BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Industri mempunyai peranan yang sangat besar dalam menunjang pembangunan yang sedang berjalan saat ini di Indonesia. Pemerintah pusat, dalam hal ini Departemen Perindustrian mulai melaksanakan program pembangunan di bidang ekonomi dan titik beratnya adalah peningkatan pembangunan di sektor industri. Di Indonesia banyak industri-industri kecil dan menengah yang tumbuh diantaranya adalah industri logam. Industri- industri kecil dan menengah yang bergerak di bidang logam cukup banyak jumlahnya, tetapi cara pengelolaan industri ini pada umumnya masih dikerjakan secara tradisional dengan keterbatasan kemampuan di bidang teknik pengecoran logam. Kondisi ini akan menyebabkan bahan pencemar logam yang antara lain dibuang ke udara sebagai hasil kegiatan industri keluar dari cerobong asap pabrik maupun udara yang dihirup langsung oleh para pekerja pengecoran logam itu sendiri. Peran industri sangat besar di dalam kontribusi terjadi pencemaran udara logam, seperti halnya di kawasan industri pengecoran logam yang ada di Desa Batur, Ceper, Klaten Keberadaan kawasan industri pengecoran logam di Klaten terdapat di Kecamatan Ceper, tersebar di tiga desa yang bersebelahan, yakni Tegal Rejo, Ngawonggo dan Ceper. Pusat utama kegiatan industri terletak di Dusun Batur. Desa Batur, Kecamatan Ceper, Kabupaten Klaten Seluruh kegiatan industri pengecoran tersebut masing-masing akan memberikan kontribusi pencemaran, baik itu pencemaran mengenai limbah cair industri hal itu dapat terlihat berdasarkan informasi lapangan yang dilakukan pada pemantauan keberadaan sungai yang mengalir di Desa Batur, Ceper, Klaten yaitu Sungai Ceper dan
2 Ngawonggo. Kondisi air sungai sudah sangat tercemar hal itu di tandai dengan air sungai berwarna kehitam-hitaman dan berbau hal ini disebabkan karena
sungai tersebut
berdasarkan penelitian kadar zat krom, BOD, seng, COD telah melebihi nilai ambang batas (BLH Kab. Klaten 2014), Selain itu juga kondisi tersebut sudah sejak lama terjadi hal itu di sebabkan oleh pembuangan limbah dari pabrik gula Ceper dari zaman kolonial Belanda. Walaupun pabrik gula tersebut sudah tutup, namun pembuangan limbah cair dari beberapa industri pengecoran yang ada di sekitar kawasan industri pengecoran logam Ceper, Klaten masih membuang limbahnya di sungai tersebut, hal itu akan berdampak kepada pengunaan air sumur resapan yang ada di sekitar kawasan tersebut, barang tentu akan menimbulkan gangguan terhadap kesehatan masyarakat, hewan, tanaman yang ada di sekitar kawasan tersebut di dalam mengkonsumsikan dan penggunaannya. Didukung oleh iklim tropis memacu timbulnya pencemaran udara yang berupa debu logam yang terjadi dilingkungan Batur, Ceper yang terjadi akibat kegiatan industri yang berada di kawasan Desa Batur dapat memberikan dampak negatif yaitu mempengaruhi lingkungan, yang memberikan dampak terhadap pertumbuhan tanaman dan hewan
yang ada di
sekitar kawasan tersebut. . Debu-debu logam yang menempel pada daun tanaman dapat menghalangi proses fotosintesis, begitu juga dengan keberadaan permukiman penduduk yang ada di dalam kawasan industri sebanyak ± 619 perumahan yang ada di Kecamatan Ceper, Klaten. Dampak pencemaran debu logam akan berakibat
pada keresahan
masyarakat, karena dapat berpengaruh terhadap kesehatan masyarakat yang ada di sekitarnya sebesar ± 62.915 jiwa. Pencemaran debu logam yang dihasilkan dari kegiatan pengecoran logam yang ada ditandai dari proses peleburan logam dari kegiatan pencetakan menggunakan pasir. Umumnya kegiatan peleburan logam yang dilakukan oleh industri logam yang ada di Desa Batur, Ceper menggunakan dapur pemanas peleburan logam dengan tiga jenis
3 yaitu: kupola, tungkik dan induksi listrik, ketiga dapur dengan menggunakan suhu panas yang tinggi yang berbeda setiap jenis produk, dimana bahan baku yang digunakan pada dasarnya sama, namun yang berbeda adalah bahan baku pembantu (bahan paduanya yang berbeda untuk setiap jenis produk logam), setiap
bahan baku dan bahan bakar
yang digunakan untuk proses peleburan logam masing-masing mengandung unsur kimia. Berdasarkan hasil survei penggunaaan dapur kupola lebih dominan digunakan di pabrik pengecoran logam yang ada di Desa Batur. Walaupun kenyataan pada proses peleburan logam dengan menggunakan dapur tungkik lebih berbahaya dibanding dapur kupola lebih banyak memberi dampak keberadaan pencemaran
unsur zat kimia di dalam ruang
pengecoran logam. Pencemaran debu logam yang terjadi di dalam ruang pengecoran logam disebabkan oleh dua hal yaitu (Idris, 1988): (1). karena pada proses peleburan logam dapur kupola menggunakan suhu yang relatif tinggi dan bahan bakar yang digunakan berupa kokas yang memiliki kadar karbon cukup tinggi lebih kurang 86%, (2). keberadaan bahan baku yang digunakan untuk proses cor logam berupa: besi kasar (pig iron),
besi bekas, baja bekas (stell scrap), bahan paduan (ferro silikon dan ferro
mangan), begitu juga dengan kegiatan pencetakan cor dengan menggunakan pasir sebagai yang mengandung silikon (SiO 2 ), dimana kegiatan peleburan didukung dengan temperatur yang tinggi tergantung jenis cor-coran yang akan dibuat berkisar antara 650 16000C.
Dengan gambaran kondisi ruangan pengecoran
yang dipenuhi dengan
keberadaan unsur zat kimia akibat proses peleburan logam, tentunya akan berdampak terhadap menyebabkan timbulnya berbagai jenis penyakit akibat kerja (Anies, 2005), jenis pekerjaan atau beban kerja dengan berbagai lingkungan kerja dapat merupakan faktor resiko terjadinya gangguan kesehatan, seperti timbulnya penyakit: (1) dermatitis/ kulit, (2) penyakit paru.
4 Penelitian perbandingan telah dilakukan sebelumnya (Prayudi, 2001)
mengenai
kualitas debu dalam udara sebagai dampak industri logam yang ada di kawasan industri Ceper Klaten dinyatakan bahwa konsentrasi debu di wilayah industri pengecoran logam Ceper terhadap 3 desa yaitu: Desa Tegalrejo, Ceper dan Ngawonggo telah melampaui nilai ambang batas yang diperbolehkan adanya usaha untuk menurunkan kadar tersebut. Konsentrasi debu yang tinggi di duga disebabkan oleh kegiatan industri logam yang terbuka (konvensional) sebagai langkah telah mengalami pencemaran (melampaui nilai ambang batas yang diperbolehkan yaitu 260 μg/m3), sedangkan untuk daerah-daerah di luar wilayah industri masih relatif rendah menghasilkan kadar debu yang cukup tinggi dan sudah mengkuatirkan karena di atas nilai ambang batas yang diperbolehkan. Adapun nilai terendah terdapat pada lokasi Kecamatan Delanggu (101 μg/m3), yang merupakan daerah di luar wilayah industri pengecoran logam, sedangkan untuk wilayah-wilayah di luar kedua desa tersebut, menunjukkan kecenderungan kadar debu yang relatif rendah dan masih di bawah nilai ambang batas yang ditentukan. Konsentrasi debu di wilayah industri pengecoran logam Ceper Klaten
telah
melampaui nilai ambang batas yang diperbolehkan (Prayudi, 2001). Berdasarkan hasil penelitian yang sebelumnya (Damanik, 2005) mengenai dampak pencemaran debu terhadap kesehatan tenaga kerja pada bagian produksi pengecoran logam di PT. Bonjor yang merupakan perusahaan industri pengecoran logam, kenyataan di lapangan, memang benar diperoleh kadar debu logam yang ada di bagian produksi di PT. Bonjor yaitu di bagian permesinan didapat kadar debu logam sebesar 3,012 mg/m3. Paparan debu logam yang terdapat di ruangan bagian pengecoran adalah sebesar 0,669 mg/m3, kondisinya masih berada di bawah nilai ambang batas yang telah ditentukan, dengan suhu untuk masing-masing ruangan sama yaitu 25,6 0C tetapi nilai kelembaban dari hasil pengukuran berbeda yaitu 61% untuk bagian permesinan dan 57% untuk bagian pengecoran. Dari
5 hasil penelitian terhadap 30 responden yang bekerja di PT. Bonjor, Klaten melakukan pengukuran terhadap kondisi paru-paru para pekerja di bagian produksi dengan bantuan alat spirometer, terdapat 13 % kondisi paru responden berada pada keadaan normal (dengan uraian 1 orang dari bagian permesinan, 2 orang dari bagian pengecoran yang kondisi parunya masih dikategorikan normal), sedangkan 77 % dalam kondisi sakit (12 orang dari bagian permesinan dan 11 orang dari bagian pengecoran) dan, 13% kondisi parunya dalam keadaan sakitnya sudah akut. (2 orang dari bagian permesinan dan 2 orang lagi dari bagian pengecoran). Selain itu juga dari hasil penelitian diketahui bahwa banyak para pekerja yang mengeluh tentang penyakit gatal-gatal pada tangan dan kaki mereka akibat paparan debu logam yang terjadi pada saat mereka sedang melakukan pekerjaan. Hasil uraian di atas maka mendorong peneliti untuk melakukan
penelitian
mengenai model pengendalian kesehatan di pengecoran logam di kawasan industri pengecoran logam, guna mendeteksi keberadaan tingkat pencemaran debu sehingga dapat memberikan tindakan didalam mengurangi dispersi debu dalam ruangan, sehingga dapat mengetahui seberapa besar kontaminasi yang ditimbulkan oleh dampak pencemaran debu di dalam ruangan pengecoran logam yang berakibat terhadap kesehatan para pekerja dengan bantuan perangkat lunak komputer CFD (Computational Fluid Dynamics).
B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah yang ada, maka rumusan masalah dalam penelitian ini dapat disusun sebagai berikut: 1. Sejauh mana sebaran debu yang ada di dalam ruangan pengecoran logam dari kegiatan dapur kupola ?. 2. Sejauh mana pengaruh sebaran debu logam dari dapur kupola yang terhirup oleh para pekerja yang bekerja di dalam ruang pengecoran logam ?.
6 3. Sejauh mana pengaruh debu logam terhadap timbulnya penyakit akibat kerja di dalam ruang pengecoran logam ?. 4. Sejauh mana pengaruh karakteristik tenaga kerja terhadap timbulnya penyakit paruparu dan kulit ?. 5. Merancang model pengendalian kesehatan tenaga kerja pada di dalam ruang pengecoran dapat mengurangi dispersi debu logam yang terhirup oleh pekerja guna mengantisipasi masalah penurunan kesehatan tenaga kerja yang dapat menimbulkan penyakit paru-paru dan kulit ?.
C. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian yang dilakukan adalah: 1. Mengetahui sebaran debu logam di dalam ruang pengecoran. 2. Mengetahui pengaruh dapur kupola debu logam terhadap paparan debu logam yang terhirup oleh para pekerja di dalam ruang pengecoran logam 3. Mengetahui pengaruh debu logam terhadap timbulnya penyakit akibat kerja di dalam ruang pengecoran logam 4. Mengetahui pengaruh karakteristik tenaga kerja terhadap timbulnya penyakit paruparu dan kulit. 5. Merancang model ruang pengecoran logam sebagai pengendali kesehatan tenaga kerja di bagian pengecoran logam
guna mengurangi dispersi debu logam yang
dihirup oleh tenaga kerja yang berdampak terhadap penyakit paru-paru dan penyakit kulit.
7 D. Keaslian dan Kedalaman Penelitian 1. Keaslian Penelitian Penelitian yang berkaitan pabrik pengecoran logam saat ini mulai banyak dilakukan. Sejauh pengamatan penulis, penelitian mengenai model pengendalian kesehatan tenaga kerja di kawasan industri pengecoran logam Batur, Ceper, Klaten belum pernah dilakukan. Adapun penelitian terdahulu yang sejenis dan berkaitan dengan penelitian ini adalah: No 1.
Nama/ Tahun Harninto (1989)
2.
Mustafa (1986)
3.
Sutopo (1986)
4.
Prayudi Teguh (2001)
5.
Prayudi Teguh (2001
Tabel. 1 Keaslian Penelitian Judul
Hasil Penelitian
Pengaruh cuaca kerja di pabrik ubin dan genteng semen yang beratap seng dan pabrik ubin yang beratap genteng tanah di yogyakarta terhadap terjadinya dermatitis kontak di lingkungan debu semen
Ternyata kelembaban dan suhu yang ada di ruangan dipacu oleh adanya pemilihan jenis atap yang digunakan, yaitu atap seng lebih tinggi udara panasnya dibanding pabrik yang beratap genteng tanah, hal itu sangat berpengaruh terhadap timbulnya penyakit dermatitis akibat suhu yang panas memancing timbulnya konsumsi keringat yang berlebihan hal itu merupakan indikator timbulnya penyakit kulit dicampur dengan debu yang lengket di tangan ataupun di bagian tubuh lainnya Pengaruh pemaparan gas Ada kenaikan kadar gas karbonmonoksida di bagian karbonmonoksida sebagai hasil peleburan dan pengecoran logam akibat paparan gas samping proses industri karbonmonoksida sebagai hasil samping proses pengecoran logam “batur jaya” pengecoran logam. mengakibatkan kenaikan Ada kenaikan kadar karbonmonoksida lebih di dalam frekuensi denyut jantung pada darah tenaga kerja di bagian peleburan dan tenaga kerja. pengecoran logam, akibat paparan gas karboksinemoglobin sebagai hasil samping proses pengecoran logam Pengaruh pemberian minum air • Tenaga kerja laki-laki yang melakukan pekerjaannya dan natrium klorida terhadap dalam ruang pengecoran logam selama bekerja terpapar tenaga kerja yang terpapar pada panas 33,64 0C ± 2,77 0 C menurut metode ISBB, industri pengecoran logam PT. ternyata mengalami kelelahan dini. Inti General Jaya Steel di • Kelelahan dini yang dialami oleh tenaga kerja dalam Semarang ruang pengecoran logam tersebut disebabkan karena terpapar panas. • Kelelahan tersebut dapat diperbaiki dengan minum air setiap 15 menit sebanyak 250 CC dan garam natrium klorida 2,7 gram sebelum bekerja. • Pemberian minum air setiap 15 menit sebanyak 250 CC lebih penting dari pada pemberian garam natrium klorida 2,7 gram Kualitas debu dalam udara Wilayah-wilayah pusat industri menghasilkan kadar sebagai dampak industri debu yang cukup tinggi dan sudah mengkuatirkan pengecoran logam Ceper karena di atas nilai ambang batas diperbolehkan. Dampak industri peleburan logam Fe terhadap pencemaran debu di udara
Kadar Fe di dalam debu memberikan gambaran distribusi Fe yang sangat luas dengan sebaran 0,0215,71 mg/m3, konsentasi debu logam Fe cukup signifikan dengan kandungan debu TSP
8 No 6.
Judul Nama/ Tahun Atmanto Sigit Behavioral determinants Ireng (2005) workers in the use pipe based on hazard assessment in foundry company Ceper Klaten
7.
Damanik Hanum Latifah (2005)
9.
Taufiq Muhammad La Ode (2006)
10.
Setyaningsih Yuliani (2007)
Hasil Penelitian
Perilaku pekerja pada industri pengecoran logam di pengaruhi oleh beberapa hal yaitu lingkungan kerja yang tidak nyaman, tidak adanya kebijakan yang mewajibkan penggunaan alat pelindung diri dan tidak adanya dukungan dari pimpinan serta tidak adanya pelatihan keselamatan kerja Dampak pencemaran debu • Hasil pengukuran kadar debu logam aluminium terhadap kesehatan tenaga sebesar 3,012 mg / m3. Sedangkan paparan debu yang kerja pada bagian produksi terdapat di ruangan bagian pengecoran adalah sebesar pengecoran logam. studi kasus 0,669 mg / m3, meskipun suhu untuk masing-masing di PT.Bonjor, Klaten ruangan sama yaitu 25,6 0C tetapi nilai kelembaban dari hasil pengukuran berbeda yaitu 61% untuk bagian permesinan dan 57% untuk bagian pengecoran. • Dari hasil pengukuran yang dilakukan terhadap 30 responden dengan bantuan alat spirometer, terdapat 13 % kondisi paru responden berada pada keadaan normal (dengan uraian 1 orang dari bagian permesinan, 2 orang dari bagian pengecoran yang kondisi paru-parunya masih dikategorikan normal), sedangkan 77 % dalam kondisi sakit (12 orang dari bagian permesinan dan 11 orang dari bagian pengecoran) dan,13 % kondisi paru-parunya dalam keadaan sakitnya sudah akut. (2 orang dari bagian permesinan dan 2 orang lagi dari bagian pengecoran). Analisis kondisi lingkungan • Tidak terdapat perbedaan yang nyata dan signifikan dan pengaruhnya terhadap baik produktivitas tenaga kerja maupun kebisingan produktivitas tenaga kerja pada pengukuran pagi (jam 09.00 – 11.00) dengan (kasus pada departemen siang (jam 13.00 – 15.00). produksi industri pengecoran • Terdapat perbedaan yang nyata dan signifikan antara logam dan permesinan PT. iklim kerja pada pengukuran pagi (jam 09.00 – 11.00) Bonjor Jaya Klaten) dengan siang (jam 13.00 – 15.00) Perbedaan tekanan panas, • Rata-rata usia pekerja bagian pengecoran (tekanan karakteristik pekerja dan panas tinggi) adalah 38,53 tahun sedangkan rata-rata jumlah konsumsi air minum usia pekerja bagian finishing (tekanan panas normal) terhadap kejadian kristal urin adalah 38,35 tahun, rata-rata masa kerja pekerja pada pekerja pengecoran besi bagian pengecoran adalah 12,40 tahun, sedangkan baja di PT. Putra Ceper Klaten rata-rata masa kerja pekerja bagian finishing adalah 11,53 tahun. • Hasil pengukuran tekanan panas diperoleh nilai ISBB pada bagian pengecoran yaitu: 30,70C dan 31,6 0C dengan beban kerja berat, hal ini berarti iklim kerja di tempat tersebut berada di atas Nilai Ambang Batas sedangkan nilai ISBB pada bagian finishing yaitu 29,70C dan 28,10C dengan beban kerja ringan, hal ini berarti iklim kerja di tempat tersebut di bawah Nilai Ambang Batas. • Rata-rata jumlah konsumsi air minum pekerja bagian pengecoran adalah 1993,33 ml sedangkan rata-rata jumlah konsumsi air minum pekerja bagian finishing adalah 2117,65 ml. Sebagian besar (80%) pekerja bagian pengecoran mengalami kejadian kristal urin sedangkan pekerja bagian finishing sebesar (70,6%) tidak ada kristal urin.
9 2. Kedalaman Penelitian Sebagai bahan perbandingan dari hasil penelitian yang terdahulu dengan penelitian yang akan dilakukan adalah sebagai berikut: a. Penelitian yang dilakukan oleh Prayudi (2001) mengenai kualitas debu dalam udara sebagai dampak industri pengecoran logam Ceper dan dampak industri peleburan logam Fe terhadap pencemaran debu di udara dalam penelitian ini di fokuskan pada partikel debu saja, sedangkan penelitian yang akan dilakukan lebih teliti lagi karena berfokus pada tingkat pencemaran udara yang lebih teliti, dengan melakukan pengukuran kadar logam berat yang terkandung di dalam debu (partikel) berupa NO 2 , SO 2 , CO, O 3 , NH 3, H 2 S dan kebisingan untuk ke-3 desa (Desa Tegalrejo,Ngawonggo, Ceper) dan pengukuran kadar debu yang ada di dalam ruangan pengecoran logam secara tradisional sehingga pada penelitian ini dapat diketahui penyebab terjadinya dampak pencemaran debu logam terhadap kesehatan tenaga kerja yang bekerja di ruang pengecoran dan dalam penelitian ini memberikan upaya pengendalian kesehatan pada tenaga kerja yang ada di ruang pengecoran. b. Penelitian yang dilakukan oleh Sutopo (1986) tentang pengaruh pemberian minum air dan Natrium Klorida terhadap tenaga kerja yang terpapar pada industri pengecoran logam PT. Inti General Jaya Steel di Semarang dan penelitan yang dilakukan oleh Setyaningsih (2007) perbedaan tekanan panas, karakteristik pekerja dan jumlah konsumsi air minum terhadap kejadian kristal urin pada pekerja pengecoran besi baja di PT. Putra Ceper Klaten, adapun perbedaan terhadap penelitian yang akan dilakukan di fokuskan terhadap pengaruh kesehatan tenaga kerja berupa model pengendalian kesehatan tenaga kerja guna menyelesaikan masalah penyakit akibat kerja seperti: keluhan paruparu dan kulit pada kegiatan pengecoran logam, adapun persamaanya adalah timbulnya penyakit akibat kerja yang terpapar debu logam, yang dipengaruhi oleh iklim kerja dalam ruangan pengecoran logam. c. Penelitian yang dilakukan oleh Mustafa (1986) tentang pengaruh pemaparan gas karbonmonoksida sebagai hasil samping proses industri pengecoran logam “Batur
10 Jaya” mengakibatkan kenaikan frekuensi denyut jantung pada tenaga kerja. Adapun perbedaan terhadap penelitian yang akan dilakukan yaitu pada kapasitas gangguan paru-paru tenaga kerja yang terpapar debu logam, walaupun sama-sama meneliti kondisi kesehatan pekerja akibat terhidup zat kimia pada saat melakukan pekerjaan di dalam ruang pengecoran logam nama dalam penelitian ini dapat memberikan gambaran desain bangunan mengenai sebaran zat kimia yang ada di dalam ruang pengecoran logam sehingga dapat di jadikan patokan mengenai gambaran keberadaan zat kimia yang tersebar di dalam ruang pengecoran guna mendesain kembali ruang sehingga dapat mengendalikan pencemaran zat kimia yang ada dalam ruangan tersebut. d. Penelitian yang dilakukan oleh Atmanto (2005) tentang behavioral determinants workers in the use pipe based on hazard assessment in foundry company Ceper Klaten, penelitian ini berfokus pada perilaku penggunaan alat pelindung diri, sedang penelitian yang akan dilakukan berfokus pada model kesehatan tenaga kerja yang bekerja di ruang pengecoran logam (dapur kupola) yang mana penggunaa alat pelindung diri merupakan salah satu model dalam mengatasi masalah pengendalian kesehatan akibat kerja yang terpapar debu logam di ruang pengecoran logam yang di sesuaikan dengan SOP kerja dari tenaga kerja dan kebutuhan dari pekerjaan itu sendiri sesuai dengan tingkat beban kerja dan resiko kerja yang ada pada saat pembakaran dengan menggunakan dapur kupola. e. Penelitian yang dilakukan oleh Taufiq (2006) tentang analisis kondisi lingkungan dan pengaruhnya terhadap produktivitas tenaga kerja (kasus pada departemen produksi industri pengecoran logam dan permesinan PT. Bonjor Jaya Klaten), sedangkan penelitian yang akan dilakukan berfokus pada model kesehatan dalam upaya mengatasi masalah kesehatan (timbulnya keluhan penyakit paru dan kulit), sedang persamaan dalam penelitian ini, berupa kondisi iklim merupakan salah satu pemacu timbulnya paparan debu logam yang ada di dalam ruang produksi. Kondisi iklim kerja
11 sama-sama mempengaruhi produktivitas tenaga kerja yang bekerja di ruang produksi pengecoran logam yang ada di PT. Bonjor Jaya Klaten.
E. Manfaat Penelitian Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah: 1. Bagi pihak perusahaan a. Sebagai bahan informasi dalam upaya pengendalian pencemaran debu logam yang ada di dalam ruang pengecoran oleh industri pengecoran logam yang ada di kawasan Batur, Ceper, Klaten b. Dapat memberikan informasi mengenai gambaran pendeteksian keberadaan debu logam akibat proses pengecoran yang mengakibatkan timbulnya keluhan- keluhan yang mengganggu kesehatan oleh pekerja, sehingga dapat menurunkan produktivitas kerja pekerja itu sendiri. c. Mampu memberikan masukan secara nyata mengenai model pengendali kesehatan tenaga kerja sehingga dapat mendeteksi dispersi debu yang akan dihirup oleh para pekerja di dalam ruang pengecoran logam dan juga dapat memberikan model rancang ruang pengecoran logam yang ramah lingkungan. 2. Bagi ilmu pengetahuan a. Sebagai tambahan referensi dan bahan masukan bagi ilmu pengetahuan di bidang ilmu lingkungan, terutama yang berkaitan dengan kondisi lingkungan fisik suatu industri, serta dampak dari pencemaran udara yang diakibatkan oleh debu logam yang dapat menganggu kesehatan para pekerja yang berada di lingkungan pabrik tersebut. b. Sebagai tambahan referensi mengenai pengaruh cuaca kerja yang ada di dalam ruang pengecoran logam yang dapat menimbulkan penyakit kulit, gangguan kapasitas paru bagi pekerja yang bekerja di dalam ruang pengecoran logam. 3. Bagi kesehatan Dapat meningkatkan kesehatan pekerja dengan menggunakan alat pelindung diri guna mengendalikan penyakit kulit dan gangguan kapasitas paru tenaga kerja yang kontak
12 langsung dengan debu logam pada lingkungan ruang pengecoran logam, sehingga biaya pengobatan dapat ditekan dan akhirnya kesejahteraan pekerja dapat lebih ditingkatkan. 4. Bagi departemen tenaga kerja Digunakan sebagai bahan pertimbangan untuk upaya K3 pada tenaga kerja yang terpapar debu logam, khususnya debu logam. 5. Bagi pembangunan negara dan bangsa Sebagai masukan bagi pemerintah dalam melihat permasalahan keselamatan kerja pada suatu industri pengecoran logam yang berwawasan lingkungan.