RENDAHNYA KUALITAS PENDIDIKAN SEKOLAH MENENGAH ATAS DI KOTA LAMONGAN
BIDANG KEGIATAN : PKM – GT
Diusulkan oleh : Okky Wicaksono 09 / 282652 / SA / 14854 English Department
UNIVERSITAS GADJAH MADA YOGYAKARTA 2010
Page | 1
KATA PENGANTAR Program pendidikan nasional negara Indonesia telah berlangsung sejak negara ini merdeka dan digodok secara matang bahkan jauh sebelum kemerdekaan diperoleh. Usaha tersebut dimaksudkan untuk mendidik anak bangsa secara total agar siap menghadapi segala tantangan yang akan mereka hadapi di masa yang akan datang. Dengan demikian pemerintah Indonesia melalui Departemen Pendidikan Nasional berusaha untuk menyusun sistem terstruktur yang sesuai dengan standar nasional bagi pendidikan dari jenjang sekolah dasar, sekolah menengah hingga perguruan tinggi. Akan tetapi harapan tersebut acap kali tidak sesuai dengan kenyataan, karena tidak adanya sinkron yang kuat antara pemerintah dan pelaku pendidikan. Hal atau masalah yang seringkali muncul sebagai tindak disfungsi seperti itu akan dibahas dalam kajian ini dengan beberapa pengajuan gagasan sebagai solusi dari masalah yang ditemukan. Ruang lingkup dari objek penelitian kajian ini sendiri masih terbatas pada tiga sekolah negeri kota Lamongan di jenjang SMA saja. Diharapkan hasil temuan masalah pendidikan dan beberapa gagasan yang diajukan dalam kajian ini dapat membantu pemerintah dalam menyelesaikan atau memperbaiki serta mengembangkan sistem kurikulum pendidikan yang baik untuk mutu dan kualitas pendidikan nasional Indonesia.
Yogyakarta, 9 Juni 2010
Okky Wicaksono
Page | 2
DAFTAR ISI Kata Pengantar .................................................................................. 2 Daftar Isi ........................................................................................... 3 Ringkasan ......................................................................................... 4 Bab I Pendahuluan A. Latar Belakang ................................................................... 5 B. Tujuan dan Manfaat ........................................................... 6 Bab II Gagasan A. Masalah 1 ............................................................................ 6 B. Masalah 2 ............................................................................ 8 C. Masalah 3 ............................................................................ 9 Bab III Kesimpulan A. Solusi .................................................................................. 10 B. Prediksi Hasil ...................................................................... 10 Daftar Pustaka ................................................................................... 11
Page | 3
RINGKASAN Sebagaimana telah kita ketahui bahwa pemerintah Indonesia telah menyerahkan tugas kepada Departemen Pendidikan Nasional untuk merumuskan menyusun dan mengatur segala hal yang berkenaan dengan sistem pendidikan nasional. Dengan hal itu pula mereka telah menghasilkan suatu sistem kurikulum yang menjadi acuan ajar bagi para tenaga pendidik di seluruh Indonesia dan kode etik guru sebagai pedoman dalam mengajar. Tapi pada kenyataannya, konsep pendidikan yang dicanangkan oleh pemerintah tidak secara nyata dan seluruhnya dilaksanakan di lapangan. Dalam kajian ini disajikan tiga masalah kritis yang sering muncul pada mayoritas ketiga sekolah SMA Negeri di kota Lamongan. Sering adanya kelas kosong, guru yang kurang perhatian terhadap kebutuhan siswanya dan belum sempurnanya pelaksanaan sistem belajar versi KTSP. Dalam kajian ini juga diusulkan beberapa tindakan yang diharapkan menjadi solusi untuk menyelesaikan ketiga masalah tersebut. Diharapkan dengan bertumpunya nasib pendidikan nasional kita terhadap pemerintah dan tenaga pendidik, maka kedua belah pihak harus secara serius menanggapi persoalan – persoalan yang berkaitan dengan pendidikan nasional karena hal ini menyangkut kepentingan masa depan anak bangsa. Beberapa landasan yang melatar belakangi kajian ini adalah kode etik guru indonesia, peraturan pemerintah dan undang - undang tentang pendidikan, serta pedoman standar kurikulum yang dikeluarkan oleh BSNP.
Page | 4
BAB 1 Pendahuluan
A. Latar Belakang
Pendidikan nasional Indonesia yang berdasarkan pada Pancasila dan UndangUndang
Dasar
Negara
Republik
Indonesia
Tahun
1945
berfungsi
untuk
mengembangkan kemampuan dan membentuk kepribadian bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk mengembangkan potensi anak didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan bertanggung jawab. Untuk menjalankan fungsi tersebut pemerintah menyusun satu sistem standar untuk pendidikan nasional sebagaimana tercantum dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Juga sesuai pada Peraturan Pemerintah No.19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, dan Peraturan Pemerintah No. 22 tahun 2006 tentang Standar Isi untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah, maka Depdiknas dituntut untuk menyusun suatu kurikulum yang sesuai dengan situasi kondisi atmosfer pendidikan di Indonesia serta tetap mengacu pada peraturan pemerintah. Namun seringkali kurikulum itu silih berganti karena pemerintah belum menemukan suatu metode pendidikan yang cocok untuk dilaksanakan di Indonesia. Saat ini ntuk jenjang pendidikan tingkat menengah atas digunakan kurikulum Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) yang mengacu kepada Standar Isi (SI) dan Standar Kompetensi Lulusan (SKL) serta berpedoman pada panduan Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP). Namun dengan adanya pergantian kurikulum yang seringkali dilakukan oleh pemerintah, kenyataan pelaksanaan di lapangan juga seringkali mengalami disfungsi atau terjadi sebaliknya dari yang seharusnya menjadi acuan oleh pelaku pendidikan. Tindakan – tindakan tersebut biasanya sering ditemukan di daerah – daerah yang praktek pendidikannya kurang mendapatkan pengawasan dari pemerintah, sehingga peluang untuk keluar dari acuan sangatlah besar.
Page | 5
Hal ini sangatlah penting untuk dikaji secara mendalam karena merupakan masalah regional yang cukup mengganggu stabilitas sistem pendidikan nasional. Jika tidak, maka praktek – praktek semacam ini tidak akan pernah berakhir dan peserta anak didiklah yang menjadi korban atas kecerobohan ini. Walaupun berasal dari hal – hal kecil yang sepele, tapi masalah seperti ini dapat mempengaruhi mutu dan kualitas lulusan peserta didik di Indonesia dan tentu itu merupakan hal yang sangat merugikan.
B.Tujuan dan Manfaat
Dalam kajian ini dibahas beberapa masalah yang timbul atau menjadi contoh dari tindakan penyimpangan oleh para pelaku di dunia pendidikan baik guru maupun siswa, sehingga akan dengan mudah diidentifikasi mana aturan pemerintah yang dilanggar dan mana solusi yang tepat untuk mengatasi masalah – masalah tersebut. Dari temuan – temuan tersebut diharapkan pemerintah mau bekerja sama untuk lebih memperhatikan dan mengambil tindakan yang tegas agar sistem pendidikan di daerah itu bisa kembali pulih sesuai dengan acuan yang berlaku.
BAB 2 Gagasan A. Masalah I
Dari observasi pengalaman dan wawancara beberapa narasumber yang berasal dari ketiga sekolah negeri jenjang menengah atas di kota Lamongan ditemukan beberapa masalah kritis yang kerap kali muncul di ketiga sekolah tersebut. Mayoritas ketiga masalah ini sangatlah berpengaruh kuat terhadap perkembangan potensi siswa dan mutu serta kualitas peserta didik. Penyimpangan pertama adalah yakni di ketiga sekolah tersebut sangat sering terjadi fenomena kelas kosong atau guru absen tidak mengajar di kelas. Hal ini biasanya dikarenakan guru yang semestinya berkewajiban dan dituntut untuk mendidik siswa sedang sakit atau sedang malas mengajar maupun ada masalah pribadi. Bahkan ada juga Page | 6
guru yang malah membolos mengajar untuk mengurus pekerjaan tidak formalnya di luar sekolah. Menurut narasumber, biasanya para siswa memang tetap berada di dalam kelas selama jam kosong tersebut dan diberi tugas oleh guru yang tidak hadir tersebut. Hal ini sangatlah berdampak besar bagi para siswa karena waktu yang seharusnya dihabiskan untuk belajar bersama guru justru dihabiskan untuk mengerjakan tugas yang bahkan para siswa tidak ada keniatan sama sekali untuk mengerjakan. Selain itu, kelas kosong juga akan menimbulkan hilangnya motivasi belajar para siswa pada jam belajar berikutnya, diakibatkan karena sebelumnya terdapat kelas kosong maka mereka akan menjadi malas dan kehilangan semangat untuk belajar di jam pelajaran selanjutnya. Penyimpangan guru seperti ini secara jelas tidak sesuai dengan UU No. 14 tahun 2005 tentang guru dan dosen yang dituntut lebih profesional. Terlebih lagi untuk guru yang telah mendapatkan sertifikasi jabatan dimana guru diwajibkan mengajar selama 24 jam penuh selama 1 minggu. Hal ini juga sangat bertentangan dengan beberapa ketentuan dalam kode etik guru indonesia seperti : -
Guru berperilaku secara profesional dalam melaksanakan tuga didik, mengajar, membimbing, mengarahkan,melatih,menilai, dan mengevaluasi proses dan hasil pembelajaran (pasal 6, butir 1a).
-
Guru secara perseorangan atau bersama-sama secara terus-menerus berusaha menciptakan, memelihara, dan mengembangkan suasana sekolah yang menyenangkan sebagai lingkungan belajar yang efektif dan efisien bagi peserta didik (pasal 6, butir 1f).
-
Guru berperilaku taat asas kepada hukum dan menjunjung tinggi kebutuhan dan hak-hak peserta didiknya (pasal 6, butir 1k).
-
Guru menerima tugas-tugas sebagai suatu bentuk tanggungjawab, inisiatif individual, dan integritas dalam tindkan-tindakan profesional lainnya (pasal 6, butir 5.5).
-
Guru membantu Program pemerintah untuk mencerdaskan kehidupan berbudaya (pasal 6, butir 7b).
-
Guru tidak boleh menghindari kewajiban yang dibebankan oleh pemerintah atau satuan pendidikan untuk kemajuan pendidikan dan pembelajaran (pasal 6, butir 7d).
Page | 7
-
Guru tidak boleh melakukan tindakan pribadi atau kedinasan yang berakibat pada kerugian negara (pasal 6, butir 7e).
Dengan demikian sudah sangat jelas bahwa guru yang bolos mengajar telah melakukan pelanggaran atas ketentuan dalam kode etik guru yang merupakan norma dan asas yang disepakati dan diterima oleh guru-guru Indonesia sebagai pedoman sikap dan perilaku dalam melaksanakan tugas profesi sebagai pendidik. Menurut narasumber, para pelaku penyimpangan ini hanya mendapatkan teguran biasa dari pihak sekolah atas apa yang telah ia langgar dan tidak adanya penegakan aturan atau pemberian sanksi yang jelas.
B. Masalah II
Masalah kedua yang juga seringkali terjadi di dalam praktek pendidikan SMA negeri di kota Lamongan adalah siswa tidak (belum) menguasai materi yang telah diberikan. Dalam hal ini, guru telah menyampaikan apa yang menjadi bahan ajar kepada para siswa sudah sebagaimana mestinya, akan tetapi masih ada beberapa siswa yang belum paham atau bahkan tidak mengerti sama sekali dengan materi yang diberikan oleh guru. Namun pada kenyataannya guru tersebut akan tetap melanjutkan penyampaian bahan ajar selanjutnya dan meninggalkan para siswa yang belum mengerti atau menguasai betul atas materi sebelumnya. Hal ini seolah menunjukkan bahwa guru sama sekali tidak peduli terhadap kebutuhan para siswanya. Bahkan dalam beberapa kasus, terkadang saat ujian dilaksanakan dan ada siswa yang memperoleh nilai dibawah standar (buruk), maka guru akan memberi hukuman mental terhadap siswa tersebut disamping memberikan ujian ulang. Tentunya seperti masalah pertama, masalah kedua ini juga melanggar beberapa poin dari peraturan kode etik guru seperti : -
Guru mengetahui bahwa setiap peserta didik memiliki karakteristik secara individual dan masing-masingnya berhak atas layanan pembelajaran (pasal 6, butir 1c).
-
Guru menghimpun informasi tentang peserta didik dan menggunakannya untuk kepentingan proses kependidikan (pasal 6, butir 1d). Page | 8
-
Guru menjalin hubungan dengan peserta didik yang dilandasi rasa kasih sayang dan menghindarkan diri dari tindak kekerasan fisik yang di luar batas kaidah pendidikan (pasal 6, butir 1f).
-
Guru menjunjung tinggi harga diri, integritas, dan tidak sekali-kali merendahkan martabat peserta didiknya (pasal 6, butir 1i).
-
Guru terpanggil hati nurani dan moralnya untuk secara tekun dan penuh perhatian bagi pertumbuhan dan perkembangan peserta didiknya (pasal 6, butir 1L).
Sebenarnya, dalam hal ini tidak bisa sepenuhnya menyalahkan guru sebagai pelaku karena terdapat beberapa faktor lain yang juga berpengaruh terhadap masalah ini, seperti ; jumlah siswa yang terlalu banyak di dalam kelas, sehingga satu guru tidak sanggup untuk memperhatikan seluruh siswa – siswinya, kurang adanya motivasi dan semangat siswa untuk belajar, kurang adanya penghargaan yang diberikan kepada para murid oleh guru ataupun juga karena situasi, kondisi dan sarana prasarana sekolah yang belum mampu menunjang kelancaran proses belajar. Hal ini sangatlah penting dan berpengaruh bagi kualitas pembelajaran para siswa karena pada akhirnya akan terkait dengan ujian kelulusan yang selama ini selalu menjadi polemik berkepanjangan dan mengundang pro – kontra di kalangan masyarakat. Jika sebelumnya para siswa sudah mampu menguasai materi ajar, maka secara pasti para siswa juga sudah siap secara matang dengan materi – materi dalam ujian nasional.
C. Masalah III
Masalah terakhir yang juga sering muncul adalah belum sempurnanya pemahaman guru atas kurikulum baru yang diberlakukan oleh pemerintah, yakni Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) dimana materi muatannya menuntut guru dan siswa lebih aktif dan inovatif. Namun pada kenyataan di lapangan membuktikan bahwa masih banyak guru yang menerapkan guru sebagai pusat pembelajaran dan para siswa belum dimotivasi oleh guru untuk ikut berpartisipasi aktif dalam proses belajar. Seharusnya guru meninggalkan sistem belajar versi lama itu dan Page | 9
segera mengadopsi sistem belajar dimana siswa dimotivasi untuk belajar dan berperan aktif di dalam kelas.
BAB III Kesimpulan A. Solusi
Berikut ini terdapat beberapa langkah strategis yang diusulkan oleh kajian ini dan dapat diambil sebagai jalan keluar untuk memecahkan ketiga masalah tersebut : -
Diperlukan sosialisasi lebih lanjut tentang kurikulum baru KTSP, dilakukan pelatihan (diklat) khusus jika memungkinkan.
-
Diperlukan adanya pengawasan ketat dari pihak sekolah maupun pemerintah untuk mengawasi kinerja para tenaga pendidik.
-
Harus ada penegakan aturan dan pemberian sanksi yang jelas sesuai dengan kode etik guru indonesia bagi para guru yang melanggar.
-
Guru harus lebih kreatif dan inovatif dalam membentuk suasana belajar yang nyaman bagi para siswa, sehingga siswa semangat belajar.
-
Siswa harus benar – benar menguasai materi bahan ajar untuk dipersiapkan menghadapi Ujian Nasional.
-
Pemerintah dan sekolah seharusnya menyediakan sarana dan prasarana yang memadai untuk menunjang perbaikan mutu dan kualitas pendidikan nasional.
B. Prediksi Hasil Dengan diambilnya beberapa langkah di atas sebagai solusi atas masalah – masalah tersebut, maka diharapkan sistem kurikulum KTSP sudah secara nyata diimplementasi dan diaplikasikan dalam pembelajaran sekolah – sekolah di wilayah kota Lamongan. Intensitas kelas kosong akan berkurang sehingga proses belajar mengajar akan lebih teratur dan dengan metode pembelajaran yang sesuai para siswa akan dengan mudah menguasai materi serta siap menghadapi Ujian Nasional. Terlebih lagi dengan aturan dan sanksi yang jelas maka jumlah penyimpangan akan berkurang. Page | 10
DAFTAR PUSTAKA
Undang - undang Dasar Republik Indonesia. 1945. Jakarta.
Kongres PGRI XVI. 1989. Kode Etik Guru Indonesia. Jakarta.
Undang - undang No. 20. 2003. Sistem Pendidikan Nasional.
Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun. 2005. Standar Pendidikan Nasional.
Permendiknas No. 18. 2007. Sertifikasi bagi Guru dalam Jabatan.
Direktorat Tenaga Kependidikan. 2003. Standar Kompetensi Guru Sekolah Menengah Atas.
Suparlan. 1994. Mencerdaskan Kehidupan Bangsa. Hikayat: Yogyakarta.
Page | 11