BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Masalah Pembangunan di Indonesia sangatlah penting untuk mensejahterakan
masyarakat. Pembangunan tidak akan tercapai apabila tidak ada kerja sama antara pemerintah dan masyarakat, hal ini ditujukan agar pembangunan tersebut berjalan sesuai dengan keinginan masyarakat dan bangsa Indonesia. Di samping itu ada hal yang sangat berpengaruh terhadap pembangunan yaitu dana atau biaya untuk pembangunan itu sendiri. Salah satu sumber dana yang paling besar adalah dari pajak. Pajak merupakan salah satu sumber yang cukup penting bagi penerimaan negara guna pembiayaan pembangunan. Penerimaan dari sektor pajak adalah sumber penerimaan terbesar negara. Target penerimaan pajak setiap tahun mengalami peningkatan secara signifikan, hal ini dapat dilihat dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) tahun 2010-2013 sebagaimana terlihat pada tabel di bawah ini: Tabel 1.1 Ringkasan APBN 2010-2013 (dalam triliunan rupiah)
A. Pendapatan Negara dan Hibah 1
2010
2011
2012
2013
LKPP
LKPP
APBN-P
RAPBN
995,3
1.210,6
1.358,2
1.507,7
2
I. Penerimaan dalam negeri
992,2
1.205,3
1.357,4
1.503,3
1. Penerimaan dari perpajakan
723,3
873,9
1.016,2
1.178,9
2. Penerimaan Negara bukan pajak
268,9
331,5
341,1
324,3
3,0
5,3
0,8
4,5
1.042,1
1.295,0
1.548,3
1.657,9
697,4
883,7
1.069,5
1.139,0
1. K/L
332,9
417,6
547,9
547,4
2. Non K/L
364,5
466,1
521,6
591,6
344,7
411,3
478,8
518,9
1. Dana Perimbangan
316,7
347,2
408,4
435,3
2. Dana Otonomi Khusus dan
28,0
64,1
70,4
83,6
41,5
8,9
(72,3)
(36,9)
(46,8)
(84,4)
(190,1)
(150,2)
(0,73)
(1,14)
(2,23)
(1,62)
91,6
130,9
190,1
150,2
I. Pembiayaan Dalam Negeri
96.1
148,7
194,5
169,6
II. Pembiayaan Luar Negri (Netto)
(4,6)
(17,8)
(4,4)
(19,5)
44,67
46,5
0,0
(0,0)
II. Penerimaan Hibah B. Belanja Negara I. Belanja Pemerintah Pusat
II. Transfer Ke Daerah
Penyesuaian C. Keseimbangan Primer D. Surplus/Defisit Anggaran % Defisit terhadap PDB E. Pembiayaan
Kelebihan/(kekurangan) Pembiayaan (Sumber: www.anggaran.depkeu.go.id)
Dari tabel di atas, terlihat jelas penerimaan negara dari sektor pajak memberikan kontribusi yang signifikan terhadap Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Kontribusi pajak dalam mendanai pengeluaran negara
3
yang terus meningkat membutuhkan dukungan berupa peningkatan kepatuhan Wajib Pajak untuk memenuhi kewajibannya secara jujur dan bertanggung jawab. Kepatuhan membayar pajak dimulai dari pemahaman bahwa masyarakat telah lebih dahulu menikmati dan memanfaatkan barang dan jasa publik dalam kehidupan sehari-hari yang kemudian dilanjutkan dengan pemahaman bahwa sarana dan prasarana tersebut memerlukan pemeliharaan dan pengembangannya untuk kehidupan kini dan masa mendatang. Kemudian setelah mengetahui dan memahami pentingnya pajak bagi pembangunan, diharapkan kepatuhan membayar pajak bagi warga negara akan meningkat sehingga tax ratio negarapun meningkat. Namun berdasarkan kenyataan yang ada, menurut Direktur Jenderal (Dirjen)
Pajak,
Fuad
Rahmany,
yang
dikutip
di
media
massa
(http://bisnis.news.viva.co.id) pada Rabu, 2 Januari 2013 menyatakan bahwa: “…Kementerian Keuangan mencatat penerimaan dari pajak pada tahun 2012 mencapai 95% dari target, atau sekitar Rp. 800 triliun dari target APBN-P 2012 sebesar Rp. 1.016,2 triliun. Ia menyebutkan realisasi penerimaan pajak tersebut lebih rendah dari realisasi penerimaan pajak pada tahun 2011 yang mencapai 97% dari target APBN 2011”.
Target penerimaan pajak yang besar seharusnya tidak sulit dicapai jika kepatuhan masyarakat sebagai pembayar pajak telah tinggi. Kepatuhan pajak dapat didefinisikan sebagai suatu keadaan ketika Wajib Pajak memenuhi semua
4
kewajiban perpajakan dan melaksanakan hak perpajakannya. Kepatuhan tersebut meliputi kepatuhan formal dan materil. Berdasarkan artikel “Kompleksitas Kepatuhan Pajak” yang ditulis oleh Surya Manurung Pegawai Direktorat Jenderal Pajak pada Rabu, 20 Februari 2013 dalam situs resmi pajak Indonesia (www.pajak.go.id) menyatakan bahwa: “…Persentase tingkat kepatuhan Wajib Pajak pada tahun 2012 masih tergolong sangat rendah, tidak jauh berbeda dari tahun-tahun sebelumnya. Menteri Keuangan Agus Martowardojo dalam kunjungannya ke Medan beberapa hari yang lalu mengatakan bahwa orang pribadi yang seharusnya membayar pajak atau yang mempunyai penghasilan diatas Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) sebanyak 60 juta orang, tetapi jumlah yang mendaftarkan dirinya sebagai Wajib Pajak hanya 20 juta orang dan yang membayar
pajaknya/melapor
Surat
Pemberitahuan
(SPT)
Pajak
Penghasilannya hanya 8,8 juta orang dengan rasio SPT sekitar 14,7 persen. Sementara badan usaha yang terdaftar sebanyak 5 juta, yang mau mendaftarkan dirinya sebagai Wajib Pajak hanya 1,9 juta dan yang membayar
pajak/melapor
Surat
Pemberitahuan
(SPT)
Pajak
Penghasilannya hanya 520 ribu badan usaha dengan rasio SPT sekitar 10,4 persen. Masalah kepatuhan pajak di setiap negara berbeda. Umumnya di negaranegara maju seperti Amerika Serikat kepatuhan pajaknya sudah tinggi, yang ada adalah masalah tindakan manipulasi pajak (tax evasion). Sedangkan di negara-negara berkembang seperti Indonesia masalah
5
kepatuhan pajak yang rendah dan tindakan manipulasi pajak yang cukup tinggi. Menurut Luigi ada dua upaya yang dapat dilakukan untuk menekan tindakan manipulasi pajak yaitu memberikan sanksi atau denda yang tinggi dan melakukan pemeriksaan kewajiban perpajakan si Wajib Pajak. Sementara
hasil
penelitian
lainnya
(Sandford,
Goodwin,
dan
Hardwick,1989 ; Pitt dan Slemrod, 1989) menyimpulkan cara yang yang efektif untuk mengurangi tindakan manipulasi pajak dengan melakukan penyederhanaan peraturan perpajakan. Dengan peraturan perpajakan yang kompleks maka wajib pajak akan cenderung menggunakan jasa konsultan pajak, dimana konsultan pajak tersebut dapat mempengaruhi si Wajib Pajak untuk melakukan tindakan manipulasi pajak”.
Selain itu, Kepala Direktorat Jenderal Pajak Kanwil Jabar, Ajat Djatnika, yang dikutip di media massa (www.klik-galamedia.com) pada Rabu, 31 Oktober 2012 menyatakan bahwa: “…Tingkat kepatuhan pajak Wajib Pajak di wilayah Jawa Barat dalam membayar pajak masih sangat rendah. Hal itu terlihat dari tingkat kesadaran para Wajib Pajak dalam membayar pajak yang hanya mencapai sekitar 52 persen. Saat ini tingkat kepatuhan Wajib Pajak masih kurang baik, buktinya masih 52 persen. Padahal target tahun 2012 ini mencapai 67,5 persen dari Wajib Pajak yang ada”.
6
Dengan adanya fenomena di atas, tentunya hal tersebut merupakan fakta bahwa masih kurangnya kepatuhan Wajib Pajak dalam melaksanakan kewajiban perpajakannya yang menjadi salah satu faktor yang menyebabkan target penerimaan pajak tidak tercapai. Kepatuhan pajak sangat berperan khususnya dalam perpajakan Indonesia yang menganut self assessment system. Self assessment system adalah sistem di mana Wajib Pajak diberi kepercayaan oleh undang-undang untuk menghitung, menyetor, dan melaporkan sendiri jumlah pajak terutang sesuai dengan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku. Self assessment system yang diterapkan saat ini pun secara langsung maupun tidak langsung akan mempengaruhi
ketaatan
Wajib
Pajak
dalam
melaksanakan
kewajiban
perpajakannya. Sistem ini memiliki kelemahan yang memungkin Wajib Pajak melakukan kecurangan-kecurangan atau kemungkinan terjadinya kelalaian yang menyebabkan kerugian bagi negara. Oleh karena itu, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) berkewajiban melakukan pengawasan dan pembinaan terhadap kepatuhan Wajib Pajak baik melalui pengawasan
administratif
maupun
melalui
pemeriksaan
pajak.
Tujuan
pemeriksaan pajak sebagai penguji kepatuhan Wajib Pajak adalah hal yang seharusnya dilaksanakan, tanpa adanya pemeriksaan di bidang perpajakan, maka fiskus akan sangat kesulitan untuk menilai kepatuhan Wajib Pajak atau bahkan sama sekali tidak akan pernah tahu tingkat kepatuhan Wajib Pajak. Menurut Pasal 1 ayat (25) Undang-undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga atas Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan
7
Umum dan Tata Cara Perpajakan, pemeriksaan pajak adalah serangkaian kegiatan menghimpun dan mengolah data, keterangan, dan/atau bukti yang dilaksanakan secara objektif dan profesional berdasarkan suatu standar pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dan/atau untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. Sedangkan yang melaksanakan pemeriksaan atau disebut pemeriksa pajak adalah Pegawai Negeri Sipil (PNS) di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak (DJP) atau tenaga ahli yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal (Dirjen) Pajak, yang diberi tugas, wewenang, dan tanggung jawab untuk melaksanakan pemeriksaan. Jadi tujuan pemeriksaan pajak adalah untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dan/atau tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan perundangundangan perpajakan. Jika dilihat dari sisi wajib pajak, Mardiasmo (1997:104) mengatakan alasan orang kurang antusias dalam membayar pajak (kurang patuh pajak) ialah karena kurangnya pengetahuan tentang pajak. Secara teoritis untuk menumbuhkan sikap positif tentang suatu hal harus bermula dari adanya pengetahuan tentang suatu hal tersebut. Kepatuhan wajib pajak dapat lebih ditumbukan jika pengelola perpajakan disiplin, dan aparatur perpajakan bekerja dengan jujur. Administrasi perpajakan mempunyai peranan yang sangat penting dalam rangka menunjang keberhasilan suatu kebijakan perpajakan yang telah diambil. Tujuan dari administrasi perpajakan menurut Rosdiana (2003:10), adalah untuk mendorong terjadinya suatu kepatuhan pajak secara sukarela (voluntary tax compliance).
8
Kepatuhan wajib pajak secara sukarela dapat terus dibina dengan baik apabila ada suatu administrasi perpajakan yang efektif. Dengan demikian, administrasi perpajakan dianggap efektif jika dapat meningkatkan voluntary tax compliance. Suatu administrasi yang efektif tidak hanya menentukan tingkat kepatuhan sukarela wajib pajak, namun dapat pula menjadi faktor penting untuk suksesnya kebijakan pemungutan pajak yang dilakukan oleh suatu Negara. Pada dasarnya kepatuhan pajak (tax compliance) dapat dinilai dari sikap Wajib Pajak terhadap kepatuhan dalam mendaftarkan diri, menghitung pajaknya, menyetor maupun menyetorkan kembali Surat Pemberitahuan (SPT), dan kepatuhan dalam pembayaran pajak. Berdasarkan uraian latar belakang tersebut, peneliti tertatik untuk melakukan penelitian dengan judul : “PENGARUH SELF ASSESSMENT SYSTEM,
PEMERIKSAAN
PAJAK
DAN
SISTEM
ADMINISTRASI
PERPAJAKAN TERHADAP TINGKAT KEPATUHAN WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI” (Suatu Studi pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bandung Karees)
1.2
Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan penulis
mengidentifikasi masalah tersebut sebagai berikut : 1. Bagaimana pengaruh Self Assessment System terhadap tingkat kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi?
9
2. Bagaimana pengaruh Pemeriksaan Pajak terhadap Tingkat Kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi? 3. Bagaimana pengaruh Sistem Administrasi Perpajakan terhadap Tingkat Kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi? 4. Bagaimana pengaruh Self Assessment System, Pelaksanaan Pemeriksaan Pajak dan Sistem Administrasi Perpajakan terhadap Tingkat Kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi?
1.3
Tujuan Penelitian Berdasarkan masalah yang akan diangkat dalam tugas akhir ini, maka
tujuan dari penelitian ini adalah: 1. Untuk mengetahui pangaruh Self Assessment System terhadap Tingkat Kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi. 2. Untuk mengetahui pangaruh Pemeriksaan Pajak terhadap Tingkat Kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi. 3. Untuk mengetahui pangaruh Sistem Administrasi Perpajakan terhadap Tingkat Kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi. 4. Untuk mengetahui pengaruh Self Assessment System, Pemeriksaan Pajak dan Sistem Administrasi Perpajakan terhadap Tingkat Kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi.
10
1.4 Manfaat Penelitian 1. Bagi penulis, menambah pengetahuan tentang pengaruh Self Assessment System, Pemeriksaan Pajak dan Sistem Administrasi Perpajakan terhadap Tingkat Kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi dalam mencapai target penerimaan kas negara melalui pelayanan pajak yang optimal. 2. Bagi fiskus, sebagai sebuah wacana yang berfungsi memberikan sumbangan pemikiran mengenai pentingnya pemeriksaan dan sistem administrasi pajak dalam rangka meningkatkan kepatuhan Wajib Pajak. 3. Bagi wajib pajak, sebagai sebuah wacana yang berfungsi untuk menambah informasi dalam bidang perpajakan, terutama untuk meningkatkan kesadaran sebagai Wajib Pajak bahwa pajak yang dibayar merupakan satu kewajiban yang harus dipenuhi untuk kemandirian Negara yang berfungsi untuk membiayai pembangunan dan kegiatan pemerintah untuk kemajuan dan kemakmuran rakyat. 4. Bagi pihak lainnya, sebagai acuan bagi peneliti selanjutnya yang ingin mengetahui dan menambah wawasan tentang pengaruh Self Assessment System, Pemeriksaan Pajak dan Sistem Administrasi Perpajakan terhadap Tingkat Kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi.
1.5
Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi penelitian dalam penulisan Laporan Tugas Akhir ini dilakukan di
Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Bandung Karees yang berlokasi di Jalan Ibrahim Adjie No. 372 Bandung, adapun waktu penelitian dilaksanakan pada bulan April 2014.