memberi penekanan yang berbeda-beda, perbedaan tersebut timbul karena
setiap ahli mempunyai pemikiran dan latar belakang yang berbeda-beda. Faktor lain yang menyebabkan para ahli berbeda dalam memberikan definisi kebijakan publik ini menurut Budi Winarno karena perbedaan pendekatan dan model apakah kebijakan publik dilihat sebagai rangkaian keputusan yang dibuat oleh pemerintah atau sebagai tindakan-tindakan yang dampaknya dapat diramalkan. Berikut
beberapa
pengertian
mengenai
kebijakan
publik
yang
dikemukakan oleh para ahli :16 a. Robert Eyestone, mengatakan bahwa secara luas kebijakan public dapat didefinisikan
sebagai
hubungan
suatu
unit
pemerintah
dengan
lingkungannya;
16
Budi Winarno. 2002. Teori Dan Proses Kebijakan Publik. Yogyakarta: Media Pressindo. Hal 15-16
18
b. Richard Rose, menyarankan bahwa kebijakan hendaknya dipahami sebagai serangkaian
kegiatan
yang
sedikit
banyak
berhubungan
beserta
konsekuensi-konsekuensinya bagi mereka yang bersangkutan daripada sebagai suatu keputusan tersendiri; c. Carl Friedrich, memandang kebijakan sebagai suatu arah tindakan yang diusulkan lingkungan
oleh
seseorang,
tertentu,
kelompok,
yang
kesempatan-kesempatan
atau pemerintah dalam suatu
memberikan
terhadap
hambatan-hambatan
kebijakan
yang
diusulkan
dan untuk
menggunakan dan mengatasi dalam rangka mencapai suatu tujuan, atau merealisasikan suatu sasaran atau suatu maksud tertentu; d. James Anderson, kebijakan merupakan arah tindakan yang mempunyai maksud yang ditetapkan oleh seorang aktor atau sejumlah aktor dalam mengatasi suatu masalah atau suatu persoalan; e. William N. Dunn, mengatakan bahwa kebijakan publik adalah suatu rangkaian
pilihan-pilihan
yang saling berhubungan yang dibuat oleh
lembaga atau pejabat pemerintah pada bidang-bidang yang menyangkut tugas pemerintahan,
seperti pertahanan keamanan, energi, kesehatan,
pendidikan, kesejahteraan masyarakat, kriminalitas, perkotaan, dan lainlain. Kebijakan
merupakan
suatu
rangkaian
alternatif
yang
siap
dipilih
berdasarkan prinsip-prinsip tertentu. Kebijakan merupakan suatu hasil analisis
19
yang mendalam terhadap berbagai alternatif yang bermuara kepada keputusan tentang alternatif terbaik.17 Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) memberikan definisi kebijakan sebagai pedoman untuk bertindak. Pedoman ini bisa amat sederhana atau kompleks, bersifat umum atau khusus, luas atau sempit, kabur atau jelas, longgar atau terperinci, bersifat kualitatif atau kuantitatif, publik atau privat. Kebijakan dalam maknanya yang seperti ini mungkin berupa suatu deklarasi mengenai suatu program, mengenai aktivitas-aktivitas tertentu atau suatu rencana. 18 Dari berbagai pendapat para ahli diatas mengenai kebijakan (policy), selanjutnya banyak
pula para ahli yang mengemukakan mengenai definisi
kebijakan publik . Salah satunya Easton19 yang menyatakan bahwa kebijakan publik merupakan pengalokasian nilai-nilai secara paksa kepada seluruh anggota masyarakat.
Berdasarkan definisi tersebut beliau menegaskan bahwa hanya
pemerintahlah yang secara syah dapat berbuat sesuatu pada masyarakat dan pilihan pemerintah untuk melakukan sesuatu atau tidak melakukan sesuatu tersebut diwujudkan dalam pengalokasian nilai- nilai kepada masyarakat. Laswell dan Kaplan memberikan definisi kebijakan publik sebagai suatu program pencapaian tujuan nilai-nilai dalam praktek-prektek yang terarah (a projected program of goal, value and practise).20
17
Harbani Pasolong. 2008. Teori Administrasi Publik . Bandung: Alfabeta hal 38 Solichin Abdul Wahab, Analisis Kebijaksanaan: Dari Formulasi ke Implementasi Kebijaksanaan Negara, Jakarta: Bumi Aksara, 2004, hal. 2 19 Islamy, Irfan. 1994. Prinsip-prinsip Perumusan Kebijakan Negara. Bumi Aksara. Jakarta hal 19 20 Waluyo. 2007. Manajemen Publik (konsep, aplikasi dan implementasinya dalam pelaksanaan otonomi daerah). Manda Maju. Bandung. 18
20
Menurut Chandler dan Plano kebijakan publik adalah pemanfaatan yang stategis terhadap sumberdaya-sumberdaya yang ada untuk memecahkan masalahmasalah publik atau pemerintah. Woll memberikan definisi kebijakan publik sebagai sejumlah aktvitas pemerintah untuk memecahkan masalah di masyarakat, baik secara langsung maupun melalui berbagai lembaga yang mempengaruhi kehidupan masyarakat.21 Sedangkan Dye menegaskan bahwa kebijakan publik adalah apa saja yang dipilih pemerintah untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu (public policy is whatever goverments choose to do or nit to do). Definisi tersebut mengandung makna bahwa : a. kebijakan publik tersebut dibuat oleh badan pemerintah, b. kebijakan publik menyangkut pilihan yang harus dilakukan atau tidak dilakukan oleh pemerintah. Selanjutnya
Anderson
mendefinisikan
kebijakan
publik
merupakan
tindakan yang mempunyai tujuan tertentu yang diikuti dan dilaksanakan oleh seorang pelaku atau sekelompok pelaku guna memecahkan masalah tertentu. Anderson
menyebutkan
bahwa
terdapat
implikasi-implikasi
dari
adanya
pengertian kebijakan negara tersebut yaitu: a. kebijakan publik itu selalu mempunyai tujuan tertentu atau tindakan yang berorientasi pada tujuan. b. kebijakan tersebut berisi tindakan atau pola tindakan pejabat-pejabat pemerintah.
21
Tangkilisan, H.N.S. 2003. Kebijakan Publik yang Membumi. Lukman Offset. Yogyakarta hl1-2
21
c. kebijakan merupakan apa yang benar-benar dilakukan pemerintah bukan apa yang pemerintah akan lakukan. d. kebijakan publik bersifat positif dalam arti merupakan beberapa tindakan pemerintah mengenai masalah tertentu. e. kebijakan pemerintah dilandaskan pada peraturan-peraturan perundangan yang bersifat memaksa. Sementara itu, Amir Santosa dengan mengkomparasikan berbagai definisi yang dikemukakan oleh para ahli yang menaruh minat dalam kebijakan publik mengumpulkan bahwa pada dasarnya pandangan mengenai kebijakan publik dapat dibagi ke dalam dua wilayah kategori.
Pertama, pendapat ahli yang
menyamakan kebijakan publik dengan tindakan-tindakan pemerintah. Para ahli dalam kelompok ini cenderung menganggap bahwa semua tindakan pemerintah dapat disebut sebagai kebijakan publik. Pandangan kedua menurut Amir Santosa berangkat dari para ahli yang memberikan perhatian khusus pada pelaksanaan kebijakan. Para ahli yang masuk dalam kategori atau kelompok ini terbagi ke dalam dua kubu, yakni mereka yang memandang kebijakan publik sebagai keputusan-keputusan pemerintah yang mempunyai tujuan dan maksud-maksud tertentu dan mereka yag menganggap kebijakan publik memiliki akibat-akibat yang dapat diramalkan.22 Dari berbagai definisi kebijakan publik diatas, dapat disimpulkan bahwa : a. Kebijakan publik dibuat oleh pemerintah yang berupa tindakantindakan pemerintah, 22
Amir Santosa. 1993. Analisis Kebijaksanaan Publik; Suatu Pengantar, Jurnal ILmu Politik 3. Jakarta: Gramedia, hal 4-5
22
b. Kebijakan publik harus berorientasi kepada kepentingan publik, dan c. Kebijakan publik adalah tindakan pemilihan alternatif untuk dilaksanakan atau tidak dilaksanakan oleh pemerintah demi kepentingan publik. 2.2. Ciri dan Jenis Kebijakan Publik 2.2.1
Ciri Kebijakan Publik
Ciri kebijakan publik yang utama adalah apa yang oleh David Easton disebut sebagai orang-orang yang memiliki wewenang dalam sistem politik, yakni para tetua adat, para ketua suku, para eksekutif, para legislator, para hakim, para administrator, para raja/ratu dan lain sebagainya. Mereka inilah yang menurut Easton merupakan orang-orang yang dalam kesehariannya terlibat dalam urusanurusan politik dan dianggap oleh sebagian besar warga sebagai pihak yang bertanggung jawab atas urusan-urusan politik tadi dan berhak untuk mengambil tindakan-tindakan tertentu. Implikasi dari pernyataan di atas adalah: Pertama, kebijakan publik merupakan tindakan yang mengarah pada tujuan, bukan tindakan yang acak dan kebetulan. Kebijakan publik dalam sistem politik modern merupakan suatu tindakan yang direncanakan. Kedua, kebijakan pada hakikatnya terdiri atas tindakan-tindakan yang saling berkait dan berpola yang mengarah pada tujuan tertentu yang dilakukan oleh pejabat-pejabat pemerintah dan bukan merupakan keputusan yang beridiri sendiri. Kebijakan tidak hanya berupa keputusan untuk membuat undang-undang, melainkan diikuti pula dengan keputusan-keputusan yang bersangkut-paut dengan implementasi dan pemaksaan pemberlakuannya.
23
Ketiga, kebijakan bersangkut-paut dengan apa yang senyatanya dilakukan pemerintah dalam bidang-bidang tertentu, misalnya dalam mengatur perdagangan, mengendalikan inflasi atau menggalakkan program perumahan rakyat dan bukan sekedar apa yang ingin dilakukan oleh pemerintah dalam bidang-bidang tersebut. Ke-empat, kebijakan publik mungkin berbentuk positif, mungkin pula negatif. Dalam bentuknya yang positif, akan mencakup beberapa bentuk tindakan pemerintah yang dimaksudkan untuk mempengaruhi masalah tertentu, sementara dalam bentuknya yang negatif, meliputi keputusan-keputusan pejabat pemerintah untuk tidak bertindak atau tidak melakukan tindakan apapun ketika campur tangan pemerintah sebenarnya diharapkan. Sudah barang tentu tiadanya bentuk campur tangan/keterlibatan pemerintah dapat membawa dampak tertentu bagi seluruh atau sebagian warga. 2.2.2
23
Jenis Kebijakan Publik
Riant Nugroho D membagi jenis-jenis kebijakan publik berdasarkan tiga kategori.
24
Pembagian jenis kebijakan publik tersebut antara lain:
2.2.2.1 Kategori berdasarkan pada makna dari kebijakan publik. `Berdasarkan maknanya,
maka kebijakan publik
adalah hal-hal yang
diputuskan pemerintah untuk dikerjakan dan hal-hal yang diputuskan pemerintah untuk tidak dikerjakan atau dibiarkan. Kebijakan publik berdasar makna kebijakan publik dengan demikian terdiri dua jenis, yakni kebijakan hal-hal yang diputuskan pemerintah untuk
dikerjakan dan kebijakan atau hal-hal yang diputuskan
pemerintah untuk tidak dikerjakan atau dibiarkan. 23
Sholichin Abdul Wahab. op. cit hal 5 Riant Nugroho, 2004, “Kebijakan Publik, Formulasi, Implementasi dan Evaluasi..Jakarta: PT Gramedia, hal 54-57 24
24
2.2.2.2 Kategori
berdasarkan
pada
lembaga
pembuat kebijakan
publik. Pembagian menurut kategori ini menghasilkan tiga jenis kebijakan publik. Kesatu, kebijakan publik yang dibuat oleh legislatif. Kebijakan publik ini disebut pula sebagai kebijakan publik tertinggi. Hal ini mendasarkan teori Politica yang diajarkan oleh Montesquieu pada abad pencerahan di Perancis abad ke-tujuh. Kedua kebijakan publik yang dibuat dalam bentuk kerjasama antara legislatif dengan eksekutif. Model ini bukan menyiratkan ketidak mampuan legislatif, namun mencerminkan tingkat kompleksitas permasalahan yang tidak memungkinkan legislatif bekerja sendiri. Ketiga, kebijakan publik yang dibuat oleh eksekutif saja. Di dalam perkembangannya, peran eksekutif tidak cukup hanya melaksanakan kebijakan yang
dibuat
legislatif,
karena
dengan
semakin
meningkatnya
kompleksitas
permasalahan kehidupan bersama sehingga diperlukan kebijakan-kebijakan publik pelaksanaan yang berfungsi sebagai turunan dari kebijakan publik di atasnya. Di Indonesia ragam kebijakan publik yang ditangani eksekutif bertingkat sebagi berikut: (1) Peraturan Pemerintah, (2) Keputusan Presiden (keppres), (3) Keputusan Menteri (Kepmen) atau Lembaga Pemerintah Nondepartemen, (4) dan seterusnya, misalanya Instruksi Menteri. 2.2.2.3. Kategori berdasarkan pada karakter dari kebijakan publik. Dalam kategori ini kebijakan publik dibagi menjadi dua yaitu: Pertama, regulasi versus de-regulatif, atau restriktif versus non restriktif; dan kedua, alokatif versus distributif atau redistributif
25
Kebijakan publik jenis pertama adalah kebijakan yang menetapakan halhal yang dibatasi dan hal-hal yang dibebaskan dari pembatasan-pembatasan. Sebagian besar kebijakan publik berkenaan dengan hal-hal yang regulatif/ restsruktif dan regulatif non restruktif. Kebijakan publik jenis kedua, kebijakan alokatif dan distributif. Kebijakan kedua ini basanya berupa kebijakan-kebijakan yang berkenaan dengan anggaran atau keluaran publik. Kategori lain, secara tradisional para ilmuwan politik umumnya membagi menjadi beberapa
kategori yaitu: kebijakan substantif (misalnya kebijakan
perburuhan,
kesejahteraan
sebagainya;
kelembagaan (misalnya: kebijakan legislatif,
kebijakan
sosial,
hak-hak
sipil,
masalah luar negeri dan kebijakan yudikatif,
departemen; kebijakan menurut kurun waktu tertentu (misalnya:
kebijakan masa reformasi, kebijakan masa Orde Baru )25 2.3. Implementasi Kebijakan 2.3.1. Pengertian Implementasi Kebijakan Implementasi merupakan penyediaan sarana untuk melaksanakan sesuatu yang menimbulkan dampak atau akibat terhadap sesuatu. Sesuatu tersebut dilakukan untuk menimbulkan dampak atau akibat itu dapat berupa undangundang, peraturan pemerintah, keputusan peradilan dan kebijakan yang dibuat oleh lembaga-lembaga pemerintah dalam kehidupan kenegaraan. Secara etimologis pengertian implementasi menurut Kamus Webster yang dikutip oleh Solichin Abdul Wahab adalah: 25
Subarsono, Ab. 2005. “Analisis Kebijakan Publik; Konsep, Teori dan Aplikasi, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, hal. 19
26
Konsep implementasi berasal dari bahasa inggris yaitu to implement. Dalam kamus besar webster, to implement (mengimplementasikan) berati to provide the means for carrying out (menyediakan sarana untukmelaksanakan sesuatu); dan to give practical effect to (untuk menimbulkan dampak/akibat terhadap sesuatu).26 Implementasi menurut Mazmanian dan Sebastier merupakan pelaksanaan kebijakan
dasar
berbentuk
undang-undang
juga
berbentuk
perintah
atau
keputusan-keputusan yang penting atau seperti keputusan badan peradilan. Proses implementasi ini berlangsung setelah melalui sejumlah tahapan tertentu seperti tahapan pengesahan undang-undang, kemudian output kebijakan dalam bentuk pelaksanaan
keputusan
dan
seterusnya
sampai perbaikan
kebijakan
yang
bersangkutan.27 Jadi, implementasi itu merupakan tindakan-tindakan yang dilakukan oleh pemerintah untuk mencapai tujuan yang telah di tetapkan dalam suatu keputusan kebijakan. Akan tetapi pemerintah dalam membuat kebijakan juga harus mengkaji terlebih dahulu apakah kebijakan tersebut dapat memberikan dampak yang buruk atau tidak bagi masyarakat, hal tersebut bertujuan agar suatu kebijakan tidak bertentangan dengan masyarakat apalagi sampai merugikan masyarakat Implementasi kebijakan dipandang dalam pengertian luas merupakan alat administrasi hukum dan berbagai aktor, organisasi, prosedur, dan teknik untuk bekerja sama menjalankan kebijakan guna meraih dampak atau tujuan yang
26 27
Sholichin Abdul Wahab. op. cit hal 64 Sholichin Abdul Wahab. op. cit hal 68
27
diinginkan. Van Meter dan Horn
28
menyatakan bahwa implementasi kebijakan
merupakan tindakan yang dilakukan oleh pemerintah dan swasta baik secara individu maupun secara kelompok yang dimaksudkan untuk mencapai tujuan. Implementasi kebijakan adalah hal yang paling berat, karena di sini masalahmasalah yang kadang tidak dijumpai didalam konep, muncul dilapangan. Selain itu, ancaman utama adalah konsistensi implementasi. Implementasi merupakan proses umum tindakan administratif yang dapat diteliti pada tingkat program tertentu. Tindakan-tindakan implementasi mencakup usaha-usaha untuk
mengubah keputusan-keputusan menjadi tindakan-tindakan
operasional dalam kurun waktu tertentu maupun dalam rangka melanjutkan usaha-usaha untuk mencapai perubahan besar dan kecil yang ditetapkan oleh kebijakan. Implementasi kebijakan tidak akan dimulai sebelum tujuan-tujuan ditetapkan atau diidentifikasikan oleh keputusan-keputusan kebijakan. 2.3.2. Model Implementasi Kebijakan a. Model Meter dan Horn Implementasi merupakan proses yang dinamis, Van Meter dan Van Horn membuat ikatan (linkages) yang dibentuk antara sumber-sumber kebijakan dan komponen lainnya. Menurut mereka tipe dan tingkatan sumber daya yang disediakan oleh keputusan kebijakan akan mempengaruhi kegiatan-kegiatan dan pelaksanaan. Pada sisi lain, kecenderungan para pelaksana dapat mempengaruhi secara langsung oleh tersedianya sumber daya.29
28 29
Wibawa, Samodra. 1994. Kebijakan Publik , Intermedia Jakarta. Hal 5 Budi Winarno. op. cit. hal 119
28
b. Model Sabatier dan Mazmanian Menurut Sabatier dan Mazmanian, implementasi kebijakan mempunyai fungsi dari tiga variabel yaitu (1) karakteristik masalah, (2) struktur manajemen program tercermin dalam berbagai macam peraturan yang mengoperasionalkan kebijakan, (3) faktor-faktor diluar aturan. Implementasi akan efektif apabila dalam pelaksanaanya mematuhi apa yang sudah digariskan oleh peraturan atau petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknis.30 Menurut teori Edward III, ada empat faktor penting yang dapat menentukan keberhasilan suatu implementasi, yaitu:31 a. Komunikasi,
keberhasilan
kebijakan
mensyaratkan
agar
implementor
mengetahui apa yang harus dilakukan. Apa yang menjadi tujuan dan sasaran kebijakan (target group) sehingga akan mengurangi distorsi implementasi. Apabila tujuan dan sasaran suatu kebijakan tidak jelas atau bahkan tidak diketahui sama sekali oleh kelompok sasaran, maka kemungkinan akan terjadi resistensi dari kelompok sasaran. b. Sumber daya, walaupun isi kebijakan sudah dikomunikasikan secara jelas dan konsistensi, tetapi apabila implementor kekurangan sumber daya untuk melaksanakan, implementasi tidak akan berjalan efektif. Sumber daya tersebut
dapat
berwujud
sumber
daya
manusia,
yakni
kompetisi
implementor, dan sumber daya financial. Sumber daya adalah faktor
30
Tarigan, Antonius dan Haedar Akib. 2008. Artikulasi Konsep Implementasi Kebijakan; Perspektif, Model dan Kriteria Pengukuran. hlm 6 31 Juliartha, Edward. 2009. Model Implementasi Kebijakan Publik . Jakarta: Trio Rimba Persada hlm 58
29
penting untuk implementasi kebijakan agar efektif. Tanpa sumber daya, kebijakan hanya tinggal di kertas menjadi dokumen saja. c. Disposisi, adalah watak dan karakteristik atau sikap yang dimiliki oleh implementor
seperti komitmen,
kejujuran,
implementor
memiliki disposisi yang
sifat
baik,
demokratis.
maka
dia
Apabila
akan
dapat
menjalankan kebijakan dengan baik seperti apa yang diinginkan oleh pembuat kebijakan. Ketika implementor memiliki sifat atau perspektif yang berbeda dengan pembuat kebijakan, maka proses implementasi kebijakan juga menjadi tidak efektif. d. Struktur
birokrasi
memiliki pengaruh
yang yang
bertugas signifikan
mengimplementasikan terhadap
kebijakan
implementasi kebijakan.
Salah satu dari aspek struktur yang penting dari setiap organisasi adalah adanya
prosedur
operasi yang
standard
atau standard
operating
procedures (SOP). SOP menjadi pedoman bagi setiap implementor dalam bertindak.
Struktur organisasi yang terlalu panjang akan cenderung
melemahkan pengawasan dan menimbulkan red tape, yakni prosedur birokrasi yang rumit dan kompleks. Ini pada gilirannya menyebabkan aktivitas organisasi tidak fleksibel. Untuk itu kita dapat mengatakan bahwa implementasi berfungsi untuk membentuk suatu hubungan yang memungkinkan tujuan-tujuan ataupun sasaransasaran kebijakan publik diwujudkan, sebagai hasil akhir kegiatan yang dilakukan pemerintah.
dengan
demikian
penulis
mengambil
kesimpulan
bahwa
implementasi merupakan terjemahan kebijakan publik yang pada umumnya masih
30
berupa pertanyaan-pertanyaan umum yang berisikan tujuan, sasaran kedalam program-program yang lebih operasional yang kesemuanya dimaksudkan untuk mewujudkan tujuan yang telah ditetapkan dalam kebijakan tersebut. 2.4. Pengertian Efektivitas Efektivitas
berasal
dari
kata
efektif
yang
mengandung
pengertian
dicapainya keberhasilan dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Efektivitas selalu terkait dengan hubungan antara hasil yang diharapkan dengan hasil yang sesungguhnya dicapai. Efektivitas memiliki pengertian yang berbeda dengan efisiensi. Seperti yang dinyatakan oleh Ibnu Syamsi dalam bukunya “Pokok-Pokok Organisasi dan Manajemen” bahwa: “Efektivitas (hasil guna) ditekankan pada efeknya, hasilnya dan kurang memperdulikan pengorbanan yang perlu diberikan untuk memperoleh hasil tersebut. Sedangkan efisiensi (daya guna), penekanannya disamping pada hasil yang ingin dicapai, juga besarnya pengorbanan untuk mencapai hasil tersebut perlu diperhitungkan”.32 Menurut pendapat Mahmudi dalam bukunya “Manajemen Kinerja Sektor Publik”
mendefinisikan
efektivitas,
sebagai berikut: “Efektivitas merupakan
hubungan antara output dengan tujuan, semakin besar kontribusi (sumbangan) output terhadap pencapaian tujuan, maka semakin efektif organisasi, program atau kegiatan”.33
32
Berdasarkan
pendapat
tersebut,
bahwa
efektivitas
mempunyai
Syamsi, Ibnu. 1988. Pokok-Pokok Manajemen Perlengkapan. Yogyakarta: Balai Pembangunan
Administrasi hal 2 33
Mahmudi. 2005. Manajemen Kinerja Sektor Publik. Yogyakarta: UPP AMP YKPN hal 92
31
hubungan timbal balik antara output dengan tujuan. Semakin besar kontribusi output, maka semakin efektif suatu program atau kegiatan. Efektivitas adalah menggambarkan seluruh siklus input, proses dan output yang mengacu pada hasil guna daripada suatu organisasi, program atau kegiatan yang menyatakan sejauhmana tujuan (kualitas, kuantitas, dan waktu) telah dicapai, serta ukuran berhasil tidaknya suatu organisasi mencapai tujuannya dan mencapai target-targetnya. Hal ini berarti, bahwa pengertian efektivitas yang dipentingkan adalah semata-mata hasil atau tujuan yang dikehendaki. Pandangan yang sama menurut pendapat Peter F. Drucker yang dikutip H.A.S. Moenir dalam bukunya Manajemen Umum di Indonesia yang mendefinisikan efektivitas sebagai berikut:34 Effectivennes, on the other hand, is the ability to choose appropriate objectives. An effective manager is one who selects the right things to get done. (Efektivitas, pada sisi lain, menjadi kemampuan untuk memilih sasaran hasil sesuai. Seorang manajer efektif adalah satu yang memilih kebenaran untuk melaksanakan) Lebih lanjut menurut Agung Kurniawan mendefinisikan efektivitas adalah kemampuan melaksanakan tugas, fungsi (operasi kegiatan program atau misi) daripada suatu organisasi atau sejenisnya yang tidak adanya tekanan atau ketegangan diantara pelaksanaannya”.35 Efektivitas merupakan gambaran tingkat keberhasilan atau keunggulan dalam mencapai sasaran yang telah ditetapkan dan adanya keterkaitan antara nilainilai yang bervariasi.
34
Hal tersebut juga sejalan dengan pendapat yang
Moenir, H. A. S. 2006. Manajemen Pelayanan Umum di Indonesia. Jakarta: Bumi Aksara hal 166 35 Kurniawan, Agung. 2005. Transformasi Pelayanan Publik. Yogyakarta: PEMBARUAN hal 109
32
dikemukakan Sedarmayanti yang berpendapat bahwa efektivitas merupakan suatu ukuran yang memberikan gambaran seberapa jauh target dapat tercapai. Pengertian efektivitas ini lebih berorientasi kepada keluaran sedangkan masalah penggunaan masukan kurang menjadi perhatian utama. Apabila efisiensi dikaitkan dengan efektivitas maka walaupun terjadi peningkatan efektivitas belum tentu efisiensi meningkat.36 Pengertian efektivitas menurut Hadayaningrat adalah pengukuran dalam arti tercapainya sasaran atau tujuan yang telah ditentukan sebelumnya”.37 Pendapat Hadayaningrat mengartikan efektivitas bisa diartikan sebagai suatu pengukuran akan tercapainya tujuan yang telah direncanakan sebelumnya secara matang. Berdasarkan pendapat di atas efektivitas adalah suatu komunikasi yang melalui proses tertentu, secara terukur yaitu tercapainya sasaran atau tujuan yang ditentukan sebelumnya. Dengan biaya yang dianggarkan, waktu yang ditetapkan dan jumlah orang yang telah ditentukan. Apabila ketentuan tersebut berjalan dengan lancar, maka tujuan yang direncanakan akan tercapai sesuai dengan yang diinginkan. Menurut pendapat David Krech, Ricard S. Cruthfied dan Egerton L. Ballachey
36 37
yang
dikutip
Sudarwan
Danim
dalam
bukunya
Sedarmayanti. 2001. Sumber Daya Manusia. Jakarta: Bumi Aksara hal 59 Handayaningrat. op. cit hal 16
“Motivasi
33
Kepemimpinan dan Efektivitas Kelompok” menyebutkan ukuran efektivitas, sebagai berikut:38 a. Jumlah hasil yang dapat dikeluarkan, artinya hasil tersebut berupa kuantitas atau bentuk fisik dari organisasi, program atau kegiatan. Hasil dimaksud dapat dilihat dari perbandingan (ratio) antara masukan (input) dengan keluaran (output). b. Tingkat kepuasan yang diperoleh, artinya ukuran dalam efektivitas ini dapat kuantitatif (berdasarkan pada jumlah atau banyaknya) dan dapat kualitatif (berdasarkan pada mutu). c. Produk kreatif, artinya penciptaan hubungannya kondisi yang kondusif dengan dunia kerja, yang nantinya dapat menumbuhkan kreativitas dan kemampuan. d. Intensitas yang akan dicapai, artinya memiliki ketaatan yang tinggi dalam suatu tingkatan intens sesuatu, dimana adanya rasa saling memiliki dengan kadar yang tinggi. Berdasarkan uraian di atas, bahwa ukuran daripada efektifitas harus adanya suatu perbandingan antara masukan dan keluaran, ukuran daripada efektifitas harus adanya tingkat kepuasan dan adanya penciptaan hubungan kerja yang kondusif serta intensitas yang tinggi, artinya ukuran daripada efektivitas adanya keaadan rasa saling memiliki dengan tingkatan yang tinggi. 2.5. Rasionalisasi PNS 2.5.1. Pengertian Pegawai Negeri Sipil (PNS) 38
Danim, sudarman. 2004. Motivasi Kepemimpinan dan Efektivitas Kelompok. Rineka Cipta hal 119-120
34
Menurut
Undang-Undang Pokok
Kepegawaian No.43
Tahun 1999
Tentang Perubahan UU No.8 Tahun1974 Tentang Pokok-Pokok Kepegawaian maka pengertian Pegawai Negeri adalah: a. Pegawai negeri adalah unsur aparatur negara, abdi negara, dan abdi masyarakat yang dengan kesetiaan dan ketaatan kepada Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, negara dan pemerintah, menyelenggarakan tugas pemerintahan dan pembangunan. b. Pegawai negeri adalah mereka yang telah memenuhi syarat-syarat yang ditentukan dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku, diangkat oleh pejabat yang berwenang dan diserahi tugas dalam sesuatu jabatan negeri atau diserahi tugas negara lainnya yang ditetapkan berdasarkan sesuatu peraturan perundang-undangan dan digaji menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pegawai Negeri Sipil adalah pegawai yang bekerja sama pada departemen, lembaga pemerintah non departemen, kesekretariatan, lembaga tertinggi/tinggi negara, instansi vertikal di daerah-daerah dan kepaniteraan pengadilan. Juga pegawai yang bekerja pada perusahaan jawatan misalnya perusahaan jawatan kereta
api,
pegadaian
dan
lain-lain.
Pegawai
yang
diperbantukan
atau
dipekerjakan pada Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota. Juga pegawai
yang
berdasarkan
suatu
peraturan
perundang-undangan
dan
diperbantukan atau dipekerjakan pada badan lain seperti perusahaan umum, yayasan dan lainnya serta yang menyelenggarakan tugas negara lainnya, misalnya hakim pada pengadilan negeri/pengadilan tinggi dan lain-lain.
35
Dari uraian-uraian tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa yang menyelenggarakan tugas-tugas negara atau pemerintahan adalah pegawai negeri, karena kedudukan pegawai negeri adalah sebagai abdi negara dan abdi masyarakat, juga pegawai negeri merupakan tulang punggung pemerintah dalam proses
penyelenggaraan
pemerintahan
maupun
dalam
melaksanakan
pembangunan nasional salh satunya dengan melaksanakan kebijakan-kebijakan pemerintah. 2.5.2 Program Rasionalisasi PNS Program Rasionalisasi PNS yang dilaksanakan di BKD Prov Jabar dapat dielaskan sebagai berikut :39 2.5.2.1. Pengertian Rasionalisasi PNS Rasionalisasi adalah pengurangan jumlah pegawai yang ditunjukan untuk pengaturan jumlah pegawai yang ada sesuai dengan kebutuhan, baik dalam jumlah
maupun
kompetensi pegawai dimasing-masing
Organisasi Perangkat
Daerah (OPD) di lingkungan Pemerintah Provinsi Jawa Barat.
Program
rasionalisasi PNS ini dilakukan melalui Program pensiun dini yang ditawarkan secara sukarela kepada PNS di lingkungan Pemerintah Provinsi Jawa Barat, dan diperuntukan bagi PNS yang telah memenuhi syarat-syarat yang ditentukan. 2.5.2.2. Maksud, Tujuan dan Sasaran Maksud: Rasionalisasi PNS melalui Program Pensiun Dini dilaksanakan dalam rangka
39
mengimplementasikan
kebijakan
Pemerintah
Daerah
di
bidang
Laporan Pelaksanaan Kegiatan Rasionalisasi PNS melalui Program Pensiun Dini di Lingkungan Provinsi Jawa Barat tahun 2011
36
kepegawaian untuk menciptakan profesionalismePNS sesuai dengan visi dan misi Pemerintah Daerah. Tujuan: a. Agar tercapaianya jumlah pegawai yang ideal sesuai beban kerja b. Agar jumlah pegawai yang ada sesuai dengan kompetensi yang dibutuhkan oleh organisasi c. Meningkatkan gairah kerja pegawai d. Pemerataan
jumlah
pegawai
dengan
beban
masing-masingsesuai
deskripsi yang ada e. Meningkatkan tanggung jawab setiap pegawaiakan peran dan tugasnya masing- masing sesuai deskripsi jabatan yang ada f.
Mempercepat
proses
perubahan
kearahpeningkatan
profesionalisme
dalam bekerja Sasaran: Memberikan kesempatan kepada PNS untuk mempersipakan dan merencanakan kegiatan atau usaha yang akan ditekuni pada masa pensiun, serta mewujudkan kebijakan di bidang kepegawaian guna menata ulang komposisi dan kompetensi sumber daya aparatur. 2.5.2.3. Persyaratan Pengajuan Rasionalisasi a. Sukarela; b. PNS yang telah mencapai usia sekurang-kurangnya lima puluh tahun dan masa kerja sekurang-kurangnya dua puluh tahun. c. PNS yang tidak dalam proses hukum d. Ketentuan lain :
37
1) PNS yang pada saat mengajukan pensiun dini telah mencapai batas usia lima puluh lima tahun 2) PNS diberhentikan secara hormat yang dinyatakan tidak dapat bekerja lagi dalam jabatan apapun karena keadaan jasmani dan rohani.
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Metode Penelitian Jenis penelitian dalam penyusunan tugas akhir ini adalah kuantitatif dengan
metode
eksplanasi.
Metode
eksplanasi adalah
menjelaskan
suatu
generalisasi sampel terhadap populasinya atau menjelaskan hubungan, perbedaan atau pengaruh suatu variabel dengan variabel lain. Oleh karena itu penelitian eksplanasi menggunakan sampel dan hipotesis. Penelitian eksplanasi memiliki kredibilitas untuk mengukur, menguji hubungan sebab akibat dari dua atau beberapa variabel dengan menggunakan analisis statistik.. Menurut David Kline yang dikutip oleh Sugiyono, mengemukakan bahwa: tingkat eksplanasi (level of explanation) adalah “Tingkat penjelasan, jadi penelitian menurut tingkat eksplanasi adalah penelitian yang bermaksud menjelaskan variabel-variabel yang diteliti serta hubungan antara satu variabel dengan variabel yang lain.40 Penelitian
eksplanasi
ini dilakukan
dengan
menggunakan
metode
eksplanasi survei. Menurut Artherton & Klemmack dalam Ruslan metode survei 40
Sugiyono. 2009.Metode Penelitian Administasi hal 11
38
yang dimaksud meliputi: (a) Penelitian yang menggambarkan karekteristik suatu masyarakat,
kelompok atau individu tertentu sebagai objek penelitian; (b)
Penelitian untuk mencari hubungan dua variabel atau lebih. Metode survei merupakan metode pengumpulan data primer yang diperoleh dari sumber di lapangan. Di sini peneliti membagi-bagikan kuesioner kepada sejumlah responden yang sudah ditentukan kisaran sampelnya. Selain itu peneliti juga perlu untuk mencari dan mengumpulkan data-data pendukung yang diperlukan dalam proses penelitian. 3.2. Populasi dan Sampel Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh Pegawai Negeri Sipil Badan Kepegawaian Daerah Provinsi Jawa Barat yang secara hukum diakui dan masih tercatat aktif sebagai PNS di BKD Provinsi Jawa Barat yaitu sebanyak 103 orang. Mengingat banyaknya jumlah populasi tersebut dan keterbatasan sumber daya, maka peneliti harus menentukan jumlah sampel yang akan diteliti. Peneliti dalam hal ini menggunakan teknik Simple Random Sampling yaitu teknik ini akan menentukan sampel secara acak tanpa memperhatikan strata yang ada dalam populasi. Berdasarkan judul penelitian ini yaitu Pengaruh Implementasi Peraturan Gubernur
Nomor 81 Tahun 2009 Tentang Rasionalisasi PNS Terhadap
Efektivitas Pemberian Rekomendasi Hak Pensiun Dini Oleh Badan Kepegawaian Daerah Provinsi Jawa Barat, maka sampel akan ditentukan berdasarkan rumus slovin . n=
N
1+N(e)²
39
Berdasarkan hasil penghitungan, maka sampel yang dibutuhkan dalam penelitian ini berjumlah 50 orang.
3.3. Variabel Penelitian Untuk memperjelas dan mempermudah dalam pengukuran variabel yang diajukan dalam hipotesis yang sudah dikemukankan sebelumnya, maka peneliti mengajukan varaibel penelitian sebagai berikut: Tabel 3.1 Operasional Variabel Penelitian
No
Variabel
Dimensi
Indikator
Penelitian 1
Implementasi
1. Komunikasi
a.
Pergub Jawa Barat No 81 Tentang
pemahaman pelaksana) b.
Rasionalisasi PNS (X)
Transmisi (adanya sosialisasi dan
Kejelasan
mengenai
kebijakan
dan programnya c.
Konsistensi dalam
(adanya
konsistensi
mengkomunikasikan
kebijakan 2. Sumber daya a. Staff pelaksana
(ketersediaan yang
jumlah
memadai
dan
40
pelaksana
memiliki
kemampuan
yang memadai) b. Fasilitas
(adanya
sarana
dan
prasarana yang mendukung) c. Wewenang (adanya kewenangan formal
untuk
melaksanakan
kebijakan) d. Adanya ketersediaan dana yang memadai
untuk
melaksanakan
kebijakan 3. Disposisi
a. Adanya
tanggung
jawab
yang
tinggi terhadap tujuan kebijakan b. Adanya dedikasi tinggi terhadap keberhasilan implementasi 4. Struktur Birokrasi
a. Adanya standar yang diterapkan b. Kemudahan
Prosedur
pelaksanaan kebijakan c. Adanya
pembagian tugas yang
jelas 2
Efektivitas Pemberian Rekomendasi hak Pensiun Dini (Y)
1. Standar Waktu
a. Kehadiran jam kerja sesuai waktu yang telah ditentukan b. Penyelesaian
akhir
pekerjaan
sesuai dengan waktu yang telah
41
ditentukan c. Adanya
target
waktu
dalam
penyelesaian pekerjaan d. Adanya
penetapan
penyelesaian
waktu
semua
program
jumlah
pekerjaan
kerja 2. Jumlah Hasil a. Penyelesaian Kerja
sesuai
dengan
target
yang
ditetapkan b. Pencapaian jumlah target PNS yang di Rasionalisasi c. Pelaksanaan disesuaikan
setiap
pekerjaan
dengan
jumlah
pekerjaan
sesuai
pegawai 3. Mutu Hasil
a.
Kerja
Pelaksanaan dengan
prosedur
yang
telah
ditentukan b.
Hasil kerja sesuai dengan tujuan yang telah direncanakan
3.4. Instrumen Penelitian
42
Untuk
mendapatkan
data
yang
diharapkan
dari
responden,
peneliti
melakukan beberapa tahapan pengumpulan data, diantaranya adalah observasi, wawancara serta penyebaran angket. Berikut intrumen penelitian yang digunakan: a. Observasi. Observasi pancaindera,
hakikatnya
bisa penglihatan,
merupakan penciuman,
kegiatan
dengan
menggunakan
pendenganran, untuk memperoleh
informasi yang dierlukan untuk menjawab masalah penelitian. Hasil observasi berupa aktivitas, kejadian, peristiwa dan objek kondisi atau suasana tertentu dan perasaan emosi seseorang. Observasi dilakukan untuk memperolah gambaran riil suatu peristiwa atau kejadian. Observasi yang digunakan adalah observasi terstruktur, yaitu pengamatan yang dilakukan dengan menggunakan pedoman observasi sehingga peneliti mengembangkan pengamatannya berdasarkan pedoman observasi yang telah disusun. Berikut pedoman observasi: Table 3.2 Pedoman Observasi No.
Aspek Observasi
1.
Kedisiplinan Pegawai
2.
Tanggung jawab pegawai terhadap tugas
3.
Sikap pegawai dalam melaksanakan tugas
4.
Keadaan ruang kerja
5.
Peralatan penunjang untuk melaksanakan tugas
6.
Komunikasi antar pegawai
43
7.
Kenyamanan dan keamanan lingkungan
8.
Kejelasan pembagian tugas
9.
Kemampuan petugas pelasana kebijakan
10.
Kecukupan data dan informasi yang diperlukan
b. Wawancara. Pada
hakekatnya
wawancara
merupakan
kegiatan
untuk
memperoleh
informasi secara mendalam tentang sebuah isu atau tema yang diangkat dalam penelitian.
Atau,
merupakan
proses
pembuktian
terhadap
informasi
atau
keterangan yang telah diperoleh lewat teknik yang lain sebelumnya. Karena merupakan proses pembuktian, maka bisa saja hasil wawancara sesuai atau berbeda dengan informasi yang telah diperoleh sebelumnya. Agar wawancara efektif, maka terdapat beberapa tahapan yang harus dilalui, yakni mengenalkan diri, menjelaskan maksud kedatangan, menjelaskan materi wawancara,
dan
mengajukan pertanyaan. Berikut adalah panduan wawancara yang digunakan: Tabel 3.3 Panduan Wawancara No. 1.
Pokok Pertanyaan
Pemahaman mengenai Pergub Jabar - Kepala subbid Kepangkatan dan No
81
tahun
Rasionalisasi PNS. 2.
Informan
2009
tentang pensiun
sekaligus
Ketua
tim
Teknis Rasionalisasi PNS.
- Staff subbid Target dan tujuan yang harus dicapai
Kepangkatan dan
44
dan
pencapaian
sementara
dari pensiun sekaligus Sekretaris tim
implementasi kebijakan.
Teknis Rasionalisasi PNS.
Standar operasional prosedur dalam - Staff subbid
3.
pensiun
implementasi kebijakan. 4.
Job
description
dan
dan
anggota
tim
hambatan
Bidang
kesekretariatan
BKD Prov Jawa Barat
2009 tentang Rasionalisasi PNS. Peluang
sekaligus
tupoksi tim TeknisRasionalisasi PNS.
pelaksana Pergub Jabar No 81 tahun - Kepala
5.
Kepangkatan dan
dalam
implementasi kebijakan 6.
Ketersediaan
dan
kemamuan
staff
pelaksana kebijakan 7.
Ketersediaan sarana penunjang
untuk
dan prasarana implementasi
kebijakan c. Angket Angket merupakan intrumen penelitian yang berupa beberapa pertanyaan atau pernyataan untuk diajukan kepada responden penelitian. Berikut adalah beberapa pernyataan yang diajukan: Tabel 3.4 Kisi-Kisi Angket No. 1. 2.
Pokok Pernyataan Mengenai komunikasi dalam proses implementasi kebijakan Sumber daya penunjang untuk implementasi kebijakan
45
3.
Sikap implementor dalam proses pelaksanaan kebiakan
4.
Kesesuaian pekerjaan dengan visi misi organisasi, job description serta produk kebijakan yang dikeluarkan.
5.
Struktur birokrasi dan kejelasan dalam pembagian tugas
6.
Standar waktu untuk implementasi kebijakan
7.
Pencapaian target sesuai dengan tujuan kebiakan
8.
Mutu hasil kerja
3.5. Teknik Pengunpulan Data Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah: a. Studi kepustakaan Adalah teknik pengumpulan data dan informasi mengenai masalah yang diamati dengan mempelajari buku atau literatur-literatur yang ada. b. Studi lapangan Adalah
pengumpulan data dan informasi langsung pada objek
penelitian, dengan cara: 1) Observasi Adalah pengamatan langsung dilapangan dengan mencari segala sesuatu yang ingin ditemukan. 2) Wawancara Adalah tanya jawab secara lisan dengan pihak yang berkaitan langsung dengan masalah yang diteliti, dalam hal ini yaitu Badan Kepegawaian Daerah Kota Bandung. 3) Angket
46
Yaitu
teknik
pengumpulan
menyebarkan
sejumlah
data
daftar
yang
dilakukan
dengan
cara
secara
tertulis
yang
pernyataan
diberikan kepada responden untuk memperoleh keterangan mengenai masalah yang sedang diteliti.
3.6. Analisis Data 3.6.1. Teknik Pengukuran Teknik pengukuran yang peneliti gunakan adalah skala likert. Teknik pengukuran skala likert digunakan untuk mengukur sikap, pendapat dan persepsi seseorang atau sekelompok orang tentang fenomena sosial. Berdasarkan variable penelitian yang telah ditentukan, selanjutnya variable tersebut dijabarkan menjadi indikator
yang
kemudian
dijadikan
titik
tolak
untuk
menyusun item-item
instrumen yang dapat berupa pernyataan atau pertanyaan. “Skala
likert
digunakan untuk mengukur sikap, pendapat dan persepsi
seseorang atau sekelompok orang tentang fenomena social yang ditetapkan secara spesifik oleh penulis yang selanjutnya disebut variabel penelitian”. 41 Jawaban
setiap
item
instrument
yang
menggunakan
skala
likert
mempunyai gradasi dari sangat positif sampai sangat negatif. Untuk keperluan analisis kuantitatif , maka jawaban itu dapat diberi skor, misalnya : 1. Sangat setuju/selalu/sangat positif
41
Sugiyono. 2009.Metodepenelitian Administasi. Bandung: Alfabeta hal 107
skor= 5
47
2. Setuju/sering/positif/positi
skor= 4
3. Ragu-ragu/kadang-kadang/netral/netral
skor= 3
4. Tidak setuju/hampir tidak pernah/negative
skor= 2
5. Sangat tidak setuju/tidak pernah/sangat negative
skor= 1
Untuk keperluan tersebut penulis mengumpulkan dan memperoleh data yang diperoleh dari kuesioner dengan cara memberikan bobot penilaian dari setiap pertanyaan berdasarkan Skala Likert sebagai berikut : Tabel 3.5 Alternatif Jawaban Responden Alternatif
Bobot
Sangat Setuju (SS)
5
Setuju (S)
4
Cukup Setuju (CS)
3
Tidak Setuju (TS)
2
Sangat Tidak Setuju (STS)
1
Selanjutnya menurut Riduwan untuk menganalisa data yang diperoleh dari hasil penyebaran angket,dari sejumlah pertanyaan yang terdapat dalam angket dianalisis
berdasarkan
frekuensi
yang
paling
sering
muncul
dipersentasikan dengan menggunakan rumus sebagai berikut:42
Keterangan : P fi 42
= Persentase = Frekuensi ke – 1
Riduwan.2007. Rumus dan Data Dalam Analisis Statistik. Bandung: Alfabeta hal159
kemudian
48
N
0%
= Jumlah responden
40%
20%
60%
80%
100%
Keterangan : Kriteria Interpretasi Skor Angka 0% - 20%
= Sangat Lemah
Angka 21% - 40%
= Lemah
Angka 41% - 60%
= Cukup
Angka 61% - 80%
= Kuat
Angka 81% - 100%
= Sangat Kuat
Sesuai dengan tujuan dari penelitian ini yaitu untuk mengetahui seberapa besar pengaruh Implementasi Pergub terhadap efektivitas pemberian rekomendasi pension dini, maka dilakukanlah langkah- langkah sebagai berikut: 3.6.2. Uji Validitas dan Realiabilitas Uji validitas dilakukan untuk mengetahui apakah alat ukur yang digunakan tersebut memiliki taraf kesesuaian atau ketepatan dalam melakukan pengukuran. Dalam penelitian ini alat ukur yang digunakan adalah kuesioner yang dibagikan kepada responden. Variabel dinyatakan valid apabila r hitung > r tabel. Beberapa langkah yang harus ditempuh dalam melakukan uji validitas antara lain adalah: a. Mendefinisikan
secara
operasional
konsep
yang
digunakan
dalam
penelitian ini sebagaimana diketahui bahwa konsep itu memiliki konstuk yang harus dicari, yaitu dengan mencari deinisi dan rumusan tentang konsep yang akan diukur.
49
b. Memasukan data kedalam tabulasi kemudian menghitung korelasi masingmasing item dalam skor total, yaitu dengan menggunakan rumus teknik korelasi product moment.43 r=
keterangan: r
= korelasi product moment
X
= skor pernyataan
Y
= skor total pernyataan
XY
= skor pernyataan dikalikan skor total
N
= jumlah responden pretest
Uji realibilitas bertujuan untuk menunjukan kestabilan dan kekonsistenan alat ukur dalam mengukur konsep yang ingin di ukur. Koefisien Alpha Cronbach merupakan koefisien realibilitas yang paling umum digunakan. Koefisien Alpha Cronbach,
yaitu
metode
perhitungan
realibilitas
yang
dikembangkan
oleh
Cronbach (1979). Standar yang digunakan secara empiris ditunjukan oleh suatu angka yang disebut koefisien realibilitas. Koefisien realibilitas mempunyai dua komponen, yaitu angka yang berarti seberapa besar tingkat korelasi dan tanda positif negatif yang berarti adalah arah hubungan alat ukur tersebut. Besar koefisien realibilitas berkisar antara 0,00 sampai 1,00, bila koefisien realiabilitas semakin mendekati 1,00 berarti terdapat konsisensi hasil ukur yang semakin sempurna.
43
Masri Singarimbun, Metode Penelitian Survey, 1989 hal137
50
Uji realibilitas ini dilakukan dengan mengunakan software SPSS 16.0. Jika nilai koefisien realibilitas (Alpha Cronbach) ≥ 0,7
maka ini menunjukan bahwa
alat ukur yang digunakan sudah handal dan dapat dijadikan sebagai alat ukur penelitian, sebaliknya jika kurang dari 0,7 maka variabel dan alat ukur tersebut tidak dapat dijadikan sebagai alat ukur karena tidak handal. 3.6.3. Analisis Regresi Berganda Untuk mengetahui pengaruh implementasi Peraturan Gubernur
Jawa
Barat nomor 81 tahun 2009 tentang rasionalisasi PNS terhadap efektivitas pemberian rekomendasi hak pensiun dini oleh Badan Kepegawaian Daerah Provinsi Jawa Barat, akan dibuktikan dengan menggunakan alat analisis regresi sederhana dengan rumus sebagai berikut :
Keterangan : Y = Implementasi Kebijakan a = Konstanta b = Koefisien X X1= Komunikasi X2= Sumber Daya X3= Disposisi X4= Struktur Birokrasi 3.6.4. Uji Hipotesis a. Uji Parsial (Uji t)
51
Hal ini digunakan untuk melihat signifikasi dari pengaruh variabel bebas (X) secara parsial terhadap variabel terikat (Y) dengan melihat variabel lain yang konstan dengan membandingkan t hitung dengan t tabel, dengan menggunakan rumus sebagai berikut: t=
keterangan: t
= koefisient
b
= koefisien regresi
S (b)
= standar eror
Sedangkan nilai kritis (t tabel) dapat dilihat dalam tabel statistik t sesuai dengan tingkat signifikasi dengan nilai df (degree of freedom), yaitu: 1) Ho : koefisien regresi variabel bebas tidak berpengaruh secara signifikan terhadap variabel terikat. 2) Ha : koefisien regresi variabel bebas berpengaruh secara signifikan terhadap variabel terikat. Dengan dasar pengambilan keputusan: 1) Jika t hitung < t tabel, maka Ha diterima atau Ho ditolak, artinya tidak ada pengaruh yang signifikan. 2) Jika t hitung > t tabel, maka Ha diterima atau Ho ditolak, atinya terdapat pengaruh yang signifikan.
52
b. Uji Simultan (Uji F) Digunakan untuk mengetahui pengaruh variabel bebas secara bersamasama terhadap variabel terikat, dengan membandingkan F hitung dengan F tabel dengan rumus sebagai berikut: F= keterangan: R² = koefisien determinasi K = jumlah variabel bebas n
= jumlah sampel
F = F hitung yang selanjutnya dibanding dengan F tabel Dengan dasar pengambilan keputusan: 1) Jika F hitung < F tabel, maka Ha diterima atau Ho ditolak artinya tidak ada pengaruh yang signifikan. 2) Jika F hitung > F tabel, maka Ha ditolak atau Ho diterima artinya terdapat pengaruh yang signifikan. 3.7.
Jadwal dan Tempat Tempat penelitian ini adalah di Badan Kepegawaian Daerah Peovinsi Jawa
Barat. Jalan Ternate No.2, Bandung 40115 Provinsi Jawa Barat. Badan Kepegawaian Daerah merupakan lembaga teknis daerah yang mempunyai tugas pokok melaksanakan penyusunan dan pelaksanaan kebijakan
53
daerah mengenai urusan Pemerintahan Daerah bidang kepegawaian berdasarkan asas otonomi, dekonsentrasi dan tugas. Jadwal penelitian ini akan dijabarkan melalui tabel sebagai berikut: Tabel 3.6 Jadwal Penelitian
Mei
Tahapan Penelitian Pengajuan Judul Bimbingan Proposal Penelitian Seminar Proposal Penelitian Pengumpulan Pengolahan data Bimbingan Skripsi Penyelesain Skripsi
1
2 3
Juni 4 1
2 3
Juli 4 1
2
3 4
Agustus 1
2
3 4
September 1
2
3
4
Oktober 1
2
3 4
November 1 2
3
4
54
Sidang Skripsi