BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Penyiapan program pendidikan calon guru menjadi isu yang selalu menjadi persoalan ketika berbicara mengenai kualitas pendidikan di Indonesia. Kemampuan sumber daya manusia dan material kurikulum pada pendidikan calon guru pernah menjadi sorotan masyarakat, sehingga muncul program Basic Science yang mengharuskan dosen-dosen LPTK mendalami kembali bidang ilmunya melalui pendidikan S2 atau program lainnya. Reformasi kurikulum pendidikan calon guru juga dilakukan untuk menjawab tantangan dan tuntutan masyarakat. Kemampuan LPTK dalam menyediakan guru profesional sebagaimana dituangkan dalam Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru (Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia nomor 16 tahun 2007) sekarang ini menjadi ujian terhadap eksistensi LPTK. Dalam kiprahnya sebagai lembaga yang mengemban tugas utama pencetak guru, diharapkan tidak saja mampu memenuhi standar yang telah ditetapkan tetapi juga fleksibel terhadap pesatnya perkembangan dan dinamika kebutuhan masyarakat di era globalisasi dan informasi. Ancaman dan tantangan yang dihadapi LPTK harus menjadi refleksi agar mampu menciptakan peluang strategis yang lebih memperkuat keberadaan LPTK dalam menjalankan misinya menyelenggarakan layanan pendidikan bagi anak bangsa. Penanganan berbagai persoalan multidimensi dalam bidang pendidikan tidak mungkin dilakukan secara parsial, melainkan memerlukan pendekatan
1
terpadu, agar dapat menciptakan sinergi antara kebijakan yang satu dengan lainnya. Kemampuan melihat persoalan dari berbagai sudut pandang secara mendasar harus menjadi landasan dalam menentukan kebijakan pendidikan. Seringkali pemecahan masalah pendidikan hanya didasarkan pada penyelidikan yang besifat permukaan dan sekedar mengikuti trend populer, sehingga kurang menggali akar permasalahan yang sesungguhnya. Hasil-hasil penelitian dalam bidang pendidikan yang dilakukan di negara lain, hendaknya bukan dijadikan rujukan utama dalam pengambilan keputusan pendidikan, tetapi harus melalui pengkajian secara seksama, karena implementasi dalam bidang pendidikan sangat terkait dengan karakteristik budaya setempat. Penelitian bersifat naturalistik untuk menyelidiki keadaan yang terjadi sebenarnya di lapangan, semestinya mulai menjadi pijakan untuk mencari solusi. Model perbaikan program pendidikan seharusnya tidak lagi seperti meniti jalan trial and error karena kurang berpijak pada hasil penelitian yang berakar pada keadaan praktek di lapangan. Beberapa model penelitian di bidang pendidikan yang berpijak pada paradigma naturalistik, akhir-akhir ini berkembang pesat terutama dalam bentuk penelitian metakognisi, metastrategi, dan epistemologi (Kuhn,1998). Refleksi terhadap peran lembaga pencetak calon guru di masa lalu hendaknya menjadi pemicu untuk berpikir prospektif tentang profil guru pada abad mendatang. Arends (2009) menyatakan bahwa standar untuk guru di abad kesembilan belas lebih ditekankan pada bagaimana mereka menjalani kehidupan pribadinya daripada kemampuan profesionalnya. Perkembangan sangat pesat
2
terutama dalam bidang teknologi informasi tentu berdampak besar bagi kehidupan manusia, termasuk tuntutan kompetensi seorang guru. Apabila sebelumnya, guru dalam perspektif objektivis melakukan transmisi pengetahuan yang dimiliki kepada siswa, maka dalam perspektif konstruktivis pengetahuan bersifat personal dan maknanya dikonstruksikan kepada siswa melalui pengalaman. Guru harus memahami apa yang sedang terjadi pada siswa dan apa yang dilakukan agar yang diharapkan terjadi. Redish (2003) menyatakan bahwa guru bukan memberikan informasi sebanyak-banyaknya ke dalam kantong ingatan siswa, melainkan memberikan informasi baru tentang apa yang dibutuhkan agar dapat menafsirkan informasi itu. Dalam kontek pembekalan calon guru, para perancang kurikulum hendaknya memulai dengan memahami apa yang sedang terjadi pada mahasiswa calon guru, agar dapat memberikan sesuai apa yang dibutuhkan untuk menjadi seorang guru di masa mendatang. Bertolak dari persoalan umum dalam bidang pendidikan tersebut, akan ditelaah aspek epistemologi yang terkait dalam pembelajaran kelistrikan dan kemagnetan dalam pembekalan mahasiswa calon guru fisika. Studi epistemologi dalam pembelajaran menurut Lising dan Elbi (2005) dapat membantu menjelaskan keadaan kognisi siswa sebagai bagian dari outcome pembelajaran, dan memberikan masukan bagi penyusunan kurikulum yang lebih efektif serta perbaikan pembelajaran. Dalam kurikulum pendidikan calon guru fisika, mahasiswa dibekali dengan matakuliah pengayaan seperti Listrik Magnet, Gelombang, Mekanika, Fisika Modern, agar mahasiswa dapat lebih mendalami konsep-konsep fisika secara lebih baik. Sesuai kurikulum nasional, materi
3
perkuliahan tersebut merupakan matakuliah inti yang juga sama diberikan kepada mahasiswa prodi fisika non kependidikan. Sebagai calon guru fisika di sekolah menengah harus memiliki kemampuan mentransformasikan materi medan yang abstrak itu ke dalam bahasa yang dapat dicerna oleh siswa sekolah menengah. Hal ini sesuai dengan peran guru sebagai agen yang harus mampu memahami perkembangan ilmu melalui eksplanasi ilmiah dan menyampaikan kepada siswa atau masyarakat melalui eksplanasi pedagogis. Melihat peran strategis yang diemban oleh calon guru fisika ini, maka layak menjadi perhatian secara khusus, hal-hal terkait dengan pembekalan mahasiswa calon guru. Kedudukan perkuliahan Listrik Magnet dalam kurikulum prodi pendidikan Fisika, sebagai matakuliah pengayaan bertujuan untuk memantapkan konsep kelistrikan dan kemagnetan yang telah diterima pada perkuliahan fisika dasar, sekaligus jembatan untuk menempuh fisika tingkat lanjut. Perkuliahan Listrik Magnet disajikan dengan bahasa matematika abstrak, menggunakan analisis vektor yang sudah ditempuh sebelumnya dalam perkuliahan fisika matematika. Perangai fisika yang diungkapkan dalam bentuk matematika yang abstrak dimaksudkan agar sajian materi kelistrikan dan kemagnetan menjadi lebih kaya informasi,
karena
lebih
banyak
konsep
yang
dapat
dieksplorasi
dan
dideskripsikan. Namun demikian, mahasiswa dituntut harus dapat memahami makna fisis yang terdapat di dalam ungkapan matematika itu. Data survei awal menunjukkan, bahwa mahasiswa yang lulus tergolong baik dalam perkuliahan listrik magnet tidak selalu memiliki pemahaman konsep listrik magnet yang baik pada tingkat fisika sekolah menengah. Berdasarkan
4
kuesioner yang diberikan pada 40 mahasiswa yang telah menempuh matakuliah listrik magnet, menunjukkan bahwa 65% menyatakan kesulitan dalam memahami makna persamaan dalam
listrik magnet,
73% mahasiswa merasa dapat
menguasai matematika tetapi sulit mengaplikasikan dalam persoalan listrik magnet. Hal mendasar yang perlu dikaji adalah bagaimana cara mahasiswa mengasimilasi komponen komponen pengetahuan mengenai listrik magnet itu menjadi struktur yang koheren, sehingga mampu digunakan memecahkan masalah. Tuminaro (2003) menyatakan bahwa kesukaran yang dialami mahasiswa dalam pemecahan masalah menggunakan matematika di dalam fisika, dapat berasal dari kurangnya pengetahuan matematika yang dibutuhkan mahasiswa untuk pemecahan masalah atau mahasiswa telah memiliki pengetahuan matematika yang relevan tetapi tidak selalu dapat menggunakannya secara tepat. Oleh karena itu dibutuhkan strategi pembelajaran yang dapat membantu mahasiswa menggunakan sumber (resource) yang dimiliki. Sejauh ini belum ada penelitian yang mengkaji pola berpikir mahasiswa calon guru fisika dalam memahami dan menerapkan konsep kelistrikan dan kemagnetan. Melalui analisis epistemologi konsep kelistrikan dan kemagnetan ini, ingin diungkap bagaimana cara mahasiswa tersebut mengakses dan membentuk pengetahuannya. Hodges (2003) membedakan epistemologi tidak produktif yaitu berpikir hanya dengan mengingat rumus dan memperoleh jawaban numerik, dan epistemologi produktif yaitu berpikir disertai upaya membangun gagasan dengan mengaitkan fakta-fakta dan konsep-konsep fisika. Epistemologi yang sekedar
5
berorientasi pada rumus dikatagorikan tidak produktif karena dianggap kurang mengembangkan penalaran mahasiswa. Penelitian yang terkait pemahaman konseptual tentang kelistrikan dan kemagnetan dilakukan oleh Saarelainen, Laaksonen, dan Hirvonen (2007), dengan meneliti pergeseran konsep gaya yang mengacu pada aksi melalui kuadrat jarak (Coulomb), menuju ke konsep medan menurut Maxwell pada lima mahasiswa jurusan Fisika di Universitas Kuopio, Finlandia. Temuan hasil penelitian menegaskan penelitian sebelumnya, yang dilakukan oleh Furio, et.al. (1998, 2003) dan Guisasola, et.al. (2004) dari Universitat de Valencia Spain bahwa mahasiswa lebih mengalami kesukaran dalam memahami konsep medan dari pada konsep gaya. Cui, Sanjay, Rebello, Fletcher, dan Bennett (2006) meneliti terjadinya transfer belajar matematika kalkulus ke dalam Fisika Dasar pada delapan mahasiswa teknik fisika di Kansas State University. Tumarino, et.al (2003) mengungkap kesulitan yang dihadapi mahasiswa dalam menggunakan matematika di perkuliahan Fisika Dasar. Bing (2008) menelaah penggunaan matematika tingkat lanjut di dalam perkuliahan fisika. Penelitian epistemologi dalam konteks pembelajaran fisika pada umumnya bertolak dari kerangka berpikir psikologis yang dikembangkan oleh Redish, (2004). Tuminaro, et.al. (2003) membangun kerangka kognitif untuk mengkaji penggunaan matematika dalam fisika dasar, McCaskey (2009) menelaah berbagai metode epistemologi berpikir mahasiswa yang mengikuti perkuliahan fisika dasar di Universitas Maryland. Bing (2008) menggunakan epistemologi framing untuk
6
mengungkap penggunaan matematika tingkat lanjut oleh mahasiswa di dalam perkuliahan fisika. Tinjauan penelitian dari perspektif epistemologi khususnya dalam pendidikan sains, sejauh pengetahuan penulis belum banyak dikembangkan. Kajian epistemologi yang diterapkan dalam perkuliahan pengayaan pada mahasiswa calon guru fisika sama sekali masih baru. Originilitas dari penelitian ini terletak pada temuan teoretik dan pengembangan metode dalam mengungkap pola epistemologi melalui penyusunan satuan analisis sesuai fokus penelitian di lapangan. Kajian epistemologi dalam penelitian ini dieksplorasi berdasarkan tiga aspek yang menyangkut apa yang diakses, bagaimana cara mengakses pengetahuan, dan bagaimana mengukur kualitas pengetahuan dalam konteks pembekalan konseptual bagi calon guru. Analisis epistemologi dapat memberikan gambaran tentang pola berpikir mahasiswa dalam memahami dan menerapkan suatu konsep secara alami, dan kendalanya. Informasi ini akan menjadi pijakan yang berharga dalam perbaikan pembelajaran maupun pengembangan kurikulum pembekalan calon guru fisika. B. Masalah Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana mahasiswa calon guru fisika mengakses dan membentuk konsep kelistrikan dan kemagnetan? Berdasarkan perumusan masalah ini dapat dikembangkan pertanyaan-pertanyaan agar lebih memandu jalannya penelitian, yaitu : 1 Bagaimana pola penalaran mahasiswa dalam mengakses dan membentuk konsep kelistrikan dan kemagnetan?
7
2 Bagaimana gambaran kerangka berpikir yang digunakan untuk menjelaskan mekanisme fisis gejala kelistrikan dan kemagnetan? 3 Apakah terdapat kendala dalam pemahaman konsep medan? 4 Apakah epistemologi konsep mahasiswa calon guru fisika mempengaruhi pemahaman kelistrikan dan kemagnetan? C. Definisi Operasional Beberapa istilah yang perlu dijelaskan pada penelitian ini, yaitu 1 Analisis epistemologi diartikan sebagai kegiatan menganalisis tentang bagaimana mahasiswa mengakses dan membentuk pengetahuan. Pengertian epistemologi yang dimaksud disini adalah epistemologi fungsional, yang menentukan bagaimana seseorang mengkonstruksi pengetahuan dalam situasi tertentu. Berbeda dengan epistemologi deklaratif yang hanya menggambarkan struktur pengetahuan alami, epistemologi fungsional menekankan pada struktur kendali dan struktur pengetahuan yang terasosiasi dalam konstruksi pengetahuan. Redish (2003) memasukkan kajian ini sebagai studi tentang finegrained constructivism yaitu berdasarkan mekanisme respon perilaku pebelajar. Hasil kegiatan analisis adalah ditemukannya pola-pola berpikir mahasiswa dalam mengakses dan membentuk konsep, berdasarkan resource yang diaktivasi, frame, dan pola aktivitas ketika mahasiswa membentuk pengetahuan baru atau memecahkan suatu masalah. Selanjutnya, hasil ini sering dinamakan pola epistemologi. 2 Konsep kelistrikan dan kemagnetan diartikan sebagai konsep-konsep atau serangkaian konsep yang terdapat dalam pokok bahasan atau perkuliahan 8
tentang kelistrikan dan kemagnetan, yaitu medan elektrostatik, medan magnetik dan medan dinamik. 3 Mahasiswa calon guru fisika dimaksudkan sebagai mahasiswa prodi pendidikan fisika (LPTK) yang setelah lulus akan mendapat kewenangan profesional menjadi guru fisika di sekolah. D. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah 1. menemukan pola epistemologi konsep listrik magnet pada mahasiswa calon guru fisika 2. mengungkap hambatan mahasiswa calon guru dalam memahami konsep listrik magnet 3. mengetahui pengaruh epistemologi mahasiswa calon guru fisika terhadap penerapan konsep listrik magnet E. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan akan memberikan manfaat 1. Sebagai masukan dalam pengembangan kurikulum LPTK 2. Masukan dalam perbaikan pembelajaran listrik magnet mahasiswa calon guru fisika 3. Sumbangan teori pembentukan konsep listrik magnet mahasiswa calon guru fisika.
9