BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah Media massa memiliki sebuah peran penting dalam informasi kepada masyarakat. Hal ini tergambarkan dalam
memberikan
salah satu fungsi
media massa sebagai penyebar informasi (Bungin, 2008 : 80). Audiens berharap dengan mengakses media massa, kebutuhan informasi mereka akan terpenuhi. Motivasi inilah yang mendorong audiens untuk mengkonsumsi media massa seperti membaca koran, mendengarkan radio, atau seperti dalam penelitian ini yaitu menonton televisi. Disini, audiens cenderung untuk mengakses media massa yang berguna bagi dirinya. Individu yang berbeda dapat menggunakan media yang sama untuk tujuan yang berbeda-beda, sesuai dengan kebutuhan informasi mereka masing-masing. Munculnya beragam media massa saat ini, membuat audiens lebih aktif di dalam memutuskan media apa yang akan dipergunakan dalam memenuhi kebutuhannya dan yang sesuai dengan minat mereka. Orang membuka diri pada media yang isinya berkaitan dengan selera mereka. Dalam pengertian ini, audiens mengontrol efek media atas diri mereka (Vivian, 2008 : 478). Dari sekian banyak media yang ada, televisi merupakan salah satu media yang paling banyak diminati, karena dinilai lebih menarik dengan menampilkan paduan gambar dan suara secara bersamaan sehingga pesan yang disampaikan
13
dapat ditangkap dan diinterpretasikan secara jelas oleh audiens. Televisi memiliki daya tarik yang kuat disebabkan oleh unsur-unsur audio yang berupa suara, dan visual yang berupa gambar hidup yang menimbulkan kesan mendalam pada pemirsanya. Selain karena kelebihan tersebut, televisi juga diminati karena adanya beragam pilihan, mulai dari stasiun televisi sampai program-program acara yang dapat di akses dengan mudah dan cepat oleh audiens televisi. (Effendy, 1993 : 177). Beberapa tahun dalam
bentuk
menyangka dunia
lalu, ketika otoritarisme politik orde baru diwujudkan
monopoli
televisi
siaran,
mungkin
orang
tidak
akan
pertelevisian Indonesia akan berkembang sedemikian pesat
seperti sekarang ini. Pergerakan reformasi tahun 1998 silam telah melahirkan euforia desentralisasi yang melahirkan perangkat perundang-undangan yang mengatur desentralisasi politik berupa otonomi daerah (Setiyakarya, 2010 : 76). Akan tetapi, reformasi Mei 1998 rupanya tidak saja membawa angin segar bagi dunia perpolitikan, tetapi juga suasana baru bagi industri media Indonesia. Menurut Morissan (2005 : 8) gerakan reformasi pada tahun 1998 telah memicu perkembangan industri media massa khususnya televisi. Seiring dengan itu, kebutuhan masyarakat dengan informasi juga semakin bertambah. Menjelang tahun 2000 muncul hampir secara serentak lima televisi swasta baru (MetroTV, TransTV, Lativi, dan GlobalTV) serta beberapa televisi daerah. Tidak ketinggalan pula munculnya televisi berlangganan yang menyajikan berbagai program dalam dan luar negeri. Indonesia selama bertahun-tahun menerapkan sistem siaran televisi secara
14
terpusat (sentralistis) dimana sejumlah stasiun televisi yang berlokasi di Jakarta mendapat hak untuk melakukan siaran secara nasional. Sistem penyiaran terpusat dinilai tidak adil dalam suatu negara demokratis karena tidak memberi peluang kepada masyarakat daerah untuk membuat program dan mengelola penyiaran untuk daerahnya sendiri. Berlatar-belakang keadaan tersebut, Indonesia secara bertahap mengubah sistem penyiarannya menjadi sistem penyiaran berjaringan yang mengakui keberadaan stasiun televisi daerah atau stasiun lokal (Morissan, 2008 : 104). Hal ini ditandai dengan dibentuknya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002.
Undang-Undang
tersebut
berisikan
tentang
UU
penyiaran
yang
mengamanatkan realisasi Sistem Stasiun Berjaringan (SSB), seperti yang dituangkan dalam Pasal 31 ayat 1 yang berbunyi: “Lembaga penyiaran yang menyelenggarakan jasa penyiaran radio atau jasa penyiaran televisi atas stasiun penyiaran jaringan dan atau stasiun penyiaran lokal”. Berbagai informasi tentang daerah yang tidak terekspos oleh media nasional mendasari kehadiran media televisi lokal di berbagai daerah. Kehadiran televisi lokal menambah variasi atau pilihan bagi masyarakat untuk mendapatkan informasi, hiburan, dan pendidikan. Hal ini sesuai dengan amanat UndangUndang Penyiaran No. 32 tahun 2002 yang lebih menitikberatkan pada partisipasi dan kontrol masyarakat serta pemberdayaan institusi lokal. Tujuan UU Penyiaran No.32 tahun 2002 yang mengatur tentang Stasiun Siaran Berjaringan (SSB) adalah untuk meletakkan pondasi bagi sistem penyiaran,
15
yang telah membawa perubahan paradigma dari semula sangat sentralis, menjadi desentralistis. Hal ini bertujuan agar daerah dapat menikmati manfaat yang lebih baik dari ranah penyiaran, baik di wilayah isi siaran (diversity of content) maupun di wilayah bisnis ekonomi penyiaran (diversity of ownship). Makna dari UU ini adalah
untuk
memberikan
keleluasaan
untuk
pembangunan
ekonomi,
kesejahteraan masyarakat di daerah. Juga, agar penyiaran tidak terkonsentrasi di pusat (Setiyakarya, 2010 : 78). Setelah Undang-Undang Penyiaran disahkan pada tahun 2002, jumlah televisi baru di Indonesia diperkirakan akan terus bermunculan, khususnya di daerah, yang terbagi dalam empat kategori yaitu lembaga penyiaran publik, lembaga penyiaran swasta, lembaga penyiaran berlangganan dan lembaga penyiaran komunitas. Penyiaran saat ini tidak lagi menjadi monopoli Jakarta. Fenomena menjamurnya televisi lokal di berbagai daerah dapat dijadikan indikator telah menyebarnya sumber daya penyiaran. Asosiasi Televisi Lokal Indonesia (ATVLI), sebuah organisasi tempat bergabungnya televisi lokal yang berdiri pada 26 Juli 2002, hingga saat ini telah menghimpun sebanyak 29 industri televisi lokal. Anggotanya tersebar di berbagai daerah di Indonesia. Asosiasi TV Lokal Indonesia (ATVLI) menyatakan bahwa di wilayah Jakarta sendiri, kurang lebih ada 5 stasiun TV lokal terkemuka, yakni Jak TV, O’Channel, B Channel, Elshinta TV dan Da’Ai TV. Hampir setiap stasiunnya mengusung tema visi dan misi yang berbeda. Jak TV, sebagai salah satu TV lokal yang cukup dikenal memulai siarannnya pada tahun 2004, dengan mengusung
16
tema nonstop entertainment, education and information yang dikemas secara fresh, intellegent dan inovatif dalam setiap penyiarannya. O’Channel mengusung tema pop inspiratif, yang sesuai dengan motto-nya yakni, your inspiring entertainment and lifestyle television. Da’Ai TV memfokuskan diri dalam bidang kemanusiaan yang menitikberatkan pada penyebaran cinta kasih lintas agama, suku, bangsa dan negara. B Channel yang mengusung tema pada nilai-nilai keluarga. Dan Elshinta TV yang mengusung tema pemberdayaan kesejahteraan usaha kecil. Dari kelima televisi lokal di Jakarta ini, ada dua yang menonjol, yakni Jak TV dan O’Channel. Berdiri dan berkembang sejak tahun 2004, keduanya merupakan pelopor dalam pertelivisian lokal. Hal menjadi daya tarik utama peneliti dalam memilih keduanya. Usia 7 tahun, baik Jak TV dan O’channel dianggap mampu bertahan di persaingan industri pertelevisian lokal. Dengan demikian dapat diartikan bahwa selama ini audiens Jak TV dan O’Channel mendapatkan kepuasan tersendiri sehingga membuat Jak TV dan O’Channel mampu mempertahankan eksistensinya. Kehadiran televisi lokal yang lahir dengan spirit otonomi daerah, sangat dirasakan dampak kehadirannya sebagai warna baru dalam dunia penyiaran tanah air. Berbagai potensi-potensi daerah yang selama ini disadari kurang optimal, sekarang dapat diangkat dalam wujud audio-visual. Kehadiran televisi lokal, dapat menjadi solusi penting untuk hal tersebut. Dibungkus dengan kemasan kedaerahan yang kental, paket tayangan yang bermaterikan sosial, budaya, pariwisata,
17
ekonomi dan berbagai unsur kedaerahan lainnya, tentunya menjadi suatu kebutuhan bagi seluruh lapisan masyarakat di daerah tersebut. Ada beberapa alasan mengapa televisi lokal memungkinkan memiliki daya tarik, misalnya, karena adanya unsur kedekatan (proximity) emosional setiap program yang ditawarkan dengan kognisi warga masyarakat setempat. Jarak terjadinya suatu peristiwa dengan tempat dipublikasinya peristiwa, juga mempunyai arti penting. Khalayak akan tertarik untuk mengetahui hal-hal yang berhubungan langsung dengan kehidupannya dan lingkungannya (Riswandi, 2009 : 109). Tuggle dalam Morissan (2008 : 20) mengatakan “one local death is worth -in term of news interest- five elsewhere in the state, twenty elsewhere in the country, and hundreds elsewhere in the world”. Kehadiran televisi lokal sangat berpengaruh bagi masyarakat lokal yang memang membutuhkan informasi yang bersifat lokal. Dibungkus dengan kemasan lokal yang kental, televisi lokal berupaya mempersembahkan yang terbaik bagi masyarakat dengan kearifan lokal yang berbeda-beda. Seperti yang ditegaskan oleh Mantan Menteri Infokom Sofyan Djalil, keberadaan televisi lokal diharapkan menjadi sarana untuk meningkatkan akses informasi masyarakat di daerah. Juga bisa mengembangkan potensi daerah sehingga menjadi lebih maju dan sejahtera melalui pengembangan perekonomian rakyat dan meningkatkan pendidikan politik publik (Bali Post, 26 Juli 2005). Dengan banyaknya jumlah stasiun penyiaran televisi, maka semakin banyak pula jenis-jenis program tayangan televisi yang dapat memenuhi beragam kebutuhan masyarakat. Hal ini yang akan menempatkan audiens pada posisi
18
decision maker. Dengan menggunakan pendekatan Uses and Gratification, individu tersebut
akan memikirkan apa yang menjadi motifnya dan akhirnya
memilih tayangan televisi mana yang ingin ia tonton. Motif audiens tidak dapat diamati secara langsung, tetapi dapat diinterpretasikan dalam tingkah lakunya, yakni berupa rangsangan, dorongan atau pembangkit tenaga munculnya suatu tingkah laku tertentu. Ada berbagai kebutuhan yang dipuaskan oleh media massa. Dalam hal ini kita ingin mencari kesenangan, media massa dapat memberikan hiburan. Ketika mengalami goncangan batin, media massa dapat memberikan kesempatan untuk melarikan diri dari kenyataan. Ketika kesepian, media massa berfungsi sebagai sahabat (Rakhmat, 2003 : 207). Kategori motif dan kepuasan audiens dalam menonton siaran televisi lokal, yang dijadikan acuan dalam penelitian ini adalah kategori motif dan kepuasan pengkonsumsian media menurut Mc Quail, Blumer dan Brown (McQuail, 1972) yaitu meliputi: motif dan kepuasan surveillance yakni kebutuhan dan kepuasan akan informasi dan eksplorasi sosial; motif dan kepuasan identitas pribadi ditunjukan untuk memperkuat sesuatu yang penting dalam kebutuhan; motif dan kepuasan integrasi dan interaksi sosial yang merujuk pada kelangsungan hubungan individu dengan orang lain; dan yang terakhir motif dan kepuasan pengalihan (diversion) yang meliputi kebutuhan atau pelepasan diri dari tekanan dan kebutuhan akan hiburan.
19
1.2 Rumusan Masalah Dengan mengacu pada latar belakang masalah di atas, berikut rumusan masalahnya:
Apakah motif-motif audiens dalam menonton TV lokal?
Apakah ada kepuasan audiens TV lokal dalam menonton Jak TV dan O’Channel?
Apakah ada perbedaan tingkat kepuasan audiens TV lokal dalam menonton Jak TV dan O’Channel?
1.3 Tujuan Penelitian Setelah mengetahui rumusan masalah seperti yang disebutkan diatas, dapat diketahui bahwa penelitian ini bertujuan untuk:
Mengetahui motif audiens dalam menonton TV lokal
Mengetahui tingkat kepuasan audiens Jak TV dan O’Channel
Mengetahui perbedaan tingkat kepuasan audiens Jak TV dan O’Channel
1.4 Manfaat Penelitian Manfaat dari penelitian ini:
Signifikasi Teoritis, menambah kajian ilmu komunikasi yang berkenaan dengan penerapan teori Uses and gratification yang meneliti kepuasan khalayak dalam menggunakan media massa pada umumnya dan khususnya dalam hal kepuasan atas pilihan media elektronik dalam hal ini televisi lokal.
20
Diharapkan dapat memberikan sumbangan wawasan dan pengetahuan serta menambah perbendaharaan kepustakaan bagi fakultas ilmu komunikasi Universitas Multimedia Nusantara.
Signifikasi
Praktis, sebagai masukan bagi pihak stasiun TV lokal supaya
dapat lebih memahami audiens sehingga dapat melakukan evaluasi terhadap programnya supaya dapat lebih memenuhi kebutuhan motif dan kepuasan audiens
1.5 Sistematika Penulisan: BAB I berisi PENDAHULUAN, yang terdiri dari latar belakang permasalahan, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, serta sistematika penulisan. BAB II berisi KERANGKA PEMIKIRAN, yang terdiri dari penelitianpenelitian terdahulu, konsep-konsep dasar baik tinjauan pustaka hingga teori-teori yang penulis gunakan dalam penelitian ini, kerangka pemikiran, serta hipotesis teoritis penelitian. BAB III berisi METODOLOGI, yang terdiri dari pendekatan dan sifat penelitian, metode penelitian, populasi dan sampel yang diambil oleh penulis, metode pengumpulan data, operasionalisasi konsep, teknik analisis data, serta uji hipotesis, validitas, dan reliabilitas, BAB IV berisi HASIL PENELITIAN dan INTERPRETASI DATA yang memaparkan hasil penelitian yang dilakukan penulis, serta bagaimana hipotesis yang dibuat oleh penulis sebelumnya dibuktikan kebenarannya.
21
BAB V berisi KESIMPULAN dan SARAN, yaitu pemaparan berbagai kesimpulan yang penulis peroleh melalui penelitian, serta beberapa saran dan masukan yang penulis berikan untuk penelitian lanjutan ataupun untuk para pembaca dan media massa yang terkait.
22