1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Rendahnya kualitas pendidikan di Indonesia merupakan cerminan rendahnya kualitas dari implementasi dari sistem pendidikan nasional. Rendahnya
kualitas
dan
kompetensi
guru
secara
umum,
semakin
membuat laju perkembangan pendidikan belum maksimal. Guru kita dianggap belum memiliki profesionalitas yang baik untuk kemajuan pendidikan secara global. Dalam Undang-Undang Republik Indonesia nomor 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen Bab I pasal 8 menyebutkan guru wajib memiliki kualifikasi akademik, kompetensi, sertifikat pendidik, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional.1 Pada pasal 10 disebutkan bahwa kompetensi guru sebagaimana dimaksud dalam pasal 8 meliputi kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional yang diperoleh melalui pendidikan profesi. Jadi salah satu yang menjadi syarat utama menjadi seorang guru adalah memiliki kompetensi profesional.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) nomor 18 tahun 2007 tentang Guru, dinyatakan salah satu kompetensi yang harus dimiliki oleh guru adalah kompetensi profesional. Kompetensi profesional yang dimaksud adalah 1
UU RI Nomor: 14 Tahun 2005, Tentang Guru dan Dosen (DPR RI).
1
2
kemampuan guru dalam penguasaan materi pelajaran secara luas dan mendalam. Yang dimaksud dengan penguasaan materi secara luas dan mendalam dalam hal ini termasuk penguasaan kemampuan akademik lainnya yang berperan sebagai pendukung kompetensi pofesional guru. Kemampuan akademik tersebut antara lain, memiliki kemampuan dalam menguasai ilmu yang sesuai. Tugas guru dalam pembelajaran tidak terbatas pada penyampaian informasi kepada peserta didik. Sesuai kemajuan dan tuntutan zaman, guru harus memiliki kemampuan untuk memahami peserta didik dengan berbagai keunikannya agar mampu membantu mereka dalam menghadapi kesulitan belajar. Dalam pada itu, guru dituntut memahami berbagai model pembelajaran yang efektif agar dapat membimbing peserta didik secara optimal.2
Berbagai kendala yang sering dihadapi madrasah pada umumnya mengalami kekurangan guru yang sesuai dengan kebutuhan. Kebutuhan yang dimaksud adalah kebutuhan subjek yang sesuai dengan latar belakang pendidikan guru. Akhirnya madrasah terpaksa menempuh kebijakan yang tidak populer bagi anak, guru mengasuh pelajaran yang tidak sesuai bidangnya. Dari pada kosong sama sekali, lebih baik ada guru yang bisa mengisi dan sekedar menemani peserta didik belajar di kelas.
Salah satu faktor penentu keberhasilan setiap upaya pendidikan adalah guru sebagai pendidik. Itulah sebabnya setiap adanya inovasi dalam
2
Mulyasa, Menjadi Guru Profesional (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2007), 21.
3
pendidikan, khususnya kurikulum dan peningkatan sumber daya manusia yang dihasilkan dari upaya pendidikan selalu bermuara pada faktor guru. Hal ini menunjukkan bahwa betapa urgennya peran guru dalam dunia pendidikan. Guru dapat diartikan sebagai orang yang tugasnya terkait dengan upaya mencerdaskan kehidupan bangsa dalam semua aspeknya, baik spiritual, emosional, intelektual, fisik, maupun aspek lainnya. Dalam bahasa teknis edukatif guru terkait dengan kegiatan untuk mengembangkan peserta didik dalam ranah kognitif, afektif, dan psikomotorik.3 Dalam dunia pendidikan sekarang dibutuhkan tenaga-tenaga pendidik profesional yang mampu membentuk karakter peserta didik, khususnya tingkat dasar yang merupakan pondasi utama bagi perkembangan berikutnya. Berbagai masalah yang berkaitan dengan kondisi guru, antara lain: (1) adanya keberagaman kemampuan guru dalam proses pembelajaran dan penguasaan pengetahuan; (2) belum adanya alat ukur yang akurat untuk mengetahui kemampuan guru; (3) pembinaan yang dilakukan belum mencerminkan kebutuhan; dan (4) kesejahteraan guru yang belum memadai. Jika hal tersebut tidak segera diatasi, maka akan berdampak pada rendahnya kualitas pendidikan. Rendahnya kualitas pendidikan dimaksud antara lain: (1) kemampuan peserta didik dalam menyerap mata pelajaran yang diajarkan guru tidak maksimal; (2) kurang sempurnanya pembentukan karakter yang tercermin dalam sikap dan kecakapan hidup yang dimiliki oleh setiap peserta didik; (3) rendahnya kemampuan membaca, menulis, dan berhitung peserta
3
Suparlan, Guru Sebagai Profesi (Yogyakarta: Hikayat, 2006), 10.
4
didik terutama di tingkat dasar (hasil studi internasional yang dilakukan oleh organisasi International Education Achievement, 1999).4 Berdasarkan penjajakan awal di lapangan, yaitu melalui observasi, dokumentasi, dan wawancara dari berbagai pihak bahwasannya Madrasah Ibtidaiyah Setren Kecamatan Bendo Kabupaten Magetan terdapat beberapa masalah-masalah terkait dengan tingkat kemampuan pendidik yang mengajar di madrasah tersebut. Banyak masalah yang menyebabkannya, diantaranya belum memenuhinya kualifikasi akademis guru-gurunya. Karena dari dokumentasi daftar guru, dari keseluruhan jumlah guru sebanyak 12 orang yang sudah berijazah S1 7 orang, sedangkan yang 5 orang masih berijazah D2. Sebagian besar gurunya adalah masih berstatus guru yang belum pegawai negeri sipil, yaitu dari 12 guru yang sudah PNS hanya 3 orang, yang lainnya belum berstatus PNS. Hal ini tentunya menjadi persoalan serius yang perlu segera dipecahkan, mengingat keberhasilan proses belajar mengajar dalam pendidikan, yang memegang salah satu kunci pokok adalah di tangan para pendidik. Berdasarkan fenomena di atas, maka peneliti tertarik untuk mengadakan penelitian di Madrasah Ibtidaiyah desa Setren kecamatan Bendo kabupaten Magetan dengan judul PENINGKATAN MADRASAH
KOMPETENSI
IBTIDAIYAH
SETREN
PROFESIONAL KECAMATAN
GURU
DI
BENDO
KABUPATEN MAGETAN. 4
Http://mahmuddin./2008/03/24/kompetensi-profesional-guru-indonesia/wordpress.co.Diakses pada tanggal 10 Juli 2009.
5
B. Fokus Penelitian Penelitian ini difokuskan untuk mengetahui bagaimana tingkat kompetensi profesional guru di MI Setren Bendo Magetan dalam kaitannya dengan faktor-faktor penentu kompetensi profesional dan upaya-upaya apa yang dilakukan dalam meningkatkan kompetensi profesional guru yang merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan dalam pendidikan
C. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang dan fokus penelitian di atas, maka timbul permasalahan yang menjadi dasar pertimbangan dari penelitian ini. Masalah tersebut penulis rumuskan sebagai berikut: 1. Bagaimana tingkat kompetensi profesional guru di Madrasah Ibtidaiyah Setren Bendo Magetan? 2. Upaya-upaya apakah yang dilakukan dalam meningkatkan Kompetensi profesional Guru di Madrasah Ibtidaiyah Setren Bendo Magetan?
D. Tujuan Penelitian Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan jawaban beberapa rumusan masalah di atas. Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Untuk mendeskripsikan dan menjelaskan bagaimana kompetensi profesional guru di Madrasah Ibtidaiyah Setren Bendo Magetan
6
2. Untuk mendeskripsikan dan menjelaskan upaya-upaya yang dilakukan untuk meningkatkan kompetensi profesional guru di Madrasah Ibtidaiyah Setren Bendo Magetan
E. Manfaat Penelitian Dari hasil penelitian ini diharapkan bermafaat bagi penulis dan pembaca, yaitu: 1. Manfaat Teoretis Dengan penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan bagi khazanah keilmuan khususnya bagi pendidik agar nantinya dapat dijadikan acuan dalam meningkatkan kompetensi profesionalnya. 2. Manfaat Praktis Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat berguna dalam meningkatkan kualitas pendidik maupun peserta didik dalam proses belajar mengajar. a. Bagi Madrasah Dengan penelitian ini madrasah dapat mengetahui sejauh mana kompetensi profesional guru-guru di Madrasah Ibtidaiyah Setren, sehingga dapat sebagai acuan dalam menentukan kebijakan madrasah ke depan. b. Bagi Guru Dapat dijadikan sebagai sandaran dalam berfikir dan bertindak dalam menjalankan aktifitas sehari-hari sebagai tenaga pendidik yang
7
posisinya sangat menentukan bagi keberhasilan sebuah proses belajar di madrasah. c. Bagi peneliti Hasil penelitian ini akan sangat bermanfaat dalam meningkatkan pengetahuan dan pengalaman baik secara teoretis dalam mengemban tugas pendidikan di masa kini dan masa yang akan datang. F. Metode Penelitian 1.
Pendekatan dan Jenis Penelitian Dalam penelitian ini digunakan metodologi penelitian dengan pendekatan kualitatif, yang memiliki karakteristik alami (natural setting) sebagai sumber data langsung, deskriptif, proses lebih dipentingkan daripada hasil, analisis dalam penelitian kualitatif cenderung dilakukan secara analisis induktif, dan makna merupakan hal yang esensial.5 Penelitian ini ditujukan untuk mendeskripsikan dan menganalisis fenomena, peristiwa, aktivitas sosial, sikap kepercayaan, persepsi, pemikiran
orang
secara
individual
maupun
kelompok.6
Peneliti
menggunakan pendekatan ini karena peneliti ingin mendeskripsikan dan menganalisis tentang tingkat kompetensi profesional guru di Madrasah Ibtidaiyah Setren Bendo Magetan. Dalam hal ini, jenis penelitian yang digunakan adalah studi kasus, yaitu deskripsi intensif dan analisis fenomena tertentu atau satuan sosial
5
Lexy Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif (Bandung: PT Remaja Rosda Karya,
2000), 3. 6
Nana Saodih Sukmadinata, Metode Penelitian Pendidikan (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2007), 60.
8
seperti individu, kelompok, institusi, dan masyarakat. Studi kasus dapat digunakan secara tepat dalam banyak bidang. Di samping itu merupakan penyelidikan secara rinci atau setting, satu subyek, satu kumpulan dokumen atau satu kejadian tertentu.7 2.
Kehadiran Peneliti Ciri khas penelitian kualitatif tidak dapat dipisahkan dari pengamatan berperan serta, sebab peranan penelitian yang menentukan keseluruhan skenarionya.8 Untuk itu, dalam penelitian ini, peneliti bertindak sebagai instrumen kunci, partisipan penuh sekaligus pengumpul data, sedangkan instrumen yang lain sebagai penunjang.
3. Lokasi Penelitian Peneliti memilih Madrasah Ibtidaiyah Setren Bendo Magetan sebagai tempat penelitian karena di madrasah tersebut terdapat masalah yang sesuai dengan topik yang peneliti pilih yaitu mengenai tingkat kompetensi profesional guru-gurunya dan upaya yang dilakukan dalam meningkatkan kompetensi profesional. 4. Sumber Data Sumber data dalam penelitian ini adalah kata-kata dan tindakan selebihnya adalah tambahan seperti dokumen dan lainnya. Dengan demikian sumber data dalam penelitian ini adalah kata-kata dan tindakan
7
Bogdan dan Biklen, Qualitative Research For Education, And Introduction To Theory And Methods (Boston: Allyn An Bacon, 1982), 89. 8 Lexy Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif … 117.
9
sebagai sumber data utama, sedangkan sumber data tertulis, foto dan statistik, adalah sumber data tambahan.9 5. Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data pada penelitian ini adalah meliputi wawancara, observasi, dan dokumentasi. Sebab bagi peneliti kualitatif fenomena dapat dimengerti maknanya secara baik, apabila dilakukan interaksi dengan subyek melalui wawancara mendalam dan diobservasi pada latar, dimana fenomena-fenomena tersebut berlangsung dan disamping itu untuk melengkapi data, diperlukan dokumen (tentang bahan-bahan yang ditulis oleh atau tentang subyek). Dalam hal ini penulis mewancarai kepala madrasah, guru, dan siswa kemudian melakukan observasi di tempat penelitian yaitu MI Setren Bendo Magetan dan sebagian data, penulis mencari dokumen atau arsip-arsip yang berhubungan dengan kasus yang diteliti. a. Wawancara atau interview Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu. Maksud
digunakanya
wawancara
adalah
(a).
Mengkonstruksi
mengenai orang lain, kejadian, kegiatan, organisasi, perasaan, motivasi, tuntutan, kepedulian, dan lain-lain; (b). Mengkonstruksi kebulatan-kebulatan demikian sebagai yang dialami masa lalu; (c). Memproyeksikan kebulatan-kebulatan sebagai yang telah diharapkan
9
Lonf Lan, Analyzing Social Setting, A Guide To Qualitative Observation And Analysis (Belmon, Cal: Wadswoth Publishing Company, 1984), 64.
10
untuk dialami pada masa yang akan datang; (d). Memverifikasi, mengubah, dan memperluas informasi yang diperoleh melalui orang lain baik manusia maupun bukan manusia; dan (e). Memverifikasi, mengubah, dan memperluas kontruksi yang dikembangkan oleh peneliti sebagai pengecekan anggota.10 Teknik
wawancara
ada
bermacam-macam
jenisnya,
diantaranya adalah (a). Wawancara pembicaraan informasi; (b). Pendekatan menggunakan petunjuk umum wawancara; dan (c). Wawancara buku terbuka..11 Di samping itu juga ada macam-macam wawancara yang lain, diantaranya adalah (a). Wawancara oleh tim atau panel; (b). Wawancara tertutup dan wawancara terbuka; (c). Wawancara riwayat secara lisan, dan (d). Wawancara terstruktur dan tidak terstruktur.12 Sedangkan dalam
penelitian ini, teknik wawancara yang
digunakan adalah (a). Wawancara mendalam, artinya peneliti mengajukan beberapa pertanyaan secara mendalam yang berhubungan dengan fokus permasalahan, sehingga dengan wawancara mendalam ini data-data bisa dikumpulkan semaksimal mungkin; (b). Wawancara terbuka artinya bahwa dalam penelitian ini para subyeknya mengetahui 10 Lincoln dan Guba, Naturalistic Inquiry (Beverly Hills: Sage Publication), 266 Lihat dalam Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, 135. 11 Patton, Qualitative Evaluation Methods (Beverly Hills: Sage Publications, 1980), 197. 12 Lincoln dan Guba, 160.
11
bahwa mereka sedang diwawancarai dan mengetahui pula apa maksud wawancara itu. Dalam penelitian ini peneliti melakukan Wawancara dengan kepala madrasah, guru, dan siswa Madrasah Ibtidaiyah Setren kecamatan Bendo kabupaten Magetan. b. Observasi atau Pengamatan Pengamatan adalah suatu teknik atau cara mengumpulkan data dengan jalan mengadakan pengamatan terhadap kegiatan yang sedang berlangsung.13 Observasi dalam penelitian ini dilakukan di kelas dengan maksud untuk melihat bagaimana proses belajar mengajar guru dan di kantor dengan maksud melihat sejauh mana aktifitas guru dalam kaitannya dengan kompetensi profesional pendidik. Pada observasi partisipasi ini, peneliti mengamati aktivitasaktivitas sehari-hari guru-guru di MI Setren Bendo Magetan. Selama peneliti dilapangan observasinya tidak tetap. Dalam hal ini peneliti memulai dari obseravasi deskriptif (deskriptif observation) secara luas, yaitu berusaha melukiskan secara umum situasi keadaan pelaksanaan kegiatan belajar mengajar peserta didik di Madrasah Ibtidaiyah Setren Bendo Magetan. Kemudian setelah perekaman dan analisis data pertama, peneliti menyempitkan pengumpulan datanya dan memulai melakukan observasi terfokus (focused observation). Akhhirnya,
13
Nana Saodih Sukmadinata, Metode Penelitian Pendidikan... 220.
12
setelah dilakukan lebih banyak lagi analisis dan observasi berulangulang di lapangan, peneliti dapat menyempitkan kembali penelitianya dengan melakukan observasi selektif (selektif observation) Sekalipun demikian peneliti masih terus melakukan observasi deskriptif sampai akhir pengumpulan data. Hasil observasi dalam penelitian ini dicatat dalam catatan lapangan (CL), sebab catatan lapangan merupakan alat yang sangat penting dalam penelitian kualitatif. Dalam penelitian kualitatif, peneliti mengandalkan pengamatan dan wawancara dalam mengumpulkan data di lapangan. Pada waktu di lapangan dia membuat “catatan”, setelah pulang ke rumah atau tempat tinggal barulah menyusun “catatan lapangan”.14 Dapat dikatakan bahwa penelitian kualitatif , jantungnya adalah catatan lapangan. Catatan lapangan dalam penelitian ini bersifat deskriptif. Artinya, bahwa catatan lapangan ini berisi gambaran tentang latar pengamatan, orang, tindakan, dan pembicaraan tentang segala sesuatau yang berhubungan dengan fokus penelitian dan bagian deskriptif tersebut berisi beberapa hal, diantaranya adalah gambaran diri fisik, rekomendasi dialog, deskriptif latar fisik, catatan tentang
14
Lexy Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif …153-154.
13
peristiwa khusus, gambaran kegiatan perilaku pengamat.15 Kemudian dalam penelitian ini penulis akan memberikan gambaran umum latar belakang tingkat kompetensi profesional guru di Madrasah Ibtidaiyah Setren Bendo Magetan, gambaran kegiatan belajar mengajar di kelas di Madrasah Ibtidaiyah Setren Bendo Magetan, gambaran upaya peningkatan kompetensi profesional guru di Madrasah Ibtidaiyah Setren Bendo Magetan. Format rekaman hasil observasi (pengamatan) catatan lapangan dalam penelitian ini menggunakan format rekaman hasil observasi. c. Dokumentasi Teknik dokumentasi ini digunakan untuk mengumpulkan data dari sumber non insani, sumber ini terdiri dari dokumen dan rekaman. Rekaman sebagai setiap tulisan atau pernyataan yang dipersiapkan oleh atau untuk individual atau organisasi dengan tujuan membuktikan adanya suatu peristiwa atau memenuhi acconting.16 Sedangkan dokumen digunakan untuk mengacu atau bukan selain rekaman, yaitu tidak di persiapkan secara khusus untuk tujuan tertentu, seperti surat-surat, catatan khusus, foto-foto, dan sebagainya. Teknik dokumentasi ini sengaja digunakan dalam penelitian ini, mengingat (1). Sumber ini selalu tersedia dan murah terutama 15 16
Ibid., 156. Lincoln dan Guba, 35.
14
ditinjau dari konsumsi waktu; (2). Rekaman dan dokumen merupakan sumber informasi yang stabil, baik dalam ke akuratanya dalam merefleksikan. Situasi yang terjadi pada masa lampau, dapat dianalisis kembali tanpa mengalami perubahan; (3). Rekaman dan dokumen merupakan sumber informasi yang kaya, secara kontekstual releavan dan mendasar dalam konteksnya; (4). Sumber ini sering merupakan pernyataan yang legal yang dapat memenuhi akuntabilitas. 6. Analisis Data Proses mencari dan menyusun secara sistematis data yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan, dan bahan-bahan lain, sehingga dapat dengan mudah difahami dan temuannya dapat diinformasikan kepada orang lain.17 Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik deskriptif kualitatif dengan alur analisis model Miles dan Huberman yang meliputi: a. Reduksi
data,
yaitu
merangkum,
memilih
hal-hal
pokok,
memfokuskan pada hal-hal penting, dicari tema, dan polanya membuang yang tidak perlu.18 Dalam penelitian ini setelah seluruh data yang berkaitan dengan kompetensi profesional guru terkumpul,
17
Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, dan R&D (Bandung: Alfabeta, 2006), 334. 18 Ibid., 338.
15
maka untuk memudahkan dalam melakukan analisis data-data yang masih kompleks tersebut dipilih-pilih dan difokuskan, sehingga menjadi mengarah pada tema penelitian. b. Penyajian data, yaitu menyajikan data ke dalam pola yang dilakukan dalam bentuk uraian singkat, dan bagan. Setelah seluruh data tentang peningkatan kompetensi profesional guru-guru MI Setren Kecamatan Bendo Magetan terkumpul dan melalui proses reduksi data, maka data tersebut disusun secara sistematis agar lebih mudah difahami. c. Penarikan kesimpulan (clonclusion drawing) Setelah melalui proses reduksi data dan penyajian data, peneliti kemudian membuat kesimpulan. Kesimpulan tersebut masih bersifat sementara dan akan berubah bila tidak ditemukan bukti-bukti yang kuat yang mendukung pada tahap pengumpulan data berikutnya. Bila kesimpulan tersebut didukung oleh bukti-bukti yang valid dan konsisten saat peneliti kembali ke lapangan mengumpulkan data, maka kesimpulan tersebut merupakan kesimpulan yang kredibel. 7. Pengecekan Keabsahan Keabsahan data merupakan konsep yang diperbaharui dari konsep kesahihan (validitas) data keandalan (reliabilitas)19. Derajat keabsahan data (kredibilitas data) dapat diadakan pengecekan dengan teknik (1). Pengamatan yang tekun, dan triangulasi. Ketekunan pengamatan yang dimaksud adalah menemukan ciri-ciri dan unsur-unsur dalam situasi
19
Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif…, 171.
16
yang sangat relevan dengan persoalan atau isu yang sedang dicari. Ketentuan pengamatan ini dilaksanakan peneliti dengan cara: (a). Mengadakan pengamatan dengan teliti dan rinci serta kesinambungan terhadap faktor-faktor yang menonjol yang ada hubunganya dengan peningkatan kompetensi professional guru di Madrasah Ibtidaiyah Setren Bendo Magetan. (2). Menelaahnya secara rinci upaya-upaya peningkatan kompetensi profesional guru di Madrasah Ibtidaiyah Setren Bendo Magetan, sehingga pemeriksaan tahap awal tampak salah satu atau seluruh faktor yang ditelaah sudah difahami dengan cara yang bisa. Tehnik triangulasi adalah tehnik pemeriksaan keabsahan data yang memanfatkan sesuatu yang lain diluar data itu untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data itu. Ada empat macam triangulasi sebagi teknik pemeriksaan yang memanfaatkan penggunaan sumber, metode, penyidik, dan teori.20 Dalam penelitian ini, digunakan teknik triangulasi dengan sumber, berarti membandingkan dan mengecek balik derajat kepercayaan suatu informasi yang diperoleh melalui waktu dan alat yang berbeda dalam metode kualitatif. Hal itu dapat dicapai peneliti dengan jalan : (a). Membandingkan data hasil pengamatan dengan data hasil wawancara, (b). Membandingkan apa yang dikatakan orang di depan
umum
dengan
apa
yang
dikatakan
secara
pribadi
(c).
Membandingkan apa yang dikatakan orang-orang tentang situasi penelitian
20
Ibid, 178.
dengan
apa
yang dikatakanya
sepanjang waktu,
(d).
17
Membandingkan keadaan dan perspektif seseorang dengan berbagai pendapat dan pandangan orang yang berpendidikan menengah atau tinggi, orang berada, orang pemerintah, (e). Membandingkan hasil wawancara dengan isu atau dokumen yang berkaitan.
VII. Sistematika Pembahasan Pembahasan dalam penelitian ini terdiri 5 hal dan tiap-tiap bab saling berkaitan erat yang merupakan kesatuan utuh, yaitu: BAB I :
Pendahuluan. Bab ini berfungsi untuk memaparkan pola dasar dari keseluruhan isi skripsi yang terdiri dari latar belakang masalah, fokus penelitian, rumusan masalah, tujuan penelitian, metode penelitian, dan sistematika pembahasan.
BAB II :
Landasan teori. Bab ini berfungsi untuk mengetengahkan kerangka acuan teori yang dipergunakan sebagai landasan melakukan penelitian yang terdiri dari pengertian kompetensi profesional guru dan upaya-upaya yang dilakukan dalam meningkatkan kompetensi profesional guru yang meliputi pengertian kompetensi, macam-macam kompetensi, pengertian profesi dan profesional, pengertian kompetensi profesional, pengertian guru, faktor penentu kompetensi profesional guru, dan upaya-upaya yang dapat dilakukan dalam peningkatan kompetensi profesional guru.
18
BAB III : Temuan bab ini memaparkan tentang penemuan peneliti di lapangan yang meliputi kondisi umum madrasah Ibtidaiyah Setren Kecamatan Bendo Kabupaten Magetan terkait dengan kondisi guru-guru dan upaya-upaya yang dilakukan dalam meningkatkan kompetensi profesional guru. BAB IV :
Analisa
tentang
keprofesionalan
guru-guru
Madrasah
Ibtidaiyah Setren dalam proses kegiatan belajar dan upayaupaya yang dilakukan dalam meningkatkan kompetensi profesional mereka. BAB V : Penutup bab ini dimaksudkan untuk memudahkan bagi pembaca yang mengambil intisari dari hasil penelitian yang berisikan kesimpulan dan saran.
19
BAB II KOMPETENSI PROFESIONAL GURU
A. Pengertian Kompetensi Menurut Kamus
Besar Bahasa
Indonesia
kompetensi berarti
kewenangan (kekuasaan) untuk menentukan atau memutuskan sesuatu hal.21 Pengertian dasar kompetensi yakni kecakapan atau kemampuan. Menurut Mc. Ashan, kompetensi adalah suatu pengetahuan, keterampilan, dan kemampuan atau kapabilitas yang dimiliki oleh seseorang yang telah menjadi bagian dari dirinya sehingga mewarnai perilaku kognitif, afektif, dan psikomotoriknya.22 Ada juga yang memberi pengertian bahwa kompetensi merupakan perpaduan dari pengetahuan, keterampilan, nilai, dan sikap yang direfleksikan dalam kebiasaan berfikir dan bertindak.23 Istilah kompetensi memiliki banyak makna sebagaimana yang dikemukakan berikut:24 1. Kompetensi merupakan gambaran hakikat kualitatif dari perilaku guru yang tampak sangat berarti. 2. Kompetensi merupakan perilaku yang rasional untuk mencapai tujuan yang dipersyaratkan sesuai dengan kondisi yang diharapkan.
21
Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka, 1997), 516. Sanjaya Wina, Pembelajaran Dalam Implementasi KBK (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2006), 6. 23 Mulyasa, Kurikulum Berbasis Kompetensi ( Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2006), 37. 24 Moh Usman Uzer, Menjadi Guru Profesional (Bandung: PT. Remaja Rosda Karya, 1998), 14. 22
19
20
3. Kompetensi guru merupakan kemampuan seseorang guru dalam melaksanakan kewajiban-kewajiban secara bertanggung jawab dan layak. Menurut UU RI nomor 14 tahun 2005 tentang guru dan dosen disebutkan
bahwa
yang
dimaksud
kompetensi
adalah
seperangkat
pengetahuan, keterampilan, dan perilaku yang harus dimiliki, dihayati, dan dikuasai oleh guru atau dosen dalam melaksanakan tugas keprofesionalan.25
B. Macam-macam Kompetensi Kompetensi guru itu meliputi kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional, yang diperoleh melalui pendidikan profesi.26 Adapun yang dimaksud dengan keempat jenis kompetensi guru adalah: (1)
kompetensi
kepribadian
merupakan
kemampuan
personal
yang
mencerminkan kepribadian yang mantap, stabil, dewasa, arif, dan berwibawa, menjadi teladan bagi peserta didik, dan berakhlak mulia; (2) kompetensi pedagogik, merupakan pemahaman terhadap peserta didik, perancangan, dan pelaksanaan pembelajaran, evaluasi hasil belajar, dan pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimilikinya; (3) kompetensi profesional merupakan penguasaan materi pembelajaran secara luas dan mendalam, yang mencakup penguasaan materi kurikulum mata pelajaran di madrasah dan substansi keilmuan yang menaungi materinya, serta penguasaan terhadap stuktur dan metodologi keilmuannya; dan (4) kompetensi 25 26
UU RI No. 14 Tahun 2005, Tentang Guru dan Dosen (DPR RI), 3. Ibid.,,6.
21
sosial merupakan kemampuan guru untuk berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan peserta didik.27
C. Pengertian Profesi dan Profesional Secara etimologi, profesi berasal dari istilah bahasa Inggris profession atau bahasa Latin profecus, yang artinya mengakui, pengakuan, menyatakan mampu, atau ahli dalam melaksanakan pekerjaan tertentu. Secara terminologi, profesi dapat diartikan sebagai suatu pekerjaan yang mempersyaratkan pendidikan tinggi bagi pelakunya yang ditekankan pada pekerjaan mental, bukan pekerjaan manual.28 Ada juga yang berpendapat bahwa profesi pada hakikatnya adalah suatu pernyataan atau suatu janji terbuka, bahwa seseorang akan mengabdikan dirinya kepada suatu jabatan atau pekerjaan, karena orang tersebut merasa terpanggil untuk menjabat pekerjaan itu.29 Setidaknya ada tiga pilar pokok yang ditunjukkan untuk suatu profesi, yaitu pengetahuan, keahlian, dan persiapan akademik. Penyandang profesi boleh menyatakan bahwa dia mampu atau ahli dalam melaksanakan pekerjaan tertentu asalkan pengakuannya disertai bukti riil bahwa dia benar-benar mampu melaksanakan suatu pekerjaan yang diklaim sebagai keahliannya. Profesional adalah pekerjaan atau kegiatan yang dilakukan oleh seseorang dan menjadi sumber penghasilan kehidupan yang memerlukan keahlian, kemahiran, atau kecakapan yang memenuhi standar mutu atau norma
27
http://www.bpgdisdik-jabar.net/materi/0109_TK_06.pdf, diakses 28 Nopember 2009 Danim Sudarwan, Inovasi Pendidikan (Bandung: CV. Pustaka Setia, 2002), 20. 29 Hamalik Oemar, Pendidikan Guru ((Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2006), 2. 28
22
tertentu serta memerlukan pendidikan profesi.30 Kata profesional merujuk pada dua hal, pertama, orang yang menyandang suatu profesi, seperti ”Ali adalah seorang profesional”. Orang yang profesional biasanya melakukan pekerjaan secara otonom dan dia mengabdikan diri pada pengguna jasa dengan disertai rasa tanggung jawab atas kemampuan profesionalnya itu. Kedua, kinerja atau performance seseorang dalam melakukan pekerjaan yang sesuai dengan profesinya. Termasuk di sini adalah kemampuan intuitif, yaitu seorang profesional sungguhan seringkali tidak perlu mengumpulkan data terlalu banyak dan lama untuk mengambil kesimpulan atas sebuah fenomena yang dihadapinya.31 Wolmer dan Mills mengemukakakan bahwa pekerjaan itu baru dikatakan sebagai suatu profesi, apabila memenuhi kriteria atau ukuranukuran sebagai berikut:32 1. Memiliki spesialisasi dengan latar belakang teori yang luas, maksudnya memiliki pengetahuan umum yang luas, dan memiliki keahlian khusus yang mendalam. 2. Merupakan karier yang dibina secara organisatoris, maksudnya adanya keterikatan dalam suatu organisasi profesional, memiliki otonomi jabatan, memiliki kode etik jabatan, dan merupakan karya bakti seumur hidup. 3. Diakui masyarakat sebagai pekerjaan yang mempunyai status profesional, maksudnya memperoleh dukungan masyarakat, mendapat pengesahan dan
30
UU RI Tentang Guru dan Dosen ....., 2. Danim Sudarwan, Inovasi Pendidikan ....,23. 32 Sardiman, Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar (Jakarta: PT. Rajagrafindo Persada, 2006), 133-134. 31
23
perlindungan hukum, memiliki persyaratan kerja yang sehat, dan memiliki jaminan hidup yang layak.
D. Pengertian Kompetensi Profesional Kompetensi profesional adalah kompetensi atau kemampuan yang berhubungan dengan penyesuaian tugas-tugas keguruan. Kompetensi ini merupakan kompetensi yang harus dimiliki oleh seorang guru disamping kompetensi-kompetensi yang lain. Kompetensi profesional merupakan penguasaan materi pembelajaran secara luas dan mendalam yang mencakup penguasaan materi kurikulum mata pelajaran di madrasah dan substansi keilmuan yang menaungi materinya. Kompetensi ini juga disebut dengan penguasaan sumber bahan ajar atau sering disebut dengan bidang studi keahlian.33 Dari berbagai sumber yang membahas tentang kompetensi guru, secara umum dapat diidentifikasikan dan disarikan tentang ruang lingkup kompetensi profesional guru sebagai berikut: 1. Mengerti dan dapat menerapkan landasan kependidikan baik filosofis, psikologis, sosiologis, dan sebagainya; 2. Mengerti dan dapat menerapkan teori belajar sesuai taraf perkembangan peserta didik; 3. Mampu menangani dan mengembangkan bidang studi yang menjadi tanggung jawabnya; 33
http://suciptoardi.wordpress.com/2009/07/28/peningkatan-kompetensi-dan-profesionalismeguru-sejarah-di-era-sertifikasi/, diakses 12 Okober 2009.
24
4. Mengerti dan dapat menerapkan metode pembelajaran yang bervariasi; 5. Mampu mengembangkan dan menggunakan berbagai alat, media dan sumber belajar yang relevan; 6. Mampu mengorganisasikan dan melaksanakan program pembelajaran; 7. Mampu melaksanakan evaluasi hasil belajar peserta didik; dan 8. Mampu menumbuhkan kepribadian peserta didik; Kompetensi profesional guru menjadi faktor yang sangat menunjang peningkatan kualitas madrasah. Karena sebuah proses belajar mengajar, ditangani dengan profesional maka hasil yang dicapai juga akan maksimal. Salah satu tugas guru adalah mengajar, setiap guru harus memiliki kompetensi profesional, jika guru memiliki pemahaman dan penerapan secara teknis mengenai berbagai metode belajar mengajar serta hubungannya dengan belajar. Kompetensi profesional guru akan membawa guru dapat memilih cara yang terbaik yang dapat dilakukan supaya kegiatan belajar mengajar dapat berjalan baik dan meningkatkan potensi peserta didik. Guru merupakan salah satu komponen yang paling berpengaruh terhadap terciptanya proses dan hasil pendidikan yang berkualitas. Oleh karena itu, upaya perbaikan apapun yang dilakukan untuk meningkatkan kualitas pendidikan tidak akan memberikan sumbangan yang signifikan tanpa didukung oleh guru yang profesional dan berkualitas E. Pengertian Guru Guru adalah orang yang memberikan ilmu pengetahuan kepada anak didik. Guru dalam pandangan masyarakat adalah orang yang melaksanakan
25
pendidikan di tempat-tempat tertentu, tidak mesti di madrasah pendidikan formal, tetapi bisa juga di masjid, surau/mushala, rumah, dan sebagainya.34 Dalam UU RI No. 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen disebutkan bahwa guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah.35 Guru dapat juga diartikan sebagai orang yang tugasnya terkait dengan upaya mencerdaskan kehidupan bangsa dalam semua aspeknya, baik spiritual, emosional, intelektual, fisikal, maupun aspek lainnya. Dalam bahasa teknis edukatif guru terkait dengan kegiatan untuk mengembangkan peserta didik dalam ranah kognitif, afektif, dan psikomotorik.36 Jadi dapat diartikan bahwa guru adalah orang yang memegang peranan pokok dalam usaha mendidik manusia seutuhnya. F. Faktor Penentu Kompetensi Profesional Guru Dalam
menentukan
tingkat
keprofesionalan
seorang
pendidik
diperlukan beberapa hal sebagai berikut:37 1. Kemampuan untuk menguasai landasan kependidikan, misalnya faham akan tujuan pendidikan nasional, institusional, kurikuler, dan tujuan pembelajaran;
34 Syaiful Bahri Djamarah, Guru dan Anak Didik dalam Interaktif Edukatif (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2000), 31. 35 UU RI Tentang Guru dan Dosen,2. 36 Suparlan, Guru Sebagai Profesi,10. 37 Http://Saifuladi.wordpress.com/2007/01/06/kompetensi-yang-harus-dimiliki-seorang-guru/. diakses 10 juli 2009
26
2. Pemahaman dalam bidang psikologi pendidikan, misalnya paham tentang tahapan perkembangan peserta didik, faham tentang teori-teori belajar; 3. Kemampuan dalam penguasaan materi pelajaran sesuai dengan bidang studi yang diajarkannya; 4. Kemampuan dalam mengaplikasikan berbagai metodologi dan strategi pembelajaran; 5. Kemampuan merancang dan memanfaatkan berbagai media dan sumber belajar; 6. Kemampuan
dalam
melaksanakan
evaluasi
pembelajaran;
kemampuan dalam menyusun program pembelajaran; 7. Kemampuan dalam melaksanakan unsur penunjang, misalnya administrasi madrasah, bimbingan dan penyuluhan dan; 8. Kemampuan dalam melaksanakan penelitian dan berfikir ilmiah untuk meningkatkan kinerja.
G. Upaya Peningkatan Kompetensi Profesional Guru Guru idaman merupakan produk dari keseimbangan antara penguasaan aspek keguruaan dan disiplin ilmu. Keduanya tidak perlu dipertentangkan melainkan bagaimana guru tertempa kepribadiannya dan terasah aspek penguasaan materi. Kepribadian guru yang utuh dan berkualitas sangat penting karena disinilah muncul tanggung jawab profesional sekaligus menjadi inti kekuatan profesional dan kesiapan untuk selalu mengembangkan diri.
27
Pelaksanaan kurikulum dalam sistem instruksional yang telah didesain dengan sistematis membutuhkan tenaga guru yang profesional. Guru harus memenuhi
persyaratan,
profesinya,
dan
berkemauan
tinggi
untuk
mengembangkan potensi peserta didik secara optimal. Kemampuan yang dituntut terhadap setiap guru adalah kemampuan-kemampuan yang sejalan dengan peranannya di madrasah. Peranan guru tidak hanya bersifat administratif dan organisatoris, tetapi juga bersifat metodologis dan psikologis. Dibalik itu setiap guru harus memiliki kemampuan kepribadian dan kemampuan kemasyarakatan.38 Tugas guru adalah merangsang potensi diri peserta didik dan mengajarnya supaya belajar. Guru tidak membuat peserta didik menjadi pintar. Guru hanya memberikan peluang agar potensi itu ditemukan dan dikembangkan. Kejelian itulah yang merupakan ciri kepribadian profesional. Kemampuan-kemampuan ini sangat penting demi keberhasilan tugas dan fungsinya sejalan dengan tugas dan fungsi madrasah sebagai suatu sistem sosial. Dalam proses pendidikan di madrasah, guru memegang tugas ganda yaitu sebagai pengajar dan pendidik. Sebagai pengajar guru bertugas menuangkan sejumlah bahan pelajaran ke dalam otak anak didik, sedangkan sebagai pendidik guru bertugas membimbing dan membina anak didik agar menjadi manusia susila yang cakap, aktif, kreatif, dan mandiri.39
38
Oemar Hamalik, Perencanaan Pengajaran Berdasarkan Pendekatan Sistem (Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2003), 43. 39 Syaiful Bahri Djamarah, Psikologi Belajar (Jakarta: Rineka Cipta, 2002), 73.
28
Sikap guru terhadap pekerjaan mempengaruhi tindakan guru tersebut dalam menjalankan aktivitas kerjanya. Bilamana seorang guru memiliki sikap positif terhadap pekerjaannya, maka tentu guru akan menjalankan fungsi dan kedudukannya sebagai tenaga pengajar dan pendidik di madrasah dengan penuh rasa tanggung jawab. Demikian pula sebaliknya seorang guru yang memiliki sikap negatif terhadap pekerjaannya, pastilah dia hanya menjalankan fungsi dan kedudukannya sebatas rutinitas belaka. Untuk itu amatlah perlu kiranya ditanamkan sikap positif guru terhadap pekerjaan, mengingat peran guru dalam lingkungan pendidikan dalam hal ini madrasah amatlah penting. Upaya peningkatan kompetensi profesional guru sekurang-kurangnya menghadapi dan memperhitungkan empat faktor, yaitu 1. Ketersediaan mutu calon guru Selama ini pilihan lulusan SLTA studi di madrasah pendidikan pra jabatan masih belum merata, hal ini mencerminkan pilihan utama yang sadar. Akibatnya, jika mereka menjadi guru tentu tidak sepenuh hati memahami dan menghayati makna profesi dan keguruan. Sebab, persoalan yang mendasar adalah ini, apakah bidang ini bisa dibiarkan hanya diisi oleh mereka yang menganggap pekerjaan guru tempat persinggahan sementara, sebelum berhasil pekerjaan yang lain yang menawarkan imbalan yang lebih baik.40
40
Syafrudin Nurdin, Guru Profesional dan Implementasi Kurikulum (Jakarta: Ciputat Pers, 2002), 24-32.
29
2. Pendidikan prajabatan Untuk meyakinkan pemilikan kemampuan profesional awal saringan calon peserta pendidikan prajabatan perlu dilakukan secara efektif, baik dari segi kemampuan potensial, aspek-aspek kepribadian yang relevan, maupun motivasi. Disamping mempersyaratkan mekanisme saringan yang efektif, bidang pekerjaan guru akan memperoleh calon yang bermutu, jika saringan yang dilakukan terhadap calon yang relatif bermutu pula. 3. Mekanisme pembinaan dalam jabatan Keterbukaan
informasi
juga
mempersyaratkan
keluasan
kesempatan untuk meraih kualifikasi formal yang lebih tinggi, katakanlah S1, S2, dan S3. Apabila dari jajaran guru MI yang berijazah S1 berkesempatan
untuk
menduduki
jenjang
kepangkatan
yang
mempersyaratkan jenjang pendidikan S2, dan berkesempatan menduduki jenjang kepangkatan S3, dapat dibayangkan tambahan pekerjaan yang perlu ditangani oleh madrasah pendidikan, baik dari segi daya tampung, maupun dari segi pengembangan program yang diperlukan.41 Sebab dengan mudah dapat dibayangkan bahwa dengan layanan ahli yang dibutuhkan sistem pendidikan, program-program yang baru dapat dikembangkan sesuai kebutuhan.
41
Ibid.,26.
30
4. Peranan organisasi profesi Pengawasan mutu layanan suatu bidang profesional dilakukan secara kesejawatan, baik melalui perorangan maupun melalui organisasi profesi. Dalam hal ini, pertanyaan yang muncul apakah organisasi profesi yang diharapkan memainkan pengawasan kesejawatan yang dimaksud telah menjalankan fungsinya. Tentu saja pada kesempatan ini, yang dikejar bukan semata-mata pernyataan formal kesanggupan mengemban fungsi profesional penting ini, namun lebih terwujudnya mekanisme pengawasan kesejawatan yang hakiki baik berkenaan dengan penyelenggaraan layanan ahli itu sendiri, maupun berhubungan dengan pendidikan pra jabatan para calon pekerja profesional yang bersangkutan. Peningkatan kompetensi dan profesionalisme guru dapat dilakukan dengan beberapa cara antara lain sebagai berikut: 1. Lokakarya (workshop) Workshop pendidikan adalah suatu kegiatan belajar kelompok yang terdiri dari petugas-petugas pendidikan yang memecahkan problema yang dihadapi melalui percakapan dan bekerja secara kelompok maupun bersifat perorangan. Ciri-ciri Workshop: a. Masalah yang dibahas bersifat “ life centered ” dan muncul dari peserta sendiri
31
b. Selalu menggunakan sejauh mungkin aktifitas mental psikis agar tercapai tarap pertumbuhan profesi yang lebih tinggi dan lebih baik dari semula c. Cara yang digunakan ialah metode pemecahan masalah “musyawarah dan penyelidikan” d. Senantiasa
memelihara
kehidupan
yang
seimbang
memperkembangkan pengetahuan, kecakapan, perubahan tingkah laku, disediakan juga kesempatan bervariasi seperti tamasya untuk menambah pengalaman, atau pertemuan yang menggembirakan. Melalui pelatihan semacam ini, diharapkan guru akan mampu meningkatkan
profesional
dalam
menjalankan
profesinya.
Karena
sekarang ini dibutuhkan guru yang bersikap sebagai seorang intelektual, artinya terus mau berkembang dan belajar seumur hidup, tidak pernah puas dengan yang dimengerti, mau membawa perubahan, berfikir kritis, rasional, bebas mengembangkan pikiran, reflektif, berani membela kebenaran dan keadilan.42 Inilah
yang akan memunculkan inovasi
pendidikan di setiap madrasah. 2. Diskusi Panel Diskusi panel adalah suatu bentuk diskusi yang dipentaskan dihadapan sejumlah partisipan atau pendengar. Biasanya panel ini untuk memecahkan sesuatu problema dan para panelis terdiri dari orang-orang yang dianggap ahli dalam lapangan yang didiskusikan.
42
Toni D. Widyastono, Pendidikan Manusia Indonesia (Jakarta: KOMPAS, 2004), 131.
32
Tujuan Panel adalah: a. Untuk menjajaki suatu masalah secara terbuka agar dapat memperoleh lebih banyak pengetahuan dan pengertian tentang masalah tersebut dari berbagai sudut pandangan. b. Untuk menstimulir para pendengar atau partisipan agar mengarahkan perhatian terhadap masalah yang dibahas, melalui dinamika kelompok sebagai hasil interaksi daripada panelis. 3. Seminar a. Arti Seminar Seminar memiliki arti asli adalah menabur. Ada dua arti yang biasanya dihubungkan dengan perekatan seminar, yaitu: 1) Sebagai tempat belajar yang juga disebut seminar, yang kemudian disamakan dengan perguruan tinggi atau universitas. 2) Suatu bentuk mengajar belajar berkelompok dimana sejumlah kecil (antara 10-15) orang mengadakan pendalaman atau penyelidikan tersendiri bersama-sama terhadap pelbagai masalah dengan dibimbing secara cermat oleh seorang pengajar atau lebih pada waktu tertentu, kelompok ini bertemu untuk mendengarkan laporan salah seorang anggotanya maupun untuk mendiskusikan masalahmasalah yang dikumpulkan oleh anggota kelompok.43
43
Piet A. Sahertian, Prinsip dan Tehnik Supervisi Pendidikan (Surabaya: Usaha Nasional, 1981), 116.
33
b. Tujuan Seminar Seminar bertujuan untuk mengadakan intensifikasi, integrasi serta aplikasi pengetahuan, pengertian, dan keterampilan para anggota kelompok dalam satu latihan yang intensif dengan mendapat bimbingan
yang
intensif
pula.
Seminar
bermaksud
untuk
memanfaatkan sebaik-baiknya produktifitas berfikir secara kelompok berupa saling tukar pengalaman dan saling koreksi antara anggota kelompok yang lain. Keikutsertaan dalam seminar merupakan alternatif ketiga yang dapat ditempuh untuk meningkatkan kompetensi dan profesionalisme guru.
4. Pemanfaatan Jurnal Jurnal yang diterbitkan oleh masyarakat profesi atau perguruan tinggi, dapat dimanfaatkan untuk peningkatan kompetensi profesional guru. Artikel-artikel di dalam jurnal biasanya berisi tentang perkembangan terkini suatu disiplin tertentu. Dengan demikian, jurnal dapat digunakan untuk memutakhirkan pengetahuan yang dimiliki oleh seorang guru. Dengan memiliki bekal ilmu pengetahuan yang memadai, guru dapat mengembangkan kompetensi profesionalnya dalam mentransfer ilmu kepada peserta didik. Selain itu, jurnal-jurnal itu dapat dijadikan media untuk mengomunikasikan tulisan hasil pemikiran dan penelitian guru yang dapat digunakan untuk mendapatkan angka kredit yang dibutuhkan pada saat sertifikasi dan kenaikan pangkat. Untuk para pendidik yang bekerja di
34
lingkungan Departemen Agama khususnya wilayah Jawa Timur dapat memanfaatkan Majalah MIMBAR yang merupakan terbitan dari kantor wilayah Departemen Agama Propinsi Jawa Timur.
5. Kerja Sama antara Organisasi Profesi (Kelompok Kerja Guru dan Kelompok Kerja Kepala Madrasah ). Jalinan kerja sama antara dua organisasi profesi (Kelompok Kerja Guru dan Kelompok Kerja Kepala Madrasah) merupakan cara selanjutnya yang dapat diupayakan untuk merealisasikan beberapa cara yang lain. Hal semacam ini perlu dikembangkan dalam suatu jalinan kerja sama atau koordinasi yang lebih kuat. Untuk merealisasikan hal ini, harus ada kemauan dan pemahaman dari berbagai pihak. Diharapkan dengan adanya kerjasama dua organisasi profesi tersebut akan ada kesinambungan antara kebijakan dari kepala madrasah dan program-program dari guru. Karena dengan jalinan kerjasama antara dua organisasi profesi tersebut akan dapat mengadakan kegiatan yang bisa digunakan sebagai wahana untuk meningkatkan kompetensi profesional guru, seperti diskusi rutin, pengadaan ulangan tengah semester (UTS) bersama, seminar, lokakarya, dan kegiatan ilmiah lainnya, yang pada akhirnya juga dapat meningkatkan kemampuan anak didik. Melihat dari penjelasan di atas, seorang guru dituntut untuk benarbenar menjalani profesi keguruannnya dengan serius. Meskipun, kalau kita lihat pada perkembangan masyarakat, banyak diantara guru yang merasa
35
bahwa pekerjaan sebagai guru adalah rendah dan hina jika dibandingkan dengan pekerjaan kantor, atau bekerja di suatu PT. Hal ini mungkin disebabkan pandangan masyarakat terhadap guru masih sempit dan picik. Suatu pandangan yang umumnya bersifat materialistis, hanya bertendesikan kepada keduniawian belaka. 44 Pekerjaan guru adalah pekerjaan yang luhur dan mulia, baik ditinjau dari sudut masyarakat dan negara maupun ditinjau dari sudut keagamaan. Guru sebagai pendidik adalah seorang yang berjasa besar terhadap masyarakat. Maju atau mundurnya tingkat kebudayaan suatu masyarakat dan negara sebagian besar tergantung kepada pendidikan dan pengajaran yang diberikan oleh guru-guru. Masa depan yang selalu berkembang menuntut pendidikan untuk selalu menyesuaikan diri dan menjadi lokomotif dari proses demokratisasi dan pembangunan bangsa.45 Pendidikan membentuk masa depan bangsa. Namun, pendidikan yang masih menjadi budak sistem politik masa kini telah kehilangan jiwa dan kekuatan untuk memastikan reformasi bangsa sudah berjalan sesuai tujuan dan ada pada rel yang tepat.
Seorang guru yang
merupakan pemegang kunci keberhsilan proses belajar harus selalu berusaha untuk meningkatkan kompetensi profesionalnya dengan berbagai kegiatan, seperti pelatihan, seminar, diskusi panel, pemanfaatan majalah/jurnal pendidikan, dan kegiatan organisasi profesi di atas.
44
Ngalim Purwanto, Ilmu Pendidikan Teoretis dan Praktis (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya,1997),138. 45 Toni D. Widyastono, Pendidikan Manusia Indonesia, 231.
36
BAB III PENINGKATAN KOMPETENSI PROFESIONAL GURU DI MADRASAH IBTIDAIYAH SETREN KECAMATAN BENDO KABUPATEN MAGETAN
A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian 1. Sejarah Berdirinya MI Setren Pada awal berdirinya MI Setren dulunya adalah Madrasah Diniyah. Pelaksanaan kegiatan. Kegiatan belajar mengajar dilaksanakan pada sore hari dengan nama Madrasah Diniyah Ma’arif Setren bertempat di rumah Kyai Zainal Fanani yang juga merupakan tokoh agama di desa Setren. Bangunan yang dipakai masih terbuat dari bambu. Setelah beberapa tahun berjalan dan atas usulan dari masyarakat desa Setren agar didirikan madrasah formal yang berbasis keagamaan, maka Madrasah Diniyah Ma’arif dialihkan menjadi madrasah formal madrasah ibtidaiyah. Tokoh perintis berdirinya MI Setren adalah tokohtokoh agama di desa Setren. Diantaranya Kyai Zainal Fanani, Maladi, Djalil Ansori, dan Rohmad pada tahun 1950. Dan kegiatan belajar mengajar masih dilakukan di rumah Kyai Fanani yang terbuat dari bambu.46 Baru pada tahun 1956 pembangunan gedung mulai dilakukan setelah mendapat bantuan dari Departemen Agama Magetan. Dan setelah
46
Lihat transkrip dokumentasi nomor: 01/D/21-VIII/2009 dalam lampiran laporan hasil penelitian.
37
selesai pembangunan kegiatan belajar mengajar dialihkan di gedung yang baru dan dilaksanakan pada pagi hari. Dari awal didirikan hingga sekarang, MI Setren mengalami empat kali pergantian kepala madrasah, yaitu: a. Maladi
( 1956-1994)
b. Katimin, A.Ma
(1994-1998)
c. Mubarok, A.Ma
(1998-2007)
d. Sukijem, A.Ma
(2007-sekarang)
2. Letak geografis MI Setren47 MI Setren terletak di dekat pusat pemerintahan desa yaitu Kantor Kepala Desa Setren. Adapun batas-batas sebagai berikut: a. Sebelah utara berbatasan dengan jalan utama desa b. Sebelah selatan berbatasan dengan perkebunan penduduk c. Sebelah barat berbatasan dengan rumah penduduk d. Sebelah timur berbatasan dengan kantor Kepala Desa setren 3. Visi, Misi, dan Tujuan MI Setren48 Dalam menjalankan kegiatan aktifitas akademisnya, MI Setren memiliki visi, misi, dan tujuan yang mulia dalam upaya mencerdaskan masyarakat luas, khususnya masyarakat desa Setren. Adapun visi, misi, dan tujuan MI Setren adalah sebagai berikut:
47 Lihat transkrip dokumentasi nomor: 02/D/21-VIII/2009 dalam lampiran laporan hasil penelitian ini. 48 Lihat transkrip dokumentasi nomor: 03/D/21-VIII/2009 dalam lampiran laporan hasil penelitian ini
38
a. Visi MI Setren memiliki visi membentuk anak yang berakhlakul karimah dalam IMTAQ dan IPTEK yang berwawasan Ahlus sunnah wal Jama’ah. Indikator yangv dapat dijadikan tolak ukur dalam pencapaian visi tersebut adalah: 1) Unggul dalam aktifitas keagamaan 2) Unggul dalam disiplin dan budi pekerti yang luhur, tertib, ketauladanan, dan berpakaian muslim. 3) Unggul dalam mencapai hasil nilai ujian akhir madrasah 4) Unggul dalam lomba mata pelajaran 5) Unggul dalam bidang teknologi komunikasi (keterampilan komputer) 6) Unggul dalam bidang kesenian 7) Unggul dalam bidang olah raga b. Misi Untuk mewujudkan visi tersebut diatas dibutuhkan misi, MI Setren mempunyai misi sebagai berikut: 1) Melaksanakan proses pembelajaran ilmu-ilmu ke-Islaman 2) Mengajarkan berbagai ketrampilan yang sesuai dengan tuntutan zaman 3) Mendidik generasi bangsa yang berakhlakul karimah bernafaskan Al-Qur’an, Hadits, dan ajaran ulama’ salafus shalih
39
c. Tujuan 1) Hasil nilai rata-rata ujian akhir madrasah (nilai kumulatif) meningkat dari 7,01 menjadi 7,50. 2) Hasil nilai rata-rata bidang studi di setiap kelas pada akhir ajaran meningkat dari 7,0 sehingga tidak ada yang tinggal kelas. 3) Peserta didik MI Setren dapat meraih juara LPM tingkat kabupaten. 4) Peserta didik dapat menjuarai lomba komputer tingkat kabupaten. 5) Di samping peserta didik unggul dalam bidang kognitif, peserta didik mempunyai karakter yang soleh dan dapat mengamalkan ilmunya pada segi vertikal (hubungan dengan Allah) dan segi horizontal (hubungan dengan manusia) sesuai dengan ajaran ASWAJA. d. Struktur Organisasi MI Setren49 MI Setren berada di bawah naungan Departemen Agama dengan pelindung Kepala Desa Setren. MI Setren dipimpin oleh kepala madrasah yang membawahi bidang-bidang antara lain, bidang tata usaha, bendahara BOS, wali kelas dan seksi-seksi, di antaranya pramuka, keagamaan, UKS, koperasi dan perpustakaan. Berikut bagan struktur organisasi MI Setren: Adapun uraian tugas pokok dan fungsi masing-masing personalia diatas sebagai berikut: 49
Lihat transkrip dokumentasi nomor: 04/D/22-VIII/2009 dalam lampiran laporan hasil penelitian ini.
40
1) Kepala Madrasah a). Membuat Program Kerja b). Merencanakan,
mengorganisasikan,
mengarahkan,
dan
mengevaluasi seluruh kegiatan c). Melakukan pembinaan terhadap guru dan staf 2) Wali Kelas a). Mengenal pribadi, lingkungan keluarga, dan masyarakat dari tiap-tiap peserta didik yang berada dibawah asuhannya b). Mengajukan usul atau pendapat kepada kepala madrasah demi kemajuan peserta didik dan madrasah c). Melakukan koordinasi dengan guru dan kepala madrasah 4. Keadaan guru dan peserta didik MI Setren50 Guru MI Setren berjumlah 12 orang yang terdiri dari Pegawai Negeri Sipil (PNS) berjumlah 3 orang dan Guru Tetap Yayasan (GTY) berjumlah 9 orang. Guru MI Setren mempunyai jenjang pendidikan SI dan DII.
Sedangkan peserta didik MI Setren berjumlah 68, dengan perincian menurut kelas seperti terlihat pada tabel dalam dalam lampiran laporan penelitian ini51.
50 Lihat transkrip dokumentasi nomor: 05/D/23-VIII/2009 dalam lampiran laporan hasil penelitian ini. 51 Lihat transkrip dokumentasi nomor: 06/D/23-VIII/2009 dalam lampiran laporan hasil penelitian ini.
41
B. Deskripsi data 1. Tingkat kompetensi profesional guru-guru di MI Setren Bendo Magetan Tingkat keprofesionalan guru-guru di MI Setren Bendo Magetan, jika mengacu pada faktor penentu yang berkaitan dengan penguasaan landasan kependidikan belum dikatakan profesional. Karena dari pertanyaan terkait dengan kemampuan menguasai landasan kependidikan, seperti tujuan pendidikan nasional, institusional, dan tujuan pembelajaran banyak guru yang belum memamhami. Sesuai dengan ungkapan salah satu guru MI Setren, ibu Rina Kustina, S.Sos, sebagai berikut: Penguasaan landasan kependidikan guru-guru di MI Setren masih belum dikatakan profesional. Karena dari sekian guru hanya sedikit sekali yang memahami tentang landasan kependidikan.52
Terkait masalah pergantian kurikulum, yang menjadi kendala adalah kesediaan buku-buku matei yang sesuai dengan kurikulum terbaru. Hal ini dapat diketahui dari hasil wawancara dengan ibu Muharom Astonah, Ibu Masrotul Laili, Eni Triastuti, dan Ibu
Darwati sebagai
berikut: Yang menjadi permasalahan dari kurang efektifnya kegiatan belajar mengajar dan kurangnya variasi metode pembelajaran adalah karena seringnya pergantian kurikulum dan juga buku-buku yang sesuai dengan kurikulum saat ini. Bukubuku yang ada adalah buku lama yang kurang relevan dengan kurikulum saat ini. Permasalahan ini akan segera dapat diatasi dengan adanya penyediaan bukubuku pegangan guru yang relevan dan sesuai dengan kurikulum yang terbaru.53 Buku yang sudah ada sebenarnya masih sama, tetapi penempatan bab-bab yang sesuai dengan silabus terbaru. Sehingga guru perlu menyusun ulang dan menempatkan bab-bab dalam buku lama sesuai dengan kurikulum terbaru.54
52
Lihat transkrip wawancara nomor: 01/1-W/F-1/21-VIII/2009 dalam lampiran laporan hasil penelitian ini. 53 Lihat transkrip wawancara nomor: 03/2-W/F-1/25-VIII/2009 dalam lampiran laporan hasil penelitian ini. 54 Lihat transkrip wawancara nomor: 04/3-W/F-1/26-VIII/2009 dalam lampiran laporan hasil penelitian ini.
42
Kurangnya variasi pemakaian metode pembelajaran dan media pembelajaran dari para guru adalah karena kurang memahami akan teori tentang macammacam metode pembelajaran. Sebenarnya sering ada undangan seminar, maupun pelatihan tentang hal tersebut, tetapi guru yang minat hanya sedikit karena berbagai alasan.55 Sebenarnya guru itu ingin sekali ikut dalam seminar maupun pelatihan, tetapi karena kadang waktunya berbarengan dengan acara-acara keluarga, sehingga guru tidak bisa mengikuti. Kami sebagai guru memang menyadari kalau pemahaman kami tentang metode-metode pembelajaran masih sangat kurang, namun sesuai penjelasan saya tadi karena pelatihan atau seminar itu kadang berbarengan dengan acara keluarga, sehingga kami tidak bisa mengikutinya. 56
Faktor berikutnya yang menjadi penentu tingkat kompetensi profesional adalah pemahaman bidang psikologi pendidikan, misalnya paham tentang tahap perkembangan siswa. Untuk hal ini sesuai dengan wawancara saya dengan ibu Iswati, S.Pd.I wali kelas II sebagai berikut: Dalam pendidikan tingkat dasar, memang seorang guru dituntut harus paham dengan psikologi peserta didik. Khususnya pada kelas bawah. Dimana, dalam proses kegiatan belajar mengajar harus dengan suasana yang menyenangkan dan model yang dipakai adalah belajar sambil bermain.
Menurut ibu Eni Trisatuti, S.Pd guru matematika kelas 4, 5, dan 6 sebagai berikut: Untuk kelas atas, yaitu kelas 4, kelas 5, dan kelas 6 kaitannya dengan perkembangan siswa, model yang dipakai dalam proses belajar mengajar berbeda dengan kelas bawah. Kalau kelas bawah model yang cocok adalah memakai model permainan, sedangkan pada kelas atas untuk model permainan juga cocok tapi porsinya lebih sedikit dibanding kelas bawah. Karena pada kelas atas daya pikir peserta didik sudah mulai bisa diajak untuk serius.
Sedangkan pada taraf kemampuan guru-guru MI Setren untuk menguasai materi pelajaran sesuai dengan bidang studi yang diajarkan kebanyakan sudah menguasai. Dari penjajakan dilapangan saat kegiatan
55 Lihat transkrip wawancara nomor: 05/4-W/F-1/26-VIII/2009 dalam lampiran laporan hasil penelitian ini. 56 Lihat transkrip wawancara nomor: 06/5-W/F-1/27-VIII/2009 dalam lampiran laporan hasil penelitian ini.
43
belajar
mengajar,
guru
cukup
menguasai
mata
pelajaran
yang
diajarkannya. Dan juga dari hasil wawancara kepada beberapa murid, yaitu Ambarwati murid kelas 4, Shofyan Dwi Saputro murid kelas 5, dan Mohammad Syifa’ murid kelas 6. Mereka merasakan bahwa guru-guru di MI Setren cukup menguasai pelajaran-pelajaran yang menjadi bidang studinya. Dalam mengikuti mata pelajaran saya selalu merasa semangat, namun kadang dalam memberikan pelajaran bapak ibu guru itu selalu marah-marah sehingga saya jadi malas. Tapi saya tetap senang karena bapak ibu guru di MI Setren itu pandai-pandai, karena ketika kami tanya selalu bisa mejawab.57 Meskipun kadang kita selalu dimarahi bapak ibu guru, namun kami merasa senang karena saya tahu bahawa tujuan dari bapak ibu guru ketika memarahi kami adalah demi kebaikan kami juga. Karena teman-temanku banyak yang bandel dan tidak mau menuruti kata bapak ibu guru. Bapak ibu guru kadang memarahi kami karena ketika diterangkan pelajaran banyak teman-teman yang tidak mau memperhatikan sehingga ketika ditanya tentang materi pelajaran banyak yang bingung.58 Menurut saya pribadi bapak ibu guru yang mengajar di MI Setren sangat pandaipandai dan ketika mengajar sangat menyenangkan. Karena ketika memberikan materi pelajaran ada sebagian guru yang tidak membawa buku sehingga seolaholah mereka hafal dengan materi yang akan sampaikan.59
Faktor berikutnya yang menjadi faktor penentu tingkat kompetensi profesional seorang guru adalah kemampuannya dalam mengapliksikan berbagai metode dan strategi pembelajaran. Kebanyakan guru dalam kegiatan proses belajar mengajar masih banyak yang menggunakan model konvensional. Sehingga murid kebanyakan masih kurang semangat dalam
57
Lihat transkrip wawancara nomor: 10/7-W/F-1/30-VIII/2009 dalam lampiran laporan hasil penelitian ini. 58 Lihat transkrip wawancara nomor: 11/8-W/F-1/30-VIII/2009 dalam lampiran laporan hasil penelitian ini. 59 Lihat transkrip wawancara nomor: 12/9-W/F-1/31-VIII/2009 dalam lampiran laporan hasil penelitian ini.
44
mengikuti kegiatan belajar mengajar. Hal ini dapat diketahui dari hasil wawancara sebagai berikut: Profesionalitas dari guru-guru di MI Setren masih kurang. Hal ini dibuktikan dengan banyaknya guru-guru yang mengajar masih menggunakan model pembelajaran konvensional. Dan dalam kegiatan belajar mengajar masih banyak yang belum menggunakan metodologi dan strategi pembelajaran yang variatif.60 Kebanyakan murid merasa jenuh dalam mengikuti kegiatan belajar mengajar, sehingga rata-rata setiap hari ada murid yang tidak masuk dengan berbagai alasan. Hal ini tentunya sangat mengganggu kelancaran dari proses belajar mengajar karena murid yang tidak masuk tentunya akan ketinggalan pelajaran. Permasalahan ini dapat diatasi dengan memberi pengarahan kepada guru agar dalam mengajar berusaha menggunakan metode yang bervariasi sehingga murid merasa nyaman dalam mengikuti kegiatan belajar mengajar. 61
Dalam kegiatan proses belajar mengajar, guru-guru di MI Setren masih monoton. Sesuai dengan hasil observasi pada hari jum’at tanggal 04 Desember 2009 peneliti ikut dalam proses kegiatan belajar mengajar pada mata pelajaran PKN kelas 6. Guru yang mengajar adalah ibu Darwati, A.Ma. Dalam mengawali kegiatan belajar mengajar guru seperti biasa mengucapkan salam, dan sebagian saja yang menjawab salam dari guru. Nampaknya kehadiran guru tidak begitu menarik perhatian siswa. Guru kemudian mengulang salamnya, baru pada salam kedua hampir keseluruhan peserta didik menjawab salam dari guru. Setelah salam guru kemudian menanyakan pekerjaan rumah yang ditugaskan pada pertemuan minggu yang lalu. Namun, kebanyakan siswa mengatakan belum mengerjakan pekerjaan rumahnya, hanya 2 anak yang sudah mengerjakan. Setelah guru bertanya alasan mereka belum mengerjakan, mereka
60 Lihat transkrip wawancara nomor: 01/1-W/F-1/21-VIII/2009 dalam lampiran laporan hasil penelitian ini. 61 Lihat transkrip wawancara nomor: 02/1-W/F-1/22-VIII/2009 dalam lampiran laporan hasil penelitian ini.
45
mengatakan kalau tugas yang diberikan belum jelas. Setelah mengikuti pembukaan pelajaran tersebut, observsi peneliti keluar kelas, agar proses belajar mengajar tidak terganggu dengan kehadiran peneliti.62 Setelah proses belajar mengajar peneliti meminta kepada ibu Darwati, A.Ma. untuk meminjamkan RPP, maupun Prota dan Promes dari mata pelajaran yang diampu. Dari hasi wawancara dan observasi tersebut dapat diketahui bahwa salah satu yang menjadi indikasi bahwa guru-guru di MI Setren belum dikatakan profesional adalah ketika mengajar masih menggunakan model konvensional, monoton, yang menyebabkan anak didik merasa bosan dan kurang semangat dalam mengikuti pelajaran sehingga banyak instruksi guru yang belum dipahami peserta didik. Sehingga perlu adanya penguasaan dan penerapan metode-metode pembelajaran yang bervariasi dan menyenangkan dari para guru sehingga murid menjadi semangat lagi dalam mengikuti pelajaran dan juga penggunaan media pembelajaran yang efektif dan efisien. Salah satu faktor lain yang menyebabkan kurangnya pemenuhan kompetensi profesional juga adalah kurang terpenuhinya tingkat kesejahteraan guru-guru di MI Setren. Karena dari keseluruhan jumlah guru yang sudah berstatus Pegawai Negeri Sipil (PNS) hanya 3 orang, sedangkan yang 9 orang masih berstatus Guru Tetap Yayasan (GTY). Sesuai dengan hasil wawancara dari kepala madrasah ibu Sukijem, A.Ma, 62
Lihat transkrip observasi nomor: 01/O/F-1/04-XII/2009 dalam lampiran laporan hasil penelitian ini.
46
kepada ketua Yayasan MI Setren bapak Rokib, dan ibu Masrotul Laili, S.Pd.I salah satu guru yang sudah PNS dan juga sebagai berikut: Sebagai madrasah formal kami menyadari meskipun secara aturan seorang guru dituntut untuk bekerja secara profesional, namun secara moral kami tidak bisa memaksakan kepada guru-guru yang sebagian besar masih berstatus guru bantu. Sehingga tingkat kesejahteraan masih kurang. Sedangkan madrasah sendiri belum bisa memberikan gaji yang memadai karena memang minimnya dana madrasah.63 Sebenarnya dari pihak yayasan sudah sering memberikan pengarahan kepada guru-guru untuk selalu menjaga jiwa perjuangan ketika akan masuk ke MI Setren. Sehingga dalam setiap aktifitas di MI Setren keikhlasan yang menjadi ruhnya. Namun hal tersebut hanya sekedar tuntutan moral bukan aturan tertulis, karena pihak yayasan juga menyadari bahwa guru-guru di MI Setren juga kebanyakan sudah keluarga sehingga ada tanggung jawab lain pada keluarga.64 Sebagian besar guru di MI Setren sudah berkeluarga dan masih berstatus guru bantu sehingga dalam pelaksanaan mengajarnya seolah-olah hanya sampingan. Hal tersebut dikarenakan tingkat kesejahteraan masih kurang, artinya guru itu juga mempunyai tanggungan keluarga sehingga mencari kegiatan lain yang lebih menjanjikan penghasilannya. Sehingga kedisiplinan waktu masih kurang.65
Sedangkan dalam hal persiapan mengajar guru-guru di MI Setren masih belum begitu disiplin. Sesuai dengan hasil wawancara dengan ibu kepala madrasah sebagai berikut: Dalam hal persiapan mengajar guru-guru di MI Setren masih sangat kurang. Terbukti dari kebanyhakan guru menyimpan buku pegangannya di madrasah. Dan baru akan mengambil bukunya ketika akan masuk dalam kelas untuk mengajar. Jadi kemungkinan besar tidak ada yang membuat persiapan mengajar di rumah. Kalaupun ada paling dikerjakan dadakan di kantor guru. Namun hal tersebut sudah mulai saya anjurkan kepada guru-guru agar membuat persiapan mengajar.66
Dan juga terlihat dari hasil observasi, pada tanggal 12 September 2009, pada pukul 07.00 pagi peneliti sudah sampai di kantor guru. Peneliti 63 Lihat transkrip wawancara nomor: 07/1-W/F-1/28-VIII/2009 dalam lampiran laporan hasil penelitian ini. 64 Lihat transkrip wawancara nomor: 08/6-W/F-1/28-VIII/2009 dalam lampiran laporan hasil penelitian ini. 65 Lihat transkrip wawancara nomor: 09 /3-W/F-1/28-VIII/2009 dalam lampiran laporan hasil penelitian ini. 66 Lihat transkrip wawancara nomor: 13/1-W/F-1/31-VIII/2009 dalam lampiran laporan hasil penelitian ini.
47
mengamati kehadiran guru dan kaitannya dengan penyusunan program pembelajaran. Peneliti mengamati guru yang baru datang kemudian mengambil buku dari lemari dan mencari halaman materi yang akan disampaikan pada peserta didik. Jadi kemungkinan besar mereka tidak membuat persiapan mengajar.67 Dan ketika peneliti menanyakan tentang perangkat pembelajaran guru tersebut mengatakan bahwa perangkat pembelajaran bersifat kondisional, artinya mengikuti kondisi yang terjadi dalam proses belajar mengajar, tidak perlu tertulis. 2. Upaya Peningkatan Kompetensi Profesional Guru di MI Setren Peningkatan kompetensi dan profesionalisme guru dapat dilakukan dengan beberapa cara antara lain sebagai berikut: a. Lokakarya (Workshop) Workshop pendidikan adalah suatu kegiatan belajar kelompok yang terdiri dari petugas-petugas pendidikan yang memecahkan problema yang dihadapi melalaui percakapan dan bekerja secara kelompok maupun bersifat perorangan. b. Diskusi Panel Diskusi panel adalah suatu bentuk diskusi yang dipentaskan dihadapan sejumlah partisipan atau pendengar. Biasanya panel ini untuk memecahkan sesuatu problema dan para panelis terdiri dari orang-orang yang dianggap ahli dalam lapangan yang didiskusikan.
67
Lihat transkrip observasi nomor: 02/O/F-1/12-IX/2009 dalam lampiran laporan hasil penelitian ini.
48
Diskusi panel diadakan pada saat petugas penyuluh pendidikan agama Islam (PPAI) datang ke MI Setren. Dengan kehadiran PPAI dimanfaatkan oleh lembaga MI Setren untuk berdiskusi membahas masalah-masalah pendidikan. Seseui dengan hasil wawancara dengan kepala madrasah ibu Sukijem, A.Ma sebagai berikut: Pemanfaatan Diskusi panel kaitannya dengan peningkatan kompetensi professional guru-guru di MI Setren, kami adakan ketika ada kunjungan dari PPAI kecamatan Bendo. Dalam kegiatan tersebut semua guru kita kumpulkan dan berdiskusi yang dimana PPAI sebagai narasumbernya. 68
c. Seminar Seminar mengandung arti suatu bentuk mengajar belajar berkelompok dimana sejumlah kecil (antara 10-15) orang mengadakan pendalaman atau penyelidikan tersendiri bersama-sama terhadap pelbagai masalah dengan dibimbing secara cermat oleh seorang atau lebih pengajar pada waktu tertentu, kelompok ini bertemu untuk mendengarkan laporan salah seorang anggotanya maupun untuk mendiskusikan masalah-masalah yang dikumpulkan oleh anggota kelompok. Untuk guru-guru di MI Setren kegiatan semacam pelatihan, seminar ataupun workshop masih belum banyak mengikuti. Sesuai dengan pendapat ibu Masrotul Laili guru pelajaran agama kelas 4, 5, dan 6 berikut: Untuk meningkatkan kompetensi profesional guru salah satunya adalah mengikuti kegiatan lokakarya (workshop) tentang pendidikan. Sebenarnya tawaran dan undangan workshop yang masuk pada madrasah banyak, namun 68
Lihat transkrip wawancara nomor: 14/1-W/F-2/03-IX/2009 dalam lampiran laporan hasil penelitian ini.
49
kebanyakan guru masih cuek dan tidak tertarik dengan tawaran tersebut. Namun akhir-akhir ini karena ada program sertifikasi yang dimana salah satu pra syaratnya adalah memiliki setifikat pelatihan atau workshop, guru-guru di MI Setren mulai tertarik untuk mengikuti pelatihan atau workshop tersebut.69
Hal senada juga disampaikan oleh kepala madrasah MI Setren ibu Sukijem, A.Ma. Menurut kepala madrasah semangat guru-guru untuk mengikuti kegiatan pelatihan, seminar atau workshop sejak ada program sertifikasi dari pemerintah. Sejak dulu sebenarnya banyak undangan dan tawaran tentang kegiatan pelatihan atau seminar, namun kayaknya guru-guru banyak yang tidak tertarik dengan berbagai alasan. Namun sejak bergulirnya program sertifikasi guru-guru mulai tertarik untuk mengikuti kegiatan tersebut. Tentu saja tujuannya adalah untuk meningkatkan angka kredit sertifikasi. Sebenarnya itu juga termasuk masalah, namun bagi saya justru dengan keikut sertaan guru-guru untuk mengikuti pelatihan entah dengan niatan apa tentu saja akan menambah informasiinformasi baru tentang ilmu pendidikan yang tentu saja akan meningkat kompetensi profesionalan dari guru-guru di MI Setren.70
Dan dari hasil pengumpulan dokumentasi yang ada, hanya sebagian guru saja yang memiliki sertifikat seminar, pelatihan atau Workshop.71 d. Pemanfaatan Jurnal atau Majalah Pendidikan Pemanfaatan jurnal atau majalah di MI Setren adalah memfokuskan pada majalah MIMBAR yang merupakan majalah wajib bagi guru Pegawai Negri Sipil di lingkungan Departemen Agama Propinsi Jawa Timur. Seperti yang diungkapkan ibu Eni Triastuti, salah satu guru PNS di MI Setren berikut ini; 69
Lihat transkrip wawancara nomor: 15/3-W/F-2/5-IX/2009 dalam lampiran laporan hasil penelitian ini. 70 Lihat transkrip wawancara nomor: 16/1-W/F-2/6-IX/2009 dalam lampiran laporan hasil penelitian ini. 71 Lihat transkrip dokumentasi nomor : 09/D/02-IX/2009 dalam lampiran laporan hasil penelitian ini.
50
Sehingga ketika ada pembagian majalah tersebut guru-guru PNS tidak membawanya pulang tapi ditinggal di Madrasah dan jadi salah satu koleksi perpustakaan madrasah. Hal tersebut dilakukan agar majalah tersebut dapat dibaca oleh semua guru-guru maupun peserta didik. Yang dimana didalam majalah tersebut banyak informasi-informasi baru tentang pendidikan. Sehingga tidak hanya PNS yang menerima tetapi semua guru dan juga peserta didik di MI Setren.72
Dalam
hasil
observasi
terhadap
pemanfaatan
pendidikan khususnya MIMBAR Pembangunan
majalah
Agama yang
dikeluarkan oleh Kantor Wilayah Departemen Agama Propinsi Jawa Timur, hanya sebagian kecil guru yang mau memanfaatkannya. Terlihat saat istirahat di kantor guru hanya satu atau dua guru yang menyempatkan diri untuk membaca.73 e. Kerja Sama antara Organisasi Profesi (Kelompok Kerja Guru dan Kelompok Kerja Kepala Madrasah ) Sedangkan
cara
terakhir
yang
dapat
digunakan
dalam
meningkatkan kompetensi professional guru adalah melalui organisasi profesi, yaitu Kelompok Kerja Guru atau Kelompok Kerja Madrasah. Hal tersebut dirasa sangat memungkinkan karena dengan kegiatan atau musyawarah KKG atau KKM akan terjadi tukar pendapat, informasi mengenai masalah pendidikan. Seperti ungkapan bapak Sugino, S.Pd. ketua KKG dan ibu Lina Ekawati, S.Ag, sekretaris KKG kecamatan Bendo sebagai berikut;
72 Lihat transkrip wawancara nomor: 17/4-W/F-2/8-IX/2009 dalam lampiran laporan hasil penelitian ini. 73 Lihat transkrip observasi nomor: 02/O/F-2/15-IX/2009 dalam lampiran laporan hasil penelitian ini.
51
Salah satu manfaat terbesar yang saat ini sudah dapat dirasakan oleh banyak guru adalah kegiatan musyawarah Kelompok Kerja Guru (KKG). Dimana dengan kegiatan tersebut banyak masalah-masalah pendidikan yang menyangkut satu madrasah dapat diselesaikan karena akan dibantu pemecahan oleh banyak guru se-kecamatan Bendo.74 Dengan adanya Kelompok Kerja Guru akan terjadi silang pendapat antara guru satu madrasah dengan madrasah lain. Sehingga akan tercipta keselarasan dan keseragaman kurikulum antar madrasah. Dan yang terpenting kerjasama sebagai sesama guru yang berkutat pada madrasah Madrasah Ibtidaiyah.75
Program-program yang dijalankan KKG MI Se-Kecamatan Bendo selama ini yang sudah berjalan meskipun banyak kendala menurut ibu Lina Ekawati, S.Ag. selaku sekretaris KKG adalah sebagai berikut:76 Sebenarnya program dari KKG itu banyak sekali, namun hanya sebagian saja yang selama ini dapat kita laksanakan. Diantaranya pelaksanaan Ujian Tengan Semester (UTS) bersama, Musyawarah rutin tiap dua bulan sekali, kegiatan Try Out Ujian Nasional dan kegiatan-kegiatan peringatan hari besar nasional maupun hari besar Islam. Dan yang menjadi kendala dalam pelaksanaan program-program KKG adalah kurangnya kesiapan dan kemauan dari guru-guru yang ada pada madrasah MI se-kecamatan Bendo. Hal yang paling menjadi pokok masalah adalah adanya guru-guru yang sudah hampir purna sehingga ketika ada program yang inovatif kebanyakan mereka kurang begitu respon.
Disamping kendala diatas, pengurus KKG juga mengalami beberapa kendala lain, seperti yang diungkapkan bapak Sugino, S.Pd. selaku ketua KKG sebagai berikut:77 Dalam perjalanannya program-program KKG juga mengalami beberapa kendala. Salah satu program KKG adalah mengadakan Ujian Tengah Semester (UTS) bersama. Kendala yang dihadapi adalah ketika penyusunan naskah soal. Karena buku pegangan yang dipakai tiap madrasah tidak sama sehingga dalam pelaksanaan UTS peserta didik sangat kesulitan mengerjakan soal yang belum dikenal sama sekali. Padahal seharusnya ketika menyusun soal seorang guru tidak berpedoman pada buku yang dijadikan pegangan dalam kegiatan belajar mengajar sehari-hari, tetapi Standar Kompetensi atau kurikulum yang dijadikan pedoman. Sehingga meskipun buku-buku yang dijadikan pegangan guru itu berbeda dari tiap madrasah, namun ketika membuat soal kisi-kisi yang dipakai 74 Lihat transkrip wawancara nomor: 18/10-W/F-2/15-IX/2009 dalam lampiran penelitian ini. 75 Lihat transkrip wawancara nomor: 19/11-W/F-2/15-IX/2009 dalam lampiran penelitian ini. 76 Lihat transkrip wawancara nomor: 20/11-W/F-2/15-IX/2009 dalam lampiran penelitian ini 77 Lihat transkrip wawancara nomor: 21/11-W/F-2/15-IX/2009 dalam lampiran penelitian ini
laporan hasil laporan hasil laporan hasil laporan hasil
52
adalah sesuai dengan kurikulum, kemungkinan substansinya tetap sama sehingga murid juga bisa mengerjakan soal ujian.
Dengan berbagai cara diatas, diharapkan kompetensi profesional seorang guru dapat tercapai. Karena tugas guru adalah merangsang potensi diri peserta didik dan mengajarnya supaya belajar. Guru tidak membuat peserta didik menjadi pintar. Guru hanya memberikan peluang agar potensi itu ditemukan dan dikembangkan. Kejelian itulah yang merupakan ciri kepribadian profesional. Guru memegang peranan sentral dalam proses belajar mengajar, untuk itu mutu pendidikan di suatu madrasah sangat ditentukan oleh kemampuan yang dimiliki seorang guru dalam menjalankan tugasnya. Guru adalah faktor penentu bagi keberhasilan pendidikan di madrasah, karena guru merupakan sentral serta sumber kegiatan belajar mengajar. Guru merupakan komponen yang berpengaruh dalam peningkatan mutu pendidikan di madrasah. Hal ini menunjukkan bahwa kemampuan atau kompetensi profesional dari seorang guru sangat menentukan mutu pendidikan.
53
54
BAB IV ANALISIS PENINGKATAN KOMPETENSI PROFESIONAL GURU DI MADRASAH IBTIDAIYAH SETREN KECAMATAN BENDO KABUPATEN MAGETAN
A. Analisis Data Tentang Kompetensi Profesional Seorang pendidik yang berkecimpung dalam dunia pendidikan, khususnya di lingkungan madrasah formal tentunya harus berusaha untuk melakukan pekerjaannya dengan maksimal. Kematangan dari pendidik dapat dilihat dari penguasaan terhadap beberapa kompetensi yang harus dimilikinya. Diantaranya kompetensi kepribadian, kompetensi profesional, kompetensi pedagogik, dan kompetensi sosial. Salah satu kompetensi yang menjadi fokus penelitian dalam skripsi ini adalah kompetensi profesional guru di lingkungan Madrasah Ibtidaiyah (MI) Setren kecamatan Bendo kabupaten Magetan. Salah satu yang menjadi faktor penentu kompetensi profesional guru adalah kemampuan
guru dalam
mengaplikasikan berbagai metodologi dan strategi pembelajaran. Jika dilihat dari faktor ini guru-guru di MI Setren dalam menjalankan aktifitasnya sebagai pendidik, masih belum dikatakan profesional. Karena dalam kegiatan belajar mengajar masih banyak yang menggunakan metode konvensional. Sehingga anak didik kurang semangat dalam mengikuti kegiatan belajar mengajar. Selanjutnya, untuk mengatasi masalah tersebut, pihak kepala madrasah menganjurkan agar guru-guru mau mengikuti kegiatan-kegiatan yang dapat
54
55
meningkatkan kemampuan dalam memahami dan mengaplikasikan berbagai macam metodologi dan strategi pembelajaran yang variatif. Kegiatan tersebut dapat berupa seminar, pelatihan, workshop, dan lain-lain yang bertema-kan tentang pendidikan. Faktor berikutnya yang menjadi penentu kompetensi profesional guru adalah kemampuannya dalam penguasaan materi pelajaran sesuai dengan bidang studi yang diajarkan. Jika dilihat dari faktor ini kompetensi guru-guru di MI Setren sudah profesional, hal ini terbukti dari pendapat peserta didik MI Setren. Kebanyakan murid merasakan bahwa guru-guru di MI Setren yang mana menurut pandangan murid-murid pandai-pandai. Karena ketika mereka bertanya tentang mata pelajaran yang menjadi bidang studinya guru selalu bisa menjawab dan menjelaskan kepada murid. Hal ini memang memungkinkan, karena sebagian besar guru-guru di MI Setren usianya masih muda-muda. Dan tentunya untuk mempelajari dan memahami ilmu-ilmu dan hal baru masih mungkin. Berbeda dengan madrasah-madrasah pendidikan yang sebagian besar gurunya sudah memasuki usia tua atau hampir purna, tentunya untuk mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan zaman lambat. Faktor lain yang menjadi penentu kompetensi profesional guru adalah kemampuan seorang guru dalam melaksanakan evaluasi pembelajaran, dan kemampuan dalam menyusun program pembelajaran. Dalam hal ini dapat dijabarkan seperti kemampuan dan kemauan dalam menyusun Program Tahunan (PROTA), Program Semester (PROMES), dan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP). Jika dilihat dari faktor ini tingkat kompetensi profesional
56
guru-guru di MI Setren belum dikatakan profesional. Karena dalam kegiatan harian di madrasah MI Setren guru kurang atau bahkan tidak memperhatikan dengan masalah persiapan mengajar. Hal itu terbukti dengan hampir keseluruhan buku-buku pegangan guru semuanya ditinggal di madrasah. Sehingga guru hanya membuka buku ketika akan mulai masuk kelas. Hal ini tentunya perlu diperbaiki karena segala sesuatu itu harus ada perencanaan yang jelas. Bagaimana tidak, yang direncanakan saja hasilnya kadang masih belum bisa maksimal, apalagi yang tidak direncanakan tentu saja hasilnya jauh dari apa yang direncanakan. Hal tersebut akhir-akhir ini mulai dapat diatasi dengan adanya program akreditasi madrasah, yang dimana salah satu indikator penilaiannya adalah kemampuan dan kemauan guru dalam sebuah madrasah harus membuat persiapan mengajar yang harus dibuktikan dengan adanya PROTA, PROMES, maupun RPP dari semua guru. Dari beberapa faktor penentu tingkat kompetensi profesional seorang guru, kebanyakan guru-guru di MI Setren belum dikatakan profesional. Karena dari delapan faktor penentu tingkat kompetensi profesional hanya sekitar empat faktor yang hampir dikuasai. Diantaranya, kemampuan dalam menguasai mata pelajaran sesuai dengan bidangnya,
kemampuan dalam
menguasai landasan kependidikan, kemampuan dalam bidang psikologi pendidikan, dan kemampuan dalam mengaplikasikan berbagai metode dan strategi pembelajaran. Sedangkan empat faktor yang lain yaitu kemampuan merancang dan memanfaatkan berbagai media dan sumber belajar, kemampuan dalam melaksanakan evaluasi pembelajaran, kemampuan dalam
57
menyusun program pembelajaran, kemampuan dalam melaksanakan unsur penunjang, misalnya administrasi madrasah, bimbingan, dan penyuluhan, kemampuan dalam melaksanakan penelitian dan berfikir ilmiah untuk meningkatkan kinerja belum dilakukan oleh guru-guru di MI Setren.
B. Upaya Peningkatan Kompetensi Profesional Guru Di MI Setren Dalam melaksanakan tugasnya, guru tidak berada dalam lingkungan yang kosong. Ia bagian dari sebuah “mesin besar” pendidikan nasional, dan karena itu ia terikat pada rambu-rambu yang telah ditetapkan secara nasional. Didalam meningkatkan kompetensi profesional seorang guru dapat dilakukan melalui beberapa macam cara. Diantaranya: 1. Lokakarya (Workshop) Workshop pendidikan adalah suatu kegiatan belajar kelompok yang terdiri dari petugas-petugas pendidikan yang memecahkan problema yang dihadapi melalaui percakapan dan bekerja secara kelompok maupun bersifat perorangan. Melalui kegiatan workshop diharapkan guru-guru di MI Setren mampu meningkatkan kompetensi profesionalnya. Namun akhir-akhir ini pemanfaatan kegiatan semacam ini mengalami perubahan. Yaitu, ketika guru mau mengikuti acara semacam ini demi mendapatkan sertifikat sebagai penambah angka kredit portofolio pada program setifikasi. Disisi lain kepala madrasah tetap memiliki harapan, dengan bangkitnya gairah guru-guru mau mengikuti kegiatan seminar meskipun dengan niatan untuk
58
sertifikasi secara tidak langsung tentu akan berimplikasi pada peningkatan kompetensi profesional. 2. Diskusi Panel Diskusi panel adalah suatu bentuk diskusi yang dipentaskan dihadapan sejumlah partisipan atau pendengar. Biasanya panel ini untuk memecahkan sesuatu problema dan para panelis terdiri dari orang-orang yang dianggap ahli dalam lapangan yang didiskusikan. Untuk diskusi panel pelaksanaannya sangat jarang, karena kegiatan semacam ini baru diadakan ketika Pengawas Pendidikan Agama Islam (PPAI) berkunjung di MI Setren. Namun, dirasakan oleh guru-guru kegiatan semacam ini memiliki arti dan manfaat yang cukup banyak. Karena dengan adanya kegiatan semacam ini yang dihadiri oleh PPAI sebagai penyambung aspirasi antara madrasah dengan MAPENDA masalah-masalah terkait administrasi pendidikan dapat cepat tersalurkan dan dapat diselesaikan. 3. Seminar Seminar adalah suatu bentuk mengajar belajar berkelompok dimana sejumlah kecil (antara 10-15) orang mengadakan pendalaman atau penyelidikan tersendiri bersama-sama terhadap pelbagai masalah dengan dibimbing secara cermat oleh seorang atau lebih pengajar pada waktu tertentu, kelompok ini bertemu untuk mendengarkan laporan salah seorang anggotanya
maupun
untuk
mendiskusikan
dikumpulkan oleh anggota kelompok.
masalah-masalah
yang
59
Untuk kegiatan seminar permasalahannya hampir sama dengan kegiatan loka karya (workshop, yaitu dimana motivasi guru untuk mengikuti bukan karena peningkatan kompetensi professional, tetapi karena demi meningkatan angka kredit portofolio sertikasi. Kurangnya kesempatan untuk mengembangkan profesi secara berkelanjutan. Banyak guru yang terjebak pada rutinitas. Pihak berwenang pun tidak mendorong guru ke arah pengembangan kompetensi diri ataupun karier. Hal itu terindikasi dengan minimnya kesempatan beapeserta didik yang diberikan kepada guru dan tidak adanya program pencerdasan guru, misalnya dengan adanya tunjangan buku referensi, pelatihan berkala, dan sebagainya.
4. Pemanfaatan Jurnal/Majalah
Jurnal yang diterbitkan oleh masyarakat profesi atau perguruan tinggi dapat dimanfaatkan untuk peningkatan kompetensi profesional. Dalam kaitan dengan ini majalah yang dapat digunakan adalah Majalah MIMBAR Pembangunan Agama dari Departemen Agama Kantor Wilayah Propinsi Jawa Timur. Dimana, bagi guru yang berstatus PNS mendapat jatah setiap bulan dan dipotong dari gaji bulanan. Namun, ada kebijakan dari pihak madrasah agar majalah tersebut ditinggal di madrasah agar guru yang lain yang belum PNS dapat menjadi bahan bacaan. Namun, pemanfaatan majalah ini kurang begitu dimanfaatkan. Hal ini dapat diketahui dari kebiasaan guru-guru ketika istirahat sedikit sekali yang
60
membaca majalah. Padahal banyak informasi dan pengetahuan yang bisa didapatkan. 5. Kerja Sama antara Organisasi Profesi (Kelompok Kerja Guru dan Kelompok Kerja Kepala Madrasah ). Jalinan kerja sama antara dua organisasi profesi (Kelompok Kerja Guru dan Kelompok Kerja Kepala Madrasah) merupakan cara terakhir yang dapat diupayakan untuk merealisasikan beberapa cara sebelumnya. Baru-baru ini organisasi profesi Kelompok Kerja Guru (KKG) MI Se-kecamatan Bendo mengadakan musyawarah di MI Setren. Dari kegiatan tersebut dapat diambil manfaat yang cukup besar. Dimana, melalui kegiatan musyarawah ini segala permasalahan pendidikan agar cepat terselesaikan. Karena akan menjadi bahan masalah yang dipikirkan oleh banyak guru sehingga lebih mudah menyelesaikan masalah. Dengan adanya musyawarah KKG diharapkan memiliki peran berupa (1) melaksanakan pengembangan wawasan, pengetahuan dan kompetensi sehingga memiliki dedikasi tinggi, (2) melakukan refleksi diri ke arah pembentukan profil guru yang profesional dan fungsi KKG dalam konteks manajemen madrasah berupa (1) sebagai wahana komunikasi profesional para guru mata pelajaran sejenis, (2) memfasilitasi pengembangan profesionalisme guru, (3) sarana pengembangan inisiatif dan inovasi dalam rangka peningkatan mutu, (4) pembelajaran melalui berbagai cara seperti diskusi, seminar, loka karya dan sebagainya, (5)
61
mengembangkan
strategi
pembelajaran
dengan
berbagai
model
pembelajaran yang efektif, (6) mengembangkan akreditasi guru. Hasil penelitian di lapangan mengenai peran dan fungsi KKG dalam upaya meningkatkan kompetensi profesional guru MI Setren belum optimal dilakukan, peran KKG baru sebagai kepanjangan tangan dari Penyuluh Pendidikan Agama Islam (PPAI) dalam menyampaikan informasi dan kebijakan pendidikan kepada guru, sebagai jembatan dalam memahami format-format pembelajaran bagi guru, sebagai tempat sharing pengalaman antar guru sedangkan fungsi KKG hanya merupakan tempat yang strategis untuk menyebarkan hasil penataran/pelatihan, workshop, lokakarya dan semacamnya, merupakan tempat dalam kegiatan menyusun perangkat mengajar, merupakan sarana pengembangan penggunaan multimedia pembelajaran. Peningkatan kompetensi profesional guru melalui peran dan fungsi KKG baru pada peningkatan kompetensi guru dalam menyusun perangkat pembelajaran, mendapatkan pengetahuan baru dari adanya sharing pengalaman
antar
guru
dalam
kegiatan
belajar
mengajar
serta
mendapatkan pengetahuan tentang penggunaan multi media dalam pembelajaran. Dari berbagai cara dalam upaya untuk meningkatkan kompetensi profesional guru di MI Setren, masih belum maksimal. Meskipun wahana itu sudah ada, namun pelaksanaannya belum maksimal. Harus ada arahan,
62
kemauan, dan kebijakan dari semua pihak, khususnya kepala sekolah yang memegang peranan kebijakan vital di MI Setren. Karena dalam perkembangan zaman yang demikian pesat, guru yang profesional bukan hanya alat untuk transmisi kebudayaan, tetapi mentransfromasikan kebudayaan itu kearah budaya yang dinamis yang menuntut penguasaan ilmu pengetahuan, produktivitas yang tinggi, dan kualitas karya yang dapat bersaing.
63
BAB V PENUTUP
A. KESIMPULAN Berdasarkan analisis dalam penelitian yang berjudul “Peningkatan Kompetensi Profesional Guru Di Mi Setren Kecamatan Bendo Kabupaten Magetan Tahun Pelajaran 2009/2010” ini dapat disimpulkan sebagai berikut: 1. Tingkat kompetensi professional guru-guru di MI Setren, masih kurang. Dari beberapa faktor penentu tingkat kompetensi profesional seorang guru, kebanyakan guru-guru di MI Setren belum dikatakan profesional. Karena dari delapan faktor penentu tingkat kompetensi profesional hanya sekitar empat faktor yang hampir dikuasai. Diantaranya, kemampuan dalam menguasai mata pelajaran sesuai dengan bidangnya, kemampuan dalam menguasai landasan kependidikan, kemampuan dalam bidang psikologi pendidikan, dan kemampuan dalam mengaplikasikan berbagai metode dan strategi pembelajaran. Sedangkan empat faktor yang lain yaitu kemampuan merancang dan memanfaatkan berbagai media dan sumber belajar, kemampuan dalam melaksanakan evaluasi pembelajaran, kemampuan dalam menyusun program
pembelajaran,
kemampuan
dalam
melaksanakan
unsur
penunjang, misalnya administrasi madrasah, bimbingan, dan penyuluhan, kemampuan dalam melaksanakan penelitian dan berfikir ilmiah untuk meningkatkan kinerja belum dilakukan oleh guru-guru di MI Setren.
63
64
Hal tersebut tentu saja merupakan hal yang cukup serius yang perlu diselesaikan. 2. Upaya yang dilakukan dalam meningkatkan kompetensi profesional guru di MI Setren Kecamatan Bendo Kabupaten Magetan adalah melalui Lokakarya/Workshop, Diskusi Panel, Seminar, Pemanfaatan Majalah Pendidikan, dan Kerja Sama antara Organisasi Profesi (Kelompok Kerja Guru dan Kelompok Kerja Kepala Madrasah ). Namuan pada pelaksanaannya masih belum memberikan hasil yang maksimal. Karena baru sebagian saja yang melaksanakan. Padahal dalam sebuah kesatuan sistem pendidikan harus ada kemauan semua pihak agar tidak terjadi ketimpangan dan masalah perjalanannya ke depan.
B. SARAN Pada akhirnya penulisan skripsi ini penulis bermaksud menyampaikan beberapa masukan yang mungkin berguna dan bermanfaat bagi kepala madrasah, guru, murid di MI Setren, maupun bagi penulis sendiri yang nota bene juga merupakan salah satu pendidik di MI Setren. Saran penulis ditujukan kepada: 1. Kepala Madrasah Hendaknya mengupayakan kebijakan-kebijakan yang mampu mengatasi berbagai masalah yang menghambat peningkatan kompetensi profesional guru. Seperti menganjurkan kepada guru-guru MI Setren untuk menyusun program pembelajaran, mengikuti kegiatan pelatihan, seminar
65
pendidikan. Dan juga untuk senantiasa mengikuti perkembangan informasi ilmu pengetahuan dengan banyak membaca majalah atau jurnal pendidikan. 2. Guru Untuk meningkatkan kompetensi profesional guru, hendaknya mengikuti langkah-langkah sebagai berikut: a. Mengikuti kegiatan pelatihan, seminar atau sebagainya dalam rangka peningkatan kompetensi profesionalnya. b. Menyadari dan bertanggung jawab akan profesinya sebagai seorang pendidik dengan senantiasa meningkatkan kemampuan dan mengikuti informasi perkembangan ilmu pengetahuan melalui berbagai media.
66