PERKEMBANGAN KURIKULUM SEKOLAH MENENGAH ATAS DI INDONESIA [SUATU PERSPEKTIF HISTORIS DARI MASA KE MASA]
EDISI 1
Penulis:
DR. HERMANA SOMANTRIE, MA
KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAL BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PUSAT KURIKULUM Jakarta, 2010
PERKEMBANGAN KURIKULUM SEKOLAH MENENGAH ATAS: SUATU PERSPEKTIF HISTORIS DARI MASA KE MASA
Oleh: Dr. Hermana Somantrie, MA © Hak Cipta (Copyright) Penulis dilindungi undang-undang. Edisi 1 Tahun 2010.
ii
►PENGANTAR PENULIS Dr. Hermana Somantrie, MA Dengan memanjatkan puji syukur ke hadirat Allah SWT, Penulis telah menyelesaikan naskah buku PERKEMBANGAN KURIKULUM SEKOLAH MENENGAH ATAS DI INDONESIA [Suatu Perspektif Historis Dari Masa Ke Masa]. Penulisan buku ini bertujuan untuk memberikan gambaran perkembangan kurikulum Sekolah Menengah Atas (SMA) dari masa ke masa sejak masa kolonial sampai dengan masa kemerdekaan. Penulisan buku ini bertujuan untuk mengungkap kembali “the lost generation of curriculum”, yaitu generasi-generasi Kurikulum SMA yang hampir hilang dari ingatan masyarakat Indonesia masa kini. Padahal kurikulum tersebut pernah memberikan kontribusi dalam penyiapan sumber daya manusia Indonesia sesuai dengan kebutuhannya pada setiap masa yang berbeda. Pentingnya penelusuran terhadap kurikulum yang pernah berlaku yaitu, pada dasarnya, setiap generasi kurikulum pasti memuat berbagai gagasan atau pemikiran yang brilian pada zamannya dalam rangka membentuk peserta didik sesuai dengan tujuan pendidikan di zaman tersebut. Pemikiran tersebut perlu dipahami oleh masyarakat secara mendalam untuk menjawab pertanyaan, mengapa kurikulum selalu berubah-ubah? Menelusuri kembali dokumen kurikulum terutama pada masa kolonial dan masa awal kemerdekaan merupakan suatu upaya yang harus disertai dengan kesabaran, karena pada kenyataannya dokumen tersebut sudah sangat sulit ditemukan. Meskipun ada yang tersisa, namun dokumen tersebut sudah tidak lengkap lagi isinya, sehingga sulit untuk dianalisis dan ditafsirkan. Kepada semua pihak yang memberi akses dan dukungan dalam rangka pencarian berbagai dokumen, Penulis mengucapkan terima kasih yang tiada terhingga, karena atas bantuanya tersebut buku ini dapat diwujudkan. Ucapan terima kasih secara khusus disampaikan kepada Bapak Drs. Mohammad Sholeh yang telah memberikan banyak masukkan konstruktif bagi penyempurnaan draf buku ini sebelum diterbitkan secara luas.
Jakarta, ….. 2010.
iii
►SAMBUTAN KEPALA PUSAT KURIKULUM Dra. Diah Harianti, M.Si. Penulisan naskah buku sejarah perkembangan kurikulum yang dilakukan secara serial oleh beberapa penulis merupakan salah satu program kegiatan Pusat Kurikulum, Badan Penelitian dan Pengembangan, Kementerian Pendidikan Nasional tahun 2010. Para Penulis buku adalah para person yang memiliki kualifikasi dan pengalaman yang sangat memadai untuk menghasilkan suatu produk buku serial kurikulum ini. Khusus mengenai naskah buku “Dinamika Perubahan Kurikulum Sekolah Menengah Atas Di Indonesia: Suatu Perspektif Historis Dari Masa Ke Masa” ini merupakan karya tulis dari Saudara Dr. Hermana Somantrie, MA., yang pada saat ini adalah sebagai Peneliti Kebijakan Pendidikan pada Pusat Kurikulum, Badan Penelitian dan Pengembangan, Kementerian Pendidikan Nasional. Buku ini diharapkan dapat menjadi salah satu sumbangan untuk mengisi perbendaharaan kepustakaan pendidikan nasional khususnya di bidang kurikulum, sehingga masyarakat yang berkepentingan dapat mempelajari dan memperdalamnya bagi peningkatan mutu pendidikan. Dengan segala kelebihan dan keterbatasan jangkauan konseptual yang dimiliki oleh Penulis, buku ini merupakan karya yang sangat bernilai dan bermanfaat bagi kepentingan pemajuan dan peningkatan mutu pendidikan di Indonesia. Kami mengucapkan terima kasih kepada para Penulis yang telah dengan ikhlas dan tulus menyumbangkan tenaga, pikiran, waktu untuk mewujudkan produkproduk buku serial perkembangan kurikulum yang terdiri atas: 1. Sejarah Perkembangan Pusat Kurikulum: Prof. Dr. Soediyarto, MA 2. Sejarah Perkembangan Kurikulum PAUD: Dr. Herlina 3. Sejarah Perkembangan Kurikulum SD: Dr. S. Bellen 4. Sejarah Perkembangan Kurikulum SMP: Prof. Dr. S. Hamid Hasan, MA 5. Sejarah Perkembangan Kurikulum SMA: Dr. Hermana Somantrie, MA 6. Sejarah Perkembangan Kurikulum SMK: Ir. Bagiono / Karyana 7. Sejarah Perkembangan Kurikulum PLB: Prof. Dr. Sunardi Penulisan seluruh seri buku tersebut dikoordinasikan oleh Pusat Kurikulum yang sekaligus sebagai penyandang dana dengan berdasarkan pada mata anggaran kegiatan tahun 2010. Jakarta, ………. 2010.
iv
►DAFTAR ISI
PENGANTAR SAMBUTAN DAFTAR ISI 1.
iii iv v
PENDAHULUAN Latar Belakang Permasalahan Metodologi Pengumpulan Informasi Konteks Sejarah Nasional Indonesia Sebagai Prolog Pengungkapan Sejarah Kurikulum Pergantian Nomenklatur SMA Dari Masa Ke Masa Nomenklatur SMA Yang Pernah Berlaku SMAN 3 Yogyakarta SMAN 3 Bandung Harapan
1 1 4 6 7 9 9 9 10 10
2.
PEMIKIRAN KI-HAJAR DEWANTARA TENTANG PENDIDIKAN Prolog Ki-hajar Dewantara: Dasar-dasar Pendidikan dan Pengajaran Hal Pendidikan Dasar-dasar Pendidikan Syarat-syarat dan Alat-alat Pendidikan Ki-hajar Dewantara: Differensiasi Sekolah Menengah Umum Atas Internalisasi Pemikiran Ki-hajar Dewantara
14 14 15 15 21 26 29 32
3.
THE EMPIRE STATE OF CURRICULUM Kerangka Berpikir Hakikat Kurikulum Hakikat Pembelajaran Hakikat Penilaian Ketidak-harmonisan Inter-relasi dalam Praktik
34 34 35 38 40 43
4.
GAMBARAN SEKOLAH MENENGAH ATAS PADA ABAD KE-21 Karakteristik SMA sebagai Pendidikan Umum Tujuan dan Fungsi Fungsi Tujuan Karakteristik Remaja sebagai Peserta Didik SMA Tuntutan Pengembangan Potensi Diri Remaja Lingkungan Belajar SMA Yang Ideal
48 48 49 49 49 50 51 54
v
5.
6.
7.
KURIKULUM SEKOLAH MENENGAH ATAS PADA ZAMAN KOLONIAL Masa Penjajahan Belanda Prolog Kurikulum Masa Penjajahan Jepang Prolog Dokrin Pendidikan Kurikulum
58
KURIKULUM SEKOLAH MENENGAH ATAS PADA ZAMAN KEMERDEKAAN Masa Perang Kemerdekaan 1945 – 1950 Prolog Undang-Undang Pendidikan dan Pengajaran Tahun 1950 Kurikulum Masa Demokrasi Liberal 1950 – 1959 Prolog Undang-Undang Pendidikan dan Pengajaran Tahun 1954 Kurikulum Masa Demokrasi Terpimpin [Orde Lama] 1959 – 1965 Prolog Konsepsi Pendidikan Sapta Usaha Tama dan Pancawardhana Kurikulum 1964 Masa Demokrasi Pancasila [Orde Baru] 1966 – 1998 Prolog Kurikulum 1968 Kurikulum 1975 Kurikulum 1984 Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional Tahun 1989 Kurikulum 1994 Masa Demokrasi Partisipatori [Reformasi] 1999 – sekarang Prolog Kurikulum 1994 Yang Disempurnakan/Disesuaikan Tahun 1999 Kurikulum Berbasis Kompetensi Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional Tahun 2003 Kurikulum 2006
65 65 65 68 69 69 69 70 72 72 72 73 75 82 82 83 94 103 130 131 155 155 156 158 186 187
PENUTUP Profil Kurikulum Yang Pernah Berlaku Epilog
200 200 202
KEPUSTAKAAN
58 58 60 62 62 63 64
203
vi
PENDAHULUAN
LATAR BELAKANG Dinamika Kurikulum. Perlukah kurikulum selalu berubah? Pada kenyataannya, kurikulum di Indonesia selalu berubah-ubah ---dalam arti “disempurnakan”--secara terus menerus (continuous improvement) untuk mengakomodasi berbagai perkembangan dan tuntutan yang dianggap penting dan baru pada zamannya. Hal itu sesuai dengan salah satu prinsip kurikulum bahwa suatu kurikulum harus selalu bersifat dinamis dan fleksibel, sehingga siap untuk disempurnakan kapan saja sesuai dengan kebutuhannya. Agar kurikulum memenuhi aspirasi seluruh komponen masyarakat, maka setiap perubahan kurikulum harus selalu dilakukan secara terencana, sistemik, dan sistematik. Perubahan kurikulum bukan hanya terjadi di Indonesia, di negara-negara lain pun kurikulum selalu berubah sesuai dengan kebutuhannya. Meskipun demikian, perubahan kurikulum di berbagai negara dipandang sebagai sesuatu hal yang biasa dan wajar terjadi. Namun berbeda dengan yang terjadi di negara lain, perubahan kurikulum di Indonesia masih dipandang oleh masyarakat sebagai sesuatu yang aneh dan negatif, sehingga muncul pemeo “ganti pejabat, ganti kurikulum”. Seharusnya pandangan semacam ini juga harus melihat pada sisi lainnya bahwa perubahan kurikulum tidak akan pernah bisa berhenti atau akan selalu terjadi sesuai dengan perkembangan dan tuntutan masyarakat, ilmu pengetahuan, teknologi, seni, dan budaya. Sejarah telah membuktikan bahwa perubahan kurikulum di Indonesia sudah sering kali terjadi dalam setiap periode tertentu, sejak zaman kolonial sampai dengan zaman proklamasi kemerdekaan tanggal 17 Agustus 1945. Dari hasil analisis terhadap fakta perubahan kurikulum selama ini juga menunjukan bahwa perubahan kurikulum merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari konstelasi politik, sosial, dan budaya bangsa Indonesia yang selalu berkembang dari satu masa ke masa berikutnya.
1
Kurikulum Sebagai Komponen Pendidikan. Kurikulum memiliki arti yang sangat penting dan strategis dalam penyelenggaraan pendidikan. Oleh karenanya dapat dikatakan bahwa kurikulum merupakan salah satu komponen utama pendidikan, yang memiliki hubungan sangat erat dan saling mempengaruhi secara signifikan dalam rangkaian antara teoritis dan empiris atau praksis. Hubungan kedua hal tersebut, secara teoritis dan empiris, misalnya tampak apabila terjadi suatu reformasi pendidikan (education reform) yang biasanya dimulai: pertama, bisa dari perubahan sistem pendidikan terlebih dahlu yang kemudian menstimulir terjadinya perubahan kurikulum (curriculum reform); dan kedua, juga bisa dari perubahan kurikulum terlebih dahulu yang kemudian menstimulir terjadinya perubahan sistem pendidikan. Secara praksis, dalam setiap penyelenggaraan pendidikan akan selalu diperlukan komponen kurikulum yang memuat tentang rencana mengenai tujuan pengajaran, apa yang akan diajarkan, cara mengorganisasikan pengalaman belajar, dan cara mengukur keberhasilan dan/atau pencapaiannya. Hakikat Kurikulum. Kurikulum sebagaimana yang dijelaskan dalam teori klasik kurikulum Ralph W. Tyler (1949) yaitu bahwa kurikulum harus memuat 4 pertanyaan fundamental yang perlu dijawab oleh para pengembang program pendidikan sebagai berikut: 1. What educational purposes should the school seek to attain? ---tujuan pendidikan apa yang harus dicapai oleh sekolah? 2. What educational experiences can be provided that are likely to attain these purposes? ---pengalaman belajar apa yang dapat disediakan untuk mencapai tujuan pendidikan? 3. How can these educational experiences be effectively organized? ---bagaimana pengalaman belajar dapat diorganisasikan secara efektif? 4. How can we determine whether these purposes are being attained? --bagaimana kita dapat menentukan apakah tujuan pendidikan sedang dan/atau sudah dicapai?
2
Jawaban terhadap semua pertanyaan fundamental tersebut dituangkan ke dalam suatu bentuk program pendidikan operasional yang dinamakan dengan “kurikulum”, yang memuat tujuan pendidikan yang seharusnya dicapai oleh sekolah, pengalaman belajar apa untuk melengkapi pencapaian tujuan pendidikan, dan bagaimana pengalaman belajar tersebut diorganisasikan, dan bagaimana menentukan pencapaian tujuan pendidikan. Hubungan Kurikulum dan Pembelajaran. Rencana yang dimuat dalam kurikulum hanya dapat tercapai apabila dioperasionalkan melalui kegiatan sebagaimana adanya (curriculum as it is), yaitu proses pembelajaran. Artinya bahwa kurikulum dan pembelajaran mempunyai hubungan yang sangat erat. Dalam hal ini, hubungan antara kurikulum dan pembelajaran apabila dianalogikan dengan bulatan dan permukaan dua sisi uang koin akan selalu sama seperti divisualkan dalam ilustrasi berikut ini.
Secara implementatif, kurikulum dan pembelajaran harus selalu sinkron dan harmonis serta saling mengisi kekuatan dan kelemahannya masing-masing. Kurikulum harus dapat memberikan arahan yang jelas bagi pelaksanaan pembelajaran, dan sebaliknya pembelajaran harus menjabarkan secara operasional seluruh tuntutan yang dimuat dalam kurikulum.
3
Kurikulum dan Teori Pareto. Dalam teori 80-20 atau disebut dengan Pareto's Principle or the 80–20 Rule ---Teori Pareto atau Hukum 80–20, yang dikembangkan oleh Pareto (1971), dinyatakan bahwa keberhasilan Y (= 80%) ditentukan oleh dan/atau datang dari faktor X (=20%). Selanjutnya, Pareto dalam rangka menjelaskan teori 80%-20% membuat analogi bahwa 80% of your behavior comes from 20% of your mind ---80% perilaku anda berasal dari 20% pikiran anda; Analogi lainnya dari Pareto yaitu bahwa in 1906 that 80% of the land in Italy was owned by 20% of the population ---dalam tahun 1906 bahwa sebagian besar tanah di Italia dimiliki oleh 20% penduduk. Dari analogi Pareto tersebut mengandung makna bahwa meskipun 20% hanya merupakan porsi yang sangat sedikit, tetapi ternyata mampu menggerakkan atau menguasai porsi 80% yang sangat banyak. Apabila Pareto's Principle or the 80–20 Rule dihubungkan dengan kurikulum, secara prinsip dapat dijelaskan bahwa keberhasilan pelaksanaan suatu kurikulum di lapangan (80%) akan ditentukan oleh dan/atau berasal dari (20%) kebijakan kurikulum. Dalam arti bahwa meskipun kebijakan kurikulum hanya memiliki porsi 20%, namun kebijakan tersebut harus mampu untuk menggerakkan dan memberikan pengaruh yang kuat terhadap pelaksanaan kurikulum yang memiliki porsi 80%. Tujuan Penulisan Buku. Sampai saat sekarang ini setelah 65 tahun proklamasi kemerdekaan, di Indonesia belum pernah ditemukan adanya referensi yang memuat kronologi sejarah Kurikulum SMA secara khusus dan lengkap. Sudah barang tentu, dengan adanya buku sejarah Kurikulum SMA ini akan menjadi referensi sangat penting yang dapat dijadikan sebagai acuan bagi penelaahan akademik dan empirik dalam khasanah pendidikan di Indonesia. Dengan berdasarkan pada fakta itu dan kepentingan yang lebih luas bagi generasi Indonesia yang akan datang, Pusat Kurikulum memandang perlu untuk melakukan penelusuran sejarah (historical tracking) mengenai kurikulum yang pernah berlaku di SMA sejak awal pendirian satuan pendidikan tersebut pada zaman penjajahan Belanda sampai dengan masa kini. Hasil penelusuran ini diwujudkan
4
menjadi sebuah buku yang berjudul “Dinamika Perubahan Kurikulum Sekolah Menengah Atas Di Indonesia: Suatu Analisis Historis Dari Masa Ke Masa”.
PERMASALAHAN Keterbatasan Referensi. Dalam penulisan buku yang bersifat perspektif historis selalu dihadapkan pada permasalahan kelangkaan dokumen atau arsip utama sebagai primary sources. Begitu pula dalam penulisan buku sejarah kurikulum ini, arsip kurikulum sebagai sumber utama yang pernah berlaku pada masa-masa tertentu sudah sangat sulit ditemukan keberadaannya. Mungkin terlalu ekstrim apabila dikatakan tidak ada arsip kurikulum sama sekali, padahal kurikulum di Indonesia telah mengalami perjalanan sejarah yang sangat panjang. Demikian pula, dalam berbagai referensi sejarah pendidikan di Indonesia hanya sedikit yang mendeskripsikan perihal kurikulum terutama yang digunakan pada masa penjajahan Belanda, Jepang, dan masa perang kemerdekaan. Penyebab Hilangnya Sumber Acuan Utama. Mengapa sulit menemukan dokumen kurikulum masa lalu yang akan dijadikan sebagai acuan utama dalam penulisan sejarah kurikulum di Indonesia? Sehubungan dengan itu menurut Kurasawa (2001) bahwa so far, education has been one of the least clear fields of historical study on Japanese occupation in Java, since no detailed information has been available. This is mainly because Japanese military authorities deliberately burned most of the important documents at the time of their surrender (August 1945), and as a result, few records survived ---sejauh ini, pendidikan telah menjadi salah satu bidang yang kurang jelas dari studi historis selama pendudukan Jepang di Jawa, karena tiada informasi rinci yang tersedia. Hal itu utamanya pada waktu pemerintahan Militer Jepang menyerah kepada Tentara Sekutu (Agustus 1945) telah membakar dengan sengaja hampir sebagian besar dokumen, dan sebagai hasilnya, hanya sedikit dokumen yang tersisa. Jenis Sumber Acuan Utama Yang Hilang. Berkaitan dengan dokumen pendidikan yang masih misteri, Kurasawa (2001) mengatakan bahwa even the basic information on the educational administrative structure, reorganization of
5
schools, the curriculum, the language adopted as the medium of instruction, the extent Japanese language was taught and the number of Japanese teachers sent to Java, remained a mystery ---bahkan informasi dasar mengenai struktur administrasi pendidikan, reorganisasi sekolah, kurikulum, bahasa yang diadopsi sebagai pengantar pembelajaran, tingkat penggunaan bahasa jepang yang diajarkan, dan jumlah guru Jepang yang dikirim ke Jawa, semuanya masih misteri. Upaya Memenuhi Kelangkaan Sumber Acuan Utama. Apa yang dapat dilakukan agar penulisan sejarah kurikulum pada masa tertentu dapat tetap berlangsung? Menurut Kurasawa selanjutnya yaitu all we could consult, so far, were contemporary newspaper, journals, almanacs which were published under strict sensorship and such materials as the remaining textbooks, credit certificates, and diplomas which were privately owned by the former pupils and teachers ---semua hal yang dapat diacu, sejauh ini, adalah surat kabar kontemporer, jurnal, almanak yang diterbitkan di bawah sensor yang ketat dan bahan-bahan tersisa seperti buka pelajaran, sertifikat penghargaan, ijazah yang dimiliki secara pribadi oleh bekas murid dan guru. Namun diduga bahwa dokumen penting termasuk mengenai pendidikan yang dibakar oleh Jepang bukan hanya dokumen yang dikeluarkan oleh Pemerintah Jepang, tetapi juga banyak dokumen yang dikeluarkan oleh Pemerintah HindiaBelanda. Hal itu didukung dengan ketiadaan dan/atau tidak ditemukannya sama sekali dokumen kurikulum yang pernah berlaku di beberapa SMA yang pernah mengalami pergantian beberapa zaman. Akibat Dari Kelangkaan Sumber Acuan Utama. Kelangkaan sumber acuan utama dalam penulisan sebuah buku historis kurikulum akan mengalami fragmen atau penggalan historis (historical fragmentation) dalam penuangan informasi kesejarahan kurikulum pada zaman tertentu. Fragmentasi dalam penulisan buku yang bersifat kesejarahan sering kali terjadi sebagaimana yang dinyatakan oleh Kurasawa (1991) bahwa historical study had to be made on the basis of those fragmental sources ---studi historis harus dibuat dengan dasar sumber-sumber yang terpenggal atau terputus.
6
Sangat disadari bahwa dalam penulisan buku ini pun akan terjadi celah-celah ketidak-sinambungan informasi kesejarahan kurikulum sebagai akibat dari kelangkaan sumber acuan utama yang memuat informasi kurikulum yang pernah berlaku pada masa-masa tertentu.
METODOLOGI PENGUMPULAN INFORMASI Metode Triangulasi. Penulisan sebuah buku yang bersifat kesejarahan perlu menggunakan metodologi triangulasi informasi untuk meminimalisir segi kekurangan atau kesalahan informasi yang diperoleh dari berbagai sumber informasi tersebut. Dengan penggunaan metode triangulasi informasi tersebut, naskah buku ini telah melalui prosedur dan proses kajian yang didasarkan pada logika dan argumentasi baik secara teoritik-akademik maupun secara praktikempirik. Dalam rangka penulisan buku ini, triangulasi mencakup: (1) telaah pustaka dan dokumen, (2) visitasi, dan (3) validasi dan konsultasi. Lebih jelasnya, ketiga hal tersebut diuraikan masing-masing di bawah ini. Telaah Pustaka dan Dokumen. Kajian ini mencakup kegiatan untuk membaca dan menginterpretasi termasuk merekonstruksi informasi yang diperoleh dari berbagai sumber utama atau primary sources seperti kepustakaan, peraturan perundang-undangan, dan dokumen lainnya yang dikeluarkan oleh pemerintah dan pihak-pihak lainnya sesuai dengan masanya. Kajian ini dimaksudkan untuk menggali data/informasi yang selengkap-lengkapnya berkaitan dengan sistem pendidikan dan kurikulum yang berlaku pada zaman tertentu dan pemikiran pendidikan nasional sebagai awal sejarah pembangunan sistem pendidikan nasional Indonesia. Visitasi. Visitasi ini mencakup kegiatan untuk mendapatkan data/informasi dari beberapa pihak terkait yang memiliki informasi mengenai kurikulum dan sekolah yang mengalami dinamika perubahan kurikulum sepanjang masa, baik pada zaman pra kemerdekaan maupun pada zaman pasca kemerdekaan. Perpustakaan Nasional Republik Indonesia merupakan salah satu pihak yang divisitasi, karena
7
diduga banyak menyimpan berbagai dokumen yang diperlukan terkait dengan informasi kurikulum. Validasi dan Konsultasi. Untuk mendapatkan masukan mengenai substansi dan redaksional buku ini dilakukan validasi dan konsultasi kepada para ahli dan praktisi yang terkait dalam bidang pendidikan, kurikulum, dan kebahasaan yang dilengkapi dengan diskusi fokus. Kegiatan ini dilakukan lebih dari satu kali untuk menjaga konsistensi informasi yang akan dimuat dalam buku ini.
KONTEKS SEJARAH NASIONAL INDONESIA SEBAGAI PROLOG PENGUNGKAPAN SEJARAH KURIKULUM Pentingnya Konteks Historis. Penulisan sejarah kurikulum di suatu negara termasuk Indonesia tidak akan terlepas dari konteks sejarah nasionalnya. Pemberlakuan suatu kurikulum di suatu zaman tertentu sudah pasti akan selalu terkait dengan kebijakan, situasi, dan kondisi nasional Indonesia pada zaman tersebut. Berkaitan dengan pentingnya sejarah nasional Indonesia menjadi konteks latar belakang historis kurikulum, Jasin (1987) menyatakan bahwa pembaharuan kurikulum hanya dapat dipahami lebih baik apabila konteks historis dari pembaharuan itu diketahui. Hubungan Konteks Historis Dan Kurikulum. Menghubungkan keterkaitan konteks antara sejarah kurikulum dan sejarah nasional Indonesia merupakan sesuatu hal yang sangat signifikan, masuk akal, dan perlu. Hal itu juga didasarkan pada pertimbangan bahwa kelahiran suatu kurikulum pada masa tertentu tidak terlepas dari konstelasi negara, politik, sosial, dan budaya pada masa tersebut. Rangkuman secara singkat Sejarah Nasional Indonesia disajikan dalam tabel di bawah ini.
SEJARAH NASIONAL INDONESIA MASA KEJAYAAN NUSANTARA [Pra 1509]
MASA KOLONIAL [1509-1945]
MASA REPUBLIK INDONESIA [Pasca 1945]
8
Pra-sejarah Kerajaan HinduBuddha Kerajaan Islam
Era Portugis (15091602) Era VOC (16021800) Era Belanda (18001810) Era Inggris (18111816) Era Belanda (18171942) Era Jepang (19421945)
Proklamasi (17 Agustus 1945) Masa Perang Kemerdekaan (19451949) Masa Liberal (19501959) Masa Demokrasi Terpimpin (19591966) Masa Orde Baru (1966-1998) Masa Reformasi (1998-sekarang)
Sumber: Kartodirdjo, dkk. (1975-a). Berdasarkan fakta historis yang dimuat dalam buku Sejarah Nasional Indonesia (Kartodirdjo, dkk., 1975-a) diungkapkan bahwa pendidikan formal setingkat SMA baru mulai diselenggarakan oleh Pemerintah Hindia-Belanda pada awal abad ke20 atau awal tahun 1900-an, khusus hanya bagi anak-anak yang berkebangsaan Eropa, Cina, dan kaum bangsawan pribumi. Dengan demikian, sesuai dengan yang diungkapkan oleh Kartodirdjo dkk., penulisan sejarah Kurikulum SMA hanya mencakup dua zaman, yaitu: (1) zaman kolonial Belanda dan Jepang; dan (2) Zaman Republik Indonesia sampai kini.
PERGANTIAN NOMENKLATUR SMA DARI MASA KE MASA NOMENKLATUR SMA YANG PERNAH BERLAKU Nomenklatur Persekolahan. Sistem persekolahan (schooling system) di Indonesia selalu berganti sesuai dengan kebijakan pendidikan yang berlaku pada zamannya dan tuntutan perkembangan masyarakat pada saat itu. Khusus, untuk SMA telah berganti nomeklatur sebagaimana disajikan dalam tabel di bawah ini.
9
ZAMAN Kolonial Belanda Kolonial Jepang Republik Indonesia
NOMENKLATUR Algemene Middlebare School (AMS) Sekolah Menengah Tinggi Sekolah Menengah Umum Atas (SMUA) Sekolah Menengah Atas (SMA) Sekolah Menengah Umum (SMU) Sekolah Menengah Atas (SMA)
Di berbagai kota di Indonesia terdapat beberapa SMA yang mengalami sejarah yang panjang terkait dengan pergantian nomenklatur dari masa ke masa. Pergantian tersebut terjadi, baik zaman kolonial maupun zaman pasca kemerdekaan, yang sudah berlangsung hampir selama satu abad lamanya. Meskipun jumlah SMA yang mengalami hal tersebut jumlahnya tidak banyak, namun sejarah telah membuktikan bahwa banyak lulusan SMA pada zaman kolonial telah menjadi tokoh perjuangan bangsa dan perintis kemerdekaan (Kartodirdjo, dkk., 1975-b). SMA Yang Pernah Mengalami Pergantian Nomenklatur. Dengan tidak bermaksud mengenyampingkan peran dari sekian banyak SMA yang tersebar di berbagai daerah lainnya dan juga sama-sama memiliki sejarah panjang, SMA yang dijadikan sebagai kasus dalam penulisan buku ini dilakukan dengan teknik random purposif (purposive random technique). Bahwa hasil dari pemilihan tersebut terdapat ada kesamaan dalam hal tertentu, semua itu terjadi hanya secara kebetulan saja (by chance). Hasil pemilihan dari sekian banyak SMA telah terpilih dua sekolah, yakni SMA 3 Yogyakarta yang berlokasi di Kota Yogyakarta Provinsi DI Yogyakarta dan SMA 3 Bandung yang berlokasi di Kota Bandung Provinsi jawa Barat, sebagai sekolah kasus yang telah mengalami pergantian nomenklatur dari masa ke masa.
SMA 3 YOGYAKARTA SMA 3 Yogyakarta yang oleh para alumninya disebut dengan nama “SMA PADMANABA” secara historis mengalami suatu perjalanan panjang sejak
10
didirikan pertama kali oleh Pemerintah Hindia-Belanda pada tahun 1918. Dalam buku “55 TAHUN (1942–1997) SMA 3 YOGYAKARTA” diuraikan bahwa nama PADMANABA (Bahasa Sanskerta), yang juga sekaligus merupakan logo SMA 3 Yogyakarta, memiliki arti sebagai “teratai merah”. Selain itu, penggunaan nama PADMANABA mengandung kisah perjuangan para pelajar sekolah ini yang gugur menyemburkan darah merah dan mewarnai persada bumi pertiwi dalam perjuangan mempertahankan kemerdekaan di Yogyakarta. Ini menjadi bukti keikhlasan mereka yang mengabdikan dirinya bagi martabat bangsa. Atas dasar itu, Pemerintah Yogyakarta mengabadikan nama-nama para pejuang pelajar tersebut menjadi nama-nama jalan di kawasan Kotabaru - Kota Yogyakarta yang menjadi lokasi dari SMA 3 Yogyakarta. Pergantian nomenklatur yang dialami oleh SMA 3 Yogyakarta sebagaimana yang dimuat dalam dokumen sekolah yang bersangkutan disajikan dalam ilustrasi berikut ini. TAHUN 1918 1942 1948 1956 1964 1994 2004
NOMENKLATUR Algemene Middlebare School (AMS) Afdeling B Sekolah Menengah Tinggi Bagian B SMUA Bagian B SMA III B SMA Negeri 3 Yogyakarta SMU Negeri 3 Yogyakarta SMA Negeri 3 Yogyakarta
Menurut keterangan Kepala SMA 3 Yogyakarta, gedung sekolah sempat dijadikan sebagai Markas Tentara Pelajar ketika melakukan perlawanan terhadap Jepang dan pada masa perang kemerdekaan [Wawancara, Oktober 2010].
Total usia SMA 3 Yogyakarta sejak didirikan pada tahun 1918 sampai dengan sekarang tahun 2010 yaitu 92 tahun dengan bangunan fisik gedung yang tampak kokoh. Beberapa buku referensi yang disimpan dengan baik sejak berdirinya sekolah tersebut sampai dengan sekarang ini merupakan bukti nyata lainnya bahwa sekolah ini telah berusia panjang. Beberapa buku referensi yang dimaksud adalah sebagai berikut:
11
• Dr. C. Remigus Presening. (1898). Anleitung zur Quantitativen Chemischen Analyse. • Dr. Carl Schnabel. (1901). Handbuch der Metallhuttenkunde. • Prof. Dr. C.C. Berg. (1938). Greschiedenis van Nederlandsch Indie. Deel II. • Dr. F.W. Staffel. (1939). Greschiedenis van Nederlandsch Indie. Deel III. • Charles Kendall Adams. (1896). Johnson’s Universal Cyclopedia. • Prof. P.J. Veth. (1912). Java: Geographisch, Ethnologisch, Historisch. • E.S. De Klerck. (1908). De Java-Oorlog 1825-1830. • Henry Thomas Buckle. (1913). History of Civilization in England. • Capt. Frank Hurley. (1924). Pearls and Savages: Adventures in the Air, on Land, and Sea in New Guinea. Sampai sekarang ini, SMA 3 Yogyakarta merupakan sekolah favorit dan memiliki kharisma pendidikan yang sangat baik dan tinggi terutama bagi masyarakat Kota Yogyakarta.
SMA 3 BANDUNG Dalam buku “Dokumentasi Bangunan Kolonial Kota Bandung” yang dikeluarkan oleh Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Jawa Barat tahun 2001, bangunan atau gedung SMA 3 Bandung yang didirikan oleh Pemerintah Hindia-Belanda pada tahun 1916 telah dicatat sebagai gedung bersejarah Kota Bandung yang tidak boleh dirubah bentuknya dan/atau dijaga keasliannya. Secara historis, gedung SMA 3 Bandung yang berlokasi di Jl. Belitung – Kota Bandung telah mengalami berbagai perubahan bukan saja nomenklatur tetapi juga fungsi bangunan terutama pada zaman Jepang, yaitu dijadikan sebagai Markas Bala Tentara Jepang. Pergantian nomenklatur dan fungsi yang dialami oleh SMA 3 Bandung sebagaimana yang dimuat dalam buku Dokumentasi Bangunan
12
Kolonial Kota Bandung dan dokumen sekolah yang bersangkutan disajikan dalam ilustrasi berikut ini. TAHUN 1916 – 1942 1942 – 1945 1945 – 1961
1961 1966 1966 1966 – sampai sekarang
NOMENKLATUR Hoogere Burgerschool (HBS) & Algemene Middlebare School (AMS) Afdeling B Sekolah Menengah Tinggi Bagian B SMUA Bagian A, B, C terdiri atas: • SMUA 1 Bagian A [pagi hari] • SMUA 2 & 3 Bagian B [pagi & siang hari] • SMUA 4 Bagian C [siang hari] SMA 4 Bandung pindah ke Jl. Gardujati SMA 1 Bandung pindah ke Jl. Juanda SMA 2 Bandung pindah ke Jl. Cihampelas Gedung Sekolah di Jl. Belitung dibagi menjadi dua fungsi, yaitu: • SMA 3 Bandung • SMA 5 Bandung
Menurut keterangan Kepala SMA 3 Bandung, gedung sekolah sempat dijadikan sebagai Markas Bala Tentara Jepang pada tahun pertama kedatangannya [Wawancara, Oktober 2010].
Total usia SMA 3 Bandung sejak didirikan pada tahun 1916 sampai dengan sekarang tahun 2010 yaitu 94 tahun dengan bangunan fisik gedung yang tampak masih cukup kokoh. Sama halnya dengan SMA 3 Yogyakarta, popularitas dan kharisma pendidikan di SMA 3 yang berlokasi di Jalan Belitung Kota Bandung menjadi kebanggaan bagi masyarakat Kota Bandung sampai sekarang ini.
HARAPAN Menjadi Perbendaharaan Informasi Kurikulum. Meskipun dihadapkan pada keterbatasan primary sources, namun buku ini diharapkan dapat menjadi sumbangan yang tiada ternilai dengan menyediakan perbendaharaan informasi tentang Kurikulum SMA yang pernah berlaku di setiap masa sekaligus dengan dinamika perubahannya. Pengungkapan dinamika perubahan Kurikulum SMA yang disajikan dengan menggunakan pola historical sequence atau rangkaian
13
historis diharapkan dapat membantu para pembaca dari berbagai kalangan untuk memperoleh berbagai informasi dengan cara yang mudah dan sesuai dengan kebutuhannya. Menjadi Sumber Inspiratif Bagi Pihak Lain. Selain itu, dengan terbitnya buku ini diharapkan dapat memberikan inspirasi bagi pengungkapan masalah kurikulum dengan skala yang lebih luas lagi ditinjau dari kajian aspek filosofis, psikologis, sosiologis, dan ekonomis yang ditujukan bagi kepentingan peningkatan mutu pendidikan Indonesia di masa yang akan datang. Kajian tersebut sangat penting untuk dilakukan, karena hal itu akan menunjukkan bahwa mutu pendidikan sebagai produk dari sebuah kurikulum di masa yang lalu dan masa kini akan saling terkait dan merupakan siklus yang akan berulang dan terhubung lagi dengan mutu pendidikan Indonesia di masa yang akan datang.
14
PEMIKIRAN KI-HAJAR DEWANTARA TENTANG PENDIDIKAN DAN PENGAJARAN
PROLOG Riwayat Dan Penggantian Nama. Ki-hajar Dewantara (2 Mei1889 – 26 April 1959) yang awalnya bernama Soewardi Suryaningrat merupakan “Bapak Pendidikan Nasional” dan Perintis Kemerdekaan Indonesia. Selama hidupnya, Kihajar Dewantara telah melahirkan berbagai pemikiran dasar mengenai konstruk pendidikan dan pengajaran di Indonesia, baik sebelum maupun sesudah proklamasi kemerdekaan, yang ditujukan dalam rangka membangun sistem pendidikan nasional Indonesia. Sebagai salah seorang Perintis Kemerdekaan, Kihajar Dewantara pernah dibuang ke negeri Belanda karena aktivitasnya memperjuangkan nasib pribumi yang dijajah. Penggantian nama dari semula Soewardi Suryaningrat menjadi Ki-hajar Dewantara dilakukan sendiri pada tahun 1928 yang tertera dalam sebuah dokumen atau testamen otentik tulisan tangan dalam Bahasa Belanda (Hasil Studi Dokumentasi di Taman Siswa Yogyakarta, 2010) sebagai berikut:
Ik heb de eer U hierbij mede te debeen, ik op heden, den 2 den POEASA v/h Djimachir 1858 (Çaka) bij gelegenheid van de aanvaarding van mijn 40ste levensjaar, naast mijn onden naam, de naam: Ki-hadjar DEWANTARA heb aangenomen. Uw zegen zij mijn deel! In Taman Siswa, 23/11 – 28. SOEWARDI SURYANINGRAT. Sumber: Kumpulan Dokumen Pribadi Ki-hajar Dewantara di Majelis Luhur Taman Siswa, Daerah Istimewa Yogyakarta [Hasil Telaah Dokumen, 2010].
15
Ki-hajar Dewantara nerupakan sosok yang mengalami tiga masa pemerintahan, yaitu: (1) dua pemerintahan kolonial ---Belanda dan Jepang, dan (2) pemerintahan Republik Indonesia. Pemikiran Konstruktif Pendidikan Nasional. Banyak pemikiran orisinal dan brilian Ki-hajar Dewantara yang tidak hanya berlaku dalam konteks zamannya, tetapi juga masih bisa berlaku sampai ke masa kini dan masa yang akan datang. Beberapa orisinalitas pemikirannya mengenai pendidikan yang menjadi dasar konstruk pendidikan nasional antara lain adalah sebagaimana yang diuraikan berikut ini.
KI-HAJAR DEWANTARA TENTANG DASAR-DASAR PENDIDIKAN DAN PENGAJARAN Pandangan orisinalitas Ki-hajar Dewantara mengenai dasar-dasar pendidikan dan pengajaran adalah sebagaimana yang diuraikan berikut ini.
HAL PENDIDIKAN I.
Pendidikan. Umumnya berarti daya-upaya untuk memajukan bertumbuhnya budipekerti (kekuatan – batin, karakter), pikiran (intellect) dan tubuh anak; dalam pengertian Taman Siswa tidak boleh dipisah-pisahkan dengan bagian– bagian itu, agar supaya kita dapat memajukan kesempurnaan hidup, yakni kehidupan dan penghidupan anak-anak yang kita didik selaras dengan dunianya. Karena itulah falsal-falsal dibawah ini kita utamakan: 1. Segala alat, usaha dan cara pendidikan harus sesuai dengan kodratnya keadaan (natuurlijkheid, realiteit). 2. Kodratnya keadaan itu tersimpan dalam adat-istiadat setiap rakyat, yang oleh karenanya bergolong-golong merupakan kesatuan dengan sifat perikehidupan sendiri-sendiri, sifat-sifat mana terjadi dari bercampurnya semua usaha dan daya-upaya untuk mencapai hidup tertib-damai.
16
3. Adat-istiadat, sebagai sifat peri kehidupan atau sifat percampuran usaha dan daya-upaya akan hidup tertib-damai itu tiada terluput dari pengaruh jaman dan tempat; oleh karena itu tidak tetap, senantiasa berubah. 4. Akan mengetahui garis hidup yang tetap dari sesuatu bangsa perlulah kita mempelajari jaman yang telah lalu, mengetahui tentang menjelmanya jaman itu kedalam jaman sekarang dan menyelami jaman yang berlaku ini: barulah kita dapat membayangkan jaman yang akan datang. 5. Pengaruh baru diperoleh karena bercampulgaulnya bangsa yang satu dengan yang lain, percampuran mana sekarang ini mudah sekali terjadi, disebabkan oleh adanya hubungan modern. Haruslah kita waspada dalam memilih mana yang baik untuk menambah kemuliaan hidup kita dan mana yang merugikan, dengan selalu mengingat, bahwa semua kemajuan dalam lapangan ilmu pengetahuan serta segala perikehidupan itulah kemurahan Tuhan untuk segenap manusia diseluruh dunia, sekalipun masing-masing hidup menurut garisnya sendiri-sendiri yang tetap. II. Pendidikan nasional menurut paham Taman Siswa ialah pendidikan yang beralaskan garis-hidup dari bangsanya (cultureel – national) dan ditujukan untuk keperluan perikehidupan (maatschappelijk) yang dapat mengangkat derajat negara dan rakyatnya, agar dapat bekerja bersama-sama dengan lainlain bangsa untuk kemuliaan segenap manusia diseluruh dunia. 1. Pendidikan budipekerti harus mempergunakan syarat-syarat yang selaras dengan jiwa kebangsaan menuju kepada kesucian, ketertiban dan kedamaian lahir batin, tidak saja syarat-syarat yang sudah ada dan ternyata baik, melainkan juga syarat-syarat jaman baru yang berfaedah dan sesuai dengan maksud dan tujuan kita. 2. Teristimewa haruslah kita memperhatikan pangkal kehidupan kita yang terus hidup dalam kesenian, peradaban, syarat-syarat agama, atau terdapat dalam kitab-kitab ceritera (dongeng, mythen en legenden, babad dan lainlain); semua itu adalah “arsip nasional”, dalam mana tersimpan beberapa kekayaan batin dari bangsa kita (geestelijke warden). Dengan mengetahui
17
segala hal itu niscayalah langkah kita untuk menuju pada jaman baru akan berhasil tetap dan kekal, karena jaman baru kita jodohkan sebagai “mempelai” dengan jaman yang lalu (Jawa: ngudi–tuwuh). 3. Berdasarkan hal-hal tersebut diatas perlulah anak-anak Taman Siswa kita dekatkan hidupnya kepada perikehidupan rakyat agar supaya mereka tidak hanya memiliki “pengetahuan” saja tentang hidup rakyatnya, akan tetapi juga dapat “mengalaminya” sendiri, dan kemudian tidak hidup berpisahan dengan rakyatnya. 4. Maka dari itu seyogyanyalah kita mengutamakan cara “pondok system” sebagai alat untuk mempersatukan pengajaran-pengetahuan dengan pengajaran-budipekerti, sistim mana dalam tambo peradaban bangsa kita bukan barang asing (dulu bernama “asrama”, sekarang menjelma menjadi “pondok pesantren”). 5. Pengajaran–pengetahuan yang bertujuan mendidik fikiran adalah sebagian dari pendidikan yang terutama dijalankan untuk memperoleh alat-alat penghidupan. Seyogyanyalah pendidikan fikiran ini dibangun setinggitingginya, sedalam-dalamnya dan seluas-luasnya, agar anak-anak kelak dapat mewujudkan perikehidupannya dengan sebaik-baiknya. 6. Pendidikan jasmani (lichamelijke opvoeding) yang pada jaman dulu kala juga sudah dikenal orang harus dipentingkan untuk mendatangkan keturunan yang bertubuh kuat. III. Sifat–sifatnya pendidikan. Sifat–sifat ini banyak yang sama dengan sifat-sifat yang datang dari negeri asing tetapi banyak pula yang berlainan berhubung dengan perikeadaban kita; ada juga yang terambil dari adapt-istiadat dari bangsa kita tetapi ada pula corak baru. Dibawah inilah sifat-sifat yang pokok saja dan yang selayaknya menjadi pangkal tuntunan bagi kalangan kita: 1. Rumah sekolah haruslah rumahnya pemimpin, dimana juga tinggal guruguru lain dan murid-murid yang tidak mungkin mendapat tuntunan sendiri dari orangtuanya.
18
2. Dalam pondok-pondok itu haruslah anak-anak belajar menolong diri sendiri dan hidup bersahaja: juga hendaknya dibiasakan mereka itu tolong menolong, mengambil inisiatif dan berdasarkan kesucian menuju kearah tertib damainya keadaan, semua itu dengan mengingat adat-istiadat dalam kalangan rakyatnya. 3. Akan mengadakan syarat-syarat pendidikan haruslah diingat batas-batas umurnya anak, yaitu: a. hingga umur 10 – 12 tahun sama sekali tiada perbedaanya antara anak laki-laki dan perempuan; b. dari umur 10 – 12 tahun sampai 14 – 16 tahun mulai berbedalah perangai dan tabiat laki-laki dan perempuan; haruslah kita selalu ingat akan perbedaan itu untuk dapat mengembangkan kenginginan, kebiasaan dan usaha diri dari mereka itu. c. dari umur 14 – 16 sampai umur 18 – 20 tahun itulah waktunya birahi (puberteits periode), dalam waktu mana anak-anak perempuan dan lakilaki
masing-masing
sadar
akan
rasa-keperempuannya
dan
kelelakiannya. Kita harus berhati-hati berhubung dengan perbedaan tabiat antara yang satu dengan yang lain, dan harus ingat, bahwa “periode” (waktu) itu adalah “ periode” yang luar biasa. Sifat perangai yang baik pada waktu itu adalah nafsu akan membuktikan kekuatan diri (offerzin, uitingsdrang, dadendrang dll). Sebaliknya “periode” itulah juga seringkali terlihat adanya kelemahan diri (zwakheid uitputting). Adapun yang sangat mengkhawatirkan yaitu berkembangnya kekuatan nafsu dan datangnya kelemahan budi itu dikuasai oleh nafsu-birahi (sexuale hartstocht). Kalau anak-anak sampai “lupa” dan yang mendidik kurang awas, disitulah bahaya datang. Maka dari itu dalam waktu birahi haruslah si pendidik memegang teguh segala peraturan mengenai perhubungan anak-anak laki-laki dan perempuan. d. Dari umur 18 – 20 tahun keatas datanglah waktu kesabaran dalam tabiat anak-anak muda dan kita harus mengubah sikap kita terhadap mereka: memberi kepercayaan yang luas, memberi kelonggaran bertenaga,
19
menuntun kearah tertib-damai, akan tetapi masih terus mempergunakan pengaruh pendidikan terhadap mereka. e. Mulai umur 24 – 26 tahun bolehlah anak–anak muda kami lepaskan dari pengawasan kita. 4. Pengajaran. Tentang pengajaran pengetahuan haruslah ditujukan kearah kecerdikan
murid,
selalu
bertambahnya
ilmu
yang
berfaedah,
mambiasakannya mencari pengetahuannya untuk keperluan umum, dengan mementingkan falsat-falsat dibawah ini: a. Pengetahuan tidak ada batasnya dan daripada batas tujuannya, yakni agar supaya murid kelak dapat hidup dengan tertib – damai, sematamata dapat turut menambah kemuliaan negara dan bangsanya. b. Pengajaran harus berdasarkan kodratnya keadaan (lihatlah diatas falsat 3). Umpamanya di Taman Anak (Kindertuin), Taman Muda (Lagere School), Taman-Antara (Schakelschool), Taman Dewasa (MULO), hendaknya dipakai cara-cara yang selaras.Taman Anak misalnya seharusnya mementingkan bahasa ibunya (moedertaal), sedangkan yang mengajar sedapat-dapatnya guru perempuan: pada kelas yang lebih tinggi dipakai bahasa Indonesia, sesuai dengan cita-cita paedagogik nasional. c. Berhubung dengan a. dan b., seharusnyalah cita-cita itu dijelmakan dalam rencana-pelajaran Taman Siswa, yang sedikit-dikitnya sama tingginya dengan rencana-pelajaran sekolah negeri tentang pelajaran umum, tetapi seboleh-bolehnya bersifat praktis, ditambah pula dengan pelajaran “special” berhubung dengan kehidupan nasional: pengetahuan tentang perikehidupan bangsanya (burgerkunde), tambo nasional, bahasa, seni dsb. d. Pelajaran bahasa asing (Belanda, Inggris dll) harus juga dianggap perlu untuk
menjadi
alat
mencari
pengetahuan
atau
memudahkan
perhubungan internasional, tetapi jangan menarik murid kedunia kebelandaan; oleh karena itu perlulah kita mengusahakan kitab-kitab bacaan dalam bahasa-bahasa asing yang tidak merusakkan perangai
20
kenasionalan dan hendaknya ditahan nafsu anak-anak membaca roman Barat yang umumnya merusakkan kesucian serta menjauhkan mereka daripada jiwa kebangsaanya. 5. Pendidikan jasmani. Pendidikan jasmani yang perlu juga diadakan bertujuan mempergunakan segala gerak badan yang pantas untuk mendatangkan
kesehatan,
menghaluskan
tingkah-laku,
memperoleh
ketangkasan, keteguhan hati, ketelitian, ketajaman, awas penglihatan, ketertiban dsb. Gerak badan yang pantas berarti jangan sampai merusakkan rasa kesucian atau menyalahi kodrat, teristimewa mengenai gerak badan bagi perempuan. Berhubung dengan keterangan tentang maksud pendidikan tubuh secara nasional itu seyogyanyalah tari, jogged, pencak dimasukkan dalam rencana-pelajaran dan kalau perlu dalam bentuk baru. Gerak badan modern di Eropa juga mulai mencari jalan baru, yang bagi kita sesungguhnya bukan sesuatu hal yang baru, yaitu mempersatukan gerak badan dengan wirama dan kesenian; jadi paduan musik dan drama. IV. Leerplan. Dibawah ini Majelis – Luhur mempermaklumkan rencanapelajaran yang dibuat oleh Ki Sukemi dari Taman Siswa Bandung mengenai falsat-falsat yang umum bagian Taman–Anak dan Muda serta Taman–Antara, dan diserahkan atas nama cabang Bandung kepada kongres. V. Hari Libur. 1. Hari libur itu diberikan: a. untuk
memberi
istirahat
kepada
anak-anak,
agar
terpelihara
kesehatannya, berhubung dengan pekerjaannya yang berat karena mempergunakan otaknya; b. untuk memperingati hari-hari yang pantas dikenangkan berhubung dengan pendidikan. 2. Guna tertibnya pengajaran, maka jumlah hari liburan dalam setahunnya kurang lebih 110 hari, sedangkan hari pelajaran kurang lebih 255 hari. 3. Peraturan liburan dalam Taman – Siswa:
21
a. hari mengaso disesuaikan dengan keadaan yang umum dalam pergaulan nasional; misalnya liburan besar jatuh dalam bulan Puasa, liburan kecil jatuh di tengah-tengah, ialah dalam bulan Maulud; hari Ahad, tahun baru 1 januari, kedua-duanya dianggap sebagai liburan umum; liburan penutup tahun mula–mula 7 hari, tetapi sesudah tidak memakai hari raya Nasrani, lalu ditambah sehingga menjadi 10 hari. b. hari peringatan ada dua macam. Pertama yang berhubungan dengan hidup kebatinan seperti Rebo Wage atau Selasa Kliwon, yang oleh sebagian rakayat di Jawa dianggap sebagai hari suci: Rebo wekasan buat penduduk Yogyakarta idem; Grebeg Besar, mikrad Nabi Muhammad, menghidupkan
Asyura.
Kedua:
rasa-kebangsaan,
hari
peringatan
seperti
nasional
peringatan
tahun
untuk baru
Indonesia pada hari 1 syura dan hari wafatnya Pangeran Diponegoro (8 Januari) yang dianggap hari berdukacita. 4. Hari raya Kristen kalau akan dipakai boleh juga; teristimewa harus diingat, bahwa anggota-anggota dan murid-murid kita yang beragama Kristen harus diberi kelonggaran sepenuhnya untuk menghormati hari sucinya. 5. Hari raya nasional Belanda tidak kita pakai, karena menghormati orang yang masih hidup atau menghormati hari-politik dengan menutup sekolah itu buat kita tidaklah selayaknya. 6. Tiap cabang Taman siswa boleh mengadakan hari liburan lain yang berdasarkan rasa kebatinan (religie) dari golongan rakyat atau berhubung dengan keperluan luar biasa, asal mengingati falsat 2 di atas. 7. Kalau terpaksa oleh keadaan penting, boleh cabang Taman Siswa mengubah peraturan liburan di atas. [“Wasita” Jilid II No. 1 – 2 – Juli – Agustus 1930]
DASAR – DASAR PENDIDIKAN 1. Arti dan Maksud pendidikan
22
Perkataan “pendidikan” dan “pengajaran” itu seringkali dipakai bersama-sama. Sebenarnya gabungan kedua perkataan itu dapat mengeruhkan pengertiannya yang asli. Ketahuilah, pembaca yang terhormat, bahwa sebenarnya yang dinamakan “pengajaran” (onderwijs) itu tak lain dan tak bukan ialah salah satu bagian dari pendidikan. Jelasnya, pengajaran itu tidak lain ialah pendidikan dengan cara memberi ilmu atau pengetahuan, serta juga memberi kecakapan kepada anak-anak, yang keduanya dapat berfaedah buat hidup anak-anak, baik lahir maupun batin. Sekarangakan saya terangkan apakah arti dan maksud pendidikan (opvoeding) pada
umumnya.
Dengan
sengaja
saya
memakai
keterangan
“pada
umumnya”,karena dalam arti khususnya banyak dan berjenis-jenislah maksud pendidikan itu. Boleh dibilang tiap-tiap aliran, baik aliran agama maupun aliran kemasyarakatan itu mempunyai maksud sendiri-sendiri. Tidak hanya maksud atau tujuannya berbeda-beda, pun caranya mendidik juga tidak sama. Tentang keadaan yang penting ini kemudian akan saya terangkan lebih luas. Walaupun bermacam-macam maksud, tujuan, cara, bentuk, syarat-syarat dan alat-alat di dalam soal pendidikan itu, akan tetapi nyatalah, bahwa pendidikan yang berhubungan dengan aliran-aliran hidup yang berjenis-jenis itu, ada pula dasar-dasar atau garis-garis yang sama. Menurut pengertian umum, berdasarkan apa yang dapat kita saksikan dalam semua macam pendidikan itu, maka teranglah bahwa yang dinamakan pendidikan yaitu tuntunan didalam hidup tumbuhnya anak-anak. Adapun maksudnya pendidikan yaitu: menuntun segala kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak itu, agar mereka sebagai manusia dan sebagai anggota masyarakat dapatlah mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya. 2. Hanya tuntunan dalam hidup. Pertama kali haruslah kita ingat, bahwa pendidikan itu hanya suatu “tuntunan” didalam hidup tumbuhnya anak-anak kita. Ini berarti, bahwa hidup tumbuhnya anak-anak itu terletak diluar kecakapan atau kehendak kita kaum pendidik.
23
Anak-anak itu sebagai makhluk, sebagai manusia, sebagai benda hidup, teranglah hidup dan tumbuh menurut kodratnya sendiri. Seperti yang termaktub didalam keterangan dimuka, maka apa yang dikatakan “kekuatan kodrati yang ada pada anak-anak itu” tiada lain ialah segala kekuatan didalam hidup batin dan hidup lahir dari anak – anak itu, yang ada karena kekuasaan kodrat. Kita kaum pendidik hanya dapat menuntun tumbuhnya atau hidupnya kekuatan-kekuatan itu, agar dapat memperbaiki lakunya (bukan dasarnya) hidup dan tumbuhnya itu. Akan lebih teranglah uraian kita itu, jikalau kita ambil contoh atau perbandingan dengan hidupnya tumbuh-tumbuhan. Seorang tani (yang dalam hakekatnya sama kewajibannya dengan dengan seorang pendidik) yang menanam padi misalnya, hanya dapat menuntun tumbuhnya padi. Ia dapat memperbaiki tanahnya, memelihara tanamannya, begitu, memberi rabuk dan air, memusnakan ulat-ulat atau jamur-jamur yang mengganggur hidup tanamannya, begitu sebagainya; tetapi meskipun ia dapat memperbaiki pertumbuhan tanaman itu, mengganti kodrat-iradatnya padi, ia tak akan dapat. Misalnya ia tak akan dapat menjadikan padi yang ditanamnya itu tumbuh sebagai jagung atau harus berbuah didalam 3 bulan: pun tak dapat ia memeliharanya sebagai caranya memelihara tanaman kedele dan sebagainya. Mustahil! Pak tani harus takluk pada kodratnya padi itu mustahillah. Demikianlah pendidikan itu, walaupun hanya dapat “menuntun”, akan tetapi besarlah faedahnya bagi hidup tumbuhnya anak-anak. 3. Perlukah tuntunan pendidikan itu? Meskipun pendidikan itu hanya “tuntunan” saja di dalam tumbuhnya anakanak, tetapi perlu juga, berhubungan dengan kodrat dan keadaannya masingmasing anak. Jikalau anak tidak baik dasarnya, tentulah kita mengerti sendiri, bahwa ia harus mendapat tuntunan, agar bertambah baiklah budi pekertinya. Anak yang baik dasar jiwanya dan tidak mendapat tuntunan pendidikan, barang tentulah akan mudah menjadi orang jahat Walaupun anak sudah baik dasarnya, pun tuntunan masih amat perlu. Tidak saja dengan tuntunan itu ia akan
24
mendapat kecerdasan yang lebihitu lalu menjadi orang yang berwatak pemberani, hanya saja rasa takutnya (yang asli) itu tidak Nampak, oleh karena ia sudah mendapat kecerdasan fikiran, hingga pandai menimbang-nimbang dan memikir-mikir, kemudian dapat memperkuat kemauannya untuk tidak takut …….itulah semuanya yang dapat menutup rasa “tertutup” saja oleh fikirannya, maka anak tersebut ada kalanyadiserang rasa takut dengan sekonyongkonyong, yaitu jika fikirannya sedang tak bergerak. Kalau fikirannya tidak jalan sebentar saja ia seketika itu akan takut lagi menurut dasar biologisnya sendiri. Demikian pula orang yang bertabiat pemalu, belas kasihan, bengis, murka, pemarah, dsb…. Selama ia sempat memikir-mikirkan segala keadaaannya, dapat juga ia menahan nafsunya yang asli, akan tetapi jika fikirannya tidak sempat bergerak (dalam keadaan yang sekonyong-konyong datangnya), tentulah tabiat-tabiatnya yang asli itu akan muncul dengan sendiri. 4. Perlunya menguasai diri dalam pendidikan budi pekerti. Contoh-contoh tentang adanya watak-watak yang “biologis” dan tak dapat lenyap dari jiwa manusia itu ada banyak dan dapat kita lihat juga dalam hidupnya tiap manusia. Misalnya orang yang karena pendidikannnya, keadaannya dan pengaruh lain-lainnya, sebenarnya harus berbudi dermawan, kalau ia memang mempunyai dasar watak kikir, akan selalu kelihatanlah wataknya “kikir” itu sungguhpun ia tetap insyaf akan kewajibanya sebagai dermawan terhadap fakir miskin (ini pengaruhnya pendidikannya yang baik); biasanya semasa ia tidak sempat “berfikir”, tentulah tabiatnya “kikir” itu akan selalu kelihatan, setidak-tidaknya kedermawanan orang itu akan berbeda dengan orang yang memang berdasar watak dermawan. Janganlah sekarang agaknya pendidik lalu “berputus asa”, karena menganggap bahwa tabiat-tabiat yang “biologis” itu (hidup perasaan) tidak dapat dilenyapkan sama sekali. Memang benar kecerdasan intelligible (hidup anganangan) itu hanya dapat menutupi tabiat-tabiat perasaan yang tidak baik itu, akan tetapi ingatlah, bahwa dengan menguasai-diri (zelfbeheersching), asalkan
25
tetap dan kuat adanya, senantiasa ia akan melenyapkan atau mengalahkan tabiat-tabiat biologis yang tidak baik itu. Jadi kalau kecerdasan budi itu sungguh baik, yaitu dapat mewujudkan kepribadian (persoonlijkheid) dan “karakter” (jiwa yang berazas hukum kebatinan), itulah berarti orang akan senantiasa dapat mengalahkan nafsu dan tabiat-tabiatnya yang asli, yang biologis tadi. Maka dari itulah “menguasai diri” atau “zelfbeheersching” itu disebut tujuannya
pendidikan
dan
maksudnya
keadaban.
“Beschaving
is
Zelfbeheersching” (adab itu tak bukan dan tak lain berarti dapat menguasai diri)’ demikian menurut pengajaran adab atau ethika. Sampailah kita sekarang pada soal “budi pekerti”, yang dimuka sudah kita sebut beberapa kali. Yang dinamakan “budi pekerti” atau “watak yaitu bulatnya jiwa manusia, yang dalam bahasa asing disebut “karakter” dan diatas sudah kita terangkan sebagi jiwa yang sudah “berazas hukum kebatinan”. Orang yang telah mempunyai kecerdasan budipekerti itu senantiasa memikirmikirkan dan merasa-rasakan serta selalu memakai ukuran, timbangan dan dasar-dasar yang pasti dan tetap. Itulah sebabnya tiap-tiap orang itu dapat kita kenal wataknya dengan pasti; yaitu karena yaitu karena watak dan budi pekerti itu memang bersifat tetap dan pasti buat satu-satunya manusia, sehingga dapat dibedakan orang yang satu daripada yang lain. Budipekerti, watak atau karakter, itulah bersatunya gerak fikiran, perasaan dan kehendak atau kemauan, yang lalu menimbulkan tenaga. Ketahuilah bahwa “budi” itu berarti “fikiran-perasaan-kemauan”, dan “pekerti” itu artinya “tenaga”. Jadi “budi pekerti” itu tiap-tiap manusia berdiri sebagai manusia merdeka (berpribadi), yang dapat memerintah atau yang beradab dan itulah maksud dan tujuan pendidikan dalam garis besarnya. Jadi teranglah disini bahwa pendidikan itu berkuasa untuk mengalahkan dasardasar dari jiwa manusia, baik dalam arti melenyapkan dasar-dasar yang jahat dan memang dapat dilenyapkan, maupun dalam arti “neutraliseeren”
26
(menutupi, mengurangi) tabiat-tabiat jahat yang “biologis” atau yang tak dapat lenyap sama sekali, karena sudah bersatu dengan jiwa. 5. Jenis-jenisnya budi pekerti. Setelah kita mengetahui, bahwa budi-pekerti seseorang itu dapat mewujudkan sifat kebatinan seseorang dengan pasti dan tetap, haruslah kita mengetahui pula, bahwa tidak adalah dua budi-pekerti orang yang sama. Jadi samalah keadaannya denga roman muka manusia, tiadalah dua yang sama. Meskipun begitu, orang dapat juga membagi-bagi budi-pekerti manusia menjadi beberapa macam atau jenis atau “typen”, dengan maksud agar orang dapat mempunyai ikhtisar tentang garis’garis atau sifat-sifat watak orang yang umum. Pembagian budi-pekerti menjadi beberapa typen itu ada yang disandarkan pada sifatnya angan-angan, sifatnya perasaan dan sifatnya kemauan (analytis); lalu tiga sifat itu digabungkan menjadi satu (synthetis); kemudian lalu mewujudkan suatu macam atau type budi-pekerti yang pasti. Yang amat tersohor adalah pembagian dari almarhum Prof. Dr. Heymans guru besar di Universitas Groningen, yang sudah mengadakan penyelidikan disertai pecobaan-percobaan tentang soal itu dan kemudian menetapkan adanya 8 typen budi-pekerti orang. Ada pula yang membagi-bagi budi-pekerti menjadi beberapa typen atau jenis dengan bersandar atas hasrat seseorang; jadi ini (ethis = menurut rasa adab). Yang kenamaan dalam hal ini ialah Prof. Sprangeryang membagi-bagi budipekerti orang menjadi 6 jenis, bersandar atas hasrat orang akan: 1. kekuasaan (machts mensch); 2. Agama (religieus mench); 3. keindahan (kunst mensch); 4. kegunaan atau faedah (nutsmensch atau economisch mensch); 5. pengetahuan atau kenyataan (wetenchaps atau waarheids mensch) dan 6. menolong mendermakan atau mengabdi (sociale mensch). Lain dari pada pembagian itu, masih ada pula theori-theori tentang jenisjenisnya budi-pekerti; misalnya yang menghubung-hubungkan sifat-jamaninya seseorang dengan wataknya (Prof. Kretschner), jadi seperti ilmu firasat dari Imam Syafii. Ada pula yang mengukur budi-pekerti orang dengan melihat
27
caranya seorang memandang dirinya sendiri sebagai pusatnya pemandangan, atau sebaliknya, sebagai sebagian saja dari alam yang besar ini (Adler, Kunkel). Ada pula yang mengadakan pembagian “introversen dan extroversen” (Jung), yaitu orang yang selalu memandang kedalam batinnya sendiri, atau yang memandang kearah luar demikianlah seterusnya. Dalam soal watak atau budipekerti manusia janganlah kiranya dilupakan, bahwa tiap-tiap manusia itu mendapat pengarah dari yang menurunkan (erfelijkheidsleer); jadi sama pula dengan turun temurunnya sifat-sifat jasmani dari tiap-tiap orang (sifat roman mukanya, rambutnya, warna kulitnya, pendektingginya badan dll.) Juga janganlah dilupakan, bahwa seperti yang sudah diuraikan dimuka, pendidikan dan segala pengalaman serta keadaan itu semuanya berpengaruh besar pada tumbuhnya budipekerti.
SYARAT-SYARAT DAN ALAT-ALAT PENDIDIKAN 1. Naluri Pendidikan. Setelah ikhtisar tentang arti, maksud dan tujuan pendidikan termuat di dalam uraian kita dimuka, baiklah sekarang kita menerangkan bagian-bagian yang khusus, buat permulaan tentang syarat-syarat dan alat-alat didalam pendidikan yang teratur. Yang “teratur”, kata saya, sebab pendidikan itu sebenarnya berlaku didalam tiap-tiap keluarga dengan cara yang tidak teratur. Berlakunya pendidikan dari tiap-tiap manusia untuk mendidik anak-anaknya, agar selamat dan bahagia. Naluri atau instinct ini disebabkan pula oleh adanya naluri yang pokok (oerintinct), yang bermaksud akan kekalnya keturunan (ngudhi-tuwuh, behoud van de sort). Pendidikan yang dilakukan tiap-tiap orang terhadap anak-anaknya itulah umumnya hanya bersandar atas cara-kebiasaan (traditie, sleur) dan seringkali amat dipengaruhi oleh perasaan yang berganti-ganti dari si pendidik; jadi tidak dengan “keinsyafan” dan tidak tetap. Kalau kadang-kadang ada keinsyafan, maka keinsyafan itu hanya berdasar atas “perkiraan” atau “rabaan” belaka,
28
yakni tidak berdasarkan pengetahuan. Atau kalau ada dasar pengetahuan yang Cuma berasal dari “pengalaman”: ini berarti kurang luas (eenzijdig). 2. Syarat-syarat pengetahuan. Pendidikan yang teratur yaitu pendidikan yang bersandar atas pengetahuan, yang dinamakan “ilmu pendidikan”. Ilmu ini tidak berdi sendiri, akan tetapi masih memakai ilmu-ilmu lainnya, yang dinamakan ilmu syarat-syarat pendidikan atau “hulpwetenschappen”, yang terbagi menjadi 5 jenis, yaitu: a. ilmu hidup batin manusia (ilmu jiwa, psychologie); b. ilmu hidup-jasmani manusia (fysiologie); c. ilmu keadaan atau kesopanan (ethika atau moral); d. ilmu keindahan atau ketertiban-lahir (aesthetika); e. ilmu tambo pendidikan (ikhtisar cara-cara pendidikan); Untuk mengerti perlunya mempunyai pengetahuan yang lima macam itu, perlulah kiranya kita mengadakan sedikit perbandingan antara keadaan seorang “juru didik” dengan seorang pengukir kayu. Seorang pengukir kayu barang tentu wajib mempunyai pengetahuan yang dalam dan luas tentang hakekatnya atau keadaannya kayu; jadi harus tahu akan ilmu kayu (lihat no. 1 dan 2 diatas). Ia wajib mengetahui kayu-kayu yang keras dan yang tidak keras, yang boleh dipergunakan untuk ukiran-ukiran yang halus atau yang kasar, begitu seterusnya. Karena pendidik itu “mengukir” manusia, sedang manusia mempunyai hidup lahir dan batin, maka ilmu-kemanusiaan itu ada dua macamnya, ialah “psychologie” dan “fysiologie”, seperti tersebut diatas no. 1 dan 2. Seorang pengukir kayu yang hendak mewujudkan pekerjaan (ukiran-ukiran) yang baik, haruslah mengerti tentang keindahan-keindahan ukiran. Bagi seorang pendidik sama halnya harus mengerti tntang keindahan-keindahan batin dan lahir (ethika dan aesthetika), karena manusia itu bersifat batin dan lahir (lihat no. 3 dan 4).
29
Akhirnya seorang pengukir kayu dapat mewujudkan ukiran-ukiran yang bagus, kalau ia mempunyai pengetahuan tentang macam-macam ukiran, yang telah diadakan pengukir-pengukir lainnya, pada jaman sekarang dan jaman dahulu, dinegerinya sendiri atau dinegeri asing. Itulah ilmu “tambo-pendidikan” buat kaum pendidik. Dengan mengadakan perbandingan itu, tidak usahlah kita memberi keterangan sendiri yang luas, karena tiap pembaca lalu dapat membuat keterangan sendiri yang panjang, lebar dan terang. 3. Peralatan Pendidikan. Yang kita maksudkan dengan perkataan “peralatan” itu sebenarnya alat-alat yang pokok, cara-caranya mendidik. Ketahuilah bahwa cara-cara itu amat banyaknya, akan tetapi dalam pokoknya bolehlah semua cara itu kita bagi seperti berikut: a. memberi contoh (voorbeeld); b. pembiasaan (pakulinan, gewoontevorming); c. pengajaran (leering, wulang wuruk); d. perintah, paksaan dan hukuman (regeering en tucht); e. laku (zelfbeheersching, zelfdiscipline); f. pengalaman lahir dan batin (nglakoni, ngrasa, beleving). Alat-alat itu tidak perlu dilakukan semuanya, bahkan ada kaum pendidik yang tidak mufakat adanya salah satubagian dari pada yang termaktub itu. Misalnya pendidik-pendidik dari fitnah “vrije opvoeding” (pendidikan bebas) tidak suka memakai alat yang nomor 4. (perintah, paksaan dan hukuman). Seringkali seorang pendidik mementingkan sesuatu bagian dan pada umumnya memilihnya cara-cara itu dihubungkan dengan macam-macam keadaan teristimewa dihubungkan dengan umurnya anak-anak didik. 4. Hubungan dengan Umur.
30
Untuk keperluan pendidikan, maka umur anak-anak didik itu dibagi menjadi 3 masa, masing-masing dari 7 atau 8 tahun (1 windu): a. waktu pertama (1 – 7 tahun) dinamakan masa kanak-kanak (kinderperiode); b. waktu ke-2 (7 – 14 tahun), yakni masa pertumbuhan jiwa fikiran (intellectueele periode) dan c. masa ke-3 (14 – 21 tahun) dinamakan masa terbentuknya budi pekerti atau sociale periode. Berhubung dengan alat-alat atau cara-cara pendidikan, yang dihubungkan dengan umur kanak-kanak, maka dibawah inilah kita sajikan pemakaian caracara, sesuai dengan umur itu: (a) masa kanak-kanak: cara no. 1 dan 2; (b) masa ke 2: cara nomor 3 dan 4; dan (c) masa ke 3; cara nomor 5 dan 6. Ketiga-tiganya itu berlaku pada umumnya dan sebagi dasar. Sekian dahulu. [“Keluarga” Th. I No. 1, 2, 3, 4. Nop., Des. 1936, Jan. Pebr. 1937]
KI-HAJAR DEWANTARA TENTANG DIFFERENSIASI SEKOLAH MENENGAH UMUM ATAS (SMUA) Pandangan orisinalitas Ki-hajar Dewantara mengenai SMA adalah sebagaimana yang disampaikan pada acara pertemuan tentang “Differensiasi Pengajaran di S.M.U.A dan Reorganisasi S.M.U.A I dan II di Yogyakarta” pada tahun 1947 berikut ini. 1.
Diferensiasi pengajaran pada tingkatan S.M.U.A. mengandung maksud, menyesuaikan dasar kejiwaan murid dengan aliran pengajaran masingmasing, agar memudahkan kemajuan serta berkembangnya akal-budinya menurut kodratnya masing-masing. Dengan demikian maka dapatlah dikurangi jumlah mereka yang keputusan jalan-hidupnya (mislukkelingen) karena salahnya atau kurang tepatnya pemilihan aliran-pengajaran.
2.
Hingga kini differensiasi itu telah dilakukan untuk aliran A (Kesusasteraan), B (Ilmu Alam dan Pasti) dan C (untuk pekerjaan administrasi dll). Dengan begitu maka mereka yang mempunyai bakat yang khusus itu dapat memilih aliran-alirannya sendiri. Dalam pada itu memang betul ijazah dari pada
31
bagian B itu dianggap lebih tinggi daripada ijazah A (dan C), karena dengan ijazah B dapatlah abiturienten S.M.U.A. memasuki perguruan tinggi, sedangkan mereka yang berijazah A hanya dapat diterima untuk perguruan tinggi Kesusasteraan, Kehakiman dll. Yang tidak memerlukan pengetahuan Ilmu Alam dan Pasti, misalnya Fakulteit Ketabiban, Teknik, dan sebagainya. 3.
Penghargaan lebih rendah atau lebih tinggi itu sebenarnya tidak terkadung dalam maksud differensiasi, karena semata-mata didalam hal itu hanya dihubungkan dengan jenisnya ilmu-ilmu yang harus dipelajari. Akan tetapi tradisi kini membuktikan adanya perbedaan penghargaan tersebut dan ini menurut pandangan saya disebabkan karena kurang baik organisasinya differensiasi itu.
4.
Yang pertama kali, harus diingati, bahwa pemilihan aliran pengajaran (studiekeuze) itu seringkali dilakukan oleh para abiturienten S.M. Pertama sendiri, dengan tidak sesuai dengan bakatnya sendiri yang sebenarnya; seringkali malah orangtuanya murid turut-turut memilih dengan memberatkan keinginannya sendiri (subyektif). Kebanyakan mereka itu memilih aliran Alam-Pasti, agar kelak dapat meneruskan pelajarannya di semua perguruan tinggi. Kadang-kadang bila anak-anak di bagian B itu putus jalannya (mislukt) dan pindah ke bagian A, terbukti mereka itu kelak dapat lulus dalam ujian-penghabisan. Semua keadaan ini memberi suggestie (saran), bahwa aliran “kesusasteraan” itu lebih gampang, lebih rendah dari pada aliran “PastiAlam”.
5.
Kedua kalinya harus diingati, bahwa mereka yang memilih aliran A itu, tidak hanya mereka yang tidak mempunyai bakat untuk ilmu Pasti-Alam, namun ada juga yang memilih aliran A itu, semata-mata karena tertarik oleh ilmu Kesusasteraan; jadi mereka yang juga mempunyai bakat Ilmu Pasti, memilih aliran Kesusasteraan. Seandainya mereka itu (yang salah atau kurang tepat pilihannya tadi) hendak berganti aliran (misalnya lalu tertarik oleh pengajaran di perguruan tinggi Tabib atau Ingenieur), sudah terlanjur hanya berijzah A (Kesusasteraan), jadi tak dapat diterima. Pemilihan aliran pengajaran itu bagi
32
pemuda-pemuda dan pemudi-pemudi memang sukar sekali dapat berlaku dengan obyektif; seringkali “keinginan”-nya bertentangan dengan bakatnya; sebab-sebabnya banyak! 6.
Berhubung dengan apa yang tersebut diatas semua itu, maka alangkah baiknya jika differensiasi itu dilakukan sebagai berikut: a. Pada tingkatan kelas-1 belum diadakan perpisahan aliran; baru pada penghabisan tahun-pengajaran (akan naik ke kelas 2), menurut isinya: rapport”, dewan guru menetapkan: siapa yang tidak naik kelas, siapa yang naik ke kelas 2 bagian A, siapa yang naik ke bagian B, siapa yang boleh memilih naik ke bagian A dan B dengan timbangan umum. Adapun mereka yang tidak mempunyai bakat untuk A dan B, tetapi tidak “bodoh”, dinaikan ke bagian C (administrasi, kepandaian tangan dan sebagainya). b. Pada penghabisan pengajaran di kelas 2 (akan naik ke kelas 3), masih diadakan saringan pula, sebab saringan yang pertama (akhir kelas 1) boleh jadi belum tepat, karena banyak “twijfelachtige gevallen” (keadaankeadaan yang membimbangkan) dan banyak pula anak-anak sendiri yang tambah keinsyafannyaterhadap kesanggupan dan kemampuan diri sendiri. Dengan begitu maka penghargaan sama antara aliran A dan B prinsipiel dibuktikan pula dan ……………….. “mislukkelingen” akan kurang. c. Sesudah tamat kelas 3, maka hendaknyalah diadakan saringan pula tentang pemberian ijazah, dengan mengadakan ijazah 4 macam: 1. Ijazah A, 2. Ijazah B, 3. Ijazah C (administrasi), ke-4 ijazah D, yaitu dengan disebutkan: “Tamat belajar, tidak untuk meneruskan pelajaran ke perguruan tinggi”. Yang amat kurang angka-angkanya ialah mereka yang tidak lulus, tidak tamat. Dengan begitu akan kurang lagilah jumlah “mislukkelingen”. (Ingatilah: orang yang tidak berijazah itu mengandung perasaan-rendah atau “inferioteis complexen” dan karena banyak yang tenggelam didalam gelombang-gelombang masyarakat).
7.
Untuk meneruskan pelajarannya ke arah perguruan-tinggi (universiteit), maka ijazah S.M.U.A. bagian A (Kesusasteraan) tidak memberi hak untuk
33
memasuki faculteit yang membutuhkan pengetahuan banyak dalam ilmu Pasti dan ilmu Alam (Faculteit Tabib, Ingenieur, guru-menengah – Akte M.O. Ilmu Pasti atau Alam, dan lain-lain sebagainya). Akan tetapi mereka itu, jika sungguh-sungguh ingin dan merasa sanggup menuntut pengajaran-pengajaran tsb.(karena misalnya timbul keinsyafan pula tentang diri sendiri ----sudah lebih masak untuk melakukan beroepskeuze), diberi kesempatan untuk menempuh “ujian tambahan” (aanvullend examen) dalam ilmu Pasti dan Alam dan lin-lain ilmu sungguh diperlukan. 8.
Sebaliknya, mereka yang berijazah B (Alam dan Pasti), dan ingin memasuki faculteit-faculteit yang membutuhkan ilmu bahasa-bahasa, janganlah diberi hak begitu saja untuk memberi kesempatan untuk menempuh ujian-tambahan dalam ilmu-ilmu dan kepandaian yang diperlukan untuk faculteit-faculteit tersebut.
9.
Untuk dapat memperbaiki atau menyempurnakan pelajaran dalam S.M.U.A. bagian Kesusasteraan, lagi pula untuk memberi penghargaan sama dengan bagian Pasti dan Alam, serta untuk memberi alasan menempuh “aanvullend examen” bagi para pemegang ijazah B yang hendak beralih kealiran kesusasteraan pada perguruan-tinggi khusus, maka pelu sekali S.M.U.A. bagian Kesusasteraan diberi pengajaran bahasa-bahasa lebih banyak dari pada di bagian Pasti-Alam. Bahasa-bahasa sendiri (bahsa Indonesia dan Daerah), Jawa-Kuno atau Sansekerta, Arab atau Tionghwa (facultative) hendaknya dipelajarkan di S.M.U.A. bagian kesusasteraan, disamping bahasa modern (Ingggeris dan Jerman atau Perancis – facultative memilih).
10. Segala apa yang termaktub dalam stellingen di atas itu ialah pemandangan saya tentang soal differensiasi S.M.U.A. pada umumnya, dan khususnya ialah bahan-bahan dan alas an-alasan untuk menasihatkan kepada jawatan Pengajaran “Wiyata-Praja”, hendaknya S.M.U.A. ke-1 dan ke-II dalam organisasinya dipersatukan, dan dalam differensiasinya dibagi menjadi bagian Kesusasteraan dan bagian Pasti dan Alam paling sedikitnya, jika mungkin
34
ditambah dengan bagian C (Administrasi dsb). Dengan mengingati fatsal 6, ayat a, b, dan c. Sekianlah pemandangan dan nasehat saya, yang diminta oleh jawatan Pengajaran, Pendidikan
dan
Kebudayaan,
dalam
suratnya
tanggal
14-V-1947,
no.
3460/Sp/1008/SM di Yogyakarta, 19-V-1947.
INTERNALISASI PEMIKIRAN KI-HAJAR DEWANTARA Pentingnya Memahami Pemikiran Ki-hajar Dewantara. Meskipun banyak pemikiran pendidikan Ki-hajar Dewantara yang dapat dipakai sebagai dasar konstruksi pendidikan pada masa kini, namun baru sedikit sekali dari jumlah bangsa Indonesia terutama yang bergerak dalam bidang pendidikan, mempelajari aliran pemikirannya. Apabila aliran pemikiran tersebut dipadukan dengan aliran pemikiran modern sekarang ini akan menjadikan pendidikan di Indonesia sekarang ini semakin bermutu. Apabila ditelaah, seluruh pemikiran Ki-hajar Dewantara mengikuti aliran konstruktivisme. Hal itu tampak dari kehendaknya untuk membangun dan membebaskan bangsanya sebagai bangsa yang terjajah dan teraniaya yang disalurkan melalui berbagai tulisan atau artikel yang dimuat dalam berbagai terbitan majalah dan surat kabar pada zaman kiolonial. Ki-hajar Dewantara harus menerima akibat dari kritikan tajamnya untuk dibuang ke negara Belanda, yaitu negara yang menjajah bangsanya. Simbolisasi Pemikiran Ki-hajar Dewantara dalam Pendidikan Nasional. Salah satu dari pemikiran utama Ki-hajar Dewantara yang dirangkum menjadi filosofi atau prinsip pendidikan nasional Indonesia yaitu: Ing ngarso sung tulodo; Ing madya mangun karso; Tut wuri handayani. Sebagai upaya untuk menghargai dan menginternalisasi pemikiran Ki-hajar Dewantara tersebut, Kementerian Pendidikan Nasional telah mencantumkan salah satu prinsipnya dalam logo kementerian, yakni “Tut Wuri Handayani” sebagaimana tampak dalam gambar logo berikut ini.
35
Makna dari ing ngarso sung tulodo yaitu berada di depan untuk menjadi suritauladan; ing madya mangun karso yaitu berada di tengah untuk membangun semangat atau kehendak; dan tut wuri handayani yaitu berada di belakang untuk membimbing atau mengarahkan.
36
THE EMPIRE STATE OF CURRICULUM
KERANGKA BERPIKIR Hubungan erat dan saling keterkaitan antara kurikulum, pembelajaran, dan penilaian dalam perspektif makro menjadikan semacam negara kerajaan kurikulum ---the empire state of curriculum, sebab keberadaan kurikulum merupakan unsur sentral bagi keberadaan unsur pembelajaran dan penilaian. Kerangka berpikir hubungan ini dibangun atas pemahaman terhadap hal berikut ini: pertama bahwa kurikulum pada intinya memuat tujuan apa yang hendak diraih, bahan apa yang akan diajarkan, dan pengalaman belajar apa yang diperlukan untuk mewujudkan tujuan; kedua bahwa pembelajaran pada intinya merupakan aktivitas untuk menyajikan seluruh muatan kurikulum dengan menerapkan metode-metode penyajian secara efektif yang sesuai dengan organisasi pengalaman belajarnya; dan ketiga bahwa penilaian yang terdiri atas penilaian internal dan penilaian eksternal adalah untuk mengukur keberhasilan pencapaian kurikulum. Penilaian internal diarahkan untuk menentukan apakah tujuan telah dicapai serta bahan ajar dan pengalaman belajar telah dikuasai; sedangkan penilaian eksternal diarahkan untuk menentukan kekuatan dan kelemahan program, baik secara dokumentatif maupun secara implementatif, dalam kaitannya dengan proses yang dijalankan dan output yang dihasilkan. Dengan kata lain bahwa kerangka berpikir hubungan diantara ketiga unsur tersebut dibangun atas dasar fungsi-fungsi dari ketiga hal tersebut yang saling bertautan antara satu dan yang lainnya. Kurikulum tidak akan berarti apa-apa jika tidak dioperasionalkan melalui pembelajaran dan penilaian; pembelajaran tidak akan berarti apa-apa jika tidak ada acuan yang jelas dan tidak disertai dengan ukuran pencapaiannya; begitu pula penilaian tidak akan berarti apa-apa jika tidak ada substansi yang diukur dan/atau dinilai.
37
Jadi tampak sangat jelas bahwa di antara kurikulum, pembelajaran, dan penilaian memiliki hubungan yang signifikan dan saling mempengaruhi antar ketiganya, sebagaimana yang divisualkan dalam ilustrasi berikut ini.
Pertautan ketiga unsur (kurikulum, pembelajaran, dan penilaian) tersebut secara teoritik dan praktik pendidikan membentuk menjadi semacam kekuatan yang dinamis untuk menghasilkan output. Dengan kata lain bahwa output pendidikan dihasilkan dari interaksi dengan sejumlah pelajaran yang dimuat dalam kurikulum, disajikan melalui proses edukatif pembelajaran, dan dinilai untuk mengetahui seberapa tingkat pencapaian atau penguasaannya.
HAKIKAT KURIKULUM Hakikat kurikulum di negara mana pun di dunia ini secara prinsip mempunyai kesamaan, yaitu kurikulum sebagai blueprint atau rancangan bagi proses pembelajaran. Rancangan tersebut berupa seperangkat rencana yang digunakan untuk membangun dan memberdayakan potensi peserta didik. Sedangkan, perbedaan kurikulum yang dikembangkan di setiap negara adalah muatan dalam kurikulum. Perbedaan muatan disebabkan oleh filosofi dan beliefs, konteks, dan kondisi berbeda yang dimiliki dan dihadapi oleh masing-masing negara.
38
Banyak pengertian kurikulum yang bisa ditemukan dalam berbagai referensi, namun untuk kepentingan di sini hanya akan dikemukakan beberapa pengertian sesuai dengan kebutuhan. Menurut Glatthorn (1987) mengatakan bahwa the task of defining the concept is perhaps the most difficult of all, for the term curriculum has been used with quite different meanings ever since the field took form ---tugas untuk mendefinisikan konsep mungkin merupakan hal paling sulit untuk kita semua, istilah kurikulum telah digunakan dengan pengertian yang sangat berbeda sejak bidang ini membentuk diri. Miller & Seller (1985) mengartikan bahwa curriculum is an explicitly and implicitly intentional set of interactions designed to facilitate learning and development and to impose meaning on experience. The explicit intentions usually are expressed in the written curriculum and in courses of study; the implicit intentions are found in the ”hidden curriculum,” by which we mean the roles and norms that underlie interactions in the school. Learning interactions usually occur between teacher and student ---kurikulum adalah suatu perangkat harapan secara eksplisit dan implisit yang dirancang untuk memudahkan belajar dan pengembangan dan untuk memperkuat makna pada pengalaman. Harapan eksplisit biasanya dinyatakan dalam kurikulum tertulis dan dalam mata pelajaran; harapan implisit ditemukan dalam kurikulum tersembunyi. Interaksi belajar biasanya terjadi antara guru dan pelajar. Armstrong (1989) mengartikan bahwa: (a) curriculum is the school’s adopted program of studies; (b) curriculum consists of contents of the various courses taught in the school; (c) curriculum involves planned interactions among instructors, learners, and learning resources in the school or in other appropriate instructional settings; (d) curriculum encompasses all of the experiences offered to learners under the authority of the school or under the authority of other appropriate instructional agencies; and (e) curriculum includes all planned and unplanned experiences of learners in the school and in other appropriate instructional settings ---kurikulum merupakan program pelajaran teradopsi; kurikulum terdiri atas materi dari berbagai pelajaran yang diajarkan di sekolah; kurikulum melibatkan interaksi terencana di antara guru, pelajar, dan sumber belajar di sekolah atau di tempat lain yang cocok untuk pembelajaran; kurikulum
39
mencakup semua pengalaman yang ditawarkan kepada pelajar di bawah otoritas sekolah; dan kurikulum mencakup semua pengalaman pelajar yang terencana dan tidak terencana di sekolah atau di tempat lain yang cocok untuk pembelajaran. Dengan demikian, menurut Glatthorn (1987) bahwa it would seem that a useful definition of curriculum should meet two criteria: it should reflect the general understanding of the term as used by educators; and it should be useful to educators in making operational distinctions ---itu tampak bahwa definisi kurikulum yang bermanfaat harus sesuai dengan 2 kriteria: (1) harus mencerminkan pemahaman umum mengenai istilah yang digunakan guru, dan (2) harus berguna bagi pendidik dalam pembuatan perbedaan operasional. Glatthorn sendiri mengusulkan definisi kurikulum adalah the plans made for guiding learning in the schools, usually represented in retrievable documents of several levels of generality, and the actualization of those plans in the classroom, as experienced by the learners and as recorded by an obeserver; those experiences take place in a learning environment which also influences what is learned --rencana yang dibuat untuk membimbing belajar di sekolah, biasanya disajikan dalam dokumen yang mudah ditemukan mengenai beberapa tingkat keumuman, dan pengaktualisasian rencana tersebut di kelas, sebagaimana yang dialami oleh pelajar dan sebagaimana yang dicatat oleh seorang pengamat. Penglaman berlangsung dalam lingkungan belajar yang mempengaruhi apa yang dipelajari. Jadi, hakikat kurikulum adalah rencana awal yang dibuat untuk membimbing anak belajar di sekolah, disajikan dalam bentuk dokumen yang mudah ditemukan, disusun berdasarkan pada tingkat-tingkat generalisasi dan perkembangan peserta didik, dapat diaktualisasikan di dalam pembelajaran, dapat diamati oleh pihak yang tidak berkepentingan sekalipun, dan membawa misi perubahan tingkah laku. Kurikulum sebagai suatu bentuk rencana harus fleksibel agar bisa memberi kemungkinan setiap saat untuk dilakukan perbaikan seperlunya dalam proses implementasinya. Kurikulum sebagai suatu bentuk dokumen harus memberikan petunjuk yang cukup rinci mengenai berbagai hal yang perlu dilakukan oleh
40
kepala sekolah dan guru dan juga dapat disimpan dalam perangkat komputer yang bisa diakses oleh berbagai pihak melalui jaringan internet. Untuk kepentingan pendidikan di Indonesia, kurikulum telah didefinisikan secara formal sebagaimana yang dimuat dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional bahwa kurikulum adalah "seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu."
HAKIKAT PEMBELAJARAN Berkenaan dengan pembelajaran yang berkualitas, Bloom (1976) menyatakan bahwa quality of instruction is the extent to which the cues, practice, and reinforcement of the learning are appropriate to the needs of the learners --kualitas pembelajaran adalah tingkat di mana tanda, praktik, dan penguatan belajar sesuai dengan kebutuhan pelajar. Selain metode pembelajaran, hal yang perlu diperhatikan dalam pembelajaran menurut Bloom selanjutnya adalah individual differences in learning that is an observable phenomenon which can be predicted, explained, and altered in a great variey of ways ---perbedaan individual dalam belajar yang merupakan fenomena dapat diamati, diprediksi, dijelaskan, dan disesuaikan dengan bermacam-macam cara. Apa yang dikemukakan oleh Bloom tentang individual differences adalah sama dengan “keunikan peserta didik” yang menurut Aunurrahman (2009) bahwa setiap orang berbeda satu sama lain dan tidak satupun yang memiliki ciri-ciri yang sama. Setiap individu pasti memiliki karakteristik yang berbeda dengan individu lainnya. Perbedaan individual ini merupakan kodrat manusia yang bersifat alami. Perbedaan individu disebabkan oleh besarnya variasi dalam kemampuan seperti dikatakan oleh Hirsch (1999) bahwa variations in ability and learning style are caused by individual differences ---perbedaan dalam kemampuan dan belajar disebabkan oleh perbedaan individual. Oleh karena itu, Hirsch menyatakan bahwa individual differences are mainly differences in academic preparation and ability,
41
and the accommodation of those differences take the form of ability tracking --perbedaan individual utamanya adalah perbedaan dalam persiapan dan kemampuan akademik, dan akomodasi perbedaan tersebut mengambil bentuk penelusuran kemampuan. Berkenaan dengan pembelajaran yang efektif, Cole & Chan (1994) menyatakan bahwa effective teaching is defined as the actions of professionally trained persons that enhance the cognitive, personal, social, and physical development of students ---pembelajaran efektif diartikan sebagai tindakan orang terlatih secara professional yang meningkatkan pengembangan kognitif, personal, sosial, dan fisik pelajar. Pembelajaran yang efektif dibangun atas dasar beberapa prinsip yang menurut Cole & Chan yaitu: include principles for effective classroom communication, lesson planning and preparation, demonstration and explaining, questioning, assigning work tasks, feedback and correctives, assessment and evaluation, motivation and reinforcement, class management, and the promotion of self-directed and independent learning ---mencakup prinsip-prinsip komunikasi kelas yang efektif, rencana dan persiapan pelajaran, demonstrasi dan penjelasan, pertanyaan, penugasan tugas pekerjaan, umpan balik dan perbaikan, pengukuran dan penilaian, motivasi dan penguatan, pengelolaan kelas, dan peningkatan belajar terarah sendiri dan mandiri. Pentingnya menggunakan metode dalam pembelajaran, Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menyatakan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara. Apabila dikaji secara cermat, menurut Sanjaya (2009), konsep pendidikan menurut undang-undang itu mengandung beberapa hal yang sangat penting untuk dikritisi. Hal-hal penting untuk dikritisi sebagaimana yang dimaksud oleh Sanjaya adalah sebagai berikut: Pertama, usaha sadar berarti bahwa segala upaya yang dilakukan
42
dalam pendidikan diarahkan pada pembentukan sumber daya manusia (peserta didik) yang dapat berkembang secara utuh; Kedua, usaha terencana berarti proses pendidikan adalah proses yang bertujuan sehingga segala sesuatu yang dilakukan pendidik dan peserta didik diarahkan pada pencapaian tujuan; Ketiga, wujud dari usaha sadar dan terencana adalah suasana dan proses pembelajaran yang berorientasi pada keaktifan peserta didik (student active learning) dalam rangka pengembangan potensi dirinya; dan Keempat, akhir dari proses pendidikan adalah kemampuan peserta didik yang memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan oleh dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara. Lebih jelasnya lagi bahwa penggunaan metode dalam pembelajaran merupakan suatu hal yang mutlak untuk dilakukan agar pembelajaran dapat diselenggarakan secara optimal sebagai usaha sadar, usaha terencana, usaha untuk menciptakan suasana dan proses keaktifan, dan usaha untuk menghasilkan kemampuan peserta didik yang holistik. Selain itu, penggunaan metode dapat menghindarkan upaya yang mengarah pada apa yang disebut oleh Ravitch (1995) sebagai “teaching to the test” atau mengajar yang lebih diarahkan hanya untuk menghadapi soal-soal ujian. Bahaya “teaching to the test” menurut Ravitch adalah teachers tend to teach what is tested. Teaching to the test is bad in current practice because so many tests ask narrow questions about disconnected fragments of information, thus leading teachers to drill their students on right answers rather than to teach a deep understanding of the concepts involved ---guru cenderung mengajar apa yang diujikan. Mengajar untuk tes adalah jelek dalam praktik sekarang ini, karena begitu banyak tes menanyakan pertanyaan sempit mengenai fragmen informasi yang terpenggal, jadi mengarahkan guru untuk melatih pelajar pada jawaban benar daripada mengajar dengan pemahaman konsep yang mendalam. Hal itu akan mengakibatkan kesenjangan prestasi (the achievement gap) seperti yang disinyalir oleh Wagner (2008). Ia mengemukakan bahwa the achievement gap is resulted by the children’s teachers take more than months before the
43
testing begins to teach and review the materials that are going to be on the test, so they are cearly teaching to the test, rather than teaching for a deeper understanding of the content ---kesenjangan prestasi diakibatkan oleh guru mengambil waktu lebih dari berbulan-bulan sebelum ujian yang diawali dengan mengajar dan membahas bahan-bahan yang akan diuji, jadi jelas mereka mengajar untuk tes, daripada mengajar untuk memahami materi secara mendalam.
HAKIKAT PENILAIAN Penilaian atau evaluasi dalam dunia pendidikan memiliki peranan yang sangat penting, sebab hasil dari suatu penilaian dapat memberikan informasi yang bermanfaat mengenai sesuatu hal tertentu melalui proses yang sistematik. Berkenaan dengan hal tersebut, Gronlund (1976) menegaskan bahwa evaluation may be defined as a systematic process of determining the extent to which instructional objectives are achieved by pupils ---penilaian boleh diartikan sebagai suatu proses sistematik penentuan tingkat di mana tujuan pembelajaran dicapai oleh murid. Selanjutnya, Gronlund mengatakan bahwa evaluation is a much more comprehensive and inclusive term than measurement. Evaluation includes both qualitative and quantitative descriptions of pupil behavior plus value judgements concerning the desirability of that behavior. Measurement is limited to quantitative descriptions of pupil behavior. It does not include qualitative descriptions nor does it imply judgements concerning the worth or value of the behavior
measured
---penilaian
merupakan
sesuatu
istilah
yang
lebih
komprehensif dan inklusif daripada pengukuran. Penilaian mencakup deskripsi kualitatif dan kuantitatif dari perilaku murid ditambah dengan pertimbangan nilai mengenai kebaikan perilaku tersebut. Pengukuran terbatas pada deskripsi kuantitatif perilaku murid. Itu tidak mencakup deskripsi kualitatif, tidak juga pertimbangan mengenai makna atau nilau perilaku yang diukur. Meskipun menurut Gronlund terdapat perbedaan antara penilaian dan pengukuran, namun dalam konteks ini kedua peristilahan tersebut dapat digunakan secara timbal balik sesuai dengan kebutuhannya. Hal yang paling penting dari
44
penggunaan kedua istilah tersebut adalah bagaimana atau dengan cara apa fakta atau data atau informasi hasil belajar dapat diperoleh dari peserta didik (dalam arti ketuntasan dan penguasaan kompetensi). Dengan demikian, kompetensi dalam kurikulum yang dioperasionalkan dalam pembelajaran harus mencakup pengetahuan, keterampilan, dan sikap. Hal itu ditegaskan lebih lanjut oleh Bloom, Hasting, & Madaus (1971) bahwa sekurangkurangnya ada tiga hal yang dapat dinilai dari pembelajaran, yaitu: (1) knowledge, (2) skills, and (3) attitudes. Pengetahuan (knowledge) mencakup pengetahuan tentang fakta dan pemahaman tentang konsep, generalisasi, struktur dan model. Keterampilan (skills) mencakup keterampilan-keterampilan tentang meneliti, berpikir kritis, dan berpartisipasi dalam kelompok. Sikap (attitudes) mencakup sikap-sikap intelektual, ilmiah, dan sosial. Jadi pada intinya penilaian, menurut Sudjana (2004), adalah proses memberikan atau menentukan nilai kepada obyek tertentu berdasarkan suatu kriteria tertentu. Proses
penilaian
tersebut
berlangsung
dalam
bentuk
interpretasi
dan
pertimbangan. Hal itu diperjelas lagi oleh Hamid Hasan (2008) bahwa evaluasi adalah proses pengumpulan informasi untuk membantu pengambilan keputusan. Hasil evaluasi akan berbeda-beda, sebab tergantung pada rumusan tujuan dan metodologi yang digunakannya. Mengenai tujuan dari evaluasi oleh Bloom, Hastings, & Madaus (1971) ditegaskan bahwa the purpose of evaluation is primarily the grading and classifying of students ---tujuan penilaian utamanya adalah pemeringkatan dan pengklasisikasian peserta didik. Selanjutnya Bloom, Hastings, & Madaus menyajikan a broader view of evaluation (pandangan penilaian yang lebih luas) sebagai berikut: 1. Evaluation as a method of acquiring and processing the evidence needed to improve the student’s learning and the teaching ---penilaian sebagai suatu metode pengolahan bukti yang diperlukan untuk memperbaiki belajar siswa dan pembelajaran;
45
2. Evaluation as including a great variety of evidence beyond the usual final paper and pencil examination ---penilaian sebagai cakupan berbagai bukti di luar ujian akhir kertas dan pinsil; 3. Evaluation as an aid in clarifying the significant goals and objectives of education and as a process for determining the extent in which the students are developing in these desired ways ---penilaian sebagai suatu bantuan dalam mengklarifikasi tujuan pendidikan dan sebagai suatu proses untuk menentukan tingkat di mana siswa berkembang dengan cara yang dikehendaki; 4. Evaluation as a system of quality control in which it may be determined at each step in the teaching-learning process whether the process is effective or not, and if not, what changes must be made to ensure its effectiveness before it is too late ---penilaian sebagai suatu sistem pengawasan kualitas di mana hal itu dapat menentukan tiap-tiap langkah dalam proses belajar-mengajar apakah proses efektif atau tidak, dan jika tidak, perubahan apa yang harus dibuat untuk menjamin keefektivannya sebelum semuanya terlambat; dan 5. Finally, evaluation as a tool in education practice for ascertaining whether alternative procedures are equally effective or not in achieving a set of educational ends ---akhirnya, penilaian sebagai suatu alat dalam praktik pendidikan untuk meyakinkan apakah prosedur alternatif efektif secara sama atau tidak dalam mencapai perangkat tujuan pendidikan. Banyak hal yang dapat diperoleh dari penyelenggaraan penilaian, selain untuk mengetahui apakah tujuan pembelajaran sudah tercapai atau belum, tetapi juga menjamin keefektifan program baik kurikulum maupun pembelajaran sebelum semuanya terlambat yang mengarah pada kemunduran. Hal inilah yang dikatakan bahwa pada akhirnya penilaian dapat diartikan sebagai suatu proses pengambilan keputusan.
KETIDAK-HARMONISAN INTER-RELASI DALAM PRAKTIK Sebagaimana telah dikemukakan bahwa kurikulum, pembelajaran, penilaian mempunyai keterkaitan yang erat antara satu dengan yang lainnnya. Kerangka berpikir dibangun atau hubungan diantara ketiga unsur tersebut dengan berdasarkan pada fungsi-fungsi dari ketiga hal tersebut. Kurikulum tidak akan berarti apa-apa jika tidak dioperasionalkan melalui pembelajaran dan penilaian; pembelajaran tidak akan berarti apa-apa jika tidak ada kurikulum sebagai
46
acuannya dan tidak disertai dengan ukuran pencapaiannya; begitu pula penilaian tidak akan berarti apa-apa jika tidak ada substansi yang diukur dan/atau dinilai. Namun dalam praktiknya sering kali hubungan ideal antara kurikulum, pembelajaran, dan penilaian jauh dari impian dan kenyataannya. Beberapa fakta yang menunjukkan ketidak-harmonisan hubungan tersebut yaitu antara lain sebagai berikut: Kesenjangan Kurikulum dan Pembelajaran ---Curriculum Gap. Suatu kurikulum, yang dirancang untuk mengembangkan potensi peserta didik yang mencakup pengetahuan-sikap-keterampilan, biasanya memuat secara ideal tujuan yang yang ingin dicapai, apa yang akan diajarkan, pengalaman belajar yang diorganisasikan, dan cara untuk mengukur ketercapaiannya. Agar pengembangan potensi tersebut berlangsung secara lengkap, kurikulum menuntut pelaksanaannya dalam pembelajaran dengan menggunakan metode berbasis masalah, inkuiri, berpikir logis dan kritis, dan diskusi. Namun dalam kenyataannya semua itu tidak berjalan sepenuhnya, karena banyak di antara guru yang hanya melaksanakan pembelajaran dengan cara jitu dan seolah-olah tiada pilihan lain, kecuali ceramah dan mencatat. Kondisi inilah yang menyebabkan ketidak-sesuaian antara tuntutan kurikulum yang seharusnya dan pelaksanaan kurikulum melalui pembelajaran. Mengajar Hanya Untuk Menghadapi Ujian ---Teaching to the Test. Guru mengajar lebih diarahkan hanya untuk menghadapi soal-soal ujian, atau guru cenderung hanya mengajar apa yang akan diujikan. Mengajar untuk tes adalah jelek dalam praktik sekarang ini, karena begitu banyak tes menanyakan pertanyaan sempit mengenai fragmen informasi yang terpenggal. Jadi mengajar untuk tes mengarahkan guru untuk melatih pelajar pada jawaban benar daripada mengajar dengan pemahaman konsep yang mendalam. Kesenjangan prestasi peserta didik diakibatkan oleh guru untuk mengambil waktu lebih dari berbulan-bulan sebelum ujian yang diawali dengan mengajar dan
47
membahas bahan-bahan yang akan diuji, jadi jelas mereka mengajar untuk tes, daripada mengajar untuk memahami materi secara mendalam dan holistik. Kegelisahan Menghadapi Ujian Nasional ---National Test Fear-Provoking. Seluruh mata pelajaran yang wajib dimuat dalam kurikulum adalah dalam rangka mencapai tujuan pendidikan nasional, jadi tidak ada mata pelajaran yang perlu dikecualikan secara khusus. Muncul pertanyaan, mengapa hanya beberapa mata pelajaran saja yang diujikan secara nasional? Apapun argumentasi yang diberikan untuk menjawab pertanyaan ini, semuanya tidak masuk akal dan kalaupun ada jawaban yang diberikan, pasti jawabannya tidak akan masuk akal. Mengapa terjadi fear-provoking ketika menghadapi ujian nasional? Beberapa kasus yang diungkap oleh berbagai media massa, antara lain Kompas dan Media Indonesia, menunjukkan bahwa ujian nasional telah memprovokasi ketakutan atau kecemasan (national test fear-provoking) terhadap berbagai kalangan, bukan saja peserta didik, tetapi juga kepala sekolah, guru, orang tua, dan masyarakat.
HARIAN UMUM Kompas (2009)
BERITA TERKAIT UJIAN NASIONAL • Standar kelulusan telah menghantui para peserta ujian nasional. Di balik ujian nasional, sejumlah siswa SMA merasakan kecemasan. Utamanya terkait dengan standar nilai kelulusan yang oleh pemerintah dinaikkan dari 5, 25 menjadi 5, 5 untuk semua mata pelajaran yang diujikan. (28 April) • Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) akan mengevaluasi kebijakan pemerintah dalam penyelenggaraan ujian nasional, karena banyaknya persoalan, termasuk berbagai kecurangan dan kebocoran soal tingkat SMP dan SMA. DPR menganggap bahwa tingkat kelulusan sangat ditentukan oleh nilai mata pelajaran yang diujinasionalkan. Nilai mata pelajaran lainnya selama tiga tahun siswa belajar terabaikan. Peran guru pun yang selama tiga tahun mendidik tidak ada, karena kelulusan ditentukan oleh nilai ujian nasional. (1
48
Mei) • Ratusan siswa SMA dari beberapa daerah didapati memperoleh nilai hasil ujian nasional kososng pada sejumlah mata pelajaran, seperti Bahasa Indonesia dan Biologi. Pengumuman kelulusan pun terpaksa ditunda akibat persoalan yang diduga dipicu kesalahan pemindaian ini. Kondisi ini salah satunya terjadi di Provinsi Jawa Barat. Ini adalah sebuah kesalahan fatal dan kelalaian teknis yang mengakibatkan siswa tidak lulus, sehingga akhirnya siswa dirugikan. (17 Juni) Media Indonesia (2009)
• Perbuatan yang memalukan dalam dunia pendidikan terjadi di Kabupaten Bengkulu Selatan, yaitu kepala sekolah dan guru bersekongkol mengisi jawaban soal-soal ujian nasional SMA, karena takut banyak siswa yang tidak lulus. Mereka langsung diciduk dan di tahan di kantor polisi setempat, termasuk Kepala Bidang Pendidikan Menengah Dinas Pendidikan Kabupaten Bengkulu Selatan. (1 Mei) • Di Purwokerto, seorang siswi SMA pingsan akibat stress menghadapi ujian nasional. (1 Mei) • Di Kendal, beberapa siswa SMA mengundurkan diri untuk tidak mengikuti ujian nasional karena belum siap dengan tingginya beban standar kelulusan ujian nasional 5, 5. (1 Mei) • Berbagai bentuk kecurangan pada ujian nasional selama ini merupakan alasan sangat nyata (obvious) yang digunakan pengelola perguruan tinggi negeri untuk menolak hasil ujian nasional dijadikan syarat masuk perguruan tinggi. Berbagai kejadian memilukan pada saat ujian nasional itu sebenarnya bukanlah sesuatu yang tidak bisa diantisipasi. Namun, mengingat keterbatasan yang dimiliki BSNP, menyebabkan tumbuhnya perilaku koruptif secara berulang dalam ujian nasional. (1 Juni) • Wakil Gubernur Jawa Timur Saifullah Yusuf mengisyaratkan perlu peninjauan ulang terhadap
49
ujian nasional. Hal itu terkait dengan relative tidak setaranya akses para pelajar di kota besar dan kota kecil atau desa. Fakta itu menjadi persoalan saat standar akhir ujian nasional disamakan secara menyeluruh untuk setiap daerah di Indonesia. Apalagi jika menjelang ujian nasional ada peserta yang kemudian terganggu kesehatannya, sehingga tidak bisa bersiap secara penuh dan kemudian tidak lulus. (17 Juni) Kompas (2010)
• Setelah hasil ujian nasional SMA sederajat diumumkan Senin (26/4) kemarin, sejumlah sekolah langsung memanggil siswa yang tidak lulus untuk diberi pengarahan dan jadwal ujian ulang pada 1014 Mei. Sekolah juga menyiapkan jadwal pendalaman materi. • Kepala SMA 79 Jakarta mengatakan, di sekolah ini dalam pengumuman kelulusan di web site sekolah, para siswa yang tidak mampu memenuhi standar minimal nilai ujian nasional itu dinyatakan dengan status “mengulang”. • Di SMA 70 Jakarta, pendalaman materi dan latihan soal ujian ulang belum dijadwalkan karena menunggu siswa yang tidak lulus tenang dulu secara psikologis. “Mungkin mereka masih stress. Nanti kami Tanya orangtua mereka, apakah anak-anaknya sudah siap belajar atau belum. Kalau sudah siap, kami akan mulai lagi pendalaman materi,” ungkap Osman Sitompul, guru senior bagian Pengendali Mutu di SMA 70 DKI Jakarta.
Mengacu pada beberapa fakta yang dimuat oleh berita harian tersebut, pelaksanaan ujian nasional tampak di satu sisi belum bisa mengakomodasi kepentingan masyarakat luas, tetapi di sisi lainnya kepentingan sepihak pemerintah telah terakomodasi. Meskipun ujian nasional dirancang untuk mengendalikan mutu, namun dalam pelaksanaannya terjadi sebagai berikut:
50
1. sangat diskriminatif yang dibuktikan dengan penyelenggaraan ujian nasional hanya untuk beberapa mata pelajaran; 2. selalu mengundang masalah kontroversial di kalangan masyarakat luas, sehingga menimbulkan keresahan psikologis yang meluas; 3. tidak memiliki format baku (inkonsisten) yang dibuktikan dengan perubahan aturan hampir setiap tahun. Terkait dengan hal itu, Kompas (2010) memuat salah satu bentuk inkonsistensi dan kontroversi sebagai berikut:
Evaluasi Siswa: Tak Ada Ujian Nasional Ulang. (31 Desember) Dalam penyelenggaraan Ujian Nasional 2011, ada beberapa perubahan di antaranya tak ada lagi ujian nasional ulang. Bagi yang tidak lulus ujian nasional tetap bisa mengikuti ujian Paket C untuk siswa SMA. “Hasil ujian Paket C itu tetap bisa dipakai untuk masuk perguruan tinggi,” kata Menteri Pendidikan Nasional Mohammad Nuh, Kamis (30/12). Perubahan lainnya, nilai akhir kelulusan siswa dihitung dengan menggabungkan nilai ujian nasional dengan nilai ujian sekolah. Formulanya, 60% untuk bobot nilai ujian nasional dan 40% nilai ujian sekolah. “Prestasi siswa selama kelas I, II, dan III akan diperhitungkan untuk kelulusan siswa,” kata Nuh. Melalui pembobotan tersebut, kata Nuh, siswa akan lulus meski nilai ujian nasional 4 untuk mata pelajaran tertentu, tetapi ujian sekolah harus mendapat nilai minimal 8. “Sebaiknya nilai ujian nasional yang diraih siswa tidak minimal sehingga nilai ujian sekolah yang harus dicapai siswa tidak terlalu besar untuk meraih kelulusan,” kata Nuh. Menanggapi perubahan formula ujian nasional 2011, Direktur Eksekutif Institute for Education Reform di Universitas Paramadina Mohammad Abduhzen menilai, pemerintah sebenarnya hanya mengulang format lama dan tak ada perubahan mendasar. “Ini perubahan alakadarnya saja karena sejak awal pendirian pemerintah itu ujian nasional harus ada,” ujarnya. Abduhzen menilai, ujian nasional bukan satu-satunya cara untuk memetakan mutu pendidikan karena hasil belajar siswa hanya salah satu komponen pengukur. Masih ada komponen lain, seperti kualitas guru dan sarana belajar yang harus ditingkatkan. (LUK)
51
Dengan kondisi semacam itu, ujian nasional akan selalu menimbulkan masalah kontroversial di tengah masyarakat. Selain itu, masalah kontroversial juga muncul karena mutu pendidikan tidak bisa diukur hanya oleh keberhasilan mencapai skor tinggi dari mata pelajaran yang diujikan pada ujian nasional. Pada hakikatnya, semua mata pelajaran memberikan kontribusi yang sama dan signifikan terhadap pembentukan watak atau karakter peserta didik sebagaimana yang dirumuskan dalam Tujuan Pendidikan Nasional.
52
GAMBARAN SEKOLAH MENENGAH ATAS PADA ABAD KE-21
KARAKTERISTIK SMA SEBAGAI PENDIDIKAN UMUM SMA sejak masa dulu sampai dengan sekarang abad ke-21 merupakan suatu bentuk satuan pendidikan formal yang menyelenggarakan pendidikan umum pada jenjang pendidikan menengah sebagai lanjutan dari Sekolah Menengah Pertama (SMP), Madrasah Tsanawiyah (MTs), atau bentuk lain yang sederajat atau lanjutan dari hasil belajar yang diakui sama/setara SMP atau MTs. Berdasarkan hal tersebut, SMA pada hakikatnya merupakan satuan pendidikan yang berfungsi untuk menyelenggarakan “pendidikan bersifat umum”. Yang dimaksud dengan pendidikan bersifat umum yaitu pendidikan yang menyediakan kurikulum dengan sejumlah bahan kajian dan pelajaran untuk mengembangkan the student’s rational thought and general intellectual capabilities ---kemampuan berpikir rasional dan intelektual umum peserta didik. Melalui pendidikan umum, peserta didik diharapkan dapat memiliki kemampuan untuk menggali, mengolah, dan menggunakan informasi (well-informed person) yang dimuat dalam berbagai bahan kajian dan pelajaran melalui pemikiran dan diskusi rasional. Dengan demikian, pendidikan bersifat umum berbeda dengan pendidikan yang menekankan pada sifat profesional, vokasional, dan teknikal. Dalam konteks universal, bahan kajian dan pelajaran bagi satuan pendidikan bersifat umum (liberal arts education) dikelompokkan ke dalam bidang-bidang keilmuan: Humanities (Humaniora); Language & Arts (Bahasa dan Seni); Mathematics (Matematika); Natural Sciences (Ilmu-ilmu Alam); dan Social Sciences (Ilmuilmu Sosial). Sampai sekarang ini, pendidikan SMA di Amerika Serikat masih menggunakan pendidikan bersifat umum, karena menurut Jerald (2009) bahwa one of the great attributes of a liberal arts education is preparing people to learn how to learn. So we absolutely believe that traditional liberal arts educations will still have an important role to play in American society ---salah satu karakteristik
53
utama pendidikan umum yaitu mempersiapkan seseorang untuk belajar bagaimana belajar. Oleh karenanya kami percaya bahwa pendidikan umum tradisional akan masih memiliki peranan penting untuk memerankan masyarakat Amerika
FUNGSI DAN TUJAN Merumuskan fungsi dan tujuan pendidikan untuk SMA pada abad ke-21 merupakan pekerjaan yang tidak mudah, karena pastinya akan banyak ragam pandangan yang dapat dijadikan sebagai dasar pertimbangan bagi perumusannya. Namun demikian, rumusan berikut ini mungkin dapat membantu untuk menghasilkan rumusan yang lebih baik lagi. Fungsi Pendidikan di SMA masa sekarang sebagai pendidikan menengah yang bersifat umum berfungsi: a. meningkatkan, menghayati, dan mengamalkan nilai-nilai keimanan, akhlak mulia, dan kepribadian luhur; b. meningkatkan, menghayati, dan mengamalkan nilai-nilai kebangsaan dan cinta tanah air; c. mempelajari ilmu pengetahuan dan teknologi; d. meningkatkan kepekaan dan kemampuan mengapresiasi serta mengekspresikan keindahan, kehalusan, dan harmoni; e. menyalurkan bakat dan kemampuan di bidang olahraga, baik untuk kesehatan dan kebugaran jasmani maupun prestasi; dan f. meningkatkan kesiapan fisik dan mental untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang pendidikan tinggi dan/atau untuk hidup mandiri di masyarakat.
54
Tujuan Pendidikan di SMA masa sekarang bertujuan untuk membentuk peserta didik menjadi insan yang: a. beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, dan berkepribadian luhur; b. berilmu, cakap, kritis, kreatif, dan inovatif; c. sehat, mandiri, dan percaya diri; dan d. toleran, peka sosial, demokratis, dan bertanggung jawab. Rumusan fungsi dan tujuan SMA ini dimaksudkan dalam rangka mengantarkan peserta didik agar mampu hidup produktif dan beretika dalam masyarakat majemuk, serta menjadi warga negara yang taat hukum dalam konteks kehidupan global yang senantiasa berubah.
KARAKTERISTIK REMAJA SEBAGAI PESERTA DIDIK SMA Peserta didik SMA adalah mereka yang berusia antara 16 dan 18 tahun di mana pada usia ini sedang berada pada fase remaja antara 10 dan 19 tahun. Masa remaja (adolescence) adalah periode peralihan atau perkembangan dari masa kekanakan (childhood) menuju masa dewasa (adulthood). Seseorang yang berada pada masa remaja ini ditandai antara lain dengan pubertas (keinginan untuk mendekat ke lawan jenis) dan pencarian jati diri. Berkenaan dengan hal itu, Arnett (1999) mengatakan bahwa G. Stanley Hall (1904) proposed that adolescence is inherently a time of storm and stress. Conflict at this stage of development is normal and unusual ---G. Stanley Hall merumuskan bahwa mara remaja merupakan suatu masa penuh badai dan stress atau tekanan. Namun demikian, menurut Arnett selanjutnya bahwa Hall’s view continues to be addressed by psychologists. For the most part, contemporary psychologists reject the view that adolescent storm and stress is universal and inevitable ---pandangan Hall
55
berlanjut dibicarakan oleh para ahli psikologi. Mereka menolak pandangan bahwa badai dan tekanan masa remaja adalah sesuatu yang universal dan biasa. Senada dengan Stanley Hall seperti yang dikemukakan oleh Arnett, Ki-hajar Dewantara (1930) sependapat bahwa dari umur 14 – 16 sampai umur 18 – 20 tahun itulah waktunya birahi (puberteits periode), dalam waktu mana anak-anak perempuan dan laki-laki masing-masing sadar akan rasa-keperempuannya dan kelelakiannya. Kita harus berhati-hati berhubung dengan perbedaan tabiat antara yang satu dengan yang lain, dan harus ingat, bahwa “periode” (waktu) itu adalah “ periode” yang luar biasa. Sifat perangai yang baik pada waktu itu adalah nafsu akan membuktikan kekuatan diri (offerzin, uitingsdrang, dadendrang dll). Sebaliknya “periode” itulah juga seringkali terlihat adanya kelemahan diri (zwakheid
uitputting).
Adapun
yang
sangat
mengkhawatirkan
yaitu
berkembangnya kekuatan nafsu dan datangnya kelemahan budi itu dikuasai oleh nafsu-birahi (sexuale hartstocht). Kalau anak-anak sampai “lupa” dan yang mendidik kurang awas, disitulah bahaya datang. Maka dari itu dalam waktu birahi haruslah si pendidik memegang teguh segala peraturan mengenai perhubungan anak-anak laki-laki dan perempuan. Masa remaja usia 16 – 18 tahun menurut teori perkembangan kognitif Piaget (1958) yang juga diungkapkan oleh Good & Broophy (1990) adalah the period of formal operation that begins at about age twelve and gradually consolidates over the next several years. Much is involved in this transformation, but the hallmark is the development of the ability to think in symbolic terms and comprehend content meaningfully without requiring physical objects or even imagery based on previous experience with such objects ---periode operasi formal yang dimulai pada usia 12 tahun dan menguat secara bertahap melampaui beberapa tahun ke depan. Banyak hal terlibat dalam transformasi ini, tetapi pertanda utamanya adalah pengembangan kemampuan untuk berpikir abstrak dan memahami bahan pelajaran secara bermakna tanpa memerlukan objek fisik atau bahkan pencitraan berdasarkan pada pengalaman terdahulu.
56
Jelasnya bahwa peserta didik SMA berada pada masa remaja yang sangat berdekatan dengan gejolak, stres, pubertas, dan tingkat kemampuan berpikir abstrak dan memaknai suatu obyek tanpa memerlukan fisiknya atau bahkan pengalaman sebelumnya.
TUNTUTAN PENGEMBANGAN POTENSI DIRI REMAJA Banyak hal perlu dipertimbangkan dalam upaya pengembangan kurikulum yang dipersiapkan bagi pengembangan potensi diri peserta didik SMA pada abad ke-21 ini, yang oleh Pink (2006) disebut sebagai “conceptual era” atau era konseptual. Manusia yang ingin memimpin dalam era ini menurut Pink perlu memilki “Six High-Concept And High-Tought Senses In The Conceptual Age ---Enam Konsep Tingkat Tinggi dan Kesadaran Berpikir Tingkat Tinggi”: (1) Not just function but also DESIGN; (2) Not just argument but also STORY; (3) Not just focus but also SYMPHONY; (4) Not just logic but also EMPHATY; (5) Not just seriousness but also PLAY; and (6) Not just accumulation but also MEANING ---tidak hanya memfungsikan tetapi juga mendesain; tidak hanya berpendapat tetapi juga bercerita; tidak hanya memusatkan tetapi juga berkomposisi; tidak hanya logis tetapi juga berperasaan; tidak hanya keseriusan tetapi juga kesenangan; tidak hanya menghimpun tetapi juga memaknai. Keenam konsep tingkat tinggi dan kesadaran berpikir tingkat tinggi dalam era konseptual tersebut akan dapat menghindari the global achievement gap, yang menurut Wagner (2008), yaitu: the gap between what even our best suburban, urban, and rural public schools are teaching and testing versus what all students will need to succeed as learners, workers, and citizens in today’s global knowledge economy ---kesenjangan antara sekolah di pinggiran kota, di kota, dan di pedesaan adalah pembelajaran dan penilaian berlawanan dengan apa yang semua pelajar akan perlukan untuk berhasil sebagai pembelajar, pekerja, dan warga negara dalam ekonomi berbasis pengetahuan global sekarang ini. Oleh karena itu, selanjutnya menurut Wagner, setiap orang sangat berkepentingan untuk memiliki the Seven Survival Skills for the twenty-first century: (1) critical
57
thinking and problem solving; (2) collaboration across networks and leading by influence; (3) agility and adaptability; (4) initiative and entrepreneurialism; (5) effective oral and written communication; (6) accessing and analyzing information; and (7) curiosity and imagination ---tujuh keterampilan bertahan dalam abad ke-21: berpikir kritis dan pemecahan masalah, kolaborasi lintas jaringan dan memimpin dengan pengaruh, supel dan penyesuaian, inisiatif dan wirausaha, komunikasi bicara dan tulisan yang efektif, menilai dan menganalisis informasi, dan rasa ingin tahu dan imajinasi. Sedangkan, Trilling & Fadel (2009) mengutarakan bahwa pada abad ke-21 memerlukan the 21st century skills:(1) thinking critically and making judgments; (2) solving complex, multidisciplinary, open-ended problems that all workers, in every kind of workplace, encounter routinely; (3) creativity and entrepreneurial thinking—a skill set highly associated with job creation; (4) communicating and collaborating with teams of people across cultural, geographic and language boundaries—a necessity in diverse and multinational workplaces and communities; (5) making innovative use of knowledge, information and opportunities to create new services, processes and products; and (6) taking charge of financial, health and civic responsibilities and making wise choices --keterampilan abad ke-21: berpikir secara kritis dan membuat pertimbangan; memecahkan sesuatu yang kompleks, multidisipliner, mengurangi masalah yang semua pekerja, dalam setiap jenis tempat kerja, menemukan secara rutin; kreativitas dan berpikir wirausaha—suatu perangkat keterampilan tinggi yang diasosiasikan dengan kreasi pekerjaan; berkomunikasi dan berkolaborasi dengan tim orang-orang lintas batasan budaya, geografi, dan bahasa—suatu kebutuhan dalam tempat kerja dan komunitas beragam dan multinasional; membuat penggunaan inovatif pengetahuan, informasi dan kesempatan untuk menciptakan pelayanan baru, proses dan produk; dan memnuhi keuangan, kesehatan, dan tanggung jawab sebagai warga negara dan membuat pilihan yang bijaksana. Mengapa memerlukan the 21st century skills khususnya pada tingkat SMA? Hal itu menurut Jerald (2009) bahwa the service sector jobs will be growing, including
58
lower-wage service jobs. As the Baby Boom generation ages, for example, there will be greater demand for elderly care workers. Such jobs cannot be automated. However, high-wage work will increasingly require more education, and the retirement of older workers also increases the demand for skilled workers to replace many of them ---pekerjaan sektor pelayanan akan tumbuh, mencakup pekerjaan pelayanan berupah-rendah. Sebagai contoh, sebagaimana usia generasi ledakan atau eksplosi bayi (Baby Boom) akan terjadi tuntutan yang besar bagi pekerja pengasuhan, terutama orang-orang yang sudah lanjut. Pekerjaan semacam itu tidak bias otomatis. Bagaimanapun, pekerjaan berupah-tinggi akan memerlukan pendidikan lanjutan secara meningkat, dan para pensiunan pekerja tua juga menambah tuntutan pekerja terampil untuk menggantikan mereka. Duapuluh Jenis Pekerjaan Dengan Pertumbuhan Yang Paling Cepat Dan Yang Akan Manambah Pekerjaan Yang Sudah Ada Twenty occupations with fastest rate of growth Network systems and data communications analysts Personal and home care aides Home health aides Computer software engineers, applications Personal financial advisors Veterinary technologists and technicians Makeup artists, theatrical and performance Medical assistants Veterinarians Substance abuse and behavioral disorder counselors Skin care specialists Financial analysts Social and human service assistants Gaming surveillance officers and gaming investigators Physical therapist assistants Pharmacy technicians Forensic science technicians Dental hygienists Mental health counselors Mental health and substance abuse social workers
Twenty occupations that will add the most jobs Registered nurses Retail salespersons Customer service representatives Combined food preparation and serving workers Office clercks, general Personal and home care aides Home health aides Postsecondary teachers Janitors and cleaners, except maids and housekeeping claeners Nursing aides, orderlies, and attendants Bookkeeping, accounting, and auditing clercks Waiters and waitresses Chold care workers Executive secretaries and administrative assistants Computer software engineers, applications Accountants and auditors Landscaping and groundskeeping workers Elementary school teachers, except special education Receptionists and information clercks Truck drivers, heavy and tractor-trailer
59
Sumber: Dohm, A. & Shniper, L. (2007).
Jenis pekerjaan di atas pada umumnya memerlukan tenaga lulusan sekolah pada tingkat pendidikan menengah dan hanya sedikit yang lulusan di atas sekolah menengah.
LINGKUNGAN BELAJAR SMA YANG IDEAL Mengingat peserta didik SMA berada pada masa remaja, lingkungan belajar (learning environment) di SMA harus memenuhi persyaratan terutama bagi pelaksanaan pembelajaran dalam rangka pemberdayaan potensi peserta didik sesuai dengan kemampuan, bakat, dan minatnya yang disertai dengan pertumbuhan secara emosional, sosial, fisikal, dan akademikal. Istilah “learning environment” perlu lebih diberdayakan lagi pada abad ke-21 karena pada abad ini belajar lebih menekankan pada interconnected and technology-driven world, a learning environment can be virtual, online, remote --- dunia yang bersambungan dengan arahan teknologi. Dengan kata lain, belajar dapat dilakukan tidak hanya di dalam kelas semata-mata. Inilah keunikan belajar pada abad ke-21 yang perkembangannya perlu diantisipasi sejak awal. Berkenaan dengan itu, Sammon (1999) mengatakan bahwa inherent in these and other 21st century designs is the notion of buildings that flex to accommodate the human relationships that are critical to successful learning. As a leading school architect has noted, schools must “create an environment where the kids know each other and know their instructors, not just academically but as people” ---bangunan sekolah pada abad ke-21 perlu mengakomodasi hubungan manusia yang sangat penting terhadap keberhasilan belajar. Sebagaimana yang diungkapkan seorang arsitek sekolah ternama, sekolah harus “menciptakan suatu lingkungan di mana anak-anak mengetahui satu dengan yang lainnya dan mengetahui guru-guru mereka, tidak hanya secara akademik tetapi sebagai manusia.
60
Ruang kelas seperti apakah yang cocok sebagai lingkungan belajar bagi pembelajaran pada abad ke-21? Di bawah ini disajikan gambar ruang kelas pada abad ke-21 yang dirancang oleh the American Architectural Foundation (2005). A 21ST CENTURY CLASSROOM DESIGN
Sumber: the American Architectural Foundation (2005).
Untuk memenuhi tuntutan belajar pada abad ke-21, menurut Sammon (1999), kriteria bangunan sekolah (school designs) that convey friendliness, openness, and accessibility promote cooperation and interaction, and reduce the tensions that can lead to inattentiveness, acting up, and bullying. What goes for kids, goes for adults, too? Educators need tools and spaces that enable collaborative planning and information sharing ---bangunan sekolah mencerminkan persahabatan, keterbukaan, mendorong kerja sama dan interaksi yang nyaman, dan mengurangi tekanan yang dapat mengarah pada ketidak-pedulian, perilaku berlebihaan, dan perilaku menyakiti orang lain. Jelasnya bahwa ruang kelas atau belajar pada abad ke-21 harus dapat menampung dan memenuhi segala kebutuhan belajar bagi peserta didik. Seperti apakah kebutuhan ruang belajar yang dimaksudkan? Sandrock (2008) menjelaskan bahwa: (1) Over a century ago John Dewey, the noted American philosopher and
61
educator, observed that learning that endures is “got through life itself” ---lebih dari satu abad yang lalu John Dewey, filosoper dan pendidik ternama Amerika, mengamati bahwa keberlangsungan belajar diperoleh melalui kehidupan itu sendiri; (2) While the physical space of many 21st century learning environments may be small, the learning they engender extends out into the local community and the world at large ---sementara itu ruangan fisik beberapa lingkungan belajar abad ke-21 mungkin kecil, belajar yang mereka hasilkan berkembang ke dalam komunitas local dan dunia pada umumnya; (3) Students and community members may work together on service projects and internships. Learners may connect with their peers across the globe to share data on a common problem like climate change or wildlife preservation ---siswa dan anggota komunitas boleh bekerja bersama-sama dalam projek pelayanan; and (4) Teachers and students may seek the advice of world-renowned experts to guide them in their inquiry-based projects. Technology obviously enables such connections, but physical structure, too, can play an important role in facilitating these essential 21st century learning experiences ---guru dan siswa dapat mencari nasihat ahli terkenal dunia untuk membimbing mereka dalam projek berbasis inkuiri mereka sendiri. Teknologi secara jelas memungkinkan hubungan semacam itu, tetapi struktur fisik, juga, dapat memainkan peranan penting dalam memudahkan pengalaman belajar yang penting pada abad ke-21. Menurut the American Architectural Foundation (2005) bahwa one-way to do this is through innovative sharing of space with the schools’ local community, such as making performance spaces and meeting rooms available to the public ---salah satu cara untuk melakukan ini melalui kerja sama inovatif ruangan dengan komunitas lokal sekolah, seperti membuat ruangan penampilan dan ruangan pertemuan yang berlaku untuk publik. Some communities are establishing school facilities and developing programs that bring students together in meaningful ways ---beberapa komunitas membangun fasilitas sekolah dan mengembangkan program yang membawa siswa bersama-sama dalam cara yang bermakna. Such an effort can include scheduling classes at different times (not just between the hours of 8 and 3), as well as going beyond to include homework support and mentoring,
62
intergenerational gatherings, and more ---usaha seperti itu dapat mencakup penjadawalan kelas dengan waktu yang berbeda (tidak hanya di antara jam 8 – 15), di luar dukungan pekerjaan rumah dan bimbingan, pertemuan antar-generasi, dan lain-lain. Sack-Min (2007) menegaskan bahwa schools must become community centers with hours that extend well beyond the current school day to provide access to technology resources, recreational activities, and health services. Such collaborative arrangements can offset costs for all stakeholders that enrich relationships among community members ---sekolah harus menjadi pusat komunitas dengan jam yang melebihi jam sekolah sekarang ini untuk memenuhi akses sumber teknologi, kegiatan rekreasi, dan pelayanan kesehatan. Pengaturan kolaboratif seperti ini dapat mengurangi biaya untuk semua pengguna kepentingan yang memperkaya hubungan di antara anggota komunitas.
63
KURIKULUM SEKOLAH MENENGAH ATAS PADA ZAMAN KOLONIAL
MASA PENJAJAHAN BELANDA PROLOG Jauh sebelum kedatangan Belanda ke wilayah nusantara pada abad ke-17, para penyebar agama Hindu, Budha, dan Islam yang datang secara berurutan telah membangun masyarakat nusantara dengan faham keagamaan yang dibawa oleh mereka masing-masing. Pada zaman kejayaan Hindu Budha, sistem pendidikan dan pengajaran didasarkan pada keagamaan Hindu dan Budha. Sedangkan sistem pendidikan dan pengajaran pada zaman kejayaan Islam berdasarkan pada keagamaan Islam, yang berbentuk “pesantren”. Pendidikan semacam ini berlangsung terus pada masa penjajahan Belanda dan Jepang, karena penduduk bumiputera pada waktu itu terutama di pedesaan belum mengenal dan tidak bisa masuk pendidikan formal. Mereka hanya mengenal sistem pendidikan tradisional yang dibangun oleh para tokoh dengan berdasarkan pada faham keagamaan. Hampir sama dengan kedatangan para penyebar Hindu-Budha dan Islam, kedatangan para penjelajah Portugis dan Belanda di bawah restu pemerintahnya masing-masing pada abad ke-17 selain bertujuan untuk mengeksplorasi wilayah belahan bumi bagian timur yang bermuatan nilai ekonomis tetapi juga sekaligus menyebarkan faham keagamaan Nasrani, yaitu Kristen dan Katolik. Dari pertarungan kekuatan antara Portugis dan Belanda di wilayah nusantara, akhirnya Belanda mampu mengalahkan Portugis sehingga Belanda memperoleh wilayah yang sangat luas, yaitu hampir seluruh wilayah nusantara. Kemenangan Belanda tersebut merupakan titik mulainya penjajahan Belanda, yang terdiri atas 2 fase. Pada fase pertama, penjajahan dilakukan oleh perusahaan dagang swasta dengan nama “The Dutch East India Company” (Bahasa Belanda: Vereenigde Oost-Indische Compagnie atau VOC), yang diberi ijin oleh
64
pemerintah Belanda untuk mengelola tanah jajahan. VOC berkuasa mulai tahun 1602 sampai dengan 1796. Pada fase kedua, penjajahan dilakukan oleh Pemerintah Belanda yang mengambil alih kekuasaan VOC pada tahun 1796. Pengambil-alihan kekuasaan oleh Pemerintah Belanda dilakukan karena VOC secara ekonomis telah merugikan Pemerintah Belanda dengan banyaknya korupsi, kebocoran, dan tindakan-tindakan VOC lainnya yang tidak efisien. Kekuasaan Pemerintah Belanda berakhir pada tahun 1942 seiring dengan kedatangan Balatentara Jepang yang menguasai seluruh wilayah Hindia-Belanda. Selama masa penjajahan perusahaan swasta Belanda VOC dan Pemerintah Hindia-Belanda telah terjadi proses hubungan yang sangat buruk dengan masyarakat bumiputra, sehingga menimbulkan banyak pemberontakan rakyat dan gerakan sosial secara massal-acak dan tidak terorganisir di seluruh wilayah Hindia-Belanda untuk membebaskan diri dari cengkeraman mereka. Kartodirdjo, Poesponegoro, & Notosutanto, 1975-a) mencatat beberapa perlawanan rakyat terhadap kolonialisme Belanda dalam abad ke-19 seperti Thomas Matulesi di Maluku, Tuanku Imam Bonjol di Sumatera Barat, Pangeran Diponedoro di Jawa Tengah, dan Cut Nyak Dien di Aceh. Mereka semua merupakan tokoh di antara banyak tokoh lainnya pada abad ke-19 yang memimpin perlawanan terhadap Belanda. Perlawanan yang dilakukan secara terorganisir terhadap Belanda baru dimulai pada awal abad ke-20 atau pada awal tahun 1900-an. Perlawanan terorganisir yang selanjutnya disebut sebagai “pergerakan nasional” dimulai oleh para pemuda yang telah mengenyam pendidikan tinggi, baik di Hindia-Belanda maupun di negara Belanda. Tercatat dalam sejarah (Kartodirdjo, Poesponegoro, & Notosutanto: 1975-b), beberapa pergerakan nasional terdiri atas babakan sebagai berikut: A. Awal Perkembangan 1. Boedi Oetomo (1908) 2. Sarikat Islam (1911) 3. Indische Partij (1912)
65
4. Gerakan Pemuda Tri Koro Dharmo (1915) 5. Sumpah Pemuda (1928) B. Masa Radikal 1. Perhimpunan Indonesia di Negara Belanda (1908) 2. Partai Komunis Indonesia (1914) 3. Partai Nasional Indonesia (1927) C. Masa Bertahan 1. Fraksi Nasional (1930) 2. Petisi Soetardjo (1936) 3. Gabungan Politik Indonesia (1939).
KURIKULUM Sebagaimana diketahui bahwa VOC adalah suatu perusahaan swasta yang bergerak dalam bidang perdagangan yang diberi ijin untuk menggarap negeri jajahan Hindia-Belanda. Tujuan VOC semata-mata adalah hanya untuk memperoleh keuntungan ekonomi sebesar-besarnya bagi para pemegang saham dan pemerintah Belanda sebagai pemberi ijin atau lisensi penggarapan tanah jajahan Hindia-Belanda. Oleh karena itu, VOC sama sekali tidak mempunyai perhatian yang besar terhadap penyelenggaraan pendidikan di negeri jajahan. Kalaupun ada kegiatan pendidikan, VOC menyerahkannya kepada Gereja Kristen dan harus menjadi bagian dari kegiatan VOC secara keseluruhan dalam rangka aktivitas komersialnya, sehingga pendidikannya akan bersifat atau bercorak agama Kristen (Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1986). Pada masa VOC, pendirian sekolah hanya terbatas paling tinggi pada tingkatan sekolah rakyat yang berlangsung selama 3 tahun dan dikelola oleh pihak Gereja. Anakanak yang diperbolehkan masuk ke sekolah hanya mereka yang berasal dari golongan masyarakat pribumi kelas atas. Para personil sekolah adalah sekaligus pegawai VOC Lebih jelasnya bahwa pada fase penjajahan VOC tidak ada sekolah yang setara dengan SMP dan SMA.
66
Meskipun pada fase pemerintah Hindia-Belanda telah mulai menyelenggarakan pendidikan formal sampai dengan pendidikan menengah dan tinggi, namun tujuannya semata-mata bukan untuk mencerdaskan dan mensejahterakan penduduk bumiputera. Atas dasar itu, muncul berbagai macam kritikan dan kecaman dari para pembela kepentingan negara jajahan Hindia-Belanda seperti de Waal, van Dedem, van Kol, van Berg, Schoepman, Bool, van Nunen, dan van Deventer
(Kartodirdjo,
Poesponegoro,
&
Notosutanto:
1975-b).
Untuk
menanggapi kecaman dan kritikan tersebut, Pemerintah Belanda menjalankan “politik etis” (etische politiek) sebagai politik balasan setelah selama bertahuntahun lamanya mereka menggaruk keuntungan yang besar dari kekayaan dan keringat penduduk bumiputera melalui kerja paksa dalam rangka pelaksanaan sistem tanam paksa (cultuurstelsel) pada tahun 1810 – 1830. Para pengkritik dan pengecam mengatakan bahwa politik etis sebagai politik immoral (tak bermoral), yang merupakan balasan tidak setimpal dengan perampokan yang dilakukan oleh pemerintah Belanda terhadap harta kekayaan tanah jajahan. Oleh karena itu, pemerintah Belanda harus: (1) memberikan sebagian keuntungan mereka kepada bumiputera, dan (2) memperkenalkan kebudayaan dan pengetahuan Barat telah menjadikan Belanda sebagai bangsa yang besar dan kuat. Pendidikan menengah setara SMA, yang pada fase penjajahan pemerintah HindiaBelanda disebut dengan nama Algemeene Middelbare School atau AMS, baru didirikan pada awal abad ke-20 atau awal tahun 1900-an. AMS merupakan kelanjutan dari Meer Uitgebreid Lager Onderwijs atau MULO atau SMP di zaman sekarang. Sedangkan MULO merupakan dari Hollandsch Inlandsche School atau HIS atau SD di zaman sekarang. Semua tingkatan sekolah tersebut diperuntukkan khusus hanya bagi anak-anak dari masyarakat bumiputera golongan atas dengan bahasa Belanda sebagai bahasa pengantar belajarnya (Kartodirdjo, Poesponegoro, & Notosutanto, 1975-b). Kurikulum AMS disusun untuk masa belajar 3 tahun yang terdiri atas 2 afdeling atau bagian, yaitu sebagai berikut:
67
KURIKULUM ALGEMEENE MIDDELBARE SCHOOL (AMS) AFDELING A
PROGRAM Cultuurwetenschap (Pengetahuan Kebudayaan) A1 – Oostersch-Letterkunde (Sastra Timur) A2 – Westersch-Klassiek (Klasik Barat)
B
Natuurwetenschap (Pengetahuan Alam)
Sumber: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. (1986); dan Kartodirdjo, Poesponegoro, & Notosutanto, 1975-b).
Sebagaimana dikemukakan oleh Kartodirdjo, Poesponegoro, & Notosutanto (1975-b) bahwa sampai dengan tahun 1930-an, AMS hanya ada di beberapa ibu kota provinsi Hindia Belanda yaitu Medan (Sumatera), Bandung (Jawa Barat), Semarang (Jawa Tengah), Surabaya (Jawa Timur), Makassar (Indonesia Timur). Selain itu AMS ada di Yogyakarta (Kasultanan Yogyakarta), Surakarta (Kasunanan Surakarta), dan beberapa kota Karesidenan seperti di Malang. Banyak orang tua menyekolahkan anaknya ke AMS dengan harapan dapat melanjutkan pendidikannya ke jenjang yang lebih tinggi lagi, yaitu misalnya ke Technische Hooge School (THS) di Bandung yang didirikan tahun 1920 --sekarang Institut Teknologi Bandung (ITB); Rechts Hooge School (RHS) di Jakarta yang didirikan tahun 1924 ---sekarang Fakultas Hukum Universitas Indonesia (UI) Jakarta; Geneeskudige Hooge School (GHS) di Jakarta yang didirikan tahun 1927 ---sekarang Fakultas Kedokteran UI Jakarta; dan Landbouw Hooge School (LHS) di Bogor yang didirikan tahun 1940 ---sekarang Institut Pertanian Bogor (IPB).
68
MASA PENJAJAHAN JEPANG PROLOG Selama berlangsungnya Perang Dunia Ke-II tahun 1941 – 1942, seluruh Asia Tenggara kecuali Thailand diduduki oleh Tentara Jepang. Di wilayah Netherlands East Indies atau Hindia-Belanda (sekarang Indonesia), pemerintah kolonial Belanda telah dikalahkan oleh Jepang bulan Maret 1941 dan selanjutnya mulai memerintah sampai dengan Agustus 1945. Wilayah Hindia-Belanda dibagi oleh Jepang ke dalam tiga yurisdiksi yang terpisah, yakni: (1) Jawa, (2) Sumatera, dan (3) wilayah Hindia-Belanda bagian Timur termasuk Sulawesi dan Kalimantan. Khusus Tentara Angkatan Darat Jepang ke-16 yang memerintah Jawa, menurut Kurasawa (1991), telah mengeluarkan Jawa ni okeru Bunkyô no Gaikyô [Japanese Educational Policy in Java] as a secret report concerning educational policy compiled in 1944 by the Japanese military government in Java. It contains a lot of new data on the doctrine, the ideology, the basic principles and implementation of the educational policy taken towards population in Java --kebijakan pendidikan Jepang di Jawa merupakan suatu laporan rahasia mengenai kebijakan pendidikan yang dikompilasi tahun 1944 oleh pemerintahan militer Jepang di Jawa. Dokumen laporan itu berisi banyak data baru tentang doktrin, ideology, prinsip dasar dan implementasi kebijakan pendidikan yang digunakan terhadap penduduk di Jawa.
DOKTRIN PENDIDIKAN Salah satu doktrin khusus Jepang dalam bidang pendidikan di Jawa dirumuskan bagi para pelajar dalam rangka memenuhi obsesi pembentukan Asia Timur Raya, yang menurut Kurasawa, adalah sebagai berikut:
69
SUMPAH PELAJAR JAWA BARU 1. KAMI INI PELAJAR JAWA BARU. 2. KAMI BERSUMPAH: HENDAK BELAJAR UNTUK MEMBENTUK ASIA TIMUR RAYA, HENDAK RAYA,
MELATIH JIWA DAN RAGA UNTUK MEMBENTUK
HENDAK MENJADI ORANG YANG BERGUNA UNTUK TIMUR RAYA DI BAWAH PIMPINAN DAI NIPPON.
ASIA TIMUR
MEMBENTUK
ASIA
Sumber: Kurasawa, Aiko. (1991).
Doktrin tersebut dianggap penting agar para pelajar Jawa mengikuti pola pendidikan Jepang, yang menurut Kurasawa bahwa under Japanese rule, however, with the belief that it was necessary to give Indonesians the “new educational system based on imperial ideology,” the Japanese system and ideology was introduced in a form as close as possible to the original ---di bawah kekuasaan Jepang, bagaimana pun, dengan keyakinan bahwa itu perlu untuk memberikan bangsa Indonesia sistem pendidikan baru berdasarkan pada ideologi imperial. Sistem dan ideologi Jepang diperkenalkan dalam bentuk sedekat mungkin dengan aslinya. Selanjutnya, Kurasawa menyatakan bahwa thus Dutch schools were all closed down, and vernacular schools were reorganized into Japanese style kokumin gakkô of six years. Above it there was a three-year junior high school and a threeyear senior high school Oleh karenanya semua sekolah buatan Belanda dan berbahasa Belanda ditutup dan diorganisasikan ke dalam gaya Jepang dengan berdasarkan pada pola 6 tahun sekolah dasar. Di atas itu, 3 tahun sekolah menengah pertama dan 3 tahun sekolah menengah tinggi.
KURIKULUM Kurikulum SMA atau Sekolah Menengah Tinggi (SMT) pada zaman Jepang secara prinsip hampir sama dengan Kurikulum AMS pada zaman Belanda, karena
70
masih menggunakan pola AMS bagian A untuk Pengetahuan Kemasyarakatan dan B untuk Pengetahuan Alam dan Pasti. Kurikulum SMT atau yang pada waktu itu disebut dengan “Jadwal Jam Mata Pelajaran” adalah sebagai berikut. TABEL JADWAL JAM PELAJARAN ALGEMEENE MIDDELBARE SCHOOL (AMS) ATAU SEKOLAH MENENGAH TINGGI PADA ZAMAN JEPANG
1. PKN
2. Bahasa Indonesia
3. Bahasa Jepang
4. Geometri / Aljabar
5. Teknik Mekanika
6. Fisika / IPA
7. Kimia
8. Flora & Fauna
9. Ekonomi
10. Geografi / Ilmu Bumi
11. Sejarah
12. Gambar Peta
13. Musik
14. Olah Raga
Mata Pelajara n
Kela s1
A
1
9
10
2
-
-
2
-
2
2
2
2
-
5
37 Jam
B
1
5
10
6
-
3
2
2
1
1
1
2
-
5
39 Jam
Kela s2
A
1
9
10
2
-
-
2
-
2
2
2
2
-
5
37 Jam
B
1
5
9
5
2
3
3
1
1
1
1
2
-
5
39 Jam
Kela s3
A
1
9
10
2
-
-
2
-
3
2
2
1
-
5
37 Jam
B
1
5
9
4
2
4
4
2
1
-
1
1
-
5
39 Jam
Kelas
Jumla h Jam/ Mingg u
Sumber: Kurasawa, Aiko. (1991).
Pelaksanaan kurikulum ini berlaku hanya tiga tahun sesuai dengan lamanya pendudukan Jepang di bekas wilayah pemerintahan Hindia-Belanda, yaitu mulai tahun 1942 sampai dengan tahun 1945. Namun demikian, pada masa perang kemerdekaan 1945-1949 sampai dengan Dekrit Presiden 1959, kurikulum tersebut masih digunakan dengan beberapa perubahan yang dianggap perlu sampai dengan keluarnya ketentuan yang mengatur pendidikan dengan berdasarkan pada Undang-Undang Dasar Republik Indonesia tahun 1945.
71
KURIKULUM SEKOLAH MENENGAH ATAS PADA ZAMAN KEMERDEKAAN
MASA PERANG KEMERDEKAAN 1945–1950 PROLOG Yang dimaksud dengan masa perang kemerdekaan adalah masa di mana bangsa Indonesia harus mempertahankan kemerdekaan dari gangguan militer, politik, dan diplomatik Belanda yang hendak menguasai kembali Indonesia. Upaya pemerintah Indonesia pada awal masa ini yaitu untuk mengubah pranata dan tatanan sosial, politik, pendidikan, ekonomi, dan budaya dari bangsa jajahan menjadi bangsa yang merdeka dan berdaulat. Sebagaimana telah diketahui bersama bahwa Proklamasi Kemerdekaan Indonesia dikumandangkan oleh Ir. Soekarno pada tanggal 17 Agustus 1945 yang menjadi tonggak eksistensi bangsa Indonesia yang berdaulat. Satu hari setelah proklamasi kemerdekaan, PPKI pada tanggal 18 Agustus 1945 telah mengadakan sidang yang menghasilkan beberapa keputusan (Kartodirdjo, Poesponegoro, & Notosutanto: 1975-c) sebagai berikut: a. Mengesahkan Undang-Undang Dasar Negara. b. Memilih Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia, yakni Ir. Soekarno dan Drs. Mohammad Hatta. c. Presiden untuk sementara waktu akan dibantu oleh sebuah Komite Nasional. Konstitusi atau Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia selanjutnya dikenal dengan sebutan “Undang-Undang Dasar (UUD) 1945”. Konstitusi ini merupakan aturan hukum utama dalam seluruh penyelenggaraan kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
72
Setelah proklamasi kemerdekaannya, Indonesia mengalami masa peralihan yang cukup pelik atau kompleks karena dari semula sebagai bangsa yang terjajah dan tertindas menjadi bangsa yang berdaulat penuh untuk mengurus dan menentukan sendiri nasibnya. Dalam masa peralihan ini, banyak momen-momen kritis yang dihadapi oleh bangsa Indonesia yang sekaligus sebagai ancaman terhadap keberadaan bangsa dan negara Indonesia yang baru saja memerdekakan dirinya. Kondisi negara yang baru merdeka tersebut dipandang oleh Kartini Kartono (1997) dengan mengatakan bahwa kemerdekaan politik sesudah penjajahan Belanda dan Jepang itu memang lebih mudah dicapai, dibandingkan dengan usaha rekonstruksi kultural masyarakat dan renovasi sistem pendidikan nasional. Hal itu dikarenakan oleh banyak faktor atau kejadian yang memperlambatnya. Momen-momen kritis sebagai ancaman eksternal yang dihadapi oleh bangsa Indonesia pasca proklamasi kemerdekaan yaitu sebagai berikut: a. Perjanjian rahasia Civil Affairs Agreement antara Kerajaan Inggris dan Belanda sebagai dua negara sekutu dalam Perang Dunia Kedua di Eropa tanggal 24 Agustus 1945 mengadakan perjanjian bahwa kepulauan Indonesia akan diserahkan kembali kepada Kerajaan Belanda. Atas dasar itu, Belanda membentuk pemerintahan di Indonesia dengan nama Netherlands Indies Civil Administration atau NICA dan melakukan agresi militer pertama (Perang Kolonial I) yang sangat brutal dengan algojonya Kapten Raymond Westerling. b. Berbagai kegiatan diplomatik Belanda antara tahun 1947 dan 1948 dilakukan untuk mengembalikan kekuasaannya di bekas tanah jajahannya, Indonesia. Ketidak-berhasilan dalam bidang diplomatik, Belanda melakukan agresi militer kedua (Perang Kolonial II) pada tanggal 19 Desember 1948. Kegiatan militer tersebut telah menimbulkan reaksi keras dan hebat dari negaranegara yang mendukung kemerdekaan Indonesia. Setelah Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa memerintahkan penghentian peperangan antara Belanda dan Indonesia dan tekanan internasional terhadap Belanda untuk mengakui kedaulatan Indonesia, Pemerintah Kerajaan Belanda akhirnya mengakui kemerdekaan dan kedaulatan Indonesia pada tanggal 27 Desember 1949.
73
Pengakuan ini merupakan momen berakhirnya perjuangan bersenjata antara rakyat Indonesia dan tentara penjajahan. Terdapat hal penting yang patut dicatat dalam masa perang kemerdekaan ini, sebagaimana yang diungkapkan oleh Tilaar dan Nugroho (2009), yaitu bahwa dalam era ini kita mengenal upaya penguatan rasa nalionalisme. Rasa nasional yang menggelora tersebut bahkan menjadi rujukan bagi bangsa-bangsa Asia-Afrika yang sedang berjuang melawan kekuasaan kolonialisme pada waktu itu. Meskipun Indonesia telah aman secara eksternal dari gangguan Belanda, namun ancaman secara internal masih saja terjadi seperti sering terjadinya pergantian kabinet dan sistem pemerintahan dan pecahnya negara menjadi dua bentuk (Republik Indonesia dan Republik Indonesia Serikat), pemberontakan Partai Komunis Indonesia atau PKI, pemberontakan Pemerintah Revolusioner Republik Indonesia atau PRRI, dan pemberontakan Perjuangan Rakyat Semesta atau Permesta. Peristiwa-peristiwa itu hanya merupakan babak-babak penderitaan rakyat dan proses politik yang belum selesai dalam proses Revolusi Indonesia untuk mencapai nilai yang lebih tinggi, ialah masyarakat yang adil dan makmur. Setelah Proklamasi Kemerdekaan tanggal 17 Agustus 1945, Pemerintah Republik Indonesia segera menunjuk Ki-hajar Dewantara sebagai Menteri Pendidikan, Pengjaran, dan Kebudayaan (PPK) yang pertama dan bertugas sampai dengan 14 November 1945. Berita Republik Indonesia, sebagaimana yang dikutip dalam Kartodirdjo dkk (1975-c), mengabarkan bahwa pada masa Mr. Suwandi menjabat Menteri PPK tahun 1946 telah dibentuk suatu panitia kerja penyelidik pendidikan dan pengajaran dengan ketua Ki-hajar Dewantara yang mempunyai tugas sebagai berikut: 1. Merencanakan susunan baru untuk tiap-tiap macam sekolah. 2. Menetapkan bahan-bahan pengajaran dan menimbang keperluan yang praktis dan tidak terlalu berat.
74
3. Menyiapkan rencana-rencana peklajaran untuk tiap-tiap sekolah dan tiaptiap kelas, termasuk fakultas. Salah satu hasil dari panitia tersebut yaitu merumuskan dasar-dasar dan tujuan pendidikan dan pengajaran. Menurut Kartodirdjo dkk (1975-c) bahwa dasar-dasar pendidikan menganut prinsip-prinsip demokrasi, kemerdekaan, dan keadilan sosial; tujuan pendidikan dan pengajaran diarahkan kepada usaha mendidik dan membimbing murid-murid agar menjadi warga-negara yang berguna dan mempunyai rasa tanggungjawab, yang kelak dapat memberikan pengetahuannya kepada negara.
UNDANG-UNDANG
PENDIDIKAN
DAN
PENGAJARAN
TAHUN 1950 Hal apa yang patut dicatat dalam bidang pendidikan pada masa perang kemerdekaan selama tahun 1945-1950? Antara tahun 1945 dan 1950, dinamika penyelenggaraan pendidikan ditandai dengan beberapa hal sebagai berikut: 1. Menteri Pendidikan dan Pengajaran yang pertama Ki-hajar Dewantara beberapa bulan sesudah Proklamasi mengeluarkan “Instruksi Umum”, yang menyerukan kepada para Guru supaya membuang sistem pendidikan kolonial dan mengutamakan Patriotisme; 2. Menteri Pendidikan dan Pengajaran yang berikutnya tetap mengupayakan jalannya pendidikan dan pengajaran di sekolah secara teratur, seiring dengan proses penyusunan rancangan undang-undang sistem pendidikan dan pengajaran yang disusun oleh suatu panitia perancang dengan ketua Ki-hajar Dewantara; 3. Hasil kerja tim perancang yang telah menjadi Rancangan Undang-Undang (RUU) tersebut diserahkan kepada Badan Pekerja Komite Nasional Pusat pada tahun 1948;
75
4. Di tengah pembahasan RUU tersebut Perang Kolonial II dengan diserangnya kota Yogyakarta secara mendadak. Akibatnya adalah Republik Indonesia terkepung dari dalam dan luar, dan hanya tinggal pulau Sumatera dan beberapa karesidenan di pulau Jawa; 5. Diberlakukannya undang-undang pendidikan pertama pada tanggal 5 April 1950 yang dituangkan dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1950 tentang Dasar-dasar Pendidikan dan Pengajaran di Sekolah. Beberapa aspek penting yang dimuat dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1950 tentang Dasar-dasar Pendidikan dan Pengajaran di Sekolah antara lain adalah sebagai berikut: Aturan Umum: (1) Undang-undang ini berlaku untuk pendidikan dan pengajaran di sekolah, dan tidak berlaku di sekolah-sekolah agama dan pendidikan masyarakat; dan (2) Yang dimaksud dengan pendidikan dan pengajaran di sekolah ialah pendidikan dan pengajaran yang diberikan bersama-sama kepada muridmurid yang berjumlah sepuluh orang atau lebih. Tujuan Pendidikan Dan Pengajaran. Tujuan pendidikan dan pengajaran ialah membentuk manusia yang cakap dan warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab tentang kesejahteraan masyarakat dan tanah air. Dasar-dasar Pendidikan dan Pengajaran. Pendidikan dan pengajaran berdasar atas yang termaktub dalam “Panca Sila”, Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia, dan atas kebudayaan kebangsaan Indonesia.
KURIKULUM SMA MASA PERANG KEMERDEKAAN Mengingat kondisi negara yang masih serba darurat, sebenarnya kurikulum belum memperoleh perhatian yang cukup pada masa perang kemerdekaan. Hal itu bisa terjadi mengingat bahwa pada masa ini masih dipenuhi dengan peristiwa perjuangan untuk mempertahankan kemerdekaan, sehingga kurikulum yang digunakan pada masa ini masih meneruskan pola kurikulum yang dibuat pada masa kolonial Belanda dan Jepang.
76
Pada masa perang kemerdekaan, Kurikulum Sekolah Menengah Tinggi atau SMA hanya dirubah pola pembagiannya, yakni: 1. Bagian A – Alam dan Pasti, dan 2. Bagian B – Budaya.
MASA DEMOKRASI LIBERAL 1950-1959 PROLOG Indonesia sejak tahun 1950 mulai memasuki masa liberal, yang ditandai dengan kekuasaan absolut partai politik untuk menentukan arah dan jalannya negara. Pemilihan Umum (Pemilu) pertama yang diselenggarakan pada tahun 1955 menunjukkan bukti bahwa partai politik sebagai peserta Pemilu sangat berkuasa dalam rangka memilih calon anggota Konstituante yang mempunyai tugas pokok merumuskan undang-undang dasar baru. Pemilu tersebut diikuti oleh 172 kontestan partai politik. Empat partai politik terbesar diantaranya adalah: PNI (22, 3 %), Masyumi (20, 9%), Nahdlatul Ulama (18, 4%), dan PKI (15, 4%). Konstituante yang dibentuk dari hasil Pemilihan Umum tahun 1955 setelah 4 tahun mengadakan sidang, ternyata tidak mampu untuk merumuskan konstitusi negara yang baru dan bahkan cenderung mengarah pada timbulnya perpecahan bangsa. Kondisi ini mengakibatkan terancamnya kesatuan dan persatuan bangsa dan negara Indonesia. Selain itu, kesulitan dan kerumitan dalam penyelenggaraan negara pada masa liberal terutama selama 4 tahun terakhir telah mendorong Presiden Soekarno mengeluarkan Dekrit Presiden 5 Juli 1959. Dekrit tersebut berisi penetapan mengenai: 1. pembubaran Konstituante; 2. UUD 1945 berlaku lagi bagi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia; 3. tidak berlakunya lagi Undag-Undang Dasar Sementara; 4. pembentukan MPRS dan DPAS.
77
UNDANG-UNDANG
PENDIDIKAN
DAN
PENGAJARAN
TAHUN 1954 Hal apa yang patut dicatat dalam bidang pendidikan pada masa perang kemerdekaan selama tahun 1950-1959? Antara tahun 1950 dan 1959 terjadi dinamika penyelenggaraan pendidikan sesudah terbentuknya kembali Negara Kesatuan Republik Indonesia, yaitu bergabungnya Republik Indonesia dan Republik Indonesia Serikat yang memiliki konstitusi
masing-masing.
Setelah
penggabungan,
Menteri
Pendidikan,
Pengajaran, dan Kebudayaan Republik Indonesia Serikat dan Menteri Pendidikan, Pengajaran, dan Kebudayaan Republik Indonesia menandatangani “Piagam Persetujuan Pemerintah Republik Indonesia Serikat dan Pemerintah Republik Indonesia” pada tanggal 19 Mei 1950 dan mengeluarkan “Pengumuman Bersama Menteri Pendidikan, Pengajaran, dan Kebudayaan Republik Indonesia Serikat dan Menteri Pendidikan, Pengajaran, dan Kebudayaan Republik Indonesia” pada tanggal 30 Juni 1950. Pengumuman tersebut pada intinya menyatakan mengenai berlakunya penggunaan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1950 tentang Dasar-dasar Pendidikan dan Pengajaran di Sekolah untuk seluruh daerah Negara Kesatuan Republik Indonesia, sambil menunggu terbentuknya undang-undang baru yang lebih sempurna. Hasil dari kerja keras selama 4 tahun, pada tanggal 12 Maret 1954 diberlakukan undang-undang baru, yakni Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1954 tentang Pernyataan Berlakunya Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1950 dari Republik Indonesia Dahulu tentang Dasar-dasar Pendidikan dan Pengajaran di Sekolah untuk seluruh Indonesia. Alasan pemberlakuan kembali Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1950 kembali yaitu bahwa sebelumnya undang-undang tersebut secara de facto telah pernah berlaku di Negara Republik Indonesia. Undang-undang baru tersebut memuat hal yang sama dengan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1950 tentang Dasar-dasar Pendidikan dan Pengajaran di Sekolah yang antara lain sebagai berikut:
78
Aturan Umum: (1) Undang-undang ini berlaku untuk pendidikan dan pengajaran di sekolah, dan tidak berlaku di sekolah-sekolah agama dan pendidikan masyarakat; dan (2) Yang dimaksud dengan pendidikan dan pengajaran di sekolah ialah pendidikan dan pengajaran yang diberikan bersama-sama kepada muridmurid yang berjumlah sepuluh orang atau lebih. Tujuan Pendidikan Dan Pengajaran. Tujuan pendidikan dan pengajaran ialah membentuk manusia yang cakap dan warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab tentang kesejahteraan masyarakat dan tanah air. Dasar-dasar Pendidikan dan Pengajaran. Pendidikan dan pengajaran berdasar atas yang termaktub dalam “Panca Sila”, Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia, dan atas kebudayaan kebangsaan Indonesia.
KURIKULUM SMA MASA DEMOKRASI LIBERAL Mengingat kondisi negara yang masih serba darurat, kurikulum masih belum memperoleh perhatian yang cukup, sehingga Kurikulum SMA yang digunakan pada masa ini sebenarnya masih meneruskan pola kurikulum yang berlaku pada masa perang kemerdekaan. Namun demikian, pada masa ini sudah terjadi differensiasi yang lebih luas dari kurikulum sebelumnya, yaitu dengan menggunakan pola aliran: 1. Bagian A – Kesusasteraan, 2. Bagian B – Ilmu Alam dan Pasti, dan 3. Bagian C – Sosial dan Administrasi. Pada masa ini (Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1986) Menteri Pendidikan, Pengajaran, dan Kebudayaan menginstruksikan agar pengembangan kurikulum harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut: (1) Pendidikan pikiran harus dikurangi; (2) Isi pelajaran harus dihubungkan dengan kehidupan seharihari; (3) Memberikan perhatian terhadap kesenian; dan (4) Mengutamakan pendidikan watak, jasmani, kewarganegaraan dan masyarakat.
79
MASA DEMOKRASI TERPIMPIN [ORDE LAMA] 1959 – 1965 PROLOG Setelah mendekritkan untuk kembali kepada UUD 1945 pada tanggal 5 Juli 1959, Paduka Yang Mulia Presiden Soekarno pada tanggal 17 Agustus 1959 mengeluarkan amanat yang berjudul “Penemuan Kembali Revolusi Kita”, yang terkenal sebagai Manifesto Politik (MANIPOL) Republik Indonesia dan kemudian disahkan sebagai Haluan Negara oleh Majelis Permusywaratan Rakyat Sementara. Masa ini ditandai dengan politik Tahun “Vivere Pericoloso" (TAVIP) atau tahun sedang menyerempet bahaya, yang mengarah pada pelaksanaan prinsip “Demokrasi Terpimpin”. Selain itu, pada masa pasca dekrit, Presiden menjalankan pemerintahannya tanpa didampingi oleh seorang Wakil Presiden, karena Wakil Presiden telah mengundurkan diri dari jabatannya. Pengunduran diri tersebut disebabkan antara lain sebagai akibat dari ketidak-sepahaman politik dengan Presiden, yang telah mengukuhkan dirinya sebagai Pemimpin Besar Revolusi dan menentukan segala arah kebijakan nasional dalam penyelenggaraan pemerintahan dan negara. Gerakan pembaharuan dalam bidang pendidikan pada awal masa ini tampak ketika Departemen PPK berhasil merumuskan 2 konsepsi pendidikan, yaitu konsepsi pendidikan sapta usaha tama dan konsepsi pendidikan nasional pancawardhana.
KONSEPSI PENDIDIKAN SAPTA USAHA TAMA DAN PANCAWARDHANA Sapta Usaha Tama. Tahun 1959, setelah Dekrit Presiden 5 Juli 1959, di bawah Menteri PPK Mr. Prijono disusun suatu konsepsi pengajaran yang disebut dengan Sapta Usaha Tama. Konsepsi ini terdiri atas 7 ketentuan, yaitu: (1) penertiban aparatur dan usaha-usaha Departemen PPK, (2) meningkatkan seni dan olahraga, (3) mengharuskan usaha halaman, (4) mengharuskan penabungan, (5)
80
mengharuskan usaha-usaha koperasi, (6) mengadakan kelas masyarakat, dan (7) membentuk regu kerja di kalangan SLA dan universitas. Pancawardhana. Tahun 1960, pemerintah telah mencetuskan konsepsi pendidikan “Pancawardhana” atau Lima Pokok Perkembangan yang mencakup asepk-aspek: 1. Perkembangan cinta bangsa dan tanah air dan masalah moral nasional. 2. Perkembangan inteligensi. 3. Perkembangan emosionil-artistik atau rasa keharusan dan keindahan lahir batin. 4. Perkembangan keprigelan (kerajinan tangan). 5. Perkembangan jasmani. Pokok-pokok
Pikiran
Pendidikan
Pancawardhana.
Dalam
rangka
implementasi Haluan Negara MANIPOL di bidang pendidikan, Panitia Negara Penyempurnaan Sistem Pendidikan Nasional Pancawardhana dengan bantuan pemikiran masyarakat Indonesia pada umumnya dan dunia pendidikan Indonesia khususnya telah menghasilkan Sistem Pendidikan Nasional Pancawardhana. Secara prinsip sesuai dengan jiwa Pidato TAVIP Presiden Soekarno, setiap aspek pendidikan Pancawardhana harus dipadu-jalinkan dengan tiap-tiap kegiatan pendidikan. Mata pelajaran, guru, buku, dan kegiatan ekstrakurikuler harus saling melengkapi, dan kesemuanya diarahkan untu tujuan Pendidikan Nasional yang diabadikan kepada strategi dasar Revolusi seperti yang digariskan dalam MANIPOL. Atas dasar itu, Kurikulum SMA perlu disusun dengan memenuhi prinsip-prinsip Pancawardhana sebagai berikut: a. Harus dapat mencerminkan garis tegas dari Revolusi Indonesia, yaitu semangat anti imperialisme, kolonialisme, dan feodalisme. b. Harus mempunyai prinsip ilmiah, yaitu ilmu pengetahuan terbaru yang penyajiannya disesuaikan dengan tingkatan dan situasi yang benar-benar
81
fungsional-praktis dalam arti hal-hal yang terlampau teoritis yang bersifat membebani anak didik harus dihilangkan. c. Harus mempunyai prinsip berpihak, yaitu ilmu pengetahuan yang mendukung kepada kepentingan Revolusi dan kehidupan umat manusia terutama golongan yang terbanyak dalam masyarakat. d. Harus dapat memadukan teori dengan praktik, yaitu segala pengetahuan di dalam kelas dapat dihubungkan dengan kehidupan konkrit di masyarakat dan di tempat kerja sesuai dengan lingkungan sekolah yang bersangkutan. e. Harus
sesuai
dengan
perkembangan
anak,
yaitu
memperhtikan
kemampuan berpikir dan perkembangan fisik anak. Pemberlakuan Pancawardhana. Pemberlakuannya didasarkan pada Instruksi Menteri Pendididkan Dasar dan Kebudayaan Nomor 2 tanggal 17 Agustus 1961 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pancawardhana/Hari Krida. Dalam instruksi Menteri Pendididkan Dasar dan Kebudayaan tersebut pada intinya memuat hal-hal sebagai berikut: 1. Penegasan bahwa Pancasila dan MANIPOL sebagai pelengkapnya menjadi azas pendidikan nasional. 2. Penetapan bahwa Pancawardhana sebagai sistem pendidikan yang berisikan prinsip-prinsip: a. Perkembangan cinta bangsa dan tanah air, moral nasional-internasionalkeagamaan; b. Perkembangan kecerdasan; c. Perkembangan emosional-artistik atau rasa keharusan dan keindahan lahir-bathin; d. Perkembangan keprigelan atau kerajinan tangan; e. Perkembangan jasmani.
82
3. Penyelenggaraan Hari Krida atau hari untuk kegiatan-kegiatan lapangan kebudayaan, kesenian, olahraga, dan permainan pada tiap hari Sabtu. Sebagai perwujudan dari Konsepsi Pendidikan Sapta Usaha Tama dan Pancawardhana, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan telah berhasil merumuskan atau mengembangkan Rencana Pelajaran dan Pendidikan SMA Gaya Baru yang merupakan pelaksanaan Dasar Pendidikan (Panca Sila) dan Sistem Pendidikan (Panca Wardana).
KURIKULUM GAYA BARU 1964 - PANCAWARDHANA Pengantar Pemberlakuan Kurikulum SMA 1964 Dalam kata pengantar pemberlakuan Kurikulum SMA 1964, Ketua Direktorium Jawatan Pendidikan Umum (JAPU) Slamet dan Kepala Urusan Pendidikan SMA Idris M.T. Hutapea yang disetujui oleh Pembantu Menteri Bidang Pendidikan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Soepardo S.H. di Jakarta pada tanggal 29 Maret 1963 menyatakan sebagai berikut: 1.
Urusan Pendidikan SMA dengan ini menyajikan “Rencana Pelajaran Pendidikan SMA Gaya Baru”, yang disusunnya setelah menelaah dan membahas kembali “Rencana Pelajaran SMA Gaya Baru” hasil Rapat Kerja Direktur-direktur SMA Negeri dan Swasta Seluruh Indonesia di Bandung dari tanggal 25 April s.d. 2 Mei 1962.
2.
Penelaahan, pembahasan, dan penyusunan kembali itu dilaksanakan dalam Rapat Kerja UPSMA yang telah diadakan khusus untuk tujuan itu di Tugu dari tanggal 21 Maret 1963.
3.
Bahan-bahan yang dipergunakan dalam Rapat Kerja di Tugu tersebut, ialah: a. Rencana Pelajaran Gaya Baru yang disusun di Bandung b. Laporan-laporan pelaksanan Rencana Pelajaran tersebut dari beberapa puluh SMA Negeri dan Swasta di seluruh Indonesia. c. Rencana Pelajaran SMP yang telah di perbarui d. Gagasan-gagasan dari UPSMA.
83
e. Prasarana-prasaran dari beberapa ahli kita dalam bidang-bidang Bahasabahasa Timur Asing, Ilmu Pengetahuan Alam, Perpustakaan Sekolah, Pembimbingan dan Penyuluhan. f. Saran-saran dari berbagai urusan dilingkungan Dep. P dan K. g. Saran-saran dari para Direktur SMA Negeri dan subsidi sebagaai peserta pada Rapat Kerja di Tugu tersebut. h. Saran-saran dari kepala Jawatan Pendidikan Umum. i. Penilaian-penilaian dan petunjuk-petunjuk dari Pembantu Menteri, bidang Pendidikan. 4.
Pendirian yang dianut dalam peninjauan dan penyusunan kembali “Rencana Pelajaran dan Pendidikan SMA Gaya Baru itu berintikan unsur-unsur: Pertama, Rencana Pelajaran dan Pendidikan SMA Gaya Baru itu harus merupakan pelaksanaan Dasar Pendidikan (Pantja Sila) dan Sistem Pendidikan (Pantja Wardana), yang telah ditetapkan oleh Pimpinan Dep. P. dan K.; Kedua, Arah pemikiran yang telah digoreskan oleh Pembantu Menteri Bidang Pendidikan, harus diikuti secermat-cermatnya; Ketiga, Kontinuita Pendidikan dan Pengajaran dari SMP ke SMA harus lebih nyata terdapat dalam Rencana Pelajaran dan Pendidikan SMA Gaya Baru itu; Keempat: “Pembebanan yang berlebih-lebihan” harus dihindarkan dengan menghilangkan pengulangan-pengulangan sesuatu materi yang sama dalam berbagai mata pelajaran; dan Kelima, Pendidikan dan Pengajaran di SMA Gaya Baru harus merupakan suatu kesatuan yang bulat dan harmoni.
5.
Sekalipun perlu diketengahkan, bahwa seluruh peserta rapat kerja UPSMA di Tugu itu telah bekerja dengan kesungguhan dan kegiatan yang hamper tidak mengenal lelah, kami menyadari, bahwa yang dicapai belum lagi merupakan perumusan terakhir mutlak, karena penyempurnaan SMA Gaya Baru itu harus berjalan terus-menerus sepanjang masa supaya SMA itu tetap dapat mengikuti segala kemajuan-kemajuan dalam bidang ilmiah maupun bidangbidang lainnya seirama dengan perkembangan zaman. Yang jelas ialah,
84
bahwa kita selangkah lebih dekat kepada cita-cita kita tentang pembaharuan SMA kita. Dan dengan ini kami serukan kepada semua peminat Pendidikan dan Pengajaran, agar senantiasa memberikan saran-saran yang dapat kami pergunakan kelak, sebagai bahan-bahan pertimbangan dalam usaha-usaha penyempurnaan-penyempurnaan yang lebih jauh lagi. 6.
Kitab ini sengaja kami sebut Rencana Pelajaran dan Pendidikan SMA Gaya Baru, sebab sebab ia berisi bukan hanya rentetan bab-bab dari berbagai mata pelajaran yang harus diajarkan, tetapi segi-segi kependidikan yang tersimpul dalam tiap mata pelajaran mendapat sorotan yang tajam pula di dalamnya.
7.
Mengenai struktur SMA Gaya Baru itu, perlu kiranya kami tandaskan, bahwa setiap SMA harus mempunyai: a. Satu jenis kelas I, b. Empat “jenis” kelas II (Budaya, Sosial, Ilmu Pasti, dan Ilmu Pengetahuan Alam), c. Empat “jenis” kelas III (Budaya, Sosial, Ilmu Pasti, dan Ilmu Pengetahuan Alam). Tidak dapat dibenarkan, bahwa suatu SMA hanya satu, dua, atau tiga “Jenis” (Kelompok Khusus) Kelas II dan Kelas III, sebab struktur 1-4-4 itulah antara lain mencerminkan peninggalan SMA itu.
8.
Sehubungan dengan struktur 1-4-4 itu, maka peranan Pembimbingan dan Penyuluhan dikelas I yang tunggal itu, sangat penting. Dikelas I itulah setiap pelajar diberi kesempatan untuk lebih mengenal minat dan bakatnya, dengan jalan menjelajahi segala jenis mata pelajaran yang ada di SMA, dan dengan Pembimbingan dan Penyuluhan yang teliti dari para guru maupun orang tua. Dengan mempegunakan “Peraturan kenaikan kelas” dan bahan-bahan catatan dalam kartu pribadi setiap murid, para para pelajar di salurkan ke kelas II Kelompok khusus: Budaya, Sosial, Ilmu Pasti atau Ilmu Pengetahuan Alam. Karena itu pulalah pengisian Kartu Pribadi murid harus dilaksanakan setelititelitinya.
9.
Setelah pelajar-pelajar duduk di kelas II, maka barulah persiapan-persiapan yang lebih intensif diberikan kepada kelompok khusus yang diutamakan kelas
85
II yang bersangkutan, sehingga setiap pelajar pada akhir kelas III benar-benar siap (secara ilmiah dan mental) untuk melanjutkan pelajarannya ke Lembagalembaga Pendidikan yang lebih tinggi. 10. Perlu kiranya ditegaskan juga, bahwa tujuan pokok dari pendidikan dan pengajaran di SMA Gaya Baru itu ialah mempersiapkan para pelajar secara ilmiah untuk perguruan-perguruan yang lebih tinggi. Disamping itu keterampilan-keterampilan yang sesuai dengan minat dan bakat masingmasing serta sangat berguna bagi masyarakat yang bagi dirinya sendiri harus harus dimiliki oleh setiap pelajar dengan jalan latihan-latihan praktis menurut rancana yang dtertentu. Dalam tujuan-tujuan yang tersebut diatas terjalin secara mutlak dan organis, persiapan mental setiap pelajar, sehingga ia menjadi warga Negara patriot paripurna yang berguna bagi Nusa dan Bangsa, yakin akan tugas pengabdiannya kepada Tanah Air. 11. SMA itu adalah milik kita bersama, ia harus tetap berada ditengah-tengah masyarakat, ia sekali-sekali tidak boleh terasing dari masyarakat, agar ia dapat berbakti kepada Nusa dan Bangsa menurut bidang tugasnya.
Oleh
karena itu pulalah pelaksanaan dan pembinaan SMA itu harus berjalan dengan cara gotong royong oleh suatu kesatuan Regu Kerja (Direktur. Guruguru, tata usaha) yang hidup dan harmonis ditiap sekolah, sambil bekerja sama sebaik-baiknya dengan para orang tua serta masyarakat sekitarnya. 12. Marilah kita bina, sempurnakan, dan pupuk terus SMA Gaya Baru kita ini. IKHTISAR MATA PELAJARAN DENGAN PEMBAGIAN JUMLAH JAM DALAM SATU MINGGU
KELAS I A.
KELOMPOK DASAR 1. 2. 3. 4. 5. 6.
*)
Kewargaan Negaraan Bahasa dan Kesusasteraan Indonesia Sejarah Indonesia Ilmu Bumi Indonesia Pendidikan Agama/Budi Pekerti *) Pendidikan Jasmani dan Pendidikan Kesehatan
Jumlah
TAHUN I 2 4 1 1 2 3
13
Murid yang tidak mengikuti pelajaran Agama, harus mengikuti pelajaran Budi Pekerti.
86
B.
KELOMPOK KHUSUS 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15.
Ilmu Pasti Ilmu Alam Ilmu Kimia Ilmu Hajat Sejarah Bahasa Inggris Salah satu bahasa Timur atau bahasa Asing lainnya Ekonomi dan Koperasi Menggambar
4 3 3 2 2 3 2 2 2
Jumlah
23
C.
Prakarya
2
D.
Krida *)
2
*)
JUMLAH
2
Tiap jam pelajaran yang diberikan untuk tiap jenis kegiatan dalam rangka Prakarya atau Krida diperhitungkan sebagai jam pelajaran resmi.
KELAS II & III KELOMPOK KHUSUS BUDAYA (BUD) A. 1. 2. 3. 4. 5. 6. *)
KELOMPOK DASAR
Tahun II
Tahun III
Kewargaan Negaraan Bahasa dan Kesusasteraan Indonesia Sejarah Indonesia Ilmu Bumi Indonesia Pendidikan Agama/Budi Pekerti *) Pendidikan Jasmani dan Pendidikan Kesehatan
2 4 1 1 2 3
Jumlah
13
2 4 1 1 2 3 13
Murid yang tidak mengikuti pelajaran Agama, harus mengikuti pelajaran Budi Pekerti.
B.
KELOMPOK KHUSUS BUD 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13.
C. 14. 15. 16.
Bahasa dan Kesusasteraan Indonesia Sejarah Ilmu Bumi Antropologi Budaya Bahasa Kawi Bahasa Inggris Ekonomi dan Koperasi
Tahun II
Tahun III
2 4 2 1 2 4 2
Jumlah
17
2 4 2 1 3 4 2 18
KELOMPOK PENYERTA
Tahun II
Tahun III
2 2 2
2 3 2
Menggambar Salah satu bahasa Timur atau bahasa Asing lain Bahasa Daerah *)
87
17.
Pengetahuan Alam *)
Jumlah
2
6
2 7
D.
Prakarya
2
-
E.
Krida *)
2
2
40
40
*)
JUMLAH
Tiap jam pelajaran yang diberikan untuk tiap jenis kegiatan dalam rangka Prakarya atau Krida diperhitungkan sebagai jam pelajaran resmi.
KELOMPOK KHUSUS SOSIAL (SOS) A. 1. 2. 3. 4. 5. 6. *)
KELOMPOK DASAR
Tahun II
Tahun III
Kewargaan Negaraan Bahasa dan Kesusasteraan Indonesia Sejarah Indonesia Ilmu Bumi Indonesia Pendidikan Agama/Budi Pekerti *) Pendidikan Jasmani dan Pendidikan Kesehatan
2 4 1 1 2 3
Jumlah
13
2 4 1 1 2 3 13
Murid yang tidak mengikuti pelajaran Agama, harus mengikuti pelajaran Budi Pekerti.
B.
KELOMPOK KHUSUS SOS 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13.
Bahasa & Kesusasteraan Indonesia II Sejarah Dunia & Sejarah Perekonomian Ilmu Bumi Alam Bahasa Inggris Ilmu Pasti Tata Buku Ekonomi & Koperasi
C. 14. 15. 16. 17.
Tahun II
Tahun III
1 2 2 2 2 2 2
Jumlah
17
1 1 2 3 3 3 3 18
KELOMPOK PENYERTA
Tahun II
Tahun III
2 2 2 2
6
2 3 2 2 7
Menggambar Salah satu bahasa Timur atau bahasa Asing lain Bahasa Daerah *) Pengetahuan Alam *)
Jumlah D.
Prakarya
2
-
E.
Krida *)
2
2
40
40
*)
JUMLAH
Tiap jam pelajaran yang diberikan untuk tiap jenis kegiatan dalam rangka Prakarya atau Krida diperhitungkan sebagai jam pelajaran resmi.
88
KELOMPOK KHUSUS ILMU PASTI (PAS) A. 1. 2. 3. 4. 5. 6. *)
KELOMPOK DASAR
Tahun II
Tahun III
Kewargaan Negaraan Bahasa dan Kesusasteraan Indonesia Sejarah Indonesia Ilmu Bumi Indonesia Pendidikan Agama/Budi Pekerti *) Pendidikan Jasmani dan Pendidikan Kesehatan
2 4 1 1 2 3
Jumlah
13
2 4 1 1 2 3 13
Murid yang tidak mengikuti pelajaran Agama, harus mengikuti pelajaran Budi Pekerti.
B.
KELOMPOK KHUSUS PAS 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13.
Aljabar & Ilmu Ukur Analitika Ilmu Ukur Sudut Ilmu Ukur Ruang Mekanika Ilmu Alam Ilmu Kimia Ilmu Hayat & Kesehatan
C. 14. 15. 16. 17.
Tahun II
Tahun III
2 1 2 2 4 3 2
Jumlah
17
3 1 2 2 4 3 2 18
KELOMPOK PENYERTA
Tahun II
Tahun III
2 2 2 2
6
3 2 2 2 7
Bahasa Inggris Menggambar Ekonomi dan Koperasi *) Ilmu Bumi Alam dan Ilmu Falak *)
Jumlah D.
Prakarya
2
-
E.
Krida *)
2
2
40
40
*)
JUMLAH
Tiap jam pelajaran yang diberikan untuk tiap jenis kegiatan dalam rangka Prakarya atau Krida diperhitungkan sebagai jam pelajaran resmi.
KELOMPOK KHUSUS ILMU PENGETAHUAN ALAM (PAL) A. 1. 2. 3. 4. 5. 6. *)
B.
KELOMPOK DASAR
Tahun II
Tahun III
Kewargaan Negaraan Bahasa dan Kesusasteraan Indonesia Sejarah Indonesia Ilmu Bumi Indonesia Pendidikan Agama/Budi Pekerti *) Pendidikan Jasmani dan Pendidikan Kesehatan
2 4 1 1 2 3
Jumlah
13
2 4 1 1 2 3 13
Murid yang tidak mengikuti pelajaran Agama, harus mengikuti pelajaran Budi Pekerti.
KELOMPOK KHUSUS PAL
Tahun II
Tahun III
89
7. 8. 9. 10. 11. 12. 13.
Ilmu Kimia Ilmu Hajat dan Ilmu Kesehatan Ilmu Alam Aljabar dan Ilmu Ukur Analitika Ilmu Ukur Sudut Ilmu Ukur Ruang Mekanika
C. 14. 15. 16. 17.
4 3 4 3 1 1 1
Jumlah
17
5 2 4 3 1 1 2 18
KELOMPOK PENYERTA
Tahun II
Tahun III
2 2 2 2
6
3 2 2 2 7
Bahasa Inggris Menggambar Ekonomi dan Koperasi *) Ilmu Bumi Alam dan Ilmu Falak *)
Jumlah D.
Prakarya
2
-
E.
Krida *)
2
2
40
40
*)
JUMLAH
Tiap jam pelajaran yang diberikan untuk tiap jenis kegiatan dalam rangka Prakarya atau Krida diperhitungkan sebagai jam pelajaran resmi.
Penyelenggaraan Prakarya bertujuan untuk: (1) mengajarkan keterampilan dasar yang berguna untuk kehidupan sehari-hari, (2) mendidik menghargai pekerjaan tangan, dan (3) mengimbangi pelajaran otak dengan keterampilan tangan. Penyelenggaraan Krida bertujuan untuk memperkenalkan kegemaran (hobby) murid yang “nonbookish” dalam rangka PANCAWARDHANA.
MASA DEMOKRASI PANCASILA [ORDE BARU] 1966 – 1998 PROLOG Setelah pemerintahan Demokrasi Terpimpin yang dipimpin oleh Presiden Soekarno berakhir pada tahun 1966, selanjutnya tampil pemerintahan Demokrasi Pancasila yang dipimpin oleh Jenderal Soeharto sebagai Presiden Ke-2 Republik Indonesia. Pemerintahan Demokrasi Pancasila, selanjutnya disebut dengan pemerintahan Orde Baru. Meskipun di satu pihak pemerintah pada masa ini melakukan pembangunan untuk mensejahterkan dan memajukan rakyatnya, namun di pihak lain pemerintahan dijalankan dengan pola diktator-totaliter.
90
Penyelenggaraan pemerintahan semacam itu telah menyebabkan tertutupnya segala pemikiran. Pembaharuan pendidikan selalu datang dari pusat (top down), sehingga mereka yang berada di lapangan hanya menunggu datangnya pedoman atau panduan atau petunjuk teknis pelaksanaan dari pusat. Dengan kata lain bahwa para pejabat pada tingkat pusat dan daerah tidak banyak yang berani mencoba untuk mengemukan pemikiran mengenai pembaharuan yang datang dari mereka sendiri (bottom up). Orde Baru adalah sebutan bagi masa pemerintahan Presiden Soeharto di Indonesia. Orde Baru menggantikan Orde Lama yang merujuk kepada era pemerintahan Soekarno. Orde Baru hadir dengan semangat "koreksi total" atas penyimpangan yang dilakukan oleh Soekarno pada masa Orde Lama. Orde Baru berlangsung dari tahun 1966 hingga 1998. Dalam jangka waktu tersebut, ekonomi Indonesia berkembang pesat meskipun hal ini terjadi bersamaan dengan praktik korupsi yang merajalela di negara ini. Selain itu, kesenjangan antara rakyat yang kaya dan miskin juga semakin melebar. Pada 1968, MPR secara resmi melantik Soeharto untuk masa jabatan 5 tahun sebagai presiden, dan dia kemudian dilantik kembali secara berturut-turut pada tahun 1973, 1978, 1983, 1988, 1993, dan 1998. Orde Baru memilih perbaikan dan perkembangan ekonomi sebagai tujuan utamanya dan menempuh kebijakannya melalui struktur administratif yang didominasi militer namun dengan nasehat dari ahli ekonomi didikan Barat. DPR dan MPR tidak berfungsi secara efektif. Anggotanya bahkan seringkali dipilih dari kalangan militer, khususnya mereka yang dekat dengan Cendana. Hal ini mengakibatkan aspirasi rakyat sering kurang didengar oleh pusat. Pembagian PAD juga kurang adil karena 70% dari PAD tiap provinsi tiap tahunnya harus disetor kepada Jakarta, sehingga melebarkan jurang pembangunan antara pusat dan daerah. Soeharto siap dengan konsep pembangunan yang diadopsi dari seminar Seskoad II 1966 dan konsep akselerasi pembangunan II yang diusung Ali Moertopo. Soeharto merestrukturisasi politik dan ekonomi dengan dwitujuan, bisa tercapainya stabilitas politik pada satu sisi dan pertumbuhan ekonomi di pihak
91
lain. Dengan ditopang kekuatan Golkar, TNI, dan lembaga pemikir serta dukungan kapital internasional, Soeharto mampu menciptakan sistem politik dengan tingkat kestabilan politik yang tinggi. Dalam bidang pendidikan pada awal masa Orde Baru ini, oleh karena belum adanya kurikulum baru, Kurikulum 1964 SMA Gaya Baru yang berlaku pada masa Demokrasi Terpimpin masih digunakan sampai dengan adanya kurikulum baru pada tahun 1968.
KURIKULUM 1968 Pengantar Pemberlakuan Kurikulum SMA 1968 Dari Dinas SMA Pada Direktorat Pendidikan Umum, Kejuruan, Dan Kursus-Kursus SMA Gaya Baru telah berjalan mulai 1962 dan pada tahun 1965 untuk pertama kali sudah menghasilkan buahnya. Segera sesudah hasil itu, telah ada sementara kalangan yang mulai mengeluarkan kritik, walaupun menurut pendapat kami belum cukup waktu untuk mengadakan evaluasi. Dengan bertambahnya usianya, ternyata memang ada kekurangan-kekurangan, tetapi pada hakekatnya kurikulum SMA Gaya Baru itu an sich tidak buruk. Kita tidak boleh lupa, bahwa kurikulum itu dibuat dengan berbagai asumsi, diantaranya, bahwa a) guru harus cukup tersedia untuk semua mata pelajaran, b) kondisi sekolah serta fasilitas yang ada harus baik, dan c) keadaan ekonomi negara kita sifatnya stabil. Seandainya asumsi-asumsi itu dipenuhi semuanya, kiranya kurikulum SMA Gaya Baru itu akan mencapai hasil yang dicita-citakan. Lebih dari siapapun, kekurangan-kekurangan itu disadari oleh petugas-petugas dalam pendidikan SMA mulai dari guru sampai dengan pengawas-pengawas di Dinas SMA. Terdorong oleh kesadaran itu dan dirangsang lagi oleh policy pendidikan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan untuk lebih mengutamakan pendidikan kejuruan sesuai dengan pembangunan negara kita yang bersumber kepada Rencana Pembangunan Lima Tahun (Repelita), maka dalam waktu-waktu terachir ini
92
Dinas SMA sibuk dalam usahanya menyelesaikan kurikulum SMA Gaya Baru dengan tuntutan masa. Kalau pada waktu diciptakan kurikulum SMA Gaya Baru telah dikerahkan funds forces yang tidak sedikit lebih-lebih waktu semua direktur SMA seluruh Indonesia berkumpul di Bandung dalam bulan April 1962, diturut sertakan juga sebanyak mungkin tokoh-tokoh dari segala lapisan masyarakat yang dapat menyumbangkan pikiran, karena keuangan negara masih memungkinkannya, maka dalam suasana prihatin sekarang ini Dinas SMA harus berusasa mencapai hasil yang semaksimal mungkin dengan funds yang sangat terbatas. Walaupun segala-galanya terbatas, kami telah berusaha sebanyak mungkin mengikutsertakan tenaga luar, sering secara tidak langsung. Rapat dinas S.M.A telah diadakan dalam bulan Juli 1967 di Semarang dan hasilnya telah disampaikan kepada pimpinan Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan dikirimkan kedaerah – daerah untuk dibahas dan dimintai pendapat.Kami sendiri telah ke beberapa daerah dan telah menghadapi langsung tokoh-tokoh masyarakat dan orangtua untuk mendengarkan pendiriannya.Dengan bahan2 yang dapat dikumpulkan dari daerah achirnya Dinas S.M.A Gaya baru itu secara menyeluruh dalam rapat kerja Dinas S.M.A di Mega Mendung, Cipayung, Bogor. Hasil usaha itu kemudian dipersembahkan kepada Bapak Direktur Jenderal Pendidikan Dasar dengan penjelasan, bahwa yang dipersembahkan itu bukan kurikulum baru, tetapi kurikulum yang disempurnakan. Hal itu sangat disadari bahwa Dinas S.M.A tidak berwenang untuk menciptakan kurikulum baru, sebab itu adalah wewenang Menteri Pendidikan dan Kebudayaan melalui suatu Curiculum Board. Oleh karena itu perlu sekali ditegaskan, bahwa hasil usaha Dinas S.M.A Gaya Baru yang disempurnakan. Dan kami berbesar hati, bahwa Bapak Direktur Jenderal Pendidikan Dasar telah dapat memahami penjelasan kami itu dan telah menyetujui penyempurnaan itu pada Rapat.
93
Surat Edaran Kepala Direktorat Pendidikan Umum, Kejuruan, Dan KursusKursus Atas Nama Direktur Jenderal Pendidikan Dasar – Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan Surat Edaran yang berupa Instruksi Pelaksanaan Rencana Pelajaran SMA Yang Disempurnakan ini ditandatangani oleh Drs. Waskito TS di Jakarta pada tanggal 13 April 1968 yang ditujukan kepada seluruh Kepala Inpro UKK, Kepala Urusan SMA, Kepala SMA Negeri dan Swasta di seluruh Indonesia. Instruksi tersebut adalah sebagai berikut: Seperti diketahui Rencana Pelajaran SMA yang terakhir dikeluarkan pada tahun 1964. Sudah barang tentu penyusunannya disesuaikan dengan keadaan zaman pada waktu itu sehingga dianutlah suatu pendirian yang didasarkan antara lain kepada Pancawardhana. Sejak peristiwa G.30.S/P.K.I. tahun 1965 yang lalu, serta perubahan susunan kemasjarakatan jang dimaklumatkannya telah ditimbulkan dorongan yang lebih besar berapa perlunya Rencana Pelajaran itu ditinjau kembali. Sementara itu patutlah disadari, bahwa pekerjaan menyempurnakan Rencana Pelajaran itu sesungguhnya adalah pekerjaan teknis routine dari aparat kami, yaitu aparat yang memang tugasnya bergerak dibidang teknis pendidikan. Lazimnya mekanisme untuk menyempurnakan Rencana Pelajaran itu adalah sebagai berikut: a. Rencana Pelajaran itu dilaksanakan disekolah oleh guru-guru. Karena pengalaman
itu
diketahuilah
kekurangan-kekurangannya.
Kekurangan-
kekurangan ini disampaikan kepada Kepala Sekolah disertai saran-saran penyempurnaan. b. Saran-saran tadi oleh Kepala Sekolah disampaikan kepada Inspektur Daerah. c. Dalam Rapat Dinas yang sedikitnya diselenggarakan setahun sekali, saransaran penyempurnaan itu disampaikan oleh Inspektur Daerah kepada Kepala Dinas Inspektur pusat.
94
d. Berdasarkan saran-saran itu para Kepala Dinas/Inpektur Pusat dengan Stafnya dan bantuan ahli-ahli diluar lingkungan Dinas mengadakan pengolahan kembali. e. Hasil pengolahan itu sebagai suatu penyempurnaan atas Rencana Pelajaran, baik untuk tiap-tiap vak maupun untuk semua vak disampaikan kepada instansi-instansi yang lebih tinggi untuk disahkan. Inilah yang disebut pekerjaan yang dengan istilah teknis dikenal dengan nama: Menyempurnakan Rencana Pelajaran yaitu pekerjaan routine teknis dari para Inspektur baik didaerah maupun dipusat. Pekerjaan ini berjalan selaku proses terus menerus. Tetapi akibat perubahan situasi politik sejak tahun 1965 itu tampak adanya suatu keinginan dan keperluan untuk mengadakan perubahan yang fundamentil bukan saja atas pendidikan di SMA tetapi juga di lembaga-lembaga pendidikan sebelumnya. Dalam hal ini perlu ditegaskan bahwa penyempurnaan dan penertiban Rencana Pelajaran SMA itu ditujukan kepada penyempurnaan syllabus dan segi pengorganisasian kelas-kelas SMA. Yang dimaksudkan dengan segi pengorganisasian kelas-kelas SMA itu adalah sebagai berikut: Sejak dipergunakan pengorganisasian kelas SMA dengan cara penyusunannya menjadi satu kelas tunggal untuk kelas 1 dan 4 kelompok kelas untuk kelas II dan III, maka timbullah hal-hal yang kurang baik sebagai berikut: a. Organisasi SMA menjadi tidak sederhana. b. Menimbulkan
administrasi
jenis
guru,
pengeluaran
honorarium,
dan
pengeluaran lain-lain yang bersifat memboroskan. Yang secara singkat menimbulkan tak efisiensi dalam penggunaan ruang, tenaga, materiil dan keuangan. c. Sambutan masyarakat dan pelajar terhadap kelompok budaya pada umumnya sangat kurang. d. Akibat adanya empat kelompok itu, maka sering timbul konflik peyenologis lebih-lebih menjelang kenaikan ke kelas II, antara keinginan orang tua, hasrat
95
pelajar dan penilaian sekolah dalam menentukan jurusan itu sering menjadi hal yang sangat menyulitkan sekolah. Oleh karena tidak sederhana susunan 1-4-4 itu nyata senyata-nyatanya, baik seperti apa yang dilihat dan dikemukakan oleh masyarakat kepada kita, maupun dari pengalaman kita, maka kesempatan untuk menyempurnakan syllabus itu sekaligus dibarengi dengan penertiban organisasi SMA itu. Pikiran dan kegiatan untuk mengadakan penyempurnaan yang terakhir sekali dilakukan dalam tingkatan Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar pada bulan Desember 1967 di Tugu. Walaupun belum satupun dikeluarkan Instruksi tentang usaha penyempurnaan dan penertiban Rencana Pelajaran tersebut diatas, tetapi sejak itu telah tersebarlah berita kedaerah-daerah tentang Rencana Pelajaran SMA itu. Ada daerah-daerah yang karena antusiasmenya terhadap penyempurnaan Rencana Pelajaran itu, tanpa menunggu dulu instruksi resmi dari Instruksi Pusat di Jakarta, mengambil langkah-langkah persiapan untuk menyongsong realisasi Rencana Pelajaran yang disempurnakan itu dengan jalan menggabungkan dua kelompok Pus-Pal menjadi satu juga. Oleh karena peristiwa seperti ini, yang terjadi dibeberapa daerah walaupun maksudnya baik, tetapi dapat menimbulkan salah mengerti dalam lingkungan msyarakat orang tua, bahwa seolah-olah ada dua macam SMA, maka untuk menghilangkan keragu-raguan itu semua kami mengeluarkan Surat Edaran ini yang berisi instruksi sebagai berikut: a. Rencana
Pelajaran
yang
penyempurnaannya
terakhir
dilakukan
di
Megamendung, sesudah rapat dinas di Semarang akan berlaku pada tgl. 1 Januari 1969. b. Murid-murid kelas I SMA tahun 1969 dan murid-murid kelas II SMA tahun 1969 (yaitu yang sekarang duduk di kelas I tahun 1968) akan mempergunakan Rencana Pelajaran yang disempurnakan.
96
c. Murid-murid kelas III SMA tahun 1969 (yaitu yang sekarang duduk di kelas II tahun 1968) akan tetap mempergunakan Rencana Pelajaran lama. d. Penggabungan-penggabungan dari kelompok Sos-Pal manjadi satu seperti yang sudah dilakukan oleh beberapa daerah dalam tahun 1968 ini diizinkan, karena masih tetap mempergunakan Rencana Pelajaran lama. e. Segala sesuatu yang mungkin timbul karena Instruksi ini akan ditampung dalam instruksi khusus.
TENTANG DASAR, TUJUAN, DAN ISI PENDIDIKAN SMA Mengenai Pendidikan, Ketetapan Sidang Umum IV Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara (MPRS), Ketetapan Nomor XXVII/MPRS/1966 merumuskan sebagai berikut: Dasar Pendidikan: --- Falsafah Negara Panca Sila. Tujuan: --- Membentuk manusia Panca Sila sejati berdasarkan ketentuan-ketentuan seperti yang dikehendaki oleh Pembukaan UUD 1945 dan isi UUD 1945. Isi Pendidikan: (1) Mempertinggi mental-moral-budi pekerti dan memperkuat keyakinan beragama; (2) Mempertinggi kecerdasan dan ketrampilan; dan (3) Membina perkembangan physic yang kuat dan sehat. Jelas bahwa perumusan Keputusan Sidang Umum IV MPRS Nomor XXVII/MPRS/1966 di atas mengenai Dasar, Tujuan dan Isi pendidikan di Indonesia harus mencakup sesuai dengan tingkatan dan bidangnya dalam pendidikan di SMA menjadi sumber pokok dalam menyusun dasar, tujuan dan isi pendidikan di SMA dan merupakan kelompok-kelompok mata pelajaran yang
97
mengisi pendidikan di SMA sesuai dengan perumusan Sidang Umum IV MPRS tersebut diatas; dan konsep rencana pelajaran hasil Semarang telah memenuhi syarat. Hal-hal lain yang diambilkan dari perumusan tentang Isi pendidikan tersebut di atas ialah sebagai berikut: - mempertinggi kecerdasan dan keterampilan. Diktum ini harus tergambar dalam didaktik dan metodik dan dalam perincian kurikulum sebagai berikut: I. Dalam didaktik/metodik harus dirumuskan adanya keseimbangan yang paling menguntungkan anak didik aantara teori dan praktek mata pelajaran, antara ilmu pengetahuan dan segi “appliednya”. Jadi harus “experience-centered” dengan menggunakan “problem solving method” untuk membangkitkan, minat, daya kreasi dan aktivitas anak didik. Takusah di jelaskan, bahwa hal ini menyangkut pertama-tama si pendidik sendiri, yang akan menjadi pelaksana utamanya. II. Dalam perincian kurikulum harus ada wadah untuk membina “ketrampilan” itu; Wadahnya ialah: KARYA – PELAJARAN, juga dalam hal ini SEMARANG telah memenuhi syarat. Maka perumusan mengenai pendidikan di SMA menjadi sebagai berikut: Dasar Pendidikan: --- Falsafah Negara Pancasila. Tujuan Pendidikan: (1) membentuk manusia Pancasila sejati berdasrkan ketentuan seperti dikehendaki oleh pembukaan dan isi UUD 1945; (2) mempersiapkan anak didik untuk memasuki perguruan tinggi dengan jalan mematangkan mental. Intelegensinya yang dilengkapi dengan dasar-dasar umum kecakapan, kejujuran dan pembinaan perkembangan pisik yang kuat dan sehat; dan (3) memberikan dasar-dasar keahlian umum kepada anak didik, sesuai dengan bakat dan minat masing-masing,
dalam
pelbagai
lapangan,
sehingga
tamatannya
dapat
mengembang dirinya pada lembaga-lembaga pendidikan lainnya dan lembagalembaga masyarakat, yang memerlukan SMA sebagai dasarnya.
98
Isi Pendidikan terdiri atas suatu kurikulum, yang dikelompokkan dan terdiri atas jenis kelompok sebagai berikut: a. Kelompok mata pelajaran yang menitik beratan pada pembinaan-pembinaan mental-mental
budi
pekerti
Pancasila
dan
memperkuat
keyakinan
beragama……. Kelompok pembinaan jiwa Pancasila. b. Kelompok mata pelajaran yangmenitik beratkan pada penguasaan dasar-dasar ilmu pengetahuan beserta segi kegiatan mata pelajarannya masing-masing ……. Kelompok pembinaan pengetahuan dasar c. Olahraga ……… dimasukkan keliompok jiwa Pancasila. d. Pendidikan kesejahteraan keluarga da prakarya pilihan ……. Dimasukan kedalam kelompok pembinaan kecakapan khusus. Metodik/Didaktik pendidikan: Penjelasan pendahuluan: Untuk dapat menjalani tujuan pendidikan (membentuk manusia Pancasila sejati dan sebagainya) perlu keseimbangan pada anak didik antara segi mental moral, segi penguasaan ilmu pengetahuan dengan mental intelegensi, segi pemanfaatan apa yang diketahui itu dengan daya kreatif dan aktivitasnya dan kesehatan fisik serta daya penyesuaian sosialnya. Tanpa adanya keseimbangan dan keserasian antara kelima unsur itu, maka tujuan pendidikan belum dapat tercapai.Jalannya metodik/didktik disini bertujuan mencapai sasaran itu secara menyeluruh. 1. Unsur pembentukan mental moral Pancasila harus dimanfaatkan secara maksimal dala mengajarkan dalam setiap mata pelajaran. 2. Setiap mata pelajaran harus diberikan, yang akhirnya sampai pada pengertian melalui pembangkita minat secara maksimal, dalam ko-relasi dengan mata pelajaran. 3. Setiap mata pelajaran diberikan secara “experience-centered”, sehingga melalui pengalaman dibangkitkan minat untuk mempraktekkan apa yang dikuasai.
99
4. Metode (problem solving) harus dilaksanakan dalam memberikan setiap mata pelajaran. 5. Melalui olahraga yang sistematis harus ditingkatkan daya kemampuan fisik; serta cara menyeluruh perlu di perhatikan segi hygiene pendidikan. 6. Dalam menjadikan pelajaran perlu diperhatika hubungannya dengan tanah air, dunia dan masyarakat sekelilingnya, agar anak didik dapat meningkatkan mentalnya untuk menyesuaikan diri dengan keadaan alam sosialnya, tetapi juga tidak terasing dengan perkembangan dewasa ini. Penjelasan tentang Karya Pelajaran: Sepanjang masa umat manusia secara berkelompok atau secara perseorangan senantiasa berusaha untuk meningkatkan taraf hidupnya dengan menambah pengetahuannya, menyempurnakan cara-cara pembutan alat-alatnya dan dipakai sehari-hari, mamperbaiki keaadaan dan bentuk rumahnya, pakaiannya dan menyempurnakan gizi makanannya. Bentuk ini akhirnya tumbuh menjadi cabangcabang dan ranting-ranting Ilmu Pengetahuan yang terpencil, terurai dan jelas bidang geraknya. Jadi pada hakekatnya setiap ilmu pengetahuan ditujukan untuk memajukan taraf hidup manusia, untuk dimanfaatkan terhadap kemajuan dan kebahagian umat manusia secara spirituil dan materiil. SMA sebagai suatu lembaga pendidikan yang diantaranya, membina ilmu pengetahuan, wajib menyadari hal diatas sedalam-dalamnya. Salah satu terhadap pendidikan di SMA dewasa ini ialah bahwa sifatnya masih terlalu intelektualistis dan teoritis. Menyadari akan kekurangan-kakurangan ini, dan menyadari pula hakekat tujuan setiap ilmu pengetahuan, maka salah satu jlan yang dapat di tempuh ialah secara konsekuen, wajar dan sejauh mungkin mengamalkan kerja bagi setiap mata pelajaran, yang diatur dalam kurikulum. Dengan sepenuhnya menyadari, bahwa fasilitas pendidikan di daerah-daerah dan di sekolah-sekolah itu tak sama dan pula mengahadapi berbagai kesulitan, namun
100
karya pelajaran harus dimulai secara sungguh-sungguh dengan tak melupakan kondisi-kondisi setempat. Dengan demikian, kecuali menyadari hal diatas, pada anak didik akan timbul distansi antara penguasaan suatu jenis ilmu pengetahuan dan segi aplikasinya, segi pemanfaatannya, untuk penghidupan praktis. Para pendidik harus benar-benar menyadari hal-hal ini, terlebih-lebih dewasa ini dimana yang diutamakan pendidikan tenaga kerja, jadi pendidikan kejuruan. Harus dicegah bersama suatu gejala sosial, di mana tamatan SMA akhirnya tak dapat melanjutkan ke perguruan tinggi, hanya menambah pengangguran belaka. Penjelasan tentang ko-relasi pelajaran: Dewasa ini makin di rasakan bahwa suatu ilmu pengetahuan tertentu dalam aplikasinya untuk abdikan kepada kebahagiaan umat manusia tak mungkin dapat berdiri sendiri jika ingin di capai sukses. Di perguruan tinggi setiap mata kuliah pokok di kuliahkan bersama dengan beberapa mata kuliah pembantunya jadi kalalu di nilai dari segi appliednya perlu di temukan suatu ko-relasi antara beberapa cabang ilmu pengetahuan, agar pemanfaatannya, lebih ditingkatkan. Ditingkat S.M.A pun mengajarkan ilmu hayat misalnya adakalanya menyinggung bagian-bagian dari kimia ataupun fisika, agar dapat diperoleh pengertian yang lebih dari bagian yang sedang diajarkan. Agar dicapai sistematik yang baik dan manfaatnya terhadap pendidikan makin meningkat, maka dalam memerinci kurikulum menurut mata pelajaran di sediakan untuk ko-relasi mata pelajaran. Hal ini supaya mendapat perhatian sepenuhnya dari pengajar mata pelajaran pokok dan pula dari pengajar mata pelajaran yang ada sangkut pautnya, pada para pelajar dengan demikian dapat ditanamkan pengertian adanya secara nyata hubungan dengan mata pelajaran (ilmu pengetahuan) yang satu dengan yang lain. Pentahapan pemberlakuan Rencana Pelajaran agar dapat dilaksanakan di tiap-tiap SMA diatur sebagai berikut:
101
a. Murid-murid SMA yang baru masuk tahun 1969 langsung menggunakan Rencana Pelajaran 1968. b. Murid-murid Kelas II tahun 1969, yang sekarang duduk di Kelas I tahun 1968, akan mempergunakan Rencana Pelajaran yang disempurnakan. c. Murid-murid Kelas III tahun 1969, yang sekarang duduk di Kelas II tahun 1968, akan tetap mempergunakan Rencana Pelajaran yang lama. d. Penggabubangan dari kelompok Sos – Bud menjadi satu, demikian juga dari kelompok Pas – Pal menjadi satu seperti yang sudah dilakukan oleh beberapa daerah dalam tahun 1968 ini diizinkan, karena masih tetap mempergunakan Rencana Pelajaran lama. e. Segala sesuatu yang mungkin timbul karena Instruksi ini akan ditampung dalam instruksi khusus. Rencana Pelajaran SMA 1968 yang telah disetujui adalah sebagaimana yang diuraikan dalam tabel berikut ini.
102
RENCANA PELAJARAN SMA 1968 KELAS
SATU
1. Pendidikan Agama 2. PKN 3. Bahasa Indonesia 4. Pendidikan Olah Raga JUMLAH
3 2 3 3 11
1. Sejarah 2. Geografi 3. Ilmu Pasti 4. Fisika 5. Kimia 6. Biologi 7. Ekonomi & Koperasi 8. Menggambar 9. Bahasa Inggris
3 2 5 4 3 2 2 2 3
JUMLAH 1. PKK 2. Prakarya Pilihan a. Bahasa b. Keterampilan JUMLAH
26 2 1 2 42
KELAS ILMU PASTI-PENGETAHUAN ALAM II III KELOMPOK PEMBINAAN JIWA PANCASILA 1. Pendidikan Agama 3 3 1. Pendidikan Agama 2. PKN 2 2 2. PKN 3. Bahasa Indonesia 3 3 3. Bahasa Indonesia 4. Pendidikan Olah Raga 3 3 4. Pendidikan Olah Raga JUMLAH 11 11 JUMLAH KELOMPOK PEMBINAAN PENGETAHUAN DASAR 1. Bahsa & Kesenian Indonesia/Mengarang 4 4 1. Aljabar dan Analit 2. Sejarah 3 3 2. Ilmu Ukur: Sudut 3. Geografi & Antropologi Budaya 3 3 3. Ilmu Ukur: Ruang 4. Ekonomi & Koperasi 3 3 4. Fisika 5. Menggambar 2 2 5. Mekanika 6. Bahasa Inggeris 4 4 6. Kimia 7. Ilmu Pengetahuan Alam 2 2 7. Biologi Sastra-Budaya Sosial 8. Geografi 8. Bahasa Kawi Ilmu Pasti 2 3 9. Menggambar 9. Sejarah Kebudayaan Pengetahuan Dagang 1 2 10. Bahasa Inggeris 10. Ilmu Pasti Tata Buku 2 2 JUMLAH 26 28 JUMLAH KELOMPOK PEMBINAAN KECAKAPAN KHUSUS 1. Pendidikan Kesejahteraan Keluarga (PKK) 2 2 1. PKK 2. Prakarya Pilihan 2. Prakarya Pilihan a. Bahasa 1 a. Bahasa b. Keterampilan 2 b. Keterampilan JUMLAH 42 42 JUMLAH SASTRA-SOSIAL-BUDAYA
KELAS II III 3 2 3 3 11
3 2 3 3 11
3 1 2 4 2 4 3 2 2 3
4 1 2 4 2 4 3 2 2 3
26
28
2
2
1 2 42
42
103
KURIKULUM 1975 PENGANTAR Sejak tahun 1968 masyarakat dan dunia pendidikan telah mengalami perubahanperubahan. Perubahan-perubahan itu terjadi karena telah dilakukan berbagai usaha pembaharuan
pendidikan.
Kegiatan-kegiatan
penilaian
pendidikan
secara
nasional, usaha-usaha pencetakan buku-buku pelajaran, kegiatan-kegiatan pembaharuan pendidikan melalui Proyek-proyek Perintis Sekolah Pembangunan, dan berbagai usaha lainnya telah mempengaruhi arah pembinaan pendidikan secara nasional. Di samping perubahan-perubahan yang terjadi sebagai akibat dari usaha-usaha pembaharuan pendidikan, masyarakatpun selalu berubah dalam tuntutannya terhadap dunia pindidikan. Arah dan tujuan pendidikan nasional yang digariskan dalam Garis-garis Besar Haluan Negara, yang ditetapkan pada tahun 1973, mencerminkan betapa masyarakat dan negara Indonesia telah secara jelas menggariskan harapannya kepada dunia pendidikan. Dunia dan masyarakat yang telah mengalami perubahan sejak tahun 1968 belum diperhitungkan pada saat kita menyusun kurikulum 1968. Oleh karena itu, Pemerintah, cq. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan pada buian Mei 1974, menyadari betapa kita harus meninjau dan mempengaruhi kurikulum yang sudah berjalan selama 6 tahun itu agar sesuai dengan perkembangan dan tuntutan baru masyarakat dan bangsa Indonesia Kebijaksanaan tersebut telah melahirkan serangkaian kegiatan, untuk meneliti dan mengembangkan kurikulum baru yang lebih sesuai dengan tuntutan baru. Hasil kegiatan-kegiatan tersebut, yang secara bersama telah dilakukan oleh Badan Penelitian dan Pengembangan Pendidikan dan Kebudayaan – Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah, telah diterima dan disetujui oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan untuk dibakukan sebagai kurikulum SMP dan SMA tahun 1975.
104
Sesuai dengan Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 008-D/U 11975 dan Nomor 008-E/U/1975 kurikulum tersebut secara bertahap akan mulai berlaku pada tahun pengajaran 1976. Kiranya perlu disadari oleh semua pemimpin sekolah dan guru bahwa maksud utama dari pada disusunnya kurikulum ini adalah untuk meningkatkan mutu pendidikan nasional.
KEPUTUSAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN NOMOR 008E/U/1975 TENTANG PEMBAKUAN KURIKULUM SEKOLAH MENENGAH TINGKAT ATAS DASAR PERTIMBANGAN: a. bahwa dalam rangka mencapai tujuan Pendidikan Nasional sebagaimana tercantum dalam Garis-garis Besar Haluan Negara secara efektif dan efisien, perlu dilakukan usaha pembaharuan pendidikan, baik untuk jangka pendek maupun jangka panjang; b. bahwa sampai pada saat ini masih terdapat berbagai susunan dan materi kurikulum untuk Sekolah Menengah Umum Tingkat Atas; c. bahwa dalam rangka melakanakan usaha pembaharuan pendidikan dan peningkatan mutu pendidikan pada Sekolah Menengah Umum Tingkat Atas berdasarkan hasil-hasil pembaharuan melalui PPSP dan kegiatan-kegiatan lainnya selama PELITA I dan sambil menunggu pemantapan hasil-hasil Proyek-proyek Perintis Sekolah Pembangunan, dipandang perlu untuk mengadakan usaha pembakuan Kurikulum Sekolah Menengah Umum Tingkat Atas. LANDASAN YURIDIS: a. Pasal II Aturan Peralihan Undang-undang Dasar 1945; b. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor IV/MPR/73;
105
c. Undang-undang Nomor 4 Tahun 1950 (Republik Indonesia Negara Bagian) jo. Nomor 12 Tahun 1954; d. Keputusan Presiden Republik Indonesia: 1) Nomor 9 Tahun 1973; 2) Nomor 6 / M Tahun 1974; 3) Nomor 44 Tahun 1974; 4) Nomor 45 Tahun 1974; e. Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan tanggal 13 Januari 1974 Nomor 041/O/1974. MEMPERHATIKAN: Hasil-hasil serangkaian lokakarya bersama antara Badan Penelitian dan Pengembangan Pendidikan dan Kebudayaan dengan Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah, dan Kantor-kantor Wilayah Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, yang terakhir diselenggarakan dalam bulan Agustus dan Nopember 1974. MENDENGAR: Saran-saran Direktur Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah, Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi, dan Ketua Badan Penelitian dan Pengembangan Pendidikan dan Kebudayaan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. MEMUTUSKAN: Dengan membatalkan semua ketentuan yang bertentangan dengan keputusan ini. MENETAPKAN: Pembakuan Kurikulum Sekolah Menengah Umum Tingkat Atas, yang selanjutnya disebut Kurikulum SMA-1975.sebagai berikut: Bab I: Umum Pasal 1
106
(l) Yang dimaksudkan dalam Keputusan ini dengan: a. Sekolah Menengah Umum tingkat Atas, untuk selanjutnya disingkat SMA, ialah lembaga Pendidikan sebagai lanjutan dari Sekolah Menengah Umum tingkat Pertama dan yang mempersiapkan siswanya untuk pendidikan yang lebih tinggi, serta juga mempunyai program pendidikan untuk siswa yang tidak akan melanjutkan studinya; b. Garis Besar Program Pengajaran, ialah ikhtisar daripada keseluruhan program pengajaran yang terdiri atas tujuan-tujuan kurikuler,tujuan-tujuan instruksionil dengan ruang lingkup bahan-bahan pengajaran yang diatur dan disusun secara berurutan menurut semester dan kelas yang bertujuan memberikan pedoman kepada para pengawas, kepala sekolah dan guruguru dalam rangka peningkatan kegiatan belajar-mengajar dalam kelas untuk mencapai tujuan pendidikan; c. Jam pelajaran, ialah satuan waktu pemberian pelajaran yang berlangsung selama 45 (empat puluh lima) menit; d. Semester, ialah satuan waktu pemberian pelajaran yang berlangsung selama 120 (seratus dua puluh) hari belajar efektif; e. Pendidikan Umum, ialah pendidikan yang bersifat umum, yang wajib diikuti oleh semua siswa dan mencakup Program Pendidikan Moral Pancasila yang berfungsi bagi pembinaan warga negara yang baik; f. Pendidikan Akademis, ialah pendidikan yang diberikan sebagai persiapan untuk melanjutkan studi; g. Pendidikan Ketrampilan, ialah pendidikan yang diberikan kepada siswa agar memiliki sesuatu kemampuan untuk bekerja, yang dapat digunakan bila tidak melanjutkan studinya. (2) Pendidikan di SMA berlangsung selama 3 (tiga) tahun. (3) Sekolah Menengah Atas menggunakan sistim kelas, sehingga terdapat kelas I, II dan III.
107
(4) Sekolah Menengah Atas menerapkan sistim semester sebagai satuan waktu dan satu tahun pelajaran terbagi menjadi dua semester. Bab II: Dasar Dan Tujuan Pendidikan Pasal 2 Sesuai dengan Garis-garis Besar Haluan Negara, dasar Pendidikan Nasional adalah Falsafah Negara Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945. Pasal 3 (1) Tujuan Pendidikan Nasional adalah membentuk manusia pembangunan yang ber-Pancasila dan membentuk manusia Indonesia yang sehat jasmani dan rokhaninya, memiliki pengetahuan dan ketrampilan, dapat mengembangkan kreativitas dan tanggung jawab, dapat menyuburkan sikap demokrasi dan penuh tenggang rasa, dapat mengembangkan kecerdasan yang tinggi dan disertai budi pekerti yang luhur, mencintai bangsanya dan mencintai sesama manusia sesuai dengan ketentuan yang termaktub dalam Undang-undang Dasar 1945. (2) Seluruh program pendidikan terutama program Pendidikan Umum dan bidang studi Ilmu Pengetahuan Sosial, harus berisikan Pendidikan Moral Pancasila dan Unsur-unsur yang cukup untuk meneruskan jiwa dan nilai-nilai 1945 kepada Generasi Muda. Bab III: Tujuan Umum Dan Tujuan Khusus Pendidikan Sekolah Menengah Atas Pasal 4 Tujuan Umum Pendidikan SMA adalah agar lulusan: a. Menjadi warga negara yang baik sebagai manusia yang utuh, sehat, kuat lahir dan batin, b. Menguasai hasil-hasil pendidikan umum yang merupakan kelanjutan dari pendidikan di Sekolah Menengah Umum tingkat Pertama
108
c. Memiliki bekal untuk melanjutkan studinya ke lembaga pendidikan yang lebih tinggi dengan menempuh: 1) program umum yang sama bagi semua siswa; 2) program pilihan bagi mereka yang mempersiapkan dirinya untuk studi di lembaga pendidikan yang lebih tinggi; d. Memiliki bekal untuk terjun ke masyarakat dengan mengambil ketrampilan untuk bekerja yang dapat dipilih oleh siswa sesuai dengan minatnya dan kebutuhan masyarakat. Pasal 5 Tujuan khusus pendidikan SMA adatah agar lulusan: a. Di bidang pengetahuan: l. Memiliki pengetahuan tentang agama dan atau kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa; 2. Memiliki pengetahuan tentang dasar-dasar kenegaraan dan pemerintahan sesuai dengan Undang-undang Dasar 1945; 3. Memiliki pengetahuan yang fungsionil tentang fakta dan kejadian penting yang aktuil, baik lokal, regional, nasional maupun internasional; 4. Menguasai pengetahuan dasar dalam bidang matematika, ilmu pengetahuan alam, ilmu pengetahuan sosial, dan bahasa (Khusus bahasa Indonesia dan bahasa Inggeris) serta menguasai pengetahuan yang cukup lanjut dalam satu atau beberapa dari bidang pengetahuan tersebut di atas; 5. Memiliki pengetahuan tentang berbagai jenis dan jenjang pekerjaan yang ada di masyarakat serta syarat-syaratnya; 6. Memiliki pengetahuan tentang berbagai unsur kebudayaan dan tradisi nasional; 7. Memiliki pengetahuan dasar tentang kependudukan, kesejahteraan keluarga dan kesehatan.
109
b. Di bidang Ketrampilan: 1. Menguasai cara belajar yang baik; 2. Memiliki ketrampilan memecahkan masalah dengan sistimatis; 3. Mampu membaca/memahami isi bacaan yang agak lanjut dalam bahasa Indonesia dan bacaan sederhana dalam bahasa Inggeris yang berguna baginya; 4. Memiliki ketrampilan mengadakan komunikasi sosial dengan orang lain, lisan maupun tulisan dan ketrampilan mengekspresi diri sendiri, lisan maupun tertulis; 5. Memiliki ketrampilan olah raga dan kebiasaan olah raga; 6. Memiliki ketrampilan sekurang-kurangnya dalam satu Cabang kesenian; 7. Memiliki ketrampilan dalam segi kesejahteraan keluarga dan segi kesehatan; 8. Memiliki ketrampilan dalam bidang administrasi dan kepemimpinan; 9. Menguasai sekurang-kurangnya satu jenis ketrampilan untuk bekerja sesuai dengan minat dan kebutuhan lingkungan. c. Di bidang Nilai dan Sikap: 1.
Menerima dan melaksanakan Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945;
2.
Menerima dan melalsanakan ajaran agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa yang dianutnya, serta menghormati ajaran agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa yang dianut orang lain;
3.
Mencintai sesama manusia, bangsa dan lingkungan sekitarnya;
4.
Memiliki sikap demokratis dan tenggang rasa;
5.
Memiliki rasa tanggung jawab dalam pekerjaan dan masyarakat;
6.
Dapat mengapresiasikan kebudayaan dan tradisi nasional;
7.
Percaya pada diri sendiri dan bersikap makarya;
8.
Memiliki minat dan sikap positip terhadap ilmu pengetahuan;
110
9.
Memiliki kesadaran akan disiplin dan patuh pada peraturan yang berlaku, bebas dan jujur;
10. Memiliki inisiatif, daya kreatif, sikap kritis, rasionil dan obyektif dalam memecahkan persoalan; 11. Memiliki sikap hemat dan produktip; 12. Memiliki minat dan sikap yang positip dan konstruktip terhadap olahraga dan hidup sehat; 13. Menghargai setiap jenis pekerjaan dan prestasi kerja di masyarakat tanpa memindang tinggi rendahnya nilai sosial/ekonomi masing-masing jenis pekerjaan tersebut dan berjiwa pengabdian kepada masyarakat; 14. Memiliki kesadaran menghargai waktu. Bab IV: Susunan Kurikulum Pasal 6 Kurikulum SMA tersusun atas program pendidikan, yang meliputi: a. Program Pendidikan Umum; b. Program Pendidikan Akademis; c. Program Pendidikan Ketrampilan. Pasal 7 (1) Program Pendidikan Umum wajib diikuti oleh semua siswa dan meliputi: a. Pendidikan Agama; b. Pendidikan Moral Pancasila; c. Pendidikan Olah Raga dan Kesehatan; d. Pendidikan Kesenian. (2) Program Pendidikan Akademis, yang meliputi: a. Pada semester pertama, mata-pelajaran:
111
1. Matematika; 2. Bahasa Indonesia; 3. Bahasa Inggeris; 4. IImu Pengetahuan Alam; 5. Ilmu Pengetahuan Sosial. b. Pada semester selanjutnya, mata pelajaran wajib yang diikuti oleh semua siswa, terdiri dari: 1. Matematika; 2. Bahasa Indonesia; 3. Bahasa Inggeris. c. Mata pelajaran mayor yang merupakan ciri dari setiap jurusan dan diikuti oleh siswa sesuai dengan jurusannya, terdiri dari: 1. Jurusan llmu pengetahuan Alam: 1.a. Fisika; 1.b. Kimia; 1.c. Biologi. 2. Jurusan llmu pengetahuan Sosial : 2.a. Tata buku/Ilmu pengetahuan Dagang dan Hitung Dagang; 2.b. Ekonomi/Koperasi; 2.c. Sejarah; 2.d. Geografi. 3. Jurusan Bahasa : 3.a. Bahasa Asing: 3.b. Sejarah; 3.c. Geografi/Antropologi;
112
3.d. Bahasa Daerah. d. Mata pelajaran minor, yang merupakan mata pelajaran pelengkap dalam jurusan yang dipilih, terdiri dari 3 (tiga) mata pelajaran dan setiap siswa diwajibkan memilih salah satu di antaranya, yakni: l. Jurusan llmu Pengetahuan Alam: l.a. Menggambar; l.b. Ilmu Bumi/Antariksa; l.c. Bahasa Asing. 2. Jurusan Ilmu Pengetahuan Sosial: 2.a. Menggambar; 2.b. Iimu Pengetahuan Alam; 2.c. Bahasa Asing. 3. Jurusan Bahasa: 3.a. Menggambar, 3.b. Ilmu Pengetahuan Sosial; 3.c. Ekonomi/Koperasi. (3) Program Pendidikan Ketrampilan, terdiri atas: a. Program Pendidikan Ketrampilan wajib, yang bersifat pemberian bekal untuk dapat bekerja disusun dalam bentuk. paket yang merupakan kebulatan kesatuan program paling sedikit untuk 1 (satu) semester dan disesuaikan dengan kemampuan sekolah dan kebutuhan daerah, meliputi bidang-bidang : l. Agraria; 2. Teknik; 3. Maritim;
113
4. Jasa; 5. Kerajinan. Dengan ketentuan bahwa bidang pelajaran ketrampilan wajib makin banyak diberikan kepada mereka yang akan terjun ke masyarakat. b. Program
Pendidikan
Ketrampilan
penunjang
teori,
untuk
llmu
Pengetahuan Alam, terdiri dari: l. Praktikum Fisika; 2. Bumi Antariksa; 3. Bahasa Asing. dengan ketentuan bahwa mata pelajaran ketrampilan penunjang teori makin banyak diberikan kepada mereka yang akan melanjutkan studi. (4) Bidang Pelajaran Kependudukan diintegrasikan dalam bidang studi yang relevan. Pasal 8 (1) Jam pelajaran dalam setiap minggu selama 4 (empat) semester pertama berjumlah 37 (tiga puluh tujuh) dan pada semester 5 (lima) dan 5 (enam) berjumlah 36 (tiga puluh enam). (2) Alokasi waktu untuk setiap mata pelajaran adalah sebagaimana yang tercantum dalam tabel berikut ini:
114
TABEL ALOKASI WAKTU KURIKULUM 1975
PROGRA M
BIDANG STUDI
Pendidikan Umum
Pend. Agama PMP
Pendidikan Akademis
Pendidikan Keterampil an
Orkes Pend. Kesenian Matemati ka B. Indonesia
MA SA OR IEN TA SI
JURUSAN
IPA II
IPS III
I
II
BAHASA
KELAS
I
III
I
II
III
SEMESTER
2 3 4 5 6 2 3 4 5 6 2 3 4 5 6
2
2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2
2
2 2 2 - -
2
2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2
2
2 2 2 - -
6 5
B. Inggris
4
IPA
7
IPS
7
Waji b
Matemati ka B. Indonesia B. Inggris IPA Fisika
2 2 2 - -
2 2 2 - -
2 2 2 - -
2 2 2 - -
6 6 5 5 5 3 3 3 3 2 2 2 2 - 4 3 3 3 3 3 3 3 4 4 6 6 6 7 7 4 3 3 3 3 4 3 3 3 3 5 6 6 7 7 IPS TB / HD
Bahasa B. Asing
2 3 3 4 4 4 4 4 6 6 2 2 2 4 4
May or
Kimia
Eko/Kop
Sejarah
2 3 3 4 4 2 4 4 4 4 - - -
Biologi
Sejarah
Geografi
2 2 3 4 4 4 3 3 - - - -
Min or (Pili han)
Geografi Menggam bar
B. Daerah
Mengga mbar Bumi Antariksa B. Asing
IPA
IPS
B. Asing
Eko/Kop
-
Pilihan Pra Vokasional
-
Pilihan Penunjang
- -
- -
-
5 5
3 2 3 - -
3 3 2 2 2 - -
Menggambar
37
Jam / Minggu
9
Jumlah Mata Pelajaran
2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2
4 4 4 - -
4 4 4 - -
4 4 4 - -
3 3 3 7 7 3 3 3 7 7 3 3 3 7 7 3 7 1 3
3 7 1 3
3 7 1 3
3 6 1 0
3 6 1 0
3 7 1 3
3 7 1 3
3 7 1 3
3 6 1 0
3 6 1 0
3 7 1 3
3 7 1 3
115
3 3 3 7 6 6 1 8 8 3
Bab V: Susunan Program Pengajaran Dan Metode Penyampaian Pasal 9 (1) Garis Besar Program Pengajaran disusun menurut bidang studi, yang meliputi: a. Agama: l) Islam; 2) Kristen / Protestan; 3) Katolik; 4) Hindu; 5) Budha; b. Pendidikan Moral Pancasila : c. Ilmu Pengetahuan Sosial. d. Olahraga dan Kesehatan. e. Kesenian: 1) Seni Rupa; 2) Seni Musik; 3) Seni Drama; 4) Seni Tari. f. Matematika g. Bahasa l) Bahasa Indonesia; 2) Bahasa Daerah; 3) Bahasa Inggeris, dan Bahasa Asing lainnya; h. Ilmu Pengetahuan Alam; i. Ketrampilan Khusus;
116
1) Pendidikan Kesejahteraan Keluarga; 2) Jasa; 3) Agraria; 4) Maritim; 5) lndustri; 6) Kerajinan. (2) Isi dari pada Garis Besar Program Pengajaran adalah sebagaimana tersebut dalam lampiran Keputusan ini. Pasal l0 Dalam metode penyampaian di SMA digunakan pendekatan berdasarkan Prosedur Pengembangan Sistem Instruksionil (PPSI) yang dikembangkan melalui Model Satuan Pelajaran. Bab VI: Lain-Lain/Penutup Pasal 11 Kurikulum SMA - 1975 sebagaimana tersebut dalam Keputusan ini mulai berlaku dan dilaksanakan.pada tahun ajaran 1976, dengan ketentuan sebagai berikut: a. mulai tahun ajaran 1976 dilaksanakan di kelas I; b. tahun ajaran 1977 dilaksanakan di kelas I dan II; c. tahun ajaran 1978 berlaku sepenuhnya dari kelas I sampai dengan kelas III. Tahap pelaksanaan tersebut dilakukan secara nasional, dengan memberikan kemungkinan bahwa SMA yang menurut penilaian Kepala Perwakilan Departemen
Pendidikan
dan
Kebudayaan
setempat
secara
teknis
dan
administrative sudah mampu, dapat melaksanakan Kurikulum SMA – 1975 mulai tahun ajaran 1975.
117
Pasal 12 Kurikulum SMA–1975 tersebut dalam Keputusan ini mulai berlaku dan dilaksanakan pula untuk Sekolah Menengah Pembangunan Persiapan pada tahun ajaran 1975, dengan ketentuan bahwa pentahapan pelaksanaan sebagaimana tersebut pada pasal 11 secara mutatis-mutandis berlaku bagi sekolah Menengah Pembangunan Persiapan. Pasal 13 Hal-hal yang belum diatur dalam Keputusan ini akan diatur lebih lanjut dalam ketentuan tersendiri. Pasal 14 Keputusan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan. SURAT KEPUTUSAN INI DITETAPKAN DI JAKARTA PADA TANGGAL 17 JANUARI 1975 OLEH MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN: SYARIF THAJEB.
PENJELASAN UMUM KURIKULUM SMA 1975 LATAR BELAKANG Setelah Kurikulum 1968/1969 berjalan selama kurang lebih enam tahun dirasakan bahwa kurikulum tersebut perlu ditinjau kembali agar lebih sesuai dengan tuntutan perkembangan dan perubahan jaman dan masyarakat. Kesadaran tentang perlunya memperbaharui kurikulum ini dinyatakan untuk pertama kalinya oleh Bapak Menteri Pendidikan dan Kebudayaan pada kesempatan Lokakarya Perestuan (Sanctioning) Garis-garis Besar Program Pengajaran untuk kurikulum PPSP pada tanggal 14 Februari 1974. Sejak tahun 1969 memang telah banyak perubahan yang terjadi sebagai akibat dari lajunya program pembangunan nasional. Program-program, kebijaksanaan dan fenomena yang telah mempengaruhi dan melahirkan perubahan-perubahan tersebut antara lain:
118
a. Kegiatan pembaharuan pendidikan selama PELITA I yang dimulai pada tahun 1969 telah melahirkan dan menghasilkan gagasan-gagasan baru yang sudah mulai memasuki pelaksanaan sistem pendidikan nasional, b. Kebijaksanaan pemerintah di bidang pendidikan nasional yang digariskan di dalam Garis-garis Besar Haluan Negara menurut implementasinya, c. Hasil analisa dan penilaian pendidikan nasional telah mendorong Departemen Pendidikan dan Kebudayaan untuk meninjau kebijaksanaan pelaksanaan pendidikan nasional, d. Inovasi di dalam sistem belajar-mengajar yang dirasakan dan dinilai lebih efisien dan efektif telah memasuki dunia pendidikan Indonesia, e. Keluhan-keluhan Masyarakat tentang mutu lulusan pendidikan mendorong petugas-petugas pendidikan untuk meninjau system yang kini sedang berlaku. Kesemuanya ini merupakan faktor-faktor yang melatar-belakangi perlunya dilakukan peninjauan kurikulum SMP/SMA agar lebih sesuai dengan tuntutan perubahan dan lebih efisien dan efektif di dalam menunjang tercapainya tujuan pendidikan. Kenyataan-kenyataan, kebijaksanaan baru, dan inovasi baru di bidang pendidikan yang secara garis besar kami utarakan di atas belum diperhitungkan pada saat kita menyusun kurikulum 1968/1969. Karena itu tema penyusunan kurikulum 1975 adalah untuk menyelaraskan kurikulum SMP/SMA dengan kebijaksanaan baru di bidang pendidikan nasional, dan inovasi di bidang sistem belajar-mengajar dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan nasional, sesuai dengan tuntutan masyarakat yang sedang membangun. Untuk jelasnya kiranya perlu kami sebutkan di sini beberapa dokumen yang memuat kebijaksanaan Pemerintah di bidang pendidikan yang lahir sesudah tahun 1959: 1. Ketetapan MPR-RI Nomor IV/MPR/I973 tentang Garis-garis Besar Haluan Negara,
119
2. Keputusan Presiden Nomor 17/1974 tentang Rencana Pembangunan Lima Tahun II Bab 22 “Pendidikan dan Pembangunan Generasi Muda” 3. Pidato tertulis Menteri Pendidikan dan Kebudayaan menyambut Hari Pendidikan Nasional 2 Mei 1974, 4. Pidato-pidato Pengarahan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan: 4.1. Pada Lokakarya Perestuan Garis-garis Besar Program Pengajaran pada PPSP di Cisarua (Lokawiratama), tanggal l4 Pebruari 1974, 4.2. Pidato Pengarahan tertulis Menteri Pendidikan dan Kebudayaan pada Rapat Koordinasi PPSP di Bandungan, Semarang tanggal 27 luli 1974, 5. Penjelasan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan pada Sidang Komisi IX DPR. Beberapa hasil pembaharuan pendidikan yang ikut diperhitungkan di dalam pembakuan kurikulum SD antara lain adalah: 1. Hasil-hasil Proyek Penulisan Buku-buku Pelajaran, 2. Inovasi di bidang metoda belajar-mengajar, terutama PPSI (Prosedur Pengembangan Sistem Instruksionil), 3. Konsep Sekolah Pembangunan tentang integrasi pendidikan umum dan pendidikan kejuruan. Di dalam melaksanakan program pembakuan kurikulum Departemen Pendidikan dan Kebudayaan telah membentuk team yang terdiri dari unsur-unsur Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah dan Badan Penelitian dan Pengembangan pendidikan dan Kebudayaan (khususnya Direktorat Pendidikan Menengah Umum dan Pusat Pengembangan Kurikulum dan Sarana Pendidikan) sebagai Panitia Pengarah dengan beranggotakan para ahli bidang-bidang pelajaran yang meliputi unsur-unsur Kepala Kantor Urusan Pembinaan SMP/SMA, para guru SMP/SMA yang terpilih dan para ahli dari lingkungan Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan, serta tenaga ahli dari Departemen Agama, Direktorat Jenderal Pendidikan Luar Sekolah dan Olahraga, dan Direktorat Jenderal Kebudayaan.
120
Untuk menjamin konsistensi antara hasil yang dikerjakan oleh team, dengan para pemegang pimpinan dalam lingkungan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Panitia Pengarah telah menempuh proses kerja yang mengenal tahap pengembangan dan tahap perestuan. Pada tahap perestuan (sanctioning) hasil kerja team diajukan kepada sidang Lokakarya yang diikuti oleh pada Kepala Perwakilan para Rektor Universitas dan Institut, pada Direktur dari lingkungan Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah dan Badan penelitian dan Pengembangan Pendidikan dan Kebudayaan. Hasil terakhir konsep kerangka tujuan, struktur dan materi kurikulum diajukan kepada Menteri melalui pimpinan teras (Sekretaris Jenderal, para Direktur Jenderal, dan Ketua Badan Penelitian dan Pengembangan Pendidikan dan Kebudayaan) setelah diolah bersama oleh para Kepala Perwakilan dan Direktur. Kini kurikulum tersebut telah disetujui oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan untuk secara nasional dilaksanakan secara bertahap mulai tahun pengajaran 1976, dengan catatan bahwa bagi sekolah-sekolah yang menurut penilaian Kepala Perwakilan telah mampu, diperkenankan melaksanakannya mulai tahun 1975. Kurikulum SMA tahun 1975 ini berlaku bagi SMA dan Sekolah Menengah Pembangunan Persiapan (SMPP). Sedangkan Kurikulum SMP 1975 adalah kurikulum dari pada SLTP yang disempurnakan. Istilah SMP yang disempurnakan ini lahir dari gagasan untuk mengintegrasikan Sekolah-sekolah Lanjutan Kejuruan tingkat Pertama, secara berangsur-angsur dengan SMP dan menjadi Sekolah Menengah Umum yang berorientasi Kejuruan. Proses lanjutan kejuruan tingkat pertama menjadi SMP yang disempurnakan itu diatur dalam sebuah Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 08-f/U/1975. Agar kurikulum yang ditetapkan oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan tersebut dapat dipahami dan dilaksanakan oleh para pelaksana seperti maksud dari rencana kurikulum tersebut, maka disusunlah Penjelasan ini. Di samping Penjelasan Umum ini akan ditulis juga penjelasan-penjelasan khusus setiap bidang studi yang secara terperinci akan menjelaskan hal-hal berikut:
121
l. Prinsip-prinsip dasar dan fungsi sesuatu bidang studi, 2. Ruang lingkup dan tata urutan bahan pengajaran, 3. Pendekatan, 4. Metoda penyampaian, 5. Perlengkapan pengajaran, 6. Penilaian, dan 7. Alokasi waktu. Penjelasan Umum ini dimaksudkan untuk mengkomunikasikan kepada para pelaksana (guru dan tenaga-tenaga administrasi dan supervisi pendidikan) beberapa pengertian yang menyangkut: l. Prinsip-prinsip yang melandasi kurikulum 1975, 2. Sistematik kurikulum 1975, 3. Struktur program kurikulum 1975, 4. Garis-garis Besar Program Pengajaran kurikulum 1975, 5. Sistem penyajian yang akan digunakan dalam kurikulum 1975, dan 6. Sistem evaluasi yang akan digunakan dalam kurikulum 1975. PRINSIP-PRINSIP YANG MELANDASI KURIKULUM 1975 Dalam menyusun dan membakukan kurikulum ini digunakanlah beberapa prinsip yang memungkinkan sistem pendidikan pada SMA benar-benar lebih efisien dan efektif. 1. Prinsip Fleksibilitas Program. Penyelenggaraan pendidikan ketrampilan di SMP/SMA harus mengingat faktor-faktor: ekosistem dan kemampuan untuk menyediakan fasilitas bagi berlangsungnya program ketrampilan Kalau setiap sekolah harus melaksanakan program-program yang sama, akibatnya kejenuhan bisa terjadi. Dan bila setiap sekolah harus menyelenggarakan
122
sesuatu program ketrampilan bisa terjadi bahwa program ketrampilan yang dikembangkan ternyata tidak ditunjang oleh fasilitas yang memadai. Karena itu dalam hal ketrampilan, kurikulum SMA menganut prinsip fleksibilitas diukur dari ekosistem, kemampuan pemerintah dan masyarakat serta orang tua di dalam menyediakan fasilitas yang memadai. 2. Prinsip Efisiensi dan Efektivitas. Waktu sekolah adalah sebagian kecil dari waktu kehidupan siswa yang berlangsung selama 24 jam. Dari dua puluh empat jam tersebut hanya sekitar enam jam mereka ada di sekoiah. Karena itu kalau waktu yang sangat terbatas ini digunakan bagi kegiatan-kegiatan yang sebenarnya dapat dilakukan para siswa di luar lingkungan, hubungan siswa,guru dari fasilitas pendidikan, maka berarti akan terjadi pemborosan yang merupakan gejala inefisiensi. Sering kita melihat bahwa waktu dua jam pelajaran digunakan mencatat pelajaran yang mungkin dapat dilakukan oleh murid di luar jam sekolah atau memperbanyak bahan tersebut, taiau di toko buku bahan yang diperlukan tidak ada. Cara pemanfaatan waktu seperti kami kemukakan di atas adalah bentuk inefisiensi penggunaan waktu. Efisiensi tidak hanya menyangkut penggunaan waktu secara tepat melainkan juga menyangkut masalah pendayagunaan tenaga secara optimal. Kami beranggapan bahwa tenaga manusia tidak dimanfaatkan secara optimal kalau dia harus belajar dan bekerja tanpa dan perhatian yang penuh. Murid-murid adalah manusia-manusia yang mengenal kelelahan dan batas perhatian. Kalau kita memaksakan murid-murid untuk belajar di luar perhatian dan kemampuan tenaganya akan berakibatkan penghamburan tenaga dan waktu. Karena itu di dalam menetapkan jumlah jam dan lamanya setiap pelajaran yang diberikan harus diukur dari sudut tingkat kemampuan, tenaga, luas dan lama perhatian yang dapat diharapkan dari seorang siswa. Melupakan kedua prinsip efisiensi tersebut akan mengakibatkan hasil belajar anak-anak kurang memuaskan. Atau dengan kata lain proses belajar yang dilakukan siswa tidak berjalan secara efektip.
123
Atas dasar prinsip efisiensi dan efektivitas inilah kurikulum 1975 memilih jumlah jam pelajaran selama seminggu 36 jam dan bukan 42 jam, karena pertimbangan bahwa para siswa dapat dituntut untuk bekerja lebih keras pada setiap jam yang teredia dengan tetap memberikan kesempatan untuk melakukan kegiatan-kegiatan yang lebih santai pada saat-saat tertentu. Oleh karena itu kegiatan-kegiatan belajar yang sifatnya wajib dan akademis ditekankan pada hari Senin sampai dengan Jum'at sedangkan kegiatan-kegiatan pada hari Sabtu sifatnya pilihan wajib, ekspresif dan rekreatif. Atas dasar prinsip ini juga disarankan agar setiap pelajaran hendaknya tidak diberikan dalam 1 jam pelajaran saja untuk satu minggu melainkan antara 2 jam dan sebanyak-banyaknya 3 jam pada setiap pertemuan. Sistem semester masih tetap digunakan tetapi dengan suatu pengertian yang akan menuntut guru untuk secara sistematis dan berencana menyusun kegiatan-kegiatan belajarmengajar dalam satuan-satuan semester secara bulat. Bentuk usaha yang dilaksanakan adalah agar waktu yang tersedia dapat dimanfaatkan secara optimal oleh murid dan guru bagi kegiatan-kegiatan belajar-mengajar yang efisien dan efektip. Prinsip ini juga akan mempengaruhi penyusunan jadwal pelajaran setiap minggunya. 3. Prinsip Berorientasi Pada Tujuan. Seperti telah kami singgung di atas, waktu para siswa berada dalam lingkungan sekolah hanyalah sekitar seperempat dari pada waktu yang dimiliki siswa selama 24 jam, Ini berarti bahwa proses perkembangan siswa kea rah kedewasaannya tidak dapat sepenuhnya digunakan kepada sekolah semata-mata. Namun demikian kami menyadari bahwa sekolah adalah tempat yang paling strategis untuk pembinaan nilai dan sikap, ketrampilan dan kecerdasan yang berguna bagi masyarakat, negara dan bangsa. Atas dasar pertimbangan di atas waktu yang terbatas harus benar-benar dimanfaatkan bagi pembinaan murid untuk hal-hal tersebut di atas, terutama untuk kegiatan-kegiatan belajar-mengajar yang tidak mungkin dilakukan dan diperoleh di luar sekolah. Dalam konteks yang demikian kami melihat
124
kenyataan bahan-bahan pelajaran makin tahun makin bertambah sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan perubahan masyarakat, Karena itu memilih
kegiatan-kegiatan
dan
pengalaman-pengalaman
belajar
yang
fungsionil dan efektip memerlukan kriteria. Untuk itulah kami menggunakan suatu prinsip kerja atau pendekatan dengan berorientasi pada tujuan. Ini berarti bahwa sebelum menentukan jam dan bahan pelajaran terlebih dahulu akan ditetapkan tujuan-tujuan yang harus dicapai oleh para siswa dengan jalan mempelajari sesuatu bidang pelaiaran (studi) Proses identifikasi dan perumusan tujuan ini berlangsung dari tingkatan yang paling umum, seperti dalam Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, dalam bentuk tujuan-tujuan institutionil, sampai pada tujuan-tujuan instruksionil khusus yang akan memberi arah kepada pemilihan bahan dan kegiatan belajar untuk setiap satuan pelajaran yang terkecil. Dengan prinsip ini dimaksudkan agar setiap jam dan kegiatan pelajaran yang dilakukan oleh siswa dan guru benar-benar terarah pada tercapainya tujuantujuan pendidikan. 4. Prinsip Kontinuitas. Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN) menyatakan bahwa pendidikan adalah proses yang berlangsung seumur hidup. Sekolah Dasar dan Sekolah Menengah (Pertama dan Atas) adalah sekolah-sekolah umum yang masing-masing fungsinya dinyatakan dalam tujuan-tujuan institusionil. Namun demikian satu dengan yang lain berhubungan secara hirarkis. Karena itu dalam menyusun, kurikulum ketiga sekolah tersebut selalu diingat hubungan hirarkis yang fungsionil. Pendidikan Dasar disusun agar lulusannya, di samping siap untuk berkembang menjadi anggota masyarakat juga siap untuk mengikuti Pendidikan Menengah tingkat Pertama, demikian juga dengan Sekolah Menengah tingkat Pertama di samping memiliki bekal ketrampilan untuk memasuki masyarakat kerja, juga harus siap memasuki pendidikan yang lebih tinggi. Hubungan fungsionil hirarkis ini harus diingat dalam menyusun program-program pengajaran dari ketiga sekolah tersebut. Kalau tidak dapat terjadi pengurangan yang
125
membosankan atau pemberian pelajaran yang sukar ditangkap dan dikunyah oleh para siswa karerra mereka tidak memiliki dasar yang kokoh. Bagi suatu bidang pelajaran yang menganut pendekatan spiral, seperti pelajaran sejarah atau kewargaan negara, perluasan dan pendalaman sesuatu pokok bahasan dari tingkat pendidikan satu ke tingkat berikutnya harus disusun secara berencana dan sistimatis. Garis-garis Besar Program Pengajaran yang disusun setiap bidang studi dikerjakan secara integral dengan maksud agar jelas perbedaan antara pokok bahasan, yang kelihatannya sama, yang diberikan di SD dengan di SMP. Para pelaksana (terutama guru) diharapkan untuk memahami hubungan yang fungsionil hirarkis antara pelajaran yang di SD dengan SMP, antara satu semester dengan semester berikutnya, dan bahkan antara satuan pelajaran satu bulan dengan bulan berikutnya. Pelaksanaan prinsip ini mengharuskan kita untuk memahami hubungan secara hirarkis antara satuan-satuan pelajaran. 5. Prinsip Pendidikan Seumur Hidup. Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN) menganut pendidikan prinsip pendidikan seumur hidup. Ini berarti bahwa setiap manusia Indonesia diharapkan untuk selalu berkembang sepanjang hidupnya dan di lain pihak masyarakat dan pemerintah diharapkan dapat menciptakan situasi yang menantang untuk belajar. Prinsip ini mengandung makna, bahwa masa sekolah bukan satu-satunya masa bagi setiap orang untuk belajar, melainkan hanya sebagian dari waktu belajar yang akan berlangsung sepanjang hidup. Namun demikian kita menyadari lahwa sekolah adalah tempat dan saat yang sangat strategis bagi pemerintah dan masyarakat untuk membina generasi muda dalam menghadapi masa depannya. Bagi pemudapun usia sekolah adalah usia yang khusus diperuntukkan bagi kegiatan belajar. Dengan berprinsip kepada pendirian ini tugas sekolah tidak hanya membina pengetahuan dan kecakapan yang berguna untuk dimanfaatkan secara langsung
126
setelah mereka lulus, melainkan juga menyiapkan sikap dan nilai serta kemampuan untuk belajar terus bagi perkembangan pribadinya. Masyarakat belajar yang dicita-citakan akan terjadi bila generasi pengisi masyarakat tersebut bergairah untuk belajar dan masyarakatnya menantang para warganya untuk belajar. SISTEMATIK KURIKULUM 1975 Yang dimaksud dengan kurikulum SMA 1975 oleh Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan adalah serangkaian ketentuan dan pedoman yang meliputi unsur-unsur berikut: 1) Tujuan-tujuan Institusionil SMA, 2) Struktur Program Kurikulum, 3) Garis-garis Besar Program Pengajaran, 4) Sistem
Penyajian
yang
Menggunakan
Pendekatan
PPSI
(Prosedur
Pengembangan Sistem Instruksionil), 5) Sistem Penilaian, 6) Sistem Bimbingan dan Penyuluhan, dan 7) Supervisi dan Administrasi. Dengan demikian jelaslah kiranya bahwa seseorang belum dapat disebut memahami
kurikulum
1975
apabila
baru
mempelajari
tujuan-tujuan
institusionilnya saja atau Garis-garis Besar Program Pengajaran, melainkan harus kesemuanya unsur tersebut. Karena kesemuanya unsur tersebut akan memberikan warna pada kurikulum 1975 sebagai sistem pengajaran. Berikut ini akan kami jelaskan kedudukan masing-masing unsur tersebut di atas sebagai bagian integral dari pada sistematik kurikulum 1975. Tujuan-tujuan Institusionil: Di dalam Keputusan-keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan tentang Kurikulum SMP/SMA tahun 1975 telah digariskan Tujuan Umum dan Tujuan
127
Khusus dari pada pendidikan di SMP/SMA. Tujuan-tujuan tersebut pada pasal 4 adalah tujuan pendidikan yang secara melembaga harus dicapai oleh program pendidikan pada masing-masing sekolah. Karena itu tujuan-tujuan pendidikan pada tarap ini disebut tujuan institusionil. Sebagai satu kesatuan sistem, segala kegiatan belajar baik yang sifatnya akademis, ketrampilan, maupun pembinaan moral Pancasila telah disusun dan direncanakan untuk mencapai tujuan-tujuan seperti termaksud dalam rumusan tujuan institusionil. Karena itu setiap guru dan pelaksana pendidikan untuk setiap tingkatan pendidikan, harus memahami dan mendalami makna dari tujuan-tujuan tersebut. Tujuan-tujuan itu sendiri pada hakekatnya adalah penjabaran dari pada tujuantujuan pendidikan nasional yang telah digariskan di dalam Garis-garis Besar Haluan Negara. Tanpa pemahaman yang mendalam akan makna tujuan-tujuan pada tingkatan ini akan memungkinkan terjadinya suatu ketidak serasian antara kegiatan-kegiatan belajar-mengajar yang kita rencanakan dengan tujuan-tujuan yang harus dicapai. Penjabaran tujuan dan arah pendidikan nasional ke dalam tujuan-tujuan institusionil adalah bentuk usaha agar tujuan umum pendidikan nasional benarbenar menjadi pedoman di dalam menyusun program-program kegiatan belajarmengajar pada setiap lembaga pendidikan nasional. Tujuan-tujuin inititusionil tersebut di dalam Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan disusun dalam bentuk dua rumusan. Rumusan bersifat umum yang menggambarkan kualifikasi umum seorang lulusan setiap lembaga pendidikan. Rumusan umum ini disebut di dalam Keputusan tersebut sebagai tujuan umum. Tujuan umum ini kemudian dijabarkan menjadi tujuan-tujuan yang lebih khusus yang menggambarkan kualifikasi yang harus dimiliki oleh para lulusan dalam hal pengetahuan, ketrampilan dan sikapnya untuk berbagai bidang pelajaran. Dengan demikian akan mudahlah bagi kita untuk menyusun program-program pengajaran yang lebih khusus. Dengan itu pula kita akan mudah menyusun alat penilaian
128
untuk mengukur sampai berapa jauh rencana tentang kualifikasi lulusan sebuah sekolah telah tercapai. Di dalam tujuan-tujuan khusus ini secara umum digambarkan pengetahuan yang hendaknya dikuasai oleh murid dalam bidang kewargaanegara, kesehatan pengetahuan dan ketrampilan harus dikuasai dan sikapnya yang harus telah mempribadi. Sebelum mengakhiri penjelasan kami tentang tujuan insitusionil, kiranya perlu kami tegaskan di sini bahwa tujuan tersebut melukiskan ketrampilan, pengetahuan dan sikap yang hendaknya dimiliki dan dikuasai setelah menyelesaikan programprogram yang diselenggarakan pada sekolah tersebut. Dengan jelasnya tujuan-tujuan yang secara institusionil harus dikuasai itu, mudahlah kiranya bagi kita untuk memahami struktur program kurikulum yang akan dijelaskan pada bagian berikut ini. Struktur Program Kurikulum: Kerangka umum dari program-program pengajaran yang akan diberikan pada setiap sekolah dapat dipelajari pada Struktur Program, (Lihat pasal Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 008-d/U/l975). Pada bagian ini dapat dipelajari : 1) Jenis-jenis progam pengajaran yang akan diselenggarakan di SMP/SMA, 2) Perbandingan alokasi yang diberikan kepada masing-masing jenis program pengajaran jam pelajaran yang disediakan untuk setiap minggu. 3) Alokasi jam pelajaran untuk setiap bidang-studi dari tingkatan-tingkatan, 4) Jenis-jenis bidang studi yang.diselenggarakan. Dengan mempelajari ini guru pemegang mata pelajaran akan mengetahui: 1) Kedudukan mata pelajaran / bidang pelajaran (bidang studi) yang dipegangnya dalam program-program setiap jurusan, 2) Lamanya pelajaran tersebut diberikan,
129
3) Waktu yang disediakan untuk menyelenggarakan program pelajaran tersebut pada setiap minggu semester. Dengan pengetahuan ini setiap guru dapat secepatnya memperkirakan strategi yang harus disusun dalam penyelenggaraan program yang harus dilaksanakan. Garis-garis Besar Program Pengajaran: Bidang studi yang telah ditentukan jumlah jam yang disediakan untuk tiap minggu lamanya bidang tersebut diberikan, seperti tertulis pada struktur program, pada bagian ini secara terperinci dijelaskan : l) Tujuan yang harus dicapai setelah mgngikuti program pengajaran yang bersangkutan selama masa pendidikan di SMP/SMA dalam bentuk rumusan tujuan-tujuan kurikuler, 2) Tujuan-tujuan yang hendaknya dicapai dalam setiap satuan pelajaran (baik semester atau tahunan) dalam bentuk tujuan instruksionil umum. 3) Pokok-pokok bahasan yang harus dikembangkan untuk dijadikan bahan pelajaran bagi para siswa agar mencapai tujuan-tujuan pendidikan yang telah ditetapkan, 4) Urutan penyampaian bahan-bahan pelajaran tersebut dari tahun pelajaran satu ke tahun pelajaran berikutnya dan dari semester ke satu semester berikutnya. Di dalam mempelajari bagian ini harus diingat bahwa kedudukan tujuan-tujuan dan bahan-bahan adalah untuk mencapai tujuan jelas sasarannya (dalam bentuk rumusan tujuan instruksionil yang lebih khusus), perincian pokok-pokok bahasan, alat-alat pelajaran yang harus disediakan dan digunakan, cuta mengajar dan belajar yang harus ditempuh, lamanya pelajaran itu diadakan, alat evaluasi yang perlu disusun untuk mengukur tingkat pencapaian tujuan pada siswa. Proses pengembangan pokok bahasan yang diambil dari bagian Garis-garis Besar Program Pengajaran ini akan dilakukan dengan menggunakan teknik dan pendekatan Sistem Instruksionil yang kemudian dikenal dengan PPSI (Prosedur Pengembangan Sistem lnstruksionil).
130
Sistem Penyajian: Dalam rangka melaksanakan prinsip efisiensi dan efektivitas diperlukan suatu sistem yang menjamin bahwa waktu yang tersedia dimanfaatkan secara berencana bagi kegiatan belajar dan mengajar yang fungsionil untuk mencapai tujuan-tujuan yang telah ditetapkan. Prosedur Pengembangan Sistem Instruksionil berlandaskan kepada pandangan bahwa proses belajar-mengajar itu sebagai suatu system yang senantiasa harus diarahkan pada pencapaian tujuan. Tujuan di sini harus jelas, spesifik, dapat diukur dan dirumuskan dalam bentuk kemampuan atau tingkah laku siswa. Dengan tujuan yang jelas akan mudah kita menyusun alat evaluasinya, akan mudah kita menyusun materi pelajarannya dan akan mudah kita menyusun proses kegiatan belajar-mengajar yang sintetis. Dengan sistem pengajaran melalui PPSI akan terealisirlah gagasan pembaharuan dalam proses belajar-mengajar yang perlu diikuti oleh guru-guru. Untuk memudahkan pelaksanaan kurikulum 1975 dalam seri buku kurikulum ini dilengkapi dengan contoh-contoh konkrit tentang cara penyusunan proses pengajaran di kelas, yang dinamakan Model Satuan Pelajaran. Dengan Model Satuan Pelajaran sebagai contoh konkrit guru diwajibkan untuk selalu menyusun persiapan dalam program satuan-satuan pelajaran sepanjang tahun ia mengejar dan melaksanakan kegiatan belajar-mengajar tersebut di kelas. Kerangka Model Satuan Pelajaran tersebut adalah sebagai berikut: 1. 2. 3. 4. 5. 6.
Bidang Studi Mata Pelajaran/Sub Bidang Studi Pokok Bahasan Kelas Semester Waktu
(apa?) (apa?) (mengenai apa?) (berapa?) (ke berapa?) (berapa jam pelajaran? .. yaitu 2 atau lebih)
131
I.
Petunjuk Umum: 1. Introduksi mengenai pokok bahasan yang akan diajarkan melalui satuan pelajaran yang bersangkutan. 2. Prasyarat, yaitu kernarnpuan yang diperlukan untuk seterusnya.
II. Tujuan Instruksionil (Khusus): Tujuan-tujuan yang hendak dicapai, dalam bentuk rumusan tingkah laku yang seperasionil dan spesifik diukur dalarn rangka evaluasi. III. Materi Pelajaran: Pokok-pokok bahan pelajaran yang akan diberikan dalam rangka mencapai tujuan-tujuan instruksionil yang telah dirumuskan. IV. Kegiatan Belajar-Mengajar: Rumusan mengenai pendekatan pengajaran yang digunakan dan langkahlangkah yang dilakukan oleh guru serta kegiatan-kegiatan yang diharapkan dari siswa dalam setiap langkah proses pengajaran. V. Alat-alat Pelajaran: Rumusan alat-alat bantu pengajaran dan sumber bahan yang dipergunakan dalam memberikan pelajaran. VI. Evaluasi atau Penilaian: Rumusan mengenai prosedur yang ditempuh dalam mengevaluasi hasil belajar siswa yang disertai pula dengan penjelasan mengenai jenis test yang dipakai. Alat evaluasi yang digunakan dalam satuan pelajaran yang bersangkutan
disertai
dengan
pedoman
penggunaannya
(hendaklah
dilampirkan). Sistem Evaluasi SMP/SMA: Kurikulum 1975 ini akan mengubah pandangan lama tentang system penilaian dalam hal mana pelaksanaan penilaian hanya dapat diadakan pada akhir semester
132
atau akhir tahun.. dangan lama tentang sistem penilaian dalam hal mana pelaksanaan penilaian hanya dapat Dengan mengimplementasikan PPSI, dengan sendirinya guru-guru dituntut untuk melaksanakan pada setiap akhir sesuatu satuan pelajaran. Dengan kata lain evaluasi diadakan terus menerus dan diselenggarakan secara menyeluruh dalam arti seluruh aspek tingkah laku siswa dinilai. 3. KURIKULUM SMA - 1975 Untuk memperoleh gambaran yang jelas dan menyeluruh di bawah ini diberikan ikhtisar Buku Kurikulum SMP/SMA 1975 sebagai: BUKU I: KETENTUAN-KETENTUAN POKOK A. Pengantar B. Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No. 008-E/U/1975, 17 Januari 1975 C. Penjelasan Umum BUKU II: GARIS-GARIS BESAR PROGRAM PENGAJARAN (GBPP) A. Bidang Studi: pendidikan Agama l. Islam 2. Kristen-Protestan 3. Katolik 4. Budha 5. Hindu B. Bidang Studi Pendidikan Moral Pancasila. C. Bidang Studi Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) D. Bidang Studi Bahasa l. Bahasa Indonesia 2. Bahasa Inggeris 3. Bahasa Asing lainnya E. Bidang Studi Olahraga dan Kesehatan F. Bidang Studi Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) G. Bidang Studi Matematika H. Bidang Studi Kesenian 1. Seni Tari 2. Seni Rupa
133
3. Seni Musik 4. Seni Drama I. Bidang Studi Ketrampilan l. Jasa 2. Teknik 3. Kerajinan 4. Pendidikan Kesejahteraen Keluarga 5. Pertanian 6. Maritim BUKU III: PEDOMAN PELAKSANAAN KURIKULUM A. Pedoman Khusus dan Model Satuan Pelajaran B. Pedoman Penilaian C. Pedoman Bimbingan dan Penyuluhan D. Pedoman Administrasi dan Supervisi.
134
KURIKULUM 1984 PENGANTAR Dalam Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Nomor II/MPR/1983 tentang Garis-garis Besar Haluan Negara yang dilandasi oleh Pancasila dan undangundang Dasar 1945 dinyatakan bahwa sistem pendidikan perlu disesuaikan dengan kebutuhan pembangunan di segala bidang yang memerlukan jenis-jenis keahlian dan keterampilan serta dapat sekaligus meningkatkan kreativitas, mutu, dan efisiensi kerja. Penyesuaian itu dilakukan antara lain melalui perbaikan kurikulum sekolah sebagai salah satu di antara berbagai upaya Perbaikan penyelenggaraan pendidikan di sekolah. Perbaikan kurikuium diadakan sebagai akibat perkembangan sistem pendidikan nasional dalam kerangka memenuhi tuntutan pembangunan nasional. Pengalaman dan pengetahuan yang diperoleh dari hasil penelitian dan pengembangan pendidikan, hasil penilaian kurikulum maupun keadaan pendidikan di negaranegara lain, memperkuat tuntutan dan upaya untuk mengadakan perbaikan kurikulum. Perbaikan kurikulum khususnya dan penyelenggaraan pendidikan di sekoiah pada umumnya diharapkan dapat meningkatkan mutu kecerdasan bangsa seperti yang diamanatkan dalam Pembukaan Undang-undang Dasar 1945. Berdasarkan pertimbangan ini, saya menerbitkan Keputusan Nomor 0461/U/1983 tentang perbaikan Kurikulum pendidikan Dasar dan Menengah dalam lingkungan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan dan Keputusan Nomor 0209/u/1984 tentang Perbaikan Kurikulum Sekolah Menengah Umum Tingkat Atas. Perbaikan kurikulum ini diharapkan memberi peluang yang lebih besar kepada anak didik untuk memperoleh pendidikan yang sesuai dengan bakat, minat, dan kemampuannya serta lebih mampu memenuhi keanekaragaman kebutuhan masyarakat, terutama lapangan kerja.
135
Dengan perkataan lain, salah satu ciri yang dimiliki oleh kurikulum yang baru ini adalah adanya keluwesan dalam progam kurikulum. Pada Sekolah Menengah umum Tingkat Atas (SMA), dengan diterapkannya asas keluwesan, tidak akan ada lagi jurusan-jurusan yang terpisah secara Ketat. Pemisahan jurusan-jurusan secara ketat mengakibatkan pemborosan dalam penggunaan guru, ruang, dan fasilitas, penyaluran anak didik yang terlalu dini dan mengikat, serta kemungkinan pilihan program belajar yang terlalu terbatas. Kurikulum yang baru memberikan kemungkinan kepada Sekolah Menengah Umum Tingkat Atas untuk mengadakan berbagai program belajar. Melalui cara ini, sekolah tidak hanya menyiapkan siswa-siswa yang memenuhi persyaratan untuk melanjutkan pendidikannya di perguruan tinggi, melainkan juga menyiapkan mereka yang mempunyai bakat dan minat untuk mendapatkan pendidikan tambahan jenis lain ataupun untuk memasuki lapangan kerja. Sehubungan dengan itu, kurikulum Sekolah Menengah Umum Tingkat Atas yang baru ini mencakup Program Inti yang wajib bagi semua siswa dan Program Khusus atau Pilihan yang disesuaikan dengan bakat dan minat siswa serta kebutuhan lingkungan Ini mengandung arti bahwa disamping adanya program belajar yang dirancang secara terpusat diberi kan pula kemungkinan kepada daerah atau sekolah untuk merancang program-program tertentu yang sesuai dengan kebutuhan masing-masing daerah. Upaya pengembangan Kurikulum ini diadakan secara bertahap dalam arti meskipun kurikulum yang baru ini mulai dilaksanakan pada tahun ajaran 1984/1985, upaya pemantapan tetap diadakan secara terus menerus. Ini penting, mengingat Kurikulum harus selalu disesuaikan dengan tahap pembangunan nasional melalui penyempurnaan isi, bentuk, dan cara penyajiannya. Buku ini disusun untuk menyajikan landasan, program, dan pengembangan Kurikulum 1984 Sekolah Menengah Umum Tingkat Atas, sebagai penyebaran lebih lanjut dari isi keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 0461/u/l983.
tentang
Perbaikan
Kurikulum
Sekolah
Menengah
Umum
Tiagkat.Atas. Dalam buku ini dapat diperoleh gambaran tentang latar belakang,
136
tujuan dan lingkup program pendidikan, pokok-pokok pelaksaaan kurikulum serta pentahapan pelaksanaannya. Uraian yang lebih terperinci mengenai programprogram dan pokok-pokok pelaksanaan kurikulum dapat diikuti dalam petunjuk pelaksanaan kurikulum, yang disusun secara terpisah. Demikianlah buku ini diterbitkan untuk disebarluaskaan ke seluruh sekolah agar kurikulum
yang
baru
ini
dapat
dilaksanakan
sebaik-baiknya
dengan
memanfaatkan segala sumber yang tersedia, baik di dalam maupun di luar sekolah. [Jakarta, 2 Mei 1984] KURIKULUM 1984 SEKOLAH MENENGAH UMUM TINGKAT ATAS MENIMBANG: a. bahwa sistem pendidikan menurut Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor IIIMPR/1983 perlu disesuaikan dengan kebutuhan pembangunan di segala bidang yang memerlukan jenis-jenis keahlian dan keterampilan serta dapat sekaligus meningkatkan kreativitas, mutu dan efisiensi kerja; b. bahwa penyesuaian tersebut pada sub a dilakukan antara lain melalui perbaikan kurikulum sekolah sebagai salah satu di antara berbagai upaya perbaikan penyelenggaraan pendidikan di sekolah; c. bahwa hasil penilaian kurikulum 1975/1976/1977 yang telah diadakan menunjukkan bahwa ada beberapa unsur baru dalam Garis-garis Besar Haluan Negara 1983 yang belum tertampung masih terdapat kesenjangan antara progam kurikulum dan pelaksanaan di sekolah, serta masih terdapat kesenjangan antara Program kurikulum dan kebutuhan di lapangan kerja, serta masih terdapat ketidak sesuaian materi kurikulum dalam berbagai bidang studi pada sekolah tertentu dengan kemampuan belajar para anak didik yang bersangkutan; d. bahwa dengan Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan. MEMUTUSKAN:
137
Menetapkan: KEPUTUSAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK
INDONESIA
TENTANG
PERBATKAN
KURIKULUM SEKOLAH MENENGAH IJMUM TINGKAT ATAS, yang selanjutnya disebut Kurikulum 1984 SMA. Bab I: Umum Pasal 1 Yang dimaksud dalam Keputusan ini dengan: a. Sekolah Menengah Umum Tingkat Atas untuk selanjutnya disingkat SMA adalah Lembaga Pendidikan Menengah Umum Tingkat Atas yang merupakan lanjutan dari Sekolah lanjutan Umum Tingkat Pertama (SMP); b. Program Inti, adalah perangkat mata pelajaran yang wajib diikuti oleh semua siswa; c. Program Khusus (Pilihan), adalah perangkat mata pelajaran yang dapat dipilih atas dasar perbedaan bakat, minat, dan tujuan belajar perorangan serta kebutuhan lingkungan; d. Program Khusus A, adalah program yang terutama diadakan untuk memberi bekal kemampuan yang diperlukan siswa untuk melanjutkan pendidikan di perguruan tinggi, terutama di universitas dan institut; e. Program Khusus B, adalah program yang terutama diadakan untuk memberi bekal kemampuan bagi siswa yang akan langsung bekerja sesudah tamat SMA maupun yang akan melanjutkan pendidikan di sekolah tinggi akademi, politeknik, dan pendidikan lainnya yang setingkat; f. Semester, adalah satuan waktu pemberian pelajaran yang berlangsung selama 120 (seratus dua puluh) hari belajar efektif; g. Kegiatan Intrakurikuler, adalah kegiatan yang dilakukan di setolir yang penjatahan
waktunya
telah
ditetapkan
dalam
struktur
program
dan
dimaksudkan untuk mencapai tujuan minimal dalam masing-masing mata Pelajaran;
138
h. Kegiatan Kokurikuler, adalah kegiatan di luar jam pelajaran biasa (termasuk waktu libur), yang dilakukan di sekolah ataupun di luar sekolah, dengan tujuan untuk memperluas pengetahuan siswa, mengenal hubungan anlara berbagai jenis pengetahuan, menyalurkan bakat dan minat, serta melengkapi upaya pembinaan manusia seutuhnya; j. Kredit, adalah ukuran satuan beban siswa yang ditentukan oleh jam pelajaran tatap muka dan pekerjaan rumah per minggu per semester; k. Bimbingan Karier, adalah upaya pemberian pedoman dalam kegiatan belajar mengajar yang dikaitkan dengan tuntutan memasuki kehidupan, tata hidup, dan kejadian di dalam kefudupan serta untuk mempersiapkan peralihan dari kehidupan di sekolah ke dunia kerja. Bab II: Dasar Dan Tujuan Pendidikan SMA Pasal 2 (1) Pendidikan SMA berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. (2) Tujuan umum pendidikan SMA diadakan untuk menunjang tercapainya tujuan Pendidikan Nasional. Pasal 3 Tujuan Pendidikan SMA dapat dijabarkan sebagai berikut: a. mendidik para siswa untuk menjadi manusia pembangunan sebagai warga negara lndonesia yang berpedoman pada Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945; b. memberi bekal kemampuan yang diperlukan bagi siswa yang akan melanjutkan pendidikan di perguruan tinggi, terutama di universitas dan institut; c. memberi bekal kemampuan yang diperlukan bagi siswa yang akan melanjutkan pendidikan di sekolah tinggi, akademi, politeknik, program diploma atau program lainnya yang setingkat;
139
d. memberi bekal kemampuan bagi siswa yang akan terjun ke dunia kerja setelah menyelesaikan pendidikannya Bab III: Program SMA Pasal 4 (1) Pendidikan di SMA berlangsung selama 3 (tiga) tahun yang terdiri dari kelas I, II, dan III. (2) Setiap I (satu) tahun pelajaran terbagi menjadi 2 (dua) semester, sehingga pendidikan di SMA berlangsung dari semester I (satu) sampai dengan 6 (enam). Pasal 5 Program kurikulum SMA terdiri dari: a. Program Inti; b. Program Khusus (Pilihan). Pasal 6 (1) Program Inti diadakan dalam rangka: l. memenuhi tujuan SMA sebagaimana yang dimaksud pada Pasal 3. 2. mewujudkan upaya peletakan dasar-dasar persatuan dan kesatuan antar siswa; 3. mengacu pada kepentingan pencapaian tujuan pendidikan nasional, perubahan masyarakat dalam rangka perkembangan sains dan teknologi, serta penguasaan pengetahuan minimal bagi semua siswa. (2) Progam Inti mencakup 60% (enam puluh persen) dari keseluruhan program di SMA. (3) Program Inti terdiri dari 15 (lima belas) Mata Pelajaran yang isinya wajib dikuasai oleh semua siswa.
140
Pasal 7 (1) Progam Khusus (Pilihan) terdiri dari: a. Progam A; b. Program B. (2) Siswa dapat memilih Program A dan B atas dasar kemampuan dan minat yang bersangkutan. (3) Program Khusus (Pilihan) mencakup 40% (empat puluh persen) dari keseluruhan program.di SMA. Pasal 8 (l) Program A disajikan dalam bentuk program-program yang disesuaikan dengan kepentingan melanjutkan pendidikan di perguruan tinggi. a. Progam Ilmu-ilmu Fisik; b. Program llmu-ilmu Biologi; c. Program Ilmu-ilmu Sosial; d. Program Pengetahuan Budaya (termasuk pengetahuan Agama). (2) Setiap siswa dapat memilih salah satu di antara program yang terdapat pada ayat (l) sesuai dengan kemampuan dan minat siswa yang bersangkutan. (3) Masing-masing program tersebut pada ayat (l) mencakup 40% (empat puluh persen) dari keseluruhan program di SMA. Yang isinya terdiri dari sejumlah mata pelajaran yang sesuai. Pasal 9 (1) Program B, disajikan dalam bentuk program-program yang disesuaikan bidang-bidang kehidupan yang ada di masyarakat, yaitu: a. Program-program di bidang Teknologi Industri; b. Program-progam di bidang Komputer;
141
c. Program-program di bidang pertanian dan Kehutanan; d. Program-program di bidang Jasa; e. Program-program di bidang Kesejahteraan Keluarga; f. Program-program di bidang Maritim; g. Program-program di bidang Budaya; h. Program-program di bidang pengetahuan Agama; i. Program-progam di bidang lain sesuai dengan kebutuhan. (2) Setiap siswa dapat memilih salah satu di antara program-program dalam setiap bidang yang terdapat pada pasal 9 ayat (l) sesuai dengan kemampuan dan minat siswa yang bersangkutan; Pasal 10 Unsur-unsur baru seperti Pendidikan Kependudukan dan Lingkungan Hidup, Wawasan Nusantara, Wiraswasta, Gizi, Pendidikan Lalu lintas, Pembangunan Desa, Pendidikan Politik, dan Pendidikan Bela Negara dimasukkan ke dalam mata pelajaran yang sesuai. Pasal 11 Penyajian mata pelajaran dan penjatahan waktu, baik pada Program lnti maupun pada Program Khusus (Pilihan) dari semester 1 sampai dengan 6 ditetapkan dalam struktur program. BAB IV: POKOK-POKOK PELAKSANAAN KURIKULUM Pasal 1 2 (l) Program Kurikulum 1984 SMA dilakukan melalui Kegiatan lntrakurikuler, Kokurikuler, dan Ekstrakurikuler baik dalam Program Inti maupun Program Khusus (Pilihan). (2) Kegiatan Intrakurikuler dilakukan di sekolah yang penjatahan waktunya telah ditentukan dalam struktur program.
142
(3) Kegiatan Kokurikuler dilakukan di luar jam pelajaran biasa secara teratur dan hasilnya ikut menentukan dalam pemberian nilai bagi para siswa untuk setiap mata pelajaran. (4) Kegiatan Ekstrakurikuler dilakukan di luar jam pelajaran biasa dalam waktu-waktu tertentu dan diberi nilai tersendiri. Pasal 13 (l) Untuk meningkatkan daya guna dan hasil guna pendidikan Kurikulum 1984 SMA menerapkan sistem kredit. Secara umum satu kredit diartikan dengan 1 (satu) jam pelajaran tatap muka ditambah 1/2 (setengah) jam pelajaran pekerjaan rumah per minggu per semester. (2) Setiap siswa yang berhasil menamatkan SMA telah menyelesaikan minimal 222 (dua ratus dua puluh dua) kredit, yang terdiri dari: 1. Program Inti 134 (seratus tiga puluh empat) kredit: 2. Prolram Khusus (Pilihan) 88 (delapan puluh delapan) kredit Pasal 14 (1) Proses belajar mengajar dilaksanakan dengan memperhatikan keserasian antara cara seseorang belajar dan apa yang dipelajarinya. (2) Penilaian dilakukhn secara berkesinambungan dan menyeluruh untuk keperluan peningkatan proses dan hasil belajar serta pengelolaan Program. Pasal l5 (l) Dalam rangka memilih Program-program Khusus (Pilihan) bagi setiap siswa dalam Kurikulum 1984 SMA dilaksanakan program Bimbingan Karier. (2) Program Bimbingan Karier tersebut pada ayat (1), dilaksanakan untuk membantu siswa dalam: a. memahami dirinya; b. memahami lingkungan/dunia kerja dalam tata hidup tertentu;
143
c. mengembangkan
rencana
dan
kemampuan
untuk
mengambil
keputusan tentang masa depannya. BAB V: PENGEMBANGAN DAN PELAKSANAAN KURIKULUM Pasal 16 (l) Pengembangan kurikulum dilakukan secara bertahap dan terus menerus. (2) Pengembangan Program inti dan Program A diadakan berdasarkan pedoman dan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan yang dijabarkan lebih lanjut oleh Direkrur Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah atau Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Pendidikan dan Kebudayaan sesuai dengan bidang tugasnya masin-masing. (3) Pengembangan Program B diadakan berdasarkan pedoman dari Menteri Pendidikan dan Kebudayaan yang dijabarkan lebih lanjut oleh Direktur Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah atau Kepala Badan Penelitian dan- Pengembangan Pendidikan dan Kebudayaan sesuai dengan bidang tugasnya masing-masing atau Kepaia Kantor Wilayah Departemen Pendidikan dan Kebudayaan atau Kepala Sekolah sesuai dengan cirri keadaan daerah masing-masing. Pasal 17 Kurikulum 1984 SMA sebagaimana tersebut dalam Keputusan ini, dilaksanakan secara bertahap mulai tahun ajaran 1984/1985 dengan ketentuan sebagai berikut: a. tahun ajaran 1984/1985 dilaksanakan di kelas I; b. tahun ajaran 1985/1986 dilaksanakan di kelas I dan kelas II; c. tahun ajaran 1986/1987 dan seterusnya dilaksanakan di kelas I, kelas II, dan kelas III.
144
Pasal 18 Landasan, Program, dan Pengembangan Kurikulum 1984 Sekolah Menengah Umum Tingkat Atas (SMA) adalah sebagaimana tersebut dalam Lampiran Keputusan ini. BAB VI: PENUTUP Pasal 19 Hal-hal lain yang belum diatur dalam Keputusan ini akan diatur lebih lanjut dalam ketentuan tersendiri. Pasal 20 Keputusan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 2 Mei 1984. MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN, PROF. DR. NUGROHO NOTOSUSANTO LAMPIRAN
KEPUTUSAN
MENTERI
PENDIDIKAN
DAN
KEBUDAYAAN TANGGAL 2 MEI 1984 No 0209/U/1984 TENTANG LANDASAN, PROGRAM, DAN PENGEMBANGAN KURIKULUM 1984 SEKOLAH MENENGAH UMUM TINGKAT ATAS (SMA) BAB I: PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Dari penilaian kurikulum telah ditemukan masalah masalah dasar dalam bidang kurikulum sebagai berikut: 1. Adanya beberapa unsur baru dalam GBHN 1983 yang perlu ditampung dalam kurikulum pendidikan dasar dan menengah. 2. Masih terdapatnya kesenjangan antara program kurikulum dengan kebutuhankebutuhan lapangan kerja dan pendidikan tinggi. 3. Belum sesuainya kurikulum berbagai bidang/mata pelajaran dengan taraf kemampuan belajar siswa.
145
4. Adanya kelemahan-kelemahan isi kurikulum dalam berbagai bidang/mata pelajar di berbagai jenis/jenjang pendidikan, antara lain terlalu saratnya isi kurikulun yang harus diajarkan. 5. Adanya kesenjangan antara jumlah lulusan SMA yang tidak memenuhi penyaratan untuk dapat melanjutkan pendidikan diperguruan tinggi dan jumlah keseluruhan lulusan SMA. Di samping itu, dari penilaian kurikulum tersebut dapat pula disimpulkan adanya kesenjangan antara program kurikulum dan pelaksanaanya dilapangan. Dalam menuju cita-cita pendidikan nasional kita yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, dalam ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Nomor II/ MPR/ 1983 tentang Garis-garis Besar Haluan Negara telah dirumuskan tujuan pendidikan nasional yaitu meningkatkan ketakwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, kecerdasan dan dan keterampilan, mempertinggi budi pekerti memperkuat kepribadian dan mempertebal semangat kebangsaan dan cinta tanah air, agar dapat menumbuhkan manusia-manusia pembangunan yang dapat membangun dirinya sendiri serta bersama-sama bertanggung jawab atas pembangunan tanpa menumbuhkan manusia-manusia pembangunan berarti memberikan kesempatan kepadanya untuk mewujudkan dirinya secara bermakna, sehingga
setiap
individu,
seyogyanya
terwujud
sebagai
bagian
dari
lingkungannya. Guna mencapai tujuan tersebut, penyelenggaraan pendidikan perlu disesuaikan dengan perkembangan dan perubahan masyarakat sedang membangun serta kemajuan ilmu dan teknologi. Ditinjau dari segi pengembangan kurikulum, masalah-masalah dasar yang dikemukakan di atas merupakan masalah kebijakan yang perlu diusahakan pemecahannya dalam bentuk perbaikan kurikulum secara terus menerus. Hal ini sejalan dengan kebijakan Departemen Pendidikandan Kebudayaan sebagaimana tertuang dalam Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 0461/U/1983 tertanggal 22 Oktober l983 tentang Perbaikan Kurikulum pendidikan Dasar dan Menengah khususnya pasal 2 dan 4 yang menyatakan bahwa:
146
l. Perbaikan terhadap kurikulum mencakup: a. peninjauan kembali dan perbaikan kurikulum secara menyeluruh melalui pendekatan pengembangan dengan bertitik tolak pada : 1) pilihan kemampuan dasar, baik pengetahuan maupun keterampilan yang perlu dikuasai dalam pembentukan kemampuan dan watak; 2) keterpaduan dan keserasian antara matra kognitif, psikomotorik dan afektif; 3) penyesuaian tujuan dan struktur program dengan perkembangan masyarakat, pembangunan maupun ilmu dan teknologi. b. pelaksanaan
Pendidikan
sejarah
perjuangan
bangsa
sebagai
bidang/program pendidikan yang berdiri sendiri, dari Taman Kanak-Kanak sampai dengan Sekolah Menengah tingkat Atas, termasuk pendidikan luar sekolah. c. pengadaan program studi baru yang merupakan usaha memenuhi kebutuhan perkembangan di lapangan kerja. 2. Upaya perbaikan kurikulum berlangsung secara bertahap dan terus-menerus dengan bertitik tolak dan mengarah pada pemantapan usaha : a. pengembangan kurikulum inti dan program khusus (pilihan) bagi kepentingan kelompok-kelompok tertentu; b. penerapan analisis sistem dalam penentuan bidang minat dan sasaran kurikulum; c. perwujudan azas keluwesan dalam isi kurikulum maupun pengelolaan proses belajar-mengajar dalam kerangka pengembangan Intrakurikuler, Kokurikuler dan Ekstrakurikuler; d. kemungkinan penyesuaian dengan kecepatan belajar anak didik, secara perorangan maupun kelompok;
147
e. pendekatan program kepada ketuntasan belajar dalam masing-masing bagian maupun keseluruhan program kurikulum, f. efisiensi proses belajar; g. penerapan konsep berorientasi pada lapangan/bidang pekerjaan dalam kurikulum pendidikan kejuruan; h. pemanfaatan hasil penelitian dan pengembangan yang telah dilaksanakan. SMA merupakan salah satu sekolah yang kurikulumnya mengalami penyempurnaan dan hasil penyempurnaan diberlakukan secara bertahap di seluruh Indonesia mulai tahun ajaran 1984/1985. B. TUJUAN UMUM SMA Pertama, sebagaimana halnya yang berlaku bagi setiap lembaga pendidikan, SMA bertujuan mendidik para siswa untuk menjadi manusia pembangunan sebagai warga negara Indonesia yang berpedoman pada Pancasila. Kedua, sebagai lembaga pendidikan umum pada tingkat menengah atas, SMA bertujuan memberikan bekal kemampuan yang diperlukan bagi siswa yang akan melanjutkan pendidikan di perguruan tinggi. Ketiga, sehubungan dengan kebutuhan masyarakat yang semakin meningkat akan tenaga kerja terampil tingkat menengah,.pendidikan di SMA bertujuan pula memberikan bekal kemampuan bagi siswa yang akan terjun ke dunia kerja setelah menyelesaikan pendidikannya: BAB II: LINGKUP PROGRAM SMA A. PROGRAM INTI Program Inti, yang wajib diikuti semua siswa, terutama dimaksudkan untuk memenuhi tujuan/fungsi SMA yang pertama, yakni mendidik siswa menjadi manusia pembangunan sebagai warga negara Indonesia yang berpedoman pada Pancasila, dan sekaligus merupakan perwujudan upaya untuk menempatkan siswa dalam suasana kebersamaan.
148
Program Inti merupakan progam pendidikan yang wajib bagi semua siswa dengan mengacu pada kepentingan pencapaian tujuan Pendidikan Nasional, perubahan masyarakat dalam rangka perkembangan ilmu dan teknologi, serta penguasaan pengetahuan minimal bagi semua siswa. Progam Inti untuk SMA mencakup kurang dari program keseluruhan di SMA. Program Inti dalam kurikulum SMA mencakup mata-mata pelajaran : l. Pendidikan Agama 2. Pendidikan Pancasila 3. Pendidikan Sejarah Perjuangan Bangsa 4. Bahasa dan Sastra Indonesia 5. Ekonomi 6. Geografi 7. Pendidikan Jasmani dan Olahraga/Kesehatan 8. Pendidikan Seni 9. Pendidikan Keterampilan 10. Matematika 11. Biologi 12. Fisika 13. Kimia 14. Sejarah 15. Bahasa Inggris Mata pelajaran Pendidikan Agama, Pendidikan Pancasila, dan Pendidikan Sejarah Perjuangan Bangsa diwajibkan selama 6 semester dengan jumlah waktu seluruhnya untuk masing-masing mata pelajaran l2 jam pelajaran. Mata Pelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia juga diwajibkan selama 6 semester dengan jumlah waktu seluruhnya 18 jam pelajaran.
149
Mata pelajaran Ekonomi yang berisi bahan pelajaran tentang ekonomi dengan titik berat pada koperasi, di wajibkan minimal selama dua semester dengan jumlah waktu seluruhnya 6 jam pelajaran. Mata pelajaran Geografi, yang bahan pelajarannya dimulai dari Geografi Indonesia dan dilanjutkan Geografi umum yang mencakup Geografi manusia dan alam, diwajibkan minimal selama 4 semester dengan jumlah waktu seluruhnya sepuluh jam pelajaran. Pendidikan Jasmani dan Olahraga/Kesehatan, Pendidikan Seni dan Pendidikan Keterampilan diwajibkan minimal selama 4 semester dengan jumlah waktu seluruhnya untuk masing-masing mata pelajaran 12 jam pelajaran dengan catatan: 1. Didalam pendidikan Jasmani dan olahraga / Kesehatan, sesuai dengan namanya, tercakup pula unsure pendidikan kesehatan. 2. Untuk Pendidikan Seni, setiap sekolah diwajibkan memberikan seni rupa yang mencakup pelajaran menggambar mistar serta 1 cabang seni yang lain atau lebih. 3. Pendidikan keterampilan lebih diarahkan pada usaha menumbuhkan minat dan apresiasi terhadap pekerjaan yang menggunakan tangan, disamping pembinaan keterampilan itu sendiri, melalui pelajaran Kerajinan dan Pendidikan Kesejahteraan Keluarga. Mata Pelajaran Matematika dan Bahasa Inggris masing-masing diwajibkan selama 1 atau 2 semester dengan jumlah waktu seluruhnya untuk masing-masing mata pelajaran 6 jam pelajaran. Mata Pelajaran Biologi, Fisika, Kimia dan Sejarah diwajibkan selama 1 atau 2 semester dengan jumlah waktu seluruhnya untuk masing-masing mata pelajaran 4 jam pelajaran, dengan catatan mata pelajaran Sejarah mencakup baik Sejarah Dunia maupun sebagian Sejarah Indonesia yang materinya tidak mencakup dalam Pendidikan Sejarah Perjuangan Bangsa. Unsur-unsur baru seperti pendidikan kependudukan dan lingkungan hidup, wawasan nusantara, wirawasta, gizi, lalu lintas, pembangunan desa, pendidikan
150
politik, pendidikan bela negara, dan sebagainya, dimasukan kedalam mata pelajaran yang sesuai. B. PROGRAM KHUSUS (PILIHAN) Program Khusus merupakan Program yang terutama dimaksudkan untuk memenuhi tujuan / SMA yang kedua dan ketiga yaitu menyiapkan siswa yang akan melanjutkan Pendidikan di Perguruan Tinggi dan yang akan terjun ke dunia kerja. Program ini diadakan dengan bertitik tolak pada perbedaan bakat dan minat perorangan serta kebutuhan lingkungan. Program khusus untuk SMA mencakup kurang lebih 40 persen dari program keseluruhan . Program Khusus dari Kurikulum 1984 SMA terdiri dari 2 (dua) Jenis, yaitu Program A dan Program B. 1. Program A Program A adalah program yang terutama dimaksudkan untuk memenuhi tujuan / SMA yang kedua yakni memberikan bekal kemampuan yang diperlukan untuk melanjutkan pendidikan di perguruan tinggi, khususnya Universitas / Institut. Program A ini disajikan dalam bentukProgram-program yang disesuaikan dengan persyaratan kelompok-kelompok program studi pada pendidikan tinggi. Ada 4 kelompok program studi pada pendidikan tinggi yang berlaku dewasa ini, yaitu kelompok Ilmu-ilmu Fisik, Ilmu-ilmu Biologi, Ilmu-ilmu Psikososial, dan Pengetahuan Budaya. Sesuai dengan lingkup program pendidikan di SMA dimana Psikologi tidak diajarkan, program – program yang tercakup dalam program A di SMA terdiri dari: a. Program Ilmu-Ilmu Fisik b. Program Ilmu – Ilmu Biologi c. Program Ilmu- Ilmu Sosial d. Program Pengetahuan Budaya
151
Masing-masing program berisi mata pelajaran yang diperlukan untuk dapat melanjutkan pendidikan di perguruan tinggi dengan bobot sebagai berikut:
Fisika
Kimia
Biologi
Ekonomi
Sosiologi dan Antropologi
Tatanegara
Sejarah Budaya
Sastra
Matematika
Bahasa Inggris
Bahasa Daerah/Bahasa Asing lain
MATA PELAJARAN
Ilmu-ilmu Fisik
4
4
2
-
-
-
-
-
4
2
-
Ilmu-ilmu Biologi
3
4
4
-
-
-
-
-
4
2
-
Ilmu-ilmu Sosial
-
-
-
4
3
3
-
-
2
4
-
Pengetahuan Budaya
-
-
-
-
3
-
3
3
1
4
2
PROGRAM
Program pengetahuan khusus mengenai program pengetahuan budaya, di dalamnya tercakup pengetahuan agama. Adapun kegunaan masing–masing program adalah sebagai berikut: a. Program ilmu–ilmu fisik menyiapkan siswa yang akan melanjutkan pendidikannya ke program studi pendidikan tinggi yang mengkaji baik gejala-gejala alamiah yang menyangkut benda/ bahan tak hidup, seperti fisika, kimia, elektronika, astronomi, geologi, dan sebagainya, maupun bidang matematika. b. Program ilmu–ilmu biologi menyiapkan siswa yang akan melanjutkan pendidikannya ke program studi pendidikan tinggi yang mengkaji gejalagejala alamiah yang hidup, seperti pertanian, kedokteran, biologi, dan sebagainya. c. Program ilmu-ilmu sosial menyiapkan siswa yang akan melanjutkan pendidikannya ke program studi pendidikan tinggi yang mengkaji
152
kehidupan sosial manusia seperti ilmu administrasi, ilmu ekonomi, ilmu politik, sosiologi, psikologi, dan sebagainya. d. Program pengetahuan budaya menyiapkan siswa yang akan melanjutkan pendidikannya ke program studi pendidikan tinggi yang mengkaji aspek– aspek budaya, seperti hukum, pengetahuan agama (teologi), filsafat, bahasa, sastra, sejarah, dan sebagainya. Siswa- siswa yang telah memilih suatu program tertentu dapat mengambil juga mata pelajaran yang lain, asal hal tersebut tidak mengganggu kelancaran penyelesaian program pokoknya. 2. Program B Program B disediakan sebagai sarana untuk menampung minat dan bakat siswa untuk mendalami berbagai bidang kehidupan yang ada di masyarakat.Program ini lebih diarahkan untuk mempersiapkan siswa- siswa yang akan langsung bekerja sesudah tamat SMA maupun yang akan memasuki akademi, politeknik, program diloma, dan sebagainya, sebelum bekerja. Program B disajikan dalam bentuk program- program yang disesuaikan dengan bidang-bidang kehidupan yang ada di masyarakat.Bidang- bidang kehidupan yang dimaksud terdiri, antara lain, atas teknologi industri, pertanian dan kehutanan, jasa, kesejahteraan keluarga, maritim, budaya, dan sebagainya. Sehubungan dengan itu, program B di SMA mencakup program–program di bidang teknologi industri computer pertanian dan kehutanan, jasa, kesejateraan keluarga, maritim, budaya.Adapun kegunaan masing-masing program di atas adalah sebagai berikut: a. Program di bidang teknologi industri menyiapkan siswa yang memilih bidang teknologi industri sebagai lapangan kerja setelah tamat SMA ataupun yang akan melanjutkan pendidikannya ke politeknik, akademi teknik, dan sebagainya. b. Program dibidang kegiatan menyiapkan siswa yang memilih bidang computer, sebagai lapangan kerja setelah tamat SMA ataupun yang melanjutkan
153
pendidikan ke akademi computer, program diploma bidang computer, dan sebagainya. c. Program di bidang pertanian dan kehutanan menyiapkan siswa yang memilih bidang pertanian dan kehutanan, sebagai lapangan kerja setelah tamat SMA ataupun yang melanjutkan pendidikannya ke Akademi Pertanian, Kehutanan, dan sebagainya. d. Program dibidang Jasa menyiapkan siswa yang memilih bidang pelayan sebagai lapangan kerja setelah tamat SMA ataupun yang akan melanjutkan pendidikannya ke Akademi Perdagangan, Akademi Pariwisata, Akademi Sekretaris, dan sebagainya. e. Program dibidang Kesejahteraan Keluarga menyiapkan siswa yang memilih bidang kesejahteraan keluarga sebagai lapangan kerja setelah tamat SMA ataupun yang akan melanjutkan pendidikannya ke Akademi Gizi, Akademi Kesejahteraan Keluarga, Dan sebagainya. f. Program di bidang maritim menyiapkan siswa yang memilih bidang kelautan sebagai lapangan kerja setelah tamat SMA ataupun yang akanmelanjutkan pendidikannya ke Akademi Pelayaran, Perikanan Laut, dan sebagainya g. Program di bidang Budaya menyiapkan siswa yang memilih bidang budaya sebagai lapangan kerja setelah tamat SMA ataupun yang akan melanjutkan pendidikannya ke Akademi Bahasa, Akademi Teater, Akademi Seni Rupa, dan sebagainya. h. Program di bidang Pengetahuan Agama menyiapkan siswa yang memilih bidang Agama sebagai lapangan kerja setelah tamat SMA ataupun yang akan melanjutkan pendidikannya ke program-program pendidikan agama yang sederajat dengan akademi atau program diploma. Contoh program-program yang tercakup dalam masing-masing bidang adalah sebagai berikut:
154
Bidang Teknologi Industri
Contoh Program Yang Dapat Dipilih Siswa - Kerajinan Keramik - Kerajinan Kulit - Otomotif - Instalasi Listrik - Elektronika - Pertukangan Kayu - dan sebagainya
Komputer
- Perangkat lunak - Perangkat keras dan sebagainya
Pertanian dan Kehutanan
- Pertanian - Perikanan Darat - Peternakan - Kehutanan - dan sebagainya
Jasa
- Tataniaga - Koperasi - Pembukuan - Pariwisata - dan sebagainya
Kesejahteraan Keluarga
- Tataboga - Tatabusana - dan sebagainya
Maritim
- Pelayaran - Penangkapan Ikan Laut - dan sebaginya
Budaya
- Bahasa Daerah (yang bersangkutan) - Sastra Daerah (yang bersangkutan) - Seni Daerah (yang bersangkutan) - Sejarah Budaya Daerah (yang bersangkutan) - dan sebagainya
Pengetahuan Agama
- Agama Islam - Agama Kristen Protestan - Agama Katolik - Agama Hindu - Agama Budha
155
Masing-masing program terdiri dari baik mata pelajaran umum/ akademik sebagai dasar untuk bidang-bidang kejuruan yang bersangkutan, maupun mata pelajaran kejuruan yang berhubungan dengan masing-masing program. Berbeda dengan Pendidikan Keteramiplan pada program inti, bidang-bidang kejuruan pada program B lebih diarahkan pada tujuan pembinaan keterampilan yang diperlukan sebagai bekal persiapan bagi para lulusan untuk bekerja/ memasuki bidang-bidang kehidupan di masyarakat.Perbedaannya dengan lulusan sekolah menengah kejuruan adalah bahwa lulusan SMA yang memilih program B memilih kemampuan dasar yang lebih luas sedangkan kemampuan kejuruannya lebih terbatas/ tidak selengkap lulusan sekolah menengah kejuruan. Dalam pengembangan program B, perlu ditetapkan patokan mengenai segi kesesuaiannya untuk berbagai bidang kehidupan. Masing-masing Program pada program A maupun program B pada dasarnya dapat diambil mulai semester manapun, tergantung waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan program yang bersangkutan.Siswa-siswa yang akan melanjutkan ke Universitas/ Institut dapat mengambil sebagian pelajaran pada program B, dan demikian pula sebaliknya, asal hal tersebut tidak mengganggu kelancaran penyelesaian program pokok yang dipilih.Disamping itu, bagi lulusan yang bekerja setelah menamatkan SMA, bila nantinya berhasil mengembangkan kemampuannya selama di lapangan masih terbuka kesmpatan untuk melanjutkan pendidikan di perguruan tinggi asal telah memenuhi persyaratan yang dituntut oleh perguruan tinggi yang bersangkutan. Penentuan jenis-jenis program yang akan diadakan di sekolah diserahkan kepada masing-masing sekolah dengan mempertimbangkan bakat/ minat siswa, kemampuan sekolah yang bersangkutan, dan keadaan/ kebutuhan lingkungan setempat.
156
C. STRUKTUR PROGRAM Struktur program untuk Program A serta contoh struktur program untuk program B dapat dilihat pada bagan struktur program kurikulum masing-masing berikut ini. STRUKTUR PROGRAM KURIKULUM 1984 SEKOLAH MENENGAH UMUM TINGKAT ATAS UNTUK PROGRAM PILIHAN A Program A adalah dalam rangka menyiapkan siswa yang memenuhi persyaratan untuk melanjutkan pendidikannya ke perguruan tinggi. 1. PROGRAM STUDI: ILMU-ILMU FISIK BEBAN PROGRAM PROGRAM INTI
PROGRAM PILIHAN
BELAJAR MATA PELAJARAN 1. Pendidikan Agama 2. Pendidikan Moral Pancasila 3. Pendidikan Sejarah Perjuangan Bangsa 4. Bahasa & Sastra Indonesia 5. Sejarah Nasional Indonesia & Dunia 6. Ekonomi 7. Geografi 8. Pendidikan Olah Raga & Kesehatan 9. Pendidikan Seni 10. Pendidikan Keterampilan 11. Matematika 12. Biologi 13. Fisika 14. Kimia 15. Bahasa Inggris JUMLAH 16. Matematika 17. Biologi 18. Fisika 19. Kimia 20. Bahasa Inggris JUMLAH JUMLAH BEBAN BELAJAR
KELAS / SEMESTER I II III 1 2 3 4 5 6 2 2 2 4 3 3 2 3 2 4 3 2 2 3 37 37
2 2 4 3 3 2 3 4 4 3 2 2 3 37 37
2 2 2 3 2 2 2 2 2 19 6 2 4 4 3 19 38
2 2 3 2 2 2 2 2 17 6 2 6 4 3 21 38
2 2 2 2 2 3 13 8 3 6 5 3 25 38
2 2 2 2 3 11 6 3 6 5 3 23 34
Σ 12 12 6 18 14 6 10 8 10 10 8 6 4 4 6 134 25 10 22 18 12 88 222
157
2. PROGRAM STUDI: ILMU-ILMU BIOLOGI BEBAN PROGRAM PROGRAM INTI
PROGRAM PILIHAN
BELAJAR MATA PELAJARAN 1. Pendidikan Agama 2. Pendidikan Moral Pancasila 3. Pendidikan Sejarah Perjuangan Bangsa 4. Bahasa & Sastra Indonesia 5. Sejarah Nasional Indonesia & Dunia 6. Ekonomi 7. Geografi 8. Pendidikan Olah Raga & Kesehatan 9. Pendidikan Seni 10. Pendidikan Keterampilan 11. Matematika 12. Biologi 13. Fisika 14. Kimia 15. Bahasa Inggris JUMLAH 16. Matematika 17. Biologi 18. Fisika 19. Kimia 20. Bahasa Inggris JUMLAH JUMLAH BEBAN BELAJAR
KELAS / SEMESTER I II III 1 2 3 4 5 6 2 2 2 4 3 3 2 3 2 4 3 2 2 3 37 37
2 2 4 3 3 2 3 4 4 3 2 2 3 37 37
2 2 2 3 2 2 2 2 2 19 4 4 4 4 3 19 38
2 2 3 2 2 2 2 2 17 4 6 4 4 3 21 38
2 2 2 2 2 3 13 6 7 4 5 3 25 38
2 2 2 2 3 11 6 5 4 5 3 23 34
Σ 12 12 6 18 14 6 10 8 10 10 8 6 4 4 6 134 20 22 16 18 12 88 222
3. PROGRAM STUDI: ILMU-ILMU SOSIAL BEBAN PROGRAM PROGRAM INTI
BELAJAR MATA PELAJARAN 1. Pendidikan Agama 2. Pendidikan Moral Pancasila 3. Pendidikan Sejarah Perjuangan Bangsa 4. Bahasa & Sastra Indonesia 5. Sejarah Nasional Indonesia & Dunia 6. Ekonomi 7. Geografi 8. Pendidikan Olah Raga & Kesehatan 9. Pendidikan Seni 10. Pendidikan Keterampilan 11. Matematika 12. Biologi 13. Fisika 14. Kimia 15. Bahasa Inggris JUMLAH
KELAS / SEMESTER I II III 1 2 3 4 5 6 2 2 2 4 3 3 2 3 2 4 3 2 2 3 37
2 2 4 3 3 2 3 4 4 3 2 2 3 37
2 2 2 3 2 2 2 2 2 19
2 2 3 2 2 2 2 2 17
2 2 2 2 2 3 13
2 2 2 2 3 11
Σ 12 12 6 18 14 6 10 8 10 10 8 6 4 4 6 134
158
PROGRAM PILIHAN
16. 17. 18. 19. 20. 21.
Ekonomi Sosiologi & Antropologi Tata Negara Matematika Bahasa Inggris Bahasa Asing lainnya JUMLAH JUMLAH BEBAN BELAJAR
37
37
5 3 2 3 3 3 19 38
5 3 2 4 5 2 21 38
5 3 3 4 5 4 25 38
5 3 3 3 6 3 23 34
20 12 10 14 20 12 88 222
4. PROGRAM STUDI: PENGETAHUAN BUDAYA BEBAN PROGRAM PROGRAM INTI
PROGRAM PILIHAN
BELAJAR MATA PELAJARAN 1. Pendidikan Agama 2. Pendidikan Moral Pancasila 3. Pendidikan Sejarah Perjuangan Bangsa 4. Bahasa & Sastra Indonesia 5. Sejarah Nasional Indonesia & Dunia 6. Ekonomi 7. Geografi 8. Pendidikan Olah Raga & Kesehatan 9. Pendidikan Seni 10. Pendidikan Keterampilan 11. Matematika 12. Biologi 13. Fisika 14. Kimia 15. Bahasa Inggris JUMLAH 16. Sejarah Budaya 17. Sastra 18. Sosiologi & Antropologi 19. Bahasa Inggris 20. Bahasa Daerah / Bahasa Asing lainnya 21. Matematika JUMLAH JUMLAH BEBAN BELAJAR
KELAS / SEMESTER I II III 1 2 3 4 5 6 2 2 2 4 3 3 2 3 2 4 3 2 2 3 37 37
2 2 4 3 3 2 3 4 4 3 2 2 3 37 37
2 2 2 3 2 2 2 2 2 19 4 3 2 5 3 2 19 38
2 2 3 2 2 2 2 2 17 4 3 4 5 3 2 21 38
2 2 2 2 2 3 13 4 6 4 7 4 25 38
2 2 2 2 3 11 4 4 4 7 4 23 34
Σ 12 12 6 18 14 6 10 8 10 10 8 6 4 4 6 134 16 16 14 24 14 4 88 222
STRUKTUR PROGRAM KURIKULUM 1984 SEKOLAH MENENGAH UMUM TINGKAT ATAS UNTUK PROGRAM PILIHAN B Program B adalah dalam rangka menyiapkan siswa yang mempunyai bakat dan minat untuk langsung memasuki lapangan kerja atau melalui latihan tambahan guna memasuki lapangan kerja.
159
KESETARAAN PROGRAM A
DAN
PROGRAM B. Yang dimaksud dengan
kesetaraan dalam hal ini adalah penyamaan program yang dimuat dalam Program A dengan bidang-bidang pilihan yang dimuat dalam Program B. PELAKSANAAN PROGRAM B. Siswa memilih Program B dimulai di Kelas 2 dan 3, sedangkan siswa di Kelas 1 mempelajari Program Inti yang sama dengan Program A sebagaimana dalam tabel berikut ini.
PROGRAM A
Program Inti
Program Inti
PROGRAM B
Program Pilihan (A, B)
Kelas III Kelas II
Program Inti
TABEL KESETARAAN PROGRAM A Ilmu-ilmu Fisik
PROGRAM B BIDANG Teknologi Industri
Komputer Maritim Ilmu-ilmu Biologi
Pertanian dan Kehutanan
Ilmu-ilmu Sosial
Jasa
Kesejahteraan Keluarga Pengetahuan Budaya
Budaya
PILIHAN Kerajinan Tangan Kerajinan Kulit Otomotif Instalasi Listrik Elektronika Pertukangan Kayu Perangkat Lunak Perangkat Keras Pelayaran Penangkapan Ikan Laut Pertanian Perikanan Darat Peternakan Kehutanan Tataniaga Koperasi Pembukuan Pariwisata Tataboga Tatabusana Tatagraha Bahasa Daerah
160
Ilmu-ilmu Agama
Pengetahuan Agama
Sastra Daerah Seni Daerah Sejarah Budaya Bahasa Asing Agama Islam Agama Kristen Agama Katolik Agama Hindu Agama Budha
BAB III: POKOK-POKOK PELAKSANAAN KURIKULUM Ada beberapa segi pelaksanaan kurikulum yang perlu mendapat perhatian dan erat hubungannya dengan ciri-ciri Kurikulum 1984 SMA. Segi-segi yang dimaksud mencakup kegiatan intrakurikuler, ekstrakurikuler, administrasi kurikulum, pendekatan belajar mengajar dan penilaian, serta bimbingan karir. A. KEGIATAN
INTRAKURIKULER,
KOKURIKULER,
DAN
EKSTRAKURIKULER Kegiatan intrakurikuler, kokurikuler, dan ekstrakurikuler merupakan hal-hal yang tidak dapat dipisahkan dari tujuan pendidikan secara keseluruhan dari sekolah yang bersangkutan. Kegiatan Intrakurikuler dilakukan di sekolah yang penjatahan waktunya telah ditentukan dalam struktur program.Kegiatan ini dimaksudkan untuk mencapai tujuan minimal yang perlu dicapai dalam masing-masing mata pelajaran. Kegiatan kokurikuler adalah kegiatan diluar jam pelajaran biasa, yang bertujuan agar siswa lebih memperdalam dan lebih menghayati apa yang dipelajari dalam kegiatan intrakurikuler.Kegiatan kokurikuler dilaksanakan dalam berbagai bentuk, seperti mempelajari buku-buku tertentu, melakukan penelitian, membuat karangan, dan kegiatan-kegiatan lain yang sejenis,dengan tujuan untuk lebih menghayati/ memperdalam apa yang telah dipelajari.Hasil kegiatan ini ikut menentukan dalam pemberian nilai bagi para siswa. Kegiatan Ekstrakurikuler adalah kegiatan diluar jam pelajaran biasa ( termasuk pada waktu libur ), yang dilakukan di sekolah ataupun diluar sekolah dengan
161
tujuan untuk memperluas pengetahuan siswa mengenal hubungan antara berbagai mata pelajaran, menyalurkan bakat dan minat, serta melengkapi upaya pembinaan manusia seutuhnya. Kegiatan mengunjungi obyek-obyek tertentu (gunung, candi, museum, dan sebagainya), drama, palang merah remaja, pramuka, dan kegiatan-kegiatan lain yang sejenis, dapat digolongkan kedalam kegiatan ekstrakurikuler.Kegiatan ini dilakukan secara berkala atau hanya dalam waktu-waktu tertentu dan ikut menilai. B. ADMINISTRASI KURIKULUM Dalam rangka meningkatkan tepat guna dan daya guna pendidikan, dalam kurikulum 1984 SMA diterapkan system kredit yang sekaligus pula dikaitkan dengan system penilaian siswa. Dengan kredit disini dimaksudkan ukuran satuan beban belajar siswa yang ditentukan oleh jumlah jam pelajaran tatap muka dan pekerjaan rumah per minggu, per semester, dengan cara perhitungan sebagai berikut: 1 kredit = 1 jam pelajaran tatap muka + ½ jam pelajaran pekerjaan rumah per minggu per semester (1 jam pelajaran = 45 menit). Hal ini mengandung arti bahwa untuk setiap 1 jam pelajaran tatap muka, para siswa diberi pekerjaan rumah yang diperkirakan dapat diselesaikan dalam waktu kurang lebih ½ jam pelajaran. Setiap siswa yang berhasil menamatkan SMA telah menyelesaikan minimal 222 kredit, dengan perincian: a. Program Inti
= 134 kredit
b. Program Khusus = Jumlah
88 kredit
= 222 kredit
Untuk melaksanakan system kredit dengan baik, perlu disusun formulir-formulir yang dapat digunakan sekolah dalam mengatur dan mengelola program pendidikannya yang sekaligus dapat menunjukan kepada ketuntasan belajar siswa sesuai dengan patokan yang ditetapkan.
162
Ketuntasan
belajar
pelaksanaannya
ini
menunjukan
diarahkan
pada
kepada
penguasaan
hasil
belajar,
sedangkan
keterampilan
mengelola
perolehannya. C. PENDEKATAN BELAJAR MENGAJAR DAN PENILAIAN Proses belajar mengajar dilaksanakan dengan lebih banyak mengacu kepada bagaimana seseorang belajar, selain kepada apa yang ia pelajari. Keterampilan untuk mampu mengelola perolehannya biasa disebut “pendekatan keterampilan proses”. Kegiatan penilaian terutama diarahkan pada upaya untuk menentukan seberapa jauh tujuan-tujuan maupun proses belajar mengajar yang diinginkan telah terwujud.Penilaian dilakukan secara berkesinambungan dan menyeluruh untuk keperluan peningkatan proses maupun hasil belajar serta pengelolaan program. D. BIMBINGAN KARIER Peranan bimbingan dan penyuluhan, terutama bimbingan karier, penting artinya untuk menyesuaikan pendidikan dengan perbedaan perseorangan dan kebutuhan lingkungan. Bimbingan Karier bukan hanya berarti bimbingan jabatan atau bimbingan tugas, tetapi memiliki arti yang lebih luas yaitu bimbingan agar seseorang dapat memasuki kehidupan, tata hidup dan kejadian di dalam kehidupan, serta mempersiapkan peralihan dari kehidupan sekolah ke dunia kerja.Secara lebih khusus, program bimbingan karier terutama berperan membantu siswa dalam: (1) memahami dirinya; (2) memahami lingkungan/ dunia kerja dalam tata hidup tertentu; dan (3) mengembangkan rencana dan kemampuan untuk mengambil keputusan tentang masa depannya. Dalam pelaksanaanya, program bimbingan karier ini dapat dilakukan 1 atau 2 kali dalam sebulan, dapat dalam bentuk tatap muka, system belajar sendiri, atau gabungan antara keduanya.Nara sumber yang ada di masyarakat perlu dimanfaatkan dalam melaksanakan program ini.Program bimbingan karier inipun
163
perlu sekaligus dikaitkan dengan masalah patokan tentang segi kesesuaian program pendidikan untuk berbagai bidang kehidupan. BAB IV: PENGEMBANGAN DAN PENTAHAPAN PELAKSANAAN KURIKULUM A. AZAS-AZAS PENGEMBANGAN Pengembangan Kurikulum 1984 SMA berpedoman pada azas-azas sebagai berikut : 1. Berlandaskan Pancasila, UUD 1945, dan GBHN Kurikulum dikembangkan dengan berlandaskan Pancasila, UNdangundang Dasar 1945, serta Garis-Garis Besar Haluan Negara yang berlaku, dalam kerangka mewujudkan cita-cita pembangunan nasional pada umumnya, dan tujuan pendidikan nasional pada khususnya. 2. Keluwesan Kurikulum dikembangkan dengan mempertimbangkan baik tuntutan kenutuhan siswa pada umumnya maupun kebutuhan pada siswa secara perorangan sesuai dengan minat dan bakatnya, serta kebutuhan lingkungan. Hal ini diwujudkan melalui penyelenggaraan program inti dan program khusus (Pilihan), serta penggunaan system kredit. 3. Pendekatan Pengembangan Pengembangan Kurikulum dilakukan secara baertahap dan terus-menerus, yaitu dengan jalan mengadakan penilaian terhadap pelaksanaan dan hasilhasil yang telah dicapai untuk mengadakan perbaikan/pemantapan dan pengembangan lebih lanjut. 4. Peran Serta Daerah Dalam pengembangan kurikulum ada pembagian kewenangan antara Pusat dan Daerah. Wewenang Pusat adalah mengembangkan konsep Program Inti dan Program Khusus (A dan B), sedangkan Daerah berwenang
164
menjabarkan lebih lanjut pelaksanaan konsep tersebut, sesuai dengan cirri dan kondisi daerah, terutama Program B. Materi Kurikulum 1984 pada dasarnya tidak banyak berbeda dengan materi Kurikulum 1975; yang berbeda adalah organisasi pelaksanaanya, sehingga dengan demikian Kurikulum 1984 dapat dilaksanakan dengan menggunakan bahan/bukubuku serta sarana yang ada. Perubahan yang diadakan lebih mengarah pada penyederhanaan materi setiap mata pelajaran sehingga mencakup hanya materi-materi yang penting saja. Dengan
berkurangnya
kepadatan
materi
kurikulum,
hal
itu
memungkinkanterlaksananya kegiatan belajar mengajar yang lebih baik. B. PENTAHAPAN PELAKSANAAN Kurikulum 1984 SMA dilaksanakan secara bertahap mulai dengan I pada tahun ajaran 1984/1985, kelas I dan kelas II pada tahun ajaran 1985/1986; dan kelas I, kelas II, kelas III pada tahun ajaran 1986/1987; dan seterusnya. Pentahapan pelaksanaan kurikulum tersebut digambarkan dalam bagan berikut: Tahun Pelajaran Kelas
1984/1985
1985/1986
1986/1987
dan seterusnya
√ -
√ √ -
√ √ √
√ √ √
I II III
√ = Kelas yang menerapkan Kurikulum 1984
UNDANG-UNDANG
TENTANG
SISTEM
PENDIDIKAN
NASIONAL TAHUN 1989 Sebagai perwujudan dari kebutuhan dan tuntutan perkembangan pendidikan nasional sebagai suatu sistem telah diberlakukan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional pada tanggal 27 Maret 1989. Undangundang ini memuat aspek antara lain sebagai berikut:
165
Hakikat Pendidikan. Pendidikan adalah usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, dan/atau latihan bagi peranannya di masa yang akan dating. Dasar. Pendidikan Nasional berdasarkan pada Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Fungsi. Pendidikan Nasional berfungsi untuk mengembangkan kemampuan serta meningkatkan mutu kehidupan dan martabat manusia Indonesia dalam rangka upaya mewujudkan tujuan nasional. Tujuan. Pendidikan Nasional bertujuan mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan.
KURIKULUM 1994 PENGANTAR Undang-Undang Dasar 1945 mengamatkan upaya untuk mencerdaskan kehidupan bangsa serta agar pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu system pengajaran nasional yang diatur dengan undang-undang. Pembangunan nasional di bidang pendidikan adalah upaya demi mencerdaskan kehidupan bangsa dan meningkatkan kualitas manusia Indonesia dalam mewujudkan masyarakat yang maju, adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, yang memungkinkan warganya mengembangkan diri sebagai manusia Indonesia seutuhnya. Untuk mewujudkan pembangunan nasional di bidang pendidikan diperlukan peningkatan dan penyempurnaan penyelenggaraan pendidikan nasional, yang disesuaikan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta kesenian, perkembangan masyarakat, serta kebutuhan pembangunan.
166
Dengan berlakunya Undang-undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional serta sekalian peraturan pemerintah sebagai pedoman pelaksanaannya, maka kurikulum Sekolah Menengah Umum perlu disesuaikan dengan peraturan perundang-undangan tersebut. Kurikulum disusun untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional dengan memperhatikan
tahap
perkembangan
siswa
dan
kesesuaiannya
dengan
lingkungan, kebutuhan pembangunan nasional, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta kesenian, sesuai dengan jenis dan jenjang masing-masing satuan pendidikan (Pasal 37 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional). Sehubungan dengan hal-hal tersebut diatas, maka ditetapkan Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor : 061/U/1993 Tanggal 25 Februari 1993 tentang Kurikulum Sekolah Menengah Umum sebagaimana tercantum dalam Lampiran I tentang Landasan, Program dan Pengembangan Kurikulum Sekolah Menengah Umum, Lampiran II tentang Garis-garis Besar Program Pengajaran, dan Lampiran III tentang Pedoman Pelaksanaan Kurikulum. Buku Landasan, Program dan Pengembangan Kurikulum Sekolah Menengah Umum (Lampiran I) memuat hal-hal pokok sebagai berikut : Landasan yang dijadikan acuan dan pedoman dalam pengembangan kurikulum; tujuan pendidikan nasional, tujuan pendidikan menengah dan tujuan pendidikan pada Sekolah Menengah Umum; program pengajaran yang mencakupisi program pengajaran, lama pendidikan dan susunan program pengajaran; pelaksanaan pengajaran; penilaian dan pengembangan kurikulum selajutnya, di tingkat nasional dan tingkat daerah. Buku Garis-garis Besar Program Pengajaran setiap mata pelajaran (Lampiran II) memuat hal-hal sebagai berikut: pengertian dan fungsi mata pelajaran; tuuan pengajaran mata pelajaran yang bersangkutan dan ruang lingkup bahan kajian/pelajaran; pokok-pokok bahasan, konsep atau tema, dan uraian tentang keluasan dan kedalamannya; dan rambu-rambu cara penyelenggaraan kegiatan belajar mengajar.
167
Buku Pedoman Pelaksanaan Kurikulum (Lampiran III) terdiri atas pedoman kegiatan belajar-mengajar untuk setiap mata pelajaran, pedoman pengelolaan kegiatan belajar-mengajar, dan pedoman bimbingan belajar/bimbingan karir serta pedoman penilaian kegiatan dan hasil belajar. Demikianlah buku ini diterbitkan dan disebarluaskan ke seluruh sekolah agar kurikulum
ini
dipedomani
dan
dilaksanakan
sebaik-baiknya
dengan
memanfaatkan segala sumber daya yang tersedia. Pengantar ini ditandatangani oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Prof. Dr. Fuad Hasan di Jakarta, 25 Februari 1993.
KEPUTUSAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 061/U/1993 TENTANG KURIKULUM SEKOLAH MENENGAH UMUM MENIMBANG: Bahwa sebagai pelaksanaan Undang-undang Nomor 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional dan Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 1990 tentang Pendidikan Menengah, dipandang perlu menetapkan Kurikulum Sekolah Menengah Umum. MENGINGAT: 1. Undang-undang Nomor 2 Tahun 1989; 2. Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 1990; 3. Keputusan Presiden Republik Indonesia: a. Nomor 44 Tahun 1974; b. Nomor 15 Tahun 1984 sebagaimana telah diubah/ditambah terakhir dengan Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 67 Tahun 1992; c. Nomor 64/M Tahun 1988; 4. Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan:
168
a. Nomor 0222b/0/1980 tanggal 11 September 1980 dengan semua perubahannya; b. Nomor 0222f/0/1980 tanggal 11 September 1980; c. Nomor 0173/0/1983 tanggal 14 Maret 1983; d. Nomor 0574/P/1990 tanggal 25 Agustus 1990; e. Nomor 0489/U/1992 tanggal 30 November 1992; MEMPERHATIKAN: 1. Hasil serangkaian Rapat Kerja Kelompok Pengembangan Kurikulum; 2. Hasil Rapat Kerja Nasional Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Tahun 1991; 3. Saran tertulis Badan Pertimbangan Pendidikan Nasional terhadap Buku Landasan, Program, dan Pengembangan Kurikulum Sekolah Menengah Umum. MEMUTUSKAN: MENETAPKAN: Pertama : (1) Mengesahkan
dan
Memberlakukan
Kurikulum
Sekolah
Menengah Umum yang dilaksanakan secara bertahap mulai tahun pelajaran 1994/1995. (2) Kurikulum sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) terdiri atas Buku Landasan, Program, dan Pengebangan Kurikulum Sekolah Menengah Umum; Garis-garis Besar Program Pengajaran; dan Pedoman Pelaksanaan Kurikulum Sekolah Menengah Umum, masing-masing sebagaimana tercantum dalam Lampiran I, Lampiran II, dan Lampiran III Keputusan ini. Kedua
: (1) Kurikulum Sekolah Menengah Umum yang berlaku secara nasional ditetapkan oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan.
169
(2) Kurikulum Sekolah Menengah Umum yang disesuaikan dengan keadaan dan kebutuhan lingkungan ditetapkan oleh Kepala Kantor Wilayah Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Ketiga
: (1) Upaya perbaikan dalam rangka penyempurnaan Kurikulum Sekolah Menengah Umum dilakukan secara terus-menerus untuk disesuaikan dengan tahap perkembangan siswa, keadaan dan kebutuhan lingkungan, kebutuhan pembangunan ilmu pengetahuan dan teknologi serta kesenian. (2) Dengan adanya ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) perubahan
Kurikulum
Sekolah
Menengah
Umum
dapat
dilakukan sewaktu-waktu. Keempat : (1) Perubahan yang berkenaan dengan isi Landasan, Program dan Pengembangan
Kurikulum
Sekolah
Menengah
Umum
ditetapkan oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan. (2) Perubahan yang berkenaan dengan isi Buku Garis-garis Program Pengajaran untuk setiap mata pelajaran yang berlaku secara nasional dan atau isi Buku Pedoman Pelaksanaan Kurikulu Sekolah Menengah Umum ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pendidikan
Dasar
dan
Menengah
setelah
mendengar
pertimbangan Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Pendidikan dan Kebudayaan. Kelima
: Dengan berlakunya Keputusan ini Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 0209/U/1984 dinyatakan tidak berlaku.
Keenam : Petunjuk pelaksanaan Keputusan ini ditetapkan oleh Keputusan Direktur Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah. Ketujuh : Keputusan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan. Surat Keputusan ini ditetapkan di Jakarta pada tanggal 25 Februari 1993 oleh Menteri Pendidikan Dan Kebudayaan: Fuad Hasan.
170
LAMPIRAN
I
KEPUTUSAN
MENTERI
PENDIDIKAN
DAN
KEBUDAYAAN NOMOR; 061/U/1993 TANGGAL, 25 FEBRUARI 1993 TENTANG
LANDASAN,
PROGRAM
DAN
PENGEMBANGAN
KURIKULUM SEKOLAH MENENGAH UMUM BAB I: LANDASAN Pendidikan Nasional berakar pada kebudayaan bangsa Indonesia dan berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Undang-Undang Dasar 1945 mengamanatkan upaya untuk mencerdaskan kehidupan bangsa serta agar pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu system pengajaran nasional yang diatur dengan undang-undang. Sebagai perwujudan cita-cita nasional tersebut telah diterbitkan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Pendidikan Nasional berfingsi untuk mengembangkan kemampuan serta meningkatkan mutu kehidupan dan martabat manusia Indonesia dalam rangka upaya mewujudkan tujuan nasional. Setiap warga Negara mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan serta kesempatan yang seluas-luasnya untuk mengikuti pendidikan guna memperoleh pengetahuan, kemampuan dan keterampilan yang sekurangkurangnya setara dengan tamatan pendidikan dasar (Pasal 3, 5, dan 6 Undangundang Nomor 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional). Sistem pendidikan nasional diselenggarakan melalui 2 (dua) jalur, yaitu jalur pendidikan sekolah dan jalur pendidikan luar sekolah. Peserta didik dimungkinkan untuk pindah dari jalur pendidikan sekolah ke jalur pendidikan luar sekolah atau sebaliknya, atau dari satu jenis pendidikan lain dalam jenjang yang sama. Pendidikan merupakan tanggung jawab bersama antara keluarga, masyarakat dan pemerintah, termasuk juga dalam hal biaya penyelenggaraan pendidikan. Pendidikan keluarga merupakan bagian dari jalur pendidikan luar sekolah yang diselenggarakan dalam keluarga dan yang memberikan keyakinan agama, nilai budaya, nilai moral dan keterampilan.
171
Satuan
pendidikan
menyelenggarakan
kegiatan
belajar-mengajar
yang
dilaksanakan di sekolah atau di luar sekolah. Jalur pendidikan sekolah merupakan pendidikan yang diselenggarakan di sekolah melalui kegiatan belajar-mengajar secara berjenjan dan berkesinambungan. Jenjang pendidikan yang termasuk jalur pendidikan sekolah terdiri atas pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi (Pasal 9 ayat (1), pasal 10 ayat (2), dan pasal 12 ayat (1) Undang-undang Nomor 2 Tahun 1989). Pendidikan Menengah diselenggarakan untuk melanjutkan dan meluaskan pendidikan dasar serta menyiapkan peserta didik menjadi anggota masyarakat yang memiliki kemampuan mengadakan hubungan timbal balik dengan lingkungan sosial, budaya dan alam sekitar serta dapat mengembangkan kemapuan lebih lanjut dalam dunia kerja atau pendidikan tinggi (Pasal 15 ayat (1) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1989). Pendidikan menengah terdiri atas pendidikan menengah umum, pendidikan menengah kejuruan dan pendidikan menengah luar biasa. Disamping itu, terdapat pula pendidikan menengah kedinasan, dan pendidikan menengah keagamaan. Pendidikan menengah umum adalah pendidikan pada jenjang pendidikan menengah yang mengutamakan perluasan pengetahuan dan peningkatan keterampilan siswa. Sekolah Menengah Umum (SMU) merupakan bentuk satuan pendidikan di jalur pendidikan sekolah pada pendidikan menengah umum yang mengutamakan penyiapan siswa untuk melanjutkan pendidikan pada jenjang pendidikan tinggi dengan pengkhususan yang diwujudkan pada tingkat-tingkat akhir masa pendidikan (Pasal 11 ayat (2) Undang-undang Nomor 2 tahun 1989 dan Pasal 1 butir 2 serta Pasal 3 ayat (1) dan Pasal 4 ayat (1) butir, Peraturan Pemerintah Nomor 29 tahun 1990. Kurikulum SMU disusun untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional dengan memperhatikan tahap perkembangan siswa dan kesesuaian dengan lingkungan, kebutuhan pembangunan nasional, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta kesenian.
172
BAB II: TUJUAN A.
Tujuan Pendidikan Nasional
Pendidikan
Nasional
bertujuan
mencerdaskan
kehidupan
bangsa
dan
mengembangkan manusia Indonesia sutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan (Pasal 4 Undang-undang Nomor 2 Tahun 1989). B. Tujuan Pendidikan pada Jenjang Pendidikan Menengah dan Sekolah Menengah Umum Pendidikan menengah bertujuan: 1. Meningkatkan pengetahuan siswa untuk melanjutkan pendidikan pada jenjang yang lebih tinggi dan mengembangkan diri sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan kesenian; dan 2. Meningkatkan kemampuan siswa sebagai anggota masyarakat dalam mengadakan hubungan timbal balik dengan lingkungan sosial, budaya, dan alam sekitarnya. (Pasal 2 Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 1990). Tujuan pendidikan pada Sekolah Menengah Umum (SMU) mengacu kepada tujuan pendidikan menengah dan mengutamakan penyiapan siswa untuk menlanjutkan Pendidikan pada jenjang pendidikan tinggi (Pasal 3 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 1990). BAB III: PROGRAM PENGAJARAN Kurikulum Sekolah Menengah Umum disusun untuk mencapai tujuan pendidikan pada Sekolah Menengah Umum. Kurikulum ini merupakan seperangkat rencana dan pengaturan mengenai isi dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan belajar-mengajar di Sekolah Menengah Umum. Program pengajaran sekolah menengah umum terdiri dari program pengajaran umum dan program pengajaran khusus. Program pengajaran
173
umum diselenggarakan di kelas I dan II SMU, sedangkan program pengajaran khusus mulai diadakan dikelas III SMU. A. Program Pengajaran Umum Program pengajaran umum merupakan program pengajaran yang wajib diikuti oleh semua siswa kelas I dan kelas II. Program ini dimaksudkan untuk meningkatkan kemampuan siswa sebagai anggota masyarakat dalam mengadakan hubungan timbal balik dengan lingkungan sosial, budaya, dan alam sekitarnya serta meningkatkan pengetahuan, kemampuan, dan minat siswa sebagai dasar untuk memilih program pengajaran khusus yang sesuai di kelas III. Program pengajaran umum mencakup bahan kajian dan pelajaran yang disusun dalam mata pelajaran sebagai berikut: 1.
Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan
2.
PendidikanAgama
3.
Bahasa dan Sastra Indonesia
4.
Sejarah Nasionaldan Sejarah Umum
5.
Bahasa Inggris
6.
Pendidikan Jasmani dan Kesehatan
7.
Matematika
8.
Ilmu Pengetahuan Alam a. Fisika b. Biologi c. Kimia
9.
Ilmu Pengetahuan Sosial a. Ekonomi b. Sosiologi c. Geografi
174
10. Pendidikan Seni B. Program Pengajaran Khusus Program Pengajaran Khusus diselenggarakan di kelas III dan dipilih oleh siswa sesuai
dengan
kemampuan
dan
minatnya.
Program
ini
dimaksudkan
untukmempersiapkan siswa melanjutkan pendidikan padajenjang pendidikan tinggi dalam bidang pendidikan akademik maupun pendidikan profesional dan mempersiapkan siswa secara langsung atau tidak langsung untuk bekerja di masyarakat. Siswa di kelas III diberi peluang untuk berpindah ke program pengajaran khusus lainnya sesuai dengan kemampuan, minat, dan kemajuan belajarnya. Kesempatan untuk berpindah dari program khusus yang telah dipilihnya ke program khusus lainnya diberikan sampai dengan akhir catur wulan I kelas III. Program pengajaran khusus terdiri dari: Program Bahasa, Program Ilmu Pengetahuan Alqm, dan Program Ilmu Pengetahuan Sosial. Setiap program khusus terdiri dari sejumlah mata pelajaran umum dan mata pelajaran khusus. Jenis mata pelajaran umum dan jumlah jam pelajaran masing-masing mata pelajaran umum pada setiap program khusus adalah sama. Mata-mata pelajaran pada setiap program khusus adalah sebagai berikut. l. Program Bahasa Program
ini
dimaksudkan
untuk
mempersiapkan
siswa
melanjutkan
pendidikannya ke jenjang pendidikan tinggi yang berkaitan dengan bahasa dan budaya, baik dalam bidang pendidikan akademik maupun pendidikan profesional. Selain daripada itu, program inijuga memberikan bekal kemampuan kepada siswa secara langsung atau tidak langsung untuk bekerja di masyarakat. Program pengajaran ini berisi bahan kajian dan pelajaran yang disusun dalam mata pelajaran berikut: a. Mata Pelajaran Umum: l) Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan,
175
2) Pendidikan Agama, 3) Bahasa dan Sastra Indonesia, 4) SejarahNasional dan Sejarah Umum, 5) Bahasa Inggris, 6) Pendidikan Jasmani danKesehatan. b. Mata Pelajaran Khusus 1) Bahasa dan Sastra Indonesia 2) Bahasa Inggris, 3) Bahasa Asing Lain, 4) Sejarah Budaya. 2. Program Ilmu Pengetahuan AIam (IPA) Program llmu Pengetahuan Alam dimaksudkan untuk mempersiapkan siswa melanjutkan pendidikan ke jenjang pendidikan tinggi yang berkaitan dengan matematika dan ilmu pengetahuan alam baik dalam bidang pendidikan akademik maupun pendidikan profesional. Selain daripada itu, program ini juga memberikan bekal kemampuan kepada siswa secara langsung atau tidak langsung untuk bekerja di masyarakat. Program ini berisi bahan kajian dan pelajaran yang disusun dalam mata pelajaran berikut: a. Mata Pelajaran Umum l) Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan, 2) Pendidikan Agama, 3) Bahasa dan Sastra Indonesia, 4) Sejarah Nasional dan Sejarah Umum, 5) Bahasa Inggris,
176
6) Pendidikan Jasmani dan Kesehatan. b. Mata Pelajaran Khusus l) Fisika, 2) Biologi, 3) Kimia 4) Matematika. 3. Program Ilmu Pengetahuan Sosial Program
ini
dimaksudkan
untuk
mempersiapkan
siswa
I
melanjutkan
pendidikannya ke jenjang pendidikan tinggi yang I berkaitan dengan ilmu pengetahuan sosial, baik dalam bidang pendidikan akademik maupun pendidikan profesional. Selain daripada itu, program ini juga memberikan bekal kemampuan kepada siswa secara langsung atau tidak langsung untuk bekerja di masyarakat. Program pengajaran ini berisi bahan kajian dan pelajaran yang disusun dalam mata pelajaran berikut: a. Mata pelajaran Umum l) Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan, 2) PendidikanAgama, 3) Bahasa dan Sastra Indonesia, 4) Sejarah Nasional dan Sejarah Umum, 5) Bahasa Inggris, 6) Pendidikan Jasmani dan Kesehatan. b. Mata Pelajaran Khusus 1) Ekonomi, 2) Sosiologi, 3) Tata Negara,
177
4) Antropologi. c. Susunan Program Gambaran menyeluruh mengenai mata-mata pelajaran dan jumlah waktu minimal yang dibutuhkan untuk setiap mata pelajaran untuk kelas I, II dan III dapat diiihat pada susunan program berikut ini: 1. SUSUNAN PROGRAM PENGAJARAN SEKOLAH MENENGAH UMUM KELAS I DAN KELAS II Program Umum
MATA PELAJARAN 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.
9.
10.
Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan Pendidikan Agama Bahasa dan Sastra Indonesia Sejarah Nasional dan Sejarah Umum Bahasa Inggris Pendidikan Jasmani dan Kesehatan Matematika IPA a. Fisika b. Biologi c. Kimia IPS a. Ekonomi b. Sosiologi c. Geografi Pendidikan Seni
Jumlah
KELAS & JUMLAH JAM PELAJARAN I II 2 2 5 2 4 2 6
2 2 5 2 4 2 6
5 4 3
5 4 3
3 2 2
3 2 2 -
42
42
Keterangan: 1 jam pelajaran adalah 45 menit.
178
2. SUSUNAN PROGRAM PENGAJARAN SEKOLAH MENENGAH UMUM KELAS III a. PROGRAM BAHASA
MATA PELAJARAN
JUMLAH JAM PELAJARAN
UMUM 1.
Pendidikan Panacasila dan Kewarganegaraan
2
2.
Pendidikan Agama
2
3.
Bahasa dan Sastra Indonesia
3
4.
Sejarah Nasional dan Sejarah Umum
2
5.
Bahasa Inggris
5
6.
Pendidikan Jasmani dan Kesehatan *)
2
KHUSUS 1.
Bahasa dan Sastra Indonesia
8
2.
Bahasa Inggris
6
3.
Bahasa Asing Lain **)
9
4.
Sejarah Budaya
5
JUMLAH
42
Keterangan: *)
Diselenggarakan dalam kegiatan ekstrakurikuler dan disesuaikan dengan kesempatan yang tersedia di lingkungan sekolah. **) Penentuan mata pelajaran Bahasa Asing Lain dilakukan oleh sekolah berdasarkan keadaan dan kebutuhan sekolah yang bersangkutan. Siswa memilih mata pelajaran Bahasa Asing Lain yang diselenggarakan oleh sekolah.
b. PROGRAM ILMU PENGETAHUAN ALAM
MATA PELAJARAN
JUMLAH JAM PELAJARAN
UMUM 1.
Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan
2. Pendidikan Agama 3. Bahasa dan Sastra Indonesia 4. Sejarah Nasional dan Sejarah Umum 5. Bahasa Inggris 6. Pendidikan Jasmani dan Kesehatan *) KHUSUS
2 2 3 2 5 2
179
1. 2. 3. 4.
Fisika Biologi Kimia Matematika
7 7 6 8
JUMLAH
42
Keterangan: *) Diselenggarakan dalam kegiatan ekstrakurikuler dan disesuaikan dengan kesempatan yang tersedia di lingkungan sekolah.
c. PROGRAM ILMU PENGETAHUAN SOSIAL
MATA PELAJARAN UMUM 1. Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan 2. Pendidikan Agama 3. Bahasa dan Sastra Indonesia 4. Sejarah Nasional dan Sejarah Umum 5. Bahasa Inggris 6. Pendidikan Jasmani dan Kesehatan *) KHUSUS 1. Ekonomi 2. Sosiologi 3. Tata Negara 4. Antropologi
JUMLAH
JUMLAH JAM PELAJARAN 2 2 3 2 5 2 10 6 6 6
42
Keterangan: *) Diselenggarakan dalam kegiatan ekstrakurikuler dan disesuaikan dengan kesempatan yang tersedia di lingkungan sekolah.
D. Kegiatan Ekstra Kurikuler Kegiatan ekstra kurikuler adalah kegiatan yang diselenggarakan di luarjam pelajaran yang tercantum dalam susunan program sesuai dengan keadaan dan kebutuhan sekolah. Kegiatan ekstra kurikuler berupa kegiatan pengayaan dan kegiatan perbaikan yang berkaitan dengan program kurikuler. Kegiatan-kegiatan untuk lebih memantapkan pembentukan kepribadian, seperti: Kepramukaan, usaha kesehatan sekolah, olahraga, palang merah, kesenian, dan kegiatan lainnya diselenggarakan juga dengan menggunakan waktu di luar jam pelajaran yang tercantum dalam susunan program.
180
Kegiatan-kegiatan seperti tersebut di atas dimaksudkan juga untuk lebih mengaitkan antara pengetahuan yang diperoleh dalam program kurikulum dengan keadaan dan kebutuhan lingkungan. E. Uraian Singkat tentang masing-masing mata pelajaran l. Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan Mata pelajaran Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan diarahkan pada moral yang diharapkan diwujudkan dalam bentuk perilaku seharihariberdasarkan nilai moral Pancasila, nilai luhur yang berakar pada budaya bangsa Indonesia dan nilai moral Agama. Di samping itu mata pelajaran ini dimaksudkan pula untuk membina pengetahuan dan kemampuan yang berkenaan dengan hubungan antara warganegara dengan negara dan pendidikan pendahuluan bela negara. Pengembangan sikap dan perilaku siswa pada jenjang Pendidikan Menengah selalu diorientasikan pada berbagai lingkungan kehidupan (diri/pribadi, keluarga, masyarakat, bangsa, negara, dan dunia) dan aspek kehidupan. Mata pelajaran ini berisi kemampuan pemahaman konsep, pengembangan sikap dan perilaku yang didasarkan pada nilai-nilai dasar dan norma dasar Pancasila beserta penjabarannya. 2. Pendidikan Agama Mata pelajaran Pendidikan Agama dimaksudkan untuk memperkuat iman dan ketaqwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa sesuai dengan agama yang dianut oleh siswa yang bersangkutun dengun memperhatikan tuntutan untuk menghormati agama lain dalam hubungan kerukunan antarumat beragama dalam masyarakat untuk mewujudkan persatuan nasional. Bahan kajian masing-masing mata pelajaran Agama adalah sebagai berikut: a. Mata pelajaran Agama Islam berisi bahan kajian tentang keimanan, ibadah, Al Qur'an, akhlak, syariah, muamalah, dan tarikh.
181
b. Mata pelajaran Agama Kristen Protestan berisi bahan kajian tentang sigala sesuatu yang bersumber dari Tuhan Yesus seperti kasih, ibadah, pengutusan,
ketaatan,
dan
janji
keielamatan,
pengertian
dan
penghayatan tentang dasar kehidupan sehari-hari. c. mata pelajaran Agama Katolik berisi bahan kajian tentang peristiwaYesus Kristus, tanggapan iman akan peristiwa Yesus Kristus, agama, Kitab Suci, umat beriman, manusia dan dunia, keselamatan, masyarakatyang dikehendaki Allah, dan Kerajaan Allah. d. Mata
pelajaran
Agama
Hindu
berisi
bahan
kajian
tentang
filsafatr/taqwa, siodha, sila/dharma; radacara, yaduya, sejarah, Weda, mithologi, dan sosiologi. e. Mata pelajaran Agama Budha berisi bahan kajian tentang bhakti, sila, sadda, tripitaka, dan sejarah. 3. Bahasa dan Sastra Indonesia Mata pelajaran Bahasa dan sastra Indonesia bertujuan untuk meningtatkan kemampuan dan keterampilan siswa dalam berbahasa secara tepat dan kreatif, meningkatkan kemampuan berpikir logis dan bernalar, kematangan emosional dan sosial, serta meningkatkan kepekaan perasaan dan kemampuan siswa untuk memahamidan menikmati karya Sastra' Mata pelajaran Bahasa dan sastra Indonesia juga dimaksudkan untuk meningkatkan rasa bangga terhadap bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional, bahasa negara, dan bahasa persatuan' Ruang lingkup mata pelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia untuk kelasf, II, da; III mencakup pemahaman berbagai fungsi bahasa' bentuk, makna, dan penggunaannya untuk berkomunikasi dan membahas masalah-masalah pengetahuan alam, sosial dan budaya, serta memahami dan menikmati karya sastra. Khusus untuk kelas III program Bahasa, ruang lingkup mata pelajaran Bahasa dan Sasha Indonesia mencakup pula pengenalan dasardasar kebahasaan dan kesusasteraan.
182
4. SejarahNasional dan Sejarah Umum Mata pelajaran Sejarah Nasional dan Sejarah Umum dimaksudkan untuk menanamkan pemahaman tentang adanya perkembangan masyarakat masa lampau hingga masa kini, menumbuhkan rasa kebangsaan dan cinta tanah air serta rasa bangga sebagai warga negara Indonesia, dan memperluas wawasan hubungan masyarakat antar bangsa di dunia. Bahan kajian Sejarah Nasional meliputi kehidupan dan perkembangan rnasyarakat Indonesia
dari
masa
kuno,
masa
tradisional,
dan
masa
imperialisme/kolonialisme, pergerakan nasional, proklamasi kemerdekaan, serta upaya bangsa Indonesia untuk mempertahankan kemerdekaan sampai dengan masa mengisi kemerdekaan. Bahan kajian Sejarah Umum mencakup perkembangan baru bangsa-bangsa Asia, Eropa, Amerika sampai dengan perang dunia kedua, proses perubahan dan kecenderungan pembentukan tata kehidupan dunia baru dan perkembangan ilmu dan pengetahuan dan teknologi. 5. Bahasa Inggris Mata pelajaran Bahasa Inggris bertujuan untuk mengembangkan keterampilan siswa dalam membaca, menyimak, berbicara, dan menulis bahasa Inggris sebagai lanjutan dari pengajaran bahasa Inggris di jenjang pendidikan
sebelumnya.
Keterampilan
berbahasa
Inggris
tersebut
diperlukan untuk menunjang penyerapan dan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, seni budaya, dan peningkatan hubungan antar bangsa. Mata pelajaran ini berisi keterampilan membaca, menyimak, berbicara, dan menulis dalam bahasa lnggris yang disajikan secara terpadu dengan penekanan pada keterampilan mernbaca. Unsur-unsur bahasa yang berupa tata bahasa, kosakata, lafal, dan ejaan disajikan untuk menunjang ke empat keterampilan berbahasa tersebut. Pokok bahasan dan kosakata yang dicakup dalam program Ilmu Pengetahuan Sosial terutama dikaitkan dengan bidang ilmu pengetahuan sosial, dalam program Ilmu Pengetahuan
183
Alam pokok bahasan dan kosakatanya terutama dikaitkan dengan bidang ilmu pengetahuan alam, sedangkan dalam program Bahasa pokok bahasan dan kosakatanya terutama dikaitkan dengan sastra. 6. Pendidikan Jasmani dan Kesehatan Pendidikan Jasmani dan Kesehatan adalah bagian dari pendidikan keseluruhan yang mengutamakan kegiatan jasmani dan pembinaan hidup sehat untuk pertumbuhan dan pengembangan jasmani, mental, sosial, dan emosional yang serasi, selaras, seimbang. Mata pelajaran ini terdiri atas kegiaan pokok dan kegiatan pilihan. Kegiatan pokok terdiri atas atletik, senam, permainan, dan pendidikan kesehatan. Sedangkan kegiatan pilihan terdiri atas renang, pencak sila! bulu tangkis, tenis mej4 tenis, sepak takraw, softball, j udo, olahraga yang berkembang di daerah, pengobatan tradisional dan kegiatan usaha kesehatan sekolah (UKS). 7. Matematika Mata pelajaran Matematika di SMU diberikan dengan maksud untuk menata dan meningkatkan ketajaman penalaran siswa yang dapat membantu memperjelas menyelesaikan permasalahan dalam kehidupan sehari-hari dan kemampuan berkomunikasi dengan menggunakan bilangan dan simbol-simbol, serta lebih mengembangkan sikap logis, kritis, cermat, disiplin,
dan
menghargai
kegunaan
matematika'
Mata
pelajaran
Matematika di kdlas I dan kelas II SMU berisi aljabar, trigonometri, kalkulus,
geometri,
peluang,
dan
statistika,
dimaksudkan
untuk
memberikan pengetahuan dan keterampilan yang diperlukan dalam mempelajari bidang-bidang ilmu lainnya. Pada program Ilmu Pengetahuan Alam, mata pelajaran ini khususnya dimaksudkan untuk memberikan pengetahuan dan keterampilan serta lebih mengembangkan kemampuan matematika yang diperlukan dalam mempelajari bidang-bidang ilmu alam
184
dan matematika lebih lanjut sebagai bekal untuk menempuh pendidikan yang lebih tinggi. 8. Fisika Mata pelajaran Fisika di SMU bertujuan menggunakan fisika sebagai wahana untuk memahami kosep-konsep fisika dan saling keterkaitannya, serta mampu menerapkan konsep-konsep fisika dan metode ilmiah yang melibatkan keterampilan proses untuk memecahkan rnasalah dalam kehidupan sehari-hari serta mengembangkan sikap dan nilai-nilai ilmiah. Selain itu, pembelajaran fisika juga diharapkan dapat meningkatkan kesadaran akan perkembangan lptek, kelestarian lingkungan dan kebanggaan nasional. Konsep-konsep fisika yang diajarkan di SMU merupakan kelanjutan dan pendalaman konsep-konsep di SLTP. Di kelas satu dan dua merupakan dasar untuk mamahami konsep-konsep di kelas tiga, sedangkan di kelas tiga merupakan dasar untuk mempelajari konsepkonsep fisika lebih lanjut di perguruan tinggi. Konsep-konsep tersebut sifatnya lebih absfak dan lebih kuantitatifyang meliputi; mekanik4 listrik, magnet, panas, gelombang bunyi, cahaya, fisika modern, elektronika dan penerapannya dalam pengetahuan tentang bumi dan antariksa. 9. Biologi Mata pelajaran Biologi di SMU bertujuan memberikan pengetahuan untuk memahami konsep-konsep biologi dan saling keterkaitanny4 serta mampu menerapkan konsep-konsep biologi dan metode ilmiah yang melibatkan keterampilan proses untuk memecahkan masalah dalar'r kehidupan seharihari. Selain itu, pembelajaran biologi juga diharapkan dapat meningkatkan kesadaran lptek, kelestarian lingkungan dan kebanggaan nasional. Konsep-konsepbiologi yang dipelajari di kelas satu dan dua SMU merupakan kelanjutan, pendalaman dan perluasan konsep-konsep di SLTP dan juga merupakan dasar untuk mempelajari konsep-konsep yang lebih mendalam dan lebih luas di kelas tiga. Sedangkan konsep-konsep biologi
185
yang dipelajari di kelas tiga merupakan kelanjutan, pendalaman dan perluasan konsep-konsep di kelas satu dan dua merupakan dasar untuk mempelajari konsep-konsep lebih lanjut dijenjang pendidikan tinggi, maupun untuk bekal dalam kehidupan sehari-hari. Konsep-konsep biologi di SMU sifatnya lebih mikroskopis, lebih abstrak dan lebih menunjukkan saling keterkaitan (sibernetik) sebagai sistem. Konsep-konsep biologi tersebut mencakup biologi sel, anatomi, fisiologi, keanekaragaman, genetika, evolusi, lingkungan dan perlindungan, dan pengawetan alam. 10. Kimia Mata pelajaran Kimia di SMU bertujuan memberikan pengetahuan untuk memahami penerapan konsep-konsep kimia dan saling keterkaitannya, serta mampu menerapkan konsep-konsep kimia dan metode ilmiah yang melibatkan keterampilan proses untuk memecahkan masalah dalam kehidupan sehari-hari. Selain itu, pembelajaran kimia juga diharapkan dapat meningkatkan kesadaran Iptek, kelestarian lingkungan dan kebanggaan nasional. Konsep-konsep kimia yang dipelajari di kelas I dan II SMU merupakan dasar untuk mempelajari konsep-konsep kimia yang lebih mendalam dan lebih luas di kelas III. Selain itu juga merupakan bekal dalam kehidupan sehari-hari. Sedangkan konsep-konsep kimia yang dipelajari di kelas III merupakan dasar untuk mempelajari konsep-konsep kimia lebih lanjut di jenjarrg pendidikan tinggi serta merupakan bekal dalam kehidupan sehari-hari. Konsep-konsep kimia di SMU meliputi struktur, transformasi, d inam ika, dan energitika zat.
186
11. Ekonomi Mata pelajaran Ekonomi dimaksudkan untuk memberikan pengetahuan konsep-konsep dan teori sederhana dan menerapkannya dalam pemecahan masalah-masalah ekonomi yang dihadapinya seoara kritis dan objektif. Untuk program Ilmu Pengetahuan Sosial, mata pelajaran ini dimaksudkan untuk memberikan bekal kepada siswa mengenal beberapa konsep dan teori ekonomi sederhana untuk menjelaskan fakta, peristiwa, dan masalah ekonomi yang dihadapi. Mata pelajaran ini berisi bahan kajian ekonomi dan akuntansi. Bahan kajian ekonomi mencakup masalah ekonomi, pengertian dasar ekonomi, kegiatan ekonomi yang bersifat perseorangan dan bagian-bagian tertentu dari masyarakat, ekonomi Indonesia Dan luar negeri, pengelolaan bahan usaha dan dasar-dasar ekonometri. Bahan akuntansi mencakup pengertian dasar akuntansi, siklus akuntansi perusahaan jasa, perusahaan dagang dan koperasi, serta komputer akuntansi. 12. Sosiologi Mata pelajaran Sosiologi dimaksudkan untuk memberikan kemampuan memahami secara kritis berbagai persoalan dalam kehidupan sehari-hari yang muncul seiring dengan perubahan masyarakat dan budaya, menanamkan kesadaran perlunya ketentuan hidup bermasyarakat, dan mampu menempatkan diri di berbagai situasi sosial budaya sesuai dengan kedudukan, peran, norma, dan nilai sosial yang berlaku dimasyarakat. Mata pelajaran Sosiologi pada Program Ilmu Pengetahuan Sosial dimaksudkan
untuk
meningkatkan
kepekaan
dan
kemampuan
mengungkapkan berbagai gejala dan masalah sosial-budaya dalam kehidupan sehari-hari. Mata pelajaran ini berisi bahan kajian tentang proses perubahan sosial-budaya, sosialisasi, moderenisasi, pelapisan sosial, dan masalah-masalah sosialbudaya dalam kehidupan sehari-hari.
187
13. Geografi Mata
pelajaran
Geografi
dimaksudkan
untuk
memberikan
bekal
kemampuan dan sikap rasional yang beitanggung jawab dalam menghadapi
gejala
alam
dan
kehidupan
di
muka
bumi
serta
permasalahannya yang timbul akibat interaksi antara manusia dengan lingkungannya. Mata pelajaran ini mencakup pemahaman dasar-dasar pengertian geografi dan sistem informasi geografi; kajian sistematik tentang gejala-gejala alam dan kehidupan; kajian regional (wilayah) mengenai beberapa kawasan penting dunia yang ada di benua Asia, Afrika, Eropa, dan Amerika; kajian khusus yang sejalan dengan kecenderungan perkembangan ekonomi, kemajuan ilrnu pengetahuan dan teknologi, yaitu mengenai indusfi dan persebarannya serta pola keruangan desa dan kota. 14. Tata Negara Mata
pelajaran
Tata
Negara
dimaksudkan
untuk
meningkatkan
kemampuan agar siswa memahami penyelenggaraan Negara sesuai dengan tata kelembagaan negara, tata peradilan, system pemerintahan negara RI, maupun nagara lain. Mata pelajaran ini berisi konsep-konsep dasar negara secara umum, bentuk negara, sistem pemerintahan RI sejak proklamasi 1945 sampai dengan sekarang, hukum serta sistem politik di negara RI, dan hubungan intemasional. Mata pelajaran ini dimaksudkan untuk meningkatkan kemampuan berpikir rasional, kritis dalam memahami permasalahan tentang hak dan kewajiban kehidupan berbangsa dan bernegara. 15. Sejarah dan Budaya Mata pelajaran Sejarah Budaya dimaksudkan untuk menanamkan pernahaman tentang adanya keterkaitan perkembangan budaya masyarakat pada masa lampau, masa kini, dan masa mendatang sehingga siswa
188
menyadari dan menghargai hasil dan nilai budaya pada masa lampau dan masa kini. Bahan kajian Sejarah Budaya berisi kajian tentang perkembangan kebudayaan di Indonesia dan luar Indonesia dari masa pra sejarah hingga masa kini, perkembangan dan kecenderungan unsur-unsur budaya mutakhir, serta peranan kebudayaan dalam pembangunan nasional. 16. Bahasa Asing Lain Mata pelajaran Bahasa Asing Lain dimaksudkan untuk memberikan kepada siswa keterampilan awal membaca, menyimak, berbicara, dan menulis dalam bahasa asing untuk penyerapan ilmu pengetahuan dan teknologi serta seni budaya dan untuk peningkatan hubungan antarbangsa. Mata pelajaran ini berisi keterampilan membaca, menyimak, berbicara, dan menulis dalam bahasa asing yang diajarkan secara terpadu. Unsurunsur bahasa seperti: tata bahasa, Kosakata, lafal, dan ejaan, diajarkan untuk menunjang keempat keterampilan berbahasa tersebut. Mata Pelajaran ini berupa antara lain mata pelajaran Bahasa Arab, Bahasa Jerman, Bahasa Jepang, dan atau Bahasa Perancis. 17. Pendidikan Seni Mata pelajaran Pendidikan Seni bertujuan untuk menanarnkan dan mengembangkan cita rasa keindahan dan keterampilan berolah seni serta rasa cinta dan bangga terhadap seni budaya bangsa Indonesia. Selain itu mata pelajaran Pendidikan Seni bertujuan untuk rnenyeimbangkan kemampuan rasional dan emosional. Matapelajaran ini berisikan bahan kajian seni musik, senirupa, seni tari, dan seni teater. 18. Antopologi Mata pelajaran Antropologi dimaksudkan untuk memberikan pengetahuan mengenai proses terjadinya kebudayaan, pemanfaatan dan perwujudannya
189
dalam
kehidupan
sehari-hari;
menanamkan
kesadaran
perlunya
menghargai nilai-nilai budaya suatu bangsa, terutama bangsa sendiri; menanamkan kesadaran tentang peranan kebudayaan dalam perkembangan dan pembangunan masyarakat serta dampak perubahan kebudayaan terhadap kehidupan bermasyarakat. Mata pelajaran ini berisi kajian tentang : asal mula kebudayaan Indonesia, dan factor-faktor yang mempengaruhi terjadinya kebudayaan seperti lingkungan alam/fisik, ras dan sebagainya; bentuk-bentuk masyarakat di Indonesia; tinjauan terhadap beberapa masyarakat suku di Indonesia; peranan unsur kebudayaan tradisional terhadap pembangunan dan bagaimana membentuk kebudayaan menuju masa depan. F. Lama Pendidikan Pendidikan di sekolah menengah umum berlangsung selama tiga tahun. Bagi siswa yang memiliki kemampuan luar biasa dimungkinkan menempuh pendidikan di sekolah menengah umum lebih singkat dari waktu yang ditentukan. G. Perpindahan Sekolah Siswa sekolah menengah umum dapat pindah ke sekolah menengah kejuruan atau satuan pendidikan menengah lainnya yang setara asalkan memenuhi persyaratan pada sekolah atau satuan pendidikan yang dituju. BAB IV: PELAKSANAAN A. Waktu Belajar Kurikulum Sekolah Menengah Umum menerapkan sistem catur wulan yang membagi waktu belajar satu tahun ajaran menjadi tiga bagian waktu yang masingmasing disebut catur wulan ( I tahun = 3 catur wulan). Jumlah hari belajar dalam satu tahun ajaran adalah 240 hari, termasuk di dalamnyawaktu bagi penyelenggaraanpenilaian kegiatan, kemajuan dan hasil belajar siswa. Jumlah hari belajar efektif dalam satu tahun ajalan sekurang-kurangnya 204hari.Satu jam pelajaran lamanya 45 menit.
190
B. Sistem Guru Sekolah Menengah Umum menggunakan sistem guru mata pelajaran. C. Perencanaan kegiatan belajar-mengaiar Perencanaan kegiatan belajar-mengajar meliputi : a. Perencanaan tahunan b. Perencanaan catur wulan, dan c. Perencanaan yang dituangkan dalam bentuk persiapan mengajar. D. Bahasa Pengantar Bahasa pengantar dalam pendidikan pada sekolah menengah umum adalah bahasa Indonesia (Pasal 41 Undang-undang Nomor 2 Tahun 1989). E. Sistem Pengajaran l. Kegiatan belajar-mengajar dilaksanakan dengan sistem klasikal di mana sekelompok siswa dengan kemampuan rata-rata hampir sama, dengan usia yang hampir sama, menerima pelajaran dari seorang guru dalam mata pelajaran tertentu supaya ada diskusi dalam waktu dan tempat yang sama. Bila diperlukan dapat dibentuk kelompok sesuai dengan tujuan dan keperluan pengajaran. 2. Kegiatan belajar-mengajar pada dasarnya mengembangkan kemampuan psikis dan fisik serta kemampuan penyesuaian sosial siswa secara utuh. Dalam rangka mempersiapkan siswa untuk m elanjutkan ke pend idikan tinggi atau memasuki lapangan kerja, perlu dilaksanakan pula kegiatan belajar-mengajar
yang
mengembangkan
kemandirian,
sikap
bertanggungjawab dalam belajar dan mengemukakan pendapat, berpikir secara teratur, kritis, disiplin, dan keberanian dalam mengambil suatu keputusan. 3. Mengingat kekhasan setiap mata pelajaran, cara penyajian pelajaran atau metode mengajar hendaknya memanfaatkan berbagai sarana penunjang
191
seperti kepustakaan, alat peraga, lingkungan alam, sosial, dan budaya, serta narasumber. F. Kegiatan Perbaikan dan Pengayaan Kegiatan perbaikan adalah kegiatan belajar-mengajar yang dimaksudkan untuk membantu siswa memahami bahan kajian atau pelajaran sehingga siswa mampu mencapai tingkat penguasaan minimal yang ditetapkan. Kegiatan pengayaan adalah kegiatan belajar-mengajar yang dimaksudkan untuk perluasan dan pendalaman bahan kajian atau pelajaran bagi siswa yang telah mencapai tingkat penguasaan minimal lebih awal dari padarata-rata siswa lainnya. Kegiatan perbaikan dan pengayaan dilaksanakan dengan menggunakan waktu yang disediakan sesuai dengan keadaan kebutuhan. G. Tahap Pelaksanaan Kurikulum Kurikulum Sekolah Menengah Umum dilaksanakan secara bertahap mulai dengan kelas I pada tahun ajaran 199411995, kelas I dan II pada tahun ajaran 199511996, dan semua kelas pada tahun ajaran 199611997 dan seterusnya. H. Penahapan pelaksanaan kurikulum dapat digambarkan dalam baganberikut ini. BAB V: PENILAIAN A. Penilaian Kemajuan Belajar Penilaian Kegiatan dan kernajuan belqjar siswa adalah upaya pengumpulan informasi tentang kemajuan belajar siswa. Penilaian bertujuan untuk mengetahui kemajuan belajar siswa, untuk dapat memperbaiki dan meningkatkan kegiatan pembelajaran. Penilaian ini juga memberikan umpan balik bagi perencanaan dan pelaksanaan kegiatan belajar-mengajar. B Penilaian Hasil Belajar Penilaian hasil belajar adalah upaya pengumpulan informasi untuk mengetahui seberapajauh pengetahuan dan kemampuan telah dicapai oleh siswa pada akhir setiap catur wulan, dan akhir tahun pelajaran, atau akhir pendidikan SMU.
192
Penilaian hasil belajar pada akhir catur wulan, akhir tahun pelajaran, direncanakan oleh Kantor Wilayah Departemen Pendidikan dan Kebudayaan dan dilaksankan oleh sekolah yang bersangkutan, sedangkan penilaian akhir.peqdidikan SMU direncanakan oleh Ditjen Dikdasmen dan dilaksanakan'oleh sekolah yang bersangkutan dengan koordinasi Kantor Wilayah Depdikbud, berpedoman pada ketentuan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Penilaian hasil belajar pada akhir catur wulan 3 kelas II mencakup semua mata pelajaran yang diajarkan di kelas II. Penilaian ini dapat digunakan sebagai: a. bahan pertirnbangan dalam pemilihan program pengajaran khusus di kelas III, b. salah satu unsur utama untuk menetukan kenaikan kelas. Penilaian hasil belajar pada akhir pendidikan di SMU digunakan untuk. menyatakan bahwa siswa yang bersangkutan telah selesai mengikuti (tamat) pendidikan SMU. Penilaian hasil belajar yang didasarkan atas ukuran yang ditetapkan secara nasional dilakukan untuk mernperoleh keterangan tentang mutu hasil pendidikan di SMU. BAB VI: PENGEMBANGAN KURIKULUM SELANJUTNYA A. Tingkat Nasional Pada tingkat nasional, pengembangan kurikulum selanjutnya mencakup penyesuaian isi, bahan pelajaran, dan cara dengan memperhatikan tahap perkembangan siswa dan kesesuaiannya dengan lingkungan, kebutuhan pembangunan nasional, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta kesenian sesuai dengan jenjang dan satuan pendidikan menengah umum. B. Tingkat Daerah. Pada tingkat daerah, pengembangan kurikulum pendidikan menengah umum selanjutnya sesuai dengan Pasal l5 ayat (4) dan (5) Peraturan Pemerintah Nomor 29 tahun 1990, dan tanpa mengurangi kurikulum yang berlaku secara nasional,
193
mencakup: (1) Penjabaran lebih lanjut bahan kajian atau pokok bahasan dan atau bahan pelajaran kurikulum yang berlaku nasional, misalnya mata pelajaran Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris; (2) Penambahan bahan pelajaran/bahan kajian atau pokok bahasan, berdasarkan kurikulum yang berlaku nasional, misalnya: mata pelajaran Pendidikan Seni dan Pendidikan Jasmani dan Kesehatan; dan (3) Penyesuaian cara penyampaian yang tercantum dalam kurikulum nasional dengan keadaan dan kebutuhan lingkungan.
MASA DEMOKRASI PARTISIPATORI [ORDE REFORMASI] 1998 – SAMPAI DENGAN SEKARANG (2010) PROLOG Salah satu tuntutan gerakan “Reformasi” dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara telah membuahkan hasil, yaitu mundurnya Presiden Soeharto sebagai pemimpin rejim pemerintahan Orde Baru pada bulan Mei 1998. Mundurnya Soeharto dari jabatan presiden selama 32 tahun disambut dengan gembira oleh sebagian besar rakyat Indonesia. Puncaknya gerakan reformasi yaitu ketika krisis finansial Asia yang menyebabkan ekonomi Indonesia melemah dan semakin besarnya ketidak puasan masyarakat Indonesia terhadap pemerintahan pimpinan Soeharto saat itu menyebabkan terjadinya demonstrasi besar-besaran yang dilakukan berbagai organ aksi mahasiswa di berbagai wilayah Indonesia. Pemerintahan Soeharto semakin disorot setelah Tragedi Trisakti pada 12 Mei 1998 yang kemudian memicu Kerusuhan Mei 1998 sehari setelahnya. Gerakan mahasiswa pun meluas hampir diseluruh Indonesia. Di bawah tekanan yang besar dari dalam maupun luar negeri, Soeharto akhirnya memilih untuk mengundurkan diri dari jabatannya. Runtuhnya pemerintahan Orde Baru berimplikasi tuntutan perubahan terhadap kebijakan-kebijakan pemerintah sebagai produk dari masa pemerintahan Orde Baru. Para reformis menuntut agar seluruh kebijakan berkenaan dengan
194
kehidupan berbangsa dan bernegara yang tidak mendukung gerakan reformasi harus dirubah secara total. Atas dasar itu, pendidikan sebagai salah satu unsur kehidupan berbangsa dan bernegara dituntut untuk disempurnakan secepat mungkin. Langkah pertama yang dilakukan adalah penyempurnaan kurikulum Kurikulum 1994.
KURIKULUM 1994 YANG DISEMPURNAKAN ATAU DISESUAIKAN [SUPLEMEN GBPP 1999] Seiring dengan terjadinya gerakan Reformasi pada tahun 1998 yang menuntut peningkatan kesadaran terhadap keterbukaan, bidang pendidikan sebagai salah satu aspek kehidupan berbangsa dan bernegara dituntut untuk segera direformasi. Sorotan yang pertama kali untuk direformasi atau disempurnakan dalam bidang pendidikan ditujukan kepada Kurikulum 1994 yang sedang berjalan pada waktu itu. Pada hakikatnya, penyempurnaan ini merupakan proses dari penelitian dan pengembangan kurikulum secara terus menerus. Sebenarnya
sebelum
terjadinya
reformasi
pun,
Kurikulum
1994
telah
mendapatkan berbagai tanggapan, kritik, dan saran yang sangat konstruktif dari masyarakat, praktisi, dan pakar pendidikan. Atas dasar itu dan seiring dengan tuntutan reformasi, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan pada tahun 1998 meresponnya dengan melakukan penyempurnaan dan penyesuaian sebagaimana mestinya dengan tetap memperhatikan dan mempertimbangkan kepentingan peserta didik dan kepentingan nasional. Dari serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk menyempurnakan atau menyesuaikan Kurikulum 1994 selama 1 tahun, akhirnya pada tahun 1999 telah dihasilkan dokumen “Penyempurnaan/Penyesuaian Kurikulum 1994 [Suplemen Garis-Garis Besar Program Pengajaran atau GBPP 1999] SMU”. Sejumlah mata pelajaran dalam Suplemen GBPP SMU yang telah disempurnakan yaitu sebagai berikut:
195
1.
Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan
2.
Bahasa dan Sastra Indonesia
3.
Sejarah Nasional dan Sejarah Umum
4.
Bahasa Inggris
5.
Pendidikan Jasmani dan Kesehatan
6.
Matematika
7.
Fisika
8.
Kimia
9.
Biologi
10. Ekonomi dan Akuntansi 11. Sosiologi 12. Geografi 13. Pendidikan Seni 14. Sejarah Budaya 15. Tata Negara 16. Antropologi Jadi sebenarnya penyempurnaan/penyesuaian ini lebih diarahkan hanya pada peninjauan kembali substansi yang dianggap sudah tidak sesuai dengan tuntutan dan jiwa reformasi, sedangkan Struktur Kurikulum sebagaimana yang terdapat dalam Kurikulum 1994 SMA secara prinsip tidak mengalami perubahan sama sekali.
Suplemen
GBPP
SMA
sebagai
hasil
penyempurnaan
mulai
diimplementasikan pada awal tahun 1999/2000.
196
KURIKULUM BERBASIS KOMPETENSI [KURIKULUM 2004] LANDASAN,
PENGERTIAN,
PRINSIP
PENGEMBANGAN,
DAN
PELAKSANAAN A. Landasan Perkembangan dan perubahan yang terjadi dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara di Indonesia tidak terlepas dari pengaruh perubahan global, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta seni dan budaya. Perkembangan dan perubahan secara terus menerus ini menuntut perlunya perbaikan sistem pendidikan nasional termasuk penyempurnaan kurikulum untuk mewujudkan masyarakat yang mampu bersaing dan menyesuaikan diri dengan perubahan zaman tersebut. Atas dasar tuntutan mewujudkan masyarakat seperti itu, diperlukan upaya peningkatan mutu pendidikan yang harus dilakukan secara menyeluruh yang mencakup pengembangan dimensi manusia Indonesia seutuhnya, yakni aspekaspek moral, akhlak, budi pekerti, perilaku, pengetahuan,
kesehatan,
keterampilan dan seni. Pengembangan aspek-aspek tersebut bermuara pada peningkatan dan pengembangan kecakapan hidup yang diwujudkan melalui pencapaian kompetensi peserta didik untuk bertahan hidup, menyesuaikan diri, dan berhasil di masa datang. Dengan demikian, peserta didik memiliki ketangguhan, kemandirian, dan jati diri yang dikembangkan melalui pembelajaran dan atau pelatihan yang dilakukan secara bertahap dan berkesinambungan. Oleh karena itu diperlukan penyempurnaan kurikulum sekolah dan madrasah yang berbasis pada kompetensi peserta didik. Penyempurnaan
kurikulum ini
dilandasi
oleh
kebijakan-kebijakan
yang
dituangkan dalam peraturan perundang-undangan sebagai berikut: 1. UUD 1945 dan perubahannya; 2. Tap MPR Nomor IV/MPR/1999 tentang GBHN;
197
3. Undang Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional; 4. Undang Undang Nomor 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah; dan 5. Peraturan Pemerintah Nomor 25 tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Daerah Propinsi sebagai Daerah Otonom. Undang-undang Nomor 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan Peraturan Pemerintah Nomor 25 tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan sebagai Daerah Otonom berimplikasi terhadap kebijaksanaan pengelolaan pendidikan dari yang bersifat sentralistik ke desentralistik. Pergeseran pengelolaan tersebut berimplikasi pada penyempurnaan kurikulum pada jenjang pendidikan dasar dan menengah. Penyempurnaan kurikulum tersebut mengacu pada Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, yaitu berkenaan dengan pasalpasal sebagai berikut: 1) Pasal 3 tentang Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermatabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwakepada Tuhan Yang Maha Esa, barakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga Negara yang demokratis serta tanggung jawab; 2) Pasal 35 Ayat (1) tentang standar nasional pendidikan berkenaan dengan standar isi, proses, kompetensi lulusan, tenaga kependidikan, sarana dan prasarana, pengelolaan, pembiayaan, dan penilaian pendidikan yang harus ditingkatkan secara berencana dan berkala; 3) Pasal 36 ayat (1) dan (2) tentang pengembangan kurikulum dilakukan dengan mengacu pada standar nasional dan tujuan pendidikan, serta memperhatikan prinsip diversifikasi sesuai dengan potensi peserta didik; 4) Pasal 37 ayat (1) tentang muatan wajib pada kurikulum pendidikan dasar dan menengah; dan;
198
5) Pasal 38 ayat (1) tentang penetapan Kerangka Dasar dan Struktur Kurikulum pendidikan dasar dan menengah ditetapkan oleh Pemerintah dan ayat (2) tentang peran koordinasi dan supervisi dinas pendidikan atau Kantor Departemen Agama Kabupaten/Kota untuk pendidikan dasar dan Provinsi dan untuk pendidikan menengah dalam pengembangan kurikulum Pendidikan dasar dan Menengah sesuai dengan relevansinya oleh setiap kelompok atau satuan pendidikan dan komite sekolah. B. Pengertian Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu. Sesuai dengan pengertian tersebut, Kurikulum 2004 berisi seperangkat rencana dan pengaturan tentang kompetensi yang dibakukan untuk mencapai tujuan nasional dan cara pencapaiannya disesuaikan dengan keadaan dan kemampuan daerah dan sekolah dan madrasah. Kompetensi merupakan pengetahuan, keterampilan, sikap dan nilai-nilai yang diwujudkan dalam kebiasaan berpikir dan bertindak. Kompetensi dapat dikenali melalui sejumlah hasil belajar dan indikatornya yang dapat diukur dan diamati. Kompetensi dapat dicapai melalui pengalaman belajar yang dikaitkan dengan bahan kajian dan bahan pelajaran secara kontekstual. Pada pendidikan kejuruan kompetensi yang berkait dengan tugas-tugas lulusan di tempat kerja, ditetapkan berdasarkan standar kompetensi yang berlaku di dunia kerja sesuai dengan keahliannya. Kompetensi dikembangkan secara berkesinambungan sejak Taman Kanak-kanak dan Raudhatul Athfal, Kelas I sampai dengan Kelas XII yang menggambarkan suatu rangkaian kemampuan yang bertahap, berkelanjutan, dan konsisten seiring dengan perkembangan psikologis peserta didik. Khusus pendidikan kejuruan kompetensi yang dituangkan dalam kurikulum adalah standar kompetensi yang berlaku di dunia kerja yang bersangkutan.
199
C. Prinsip-Prinsip Pengembangan dan Pelaksanaan 1. Prinsip-Prinsip Pengembangan a. Peningkatan Keimanan, Budi Pekerti Luhur, dan Penghayatan nilai-nilai Budaya Keimanan, budi pekerti luhur, dan nilai-nilai budaya perlu digali, dipahami, dan diamalkan untuk mewujudkan karakter dan martabat bangsa. b. Keseimbangan Etika, Logika, Estetika, dan Kinestetika Pengalaman belajar dirancang dengan memperhatikan keseimbangan etika, logika, estetika, dan kinestetika. c. Penguatan Integritas Nasional Penguatan integritas nasional dicapai melalui pendidikan yang menumbuhkembangkan pemahaman dan penghargaan terhadap perkembangan budaya dan peradaban bangsa Indonesia yang mampu memberikan sumbangan terhadap peradaban dunia. d. Perkembangan Pengetahuan dan Teknologi Informasi Kemampuan berpikir dan belajar dengan cara mengakses, memilih, dan menilai pengetahuan untuk mengatasi situasi yang cepat berubah dan penuh ketidakpastian serta menghadapi perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi informasi. e. Pengembangan Kecakapan Hidup Kecakapan
hidup
mencakup
keterampilan
diri
(personal
skills),
keterampilan berpikir rasional (thinking skills), keterampilan sosial (social skills), keterampilan akademik (academic skills), keterampilan vokasional (vocational skills). Kurikulum mengembangkan kecakapan hidup melalui pembudayaan membaca, menulis, dan berhitung; sikap, dan perilaku adaptif, kreatif, kooperatif, dan kompetitif.
200
f. Pilar Pendidikan Kurikulum mengorganisasikan fondasi belajar ke dalam empar pilar, yaitu: (i) belajar untuk memahami, (ii) belajar untuk berbuat kreatif, (iii) belajar untuk hidup dalam kebersamaan, dan (iv) belajar untuk membangun dan mengekspresikan jati diri yang dilandasi ketiga pilar sebelumnya. g. Komprehensif dan Berkesinambungan Kompetensi mencakup keseluruhan dimensi kemampuan yaitu pengetahuan, keterampilan, nilai dan sikap, pola pikir dan perilaku yang disajikan secara berkesinambungan mulai dari usia Taman Kanak-kanak atau Raudhatul Athfal sampai dengan pendidikan menengah. Kemampuan mencakup pengetahuan, keterampilan, nilai dan sikap, pola piker dan perilaku. Substansi mencakup norma, nilai-nilai, dan konsep, serta fenomena dan kenyataan yang berkembang dalam kehidupan masyarakat. h. Belajar Sepanjang Hayat Pendidikan diarahkan pada proses pembudayaan dan pemberdayaan peserta didik yang berlanjut sepanjang hayat. i. Diversifikasi Kurikulum Kurikulum dikembangkan dengan prinsip diversifikasi sesuai dengan satuan pendidikan, potensi daerah, dan peserta didik 2. Prinsip-Prinsip Pelaksanaan a. Kesamaan Memperoleh Kesempatan Penyediaan tempat yang memberdayakan semua peserta didik secara demokratis dan berkeadilan untuk memperoleh pengetahuan, keterampilan, dan sikap sangat diutamakan. Seluruh peserta didik dari berbagai kelompok seperti kelompok yang kurang beruntung secara ekonomi dan sosial, yang memerlukan bantuan khusus, berbakat, dan unggul berhak menerima pendidikan yang tepat sesuai dengan kemampuan dan kecepatannya.
201
b. Berpusat Pada Anak Upaya memandirikan peserta didik untuk belajar, bekerja sama, dan menilai diri sendiri diutamakan agar peserta didik mampu membangun kemauan, pemahaman, dan pengetahuannya. Peningkatan potensi, kecerdasan, dan minat peserta didik perlu terus menerus diupayakan. Penilaian berkelanjutan dan komprehensif menjadi sangat penting dalam rangka pencapaian upaya tersebut. Penyajiannya disesuaikan dengan tahap-tahap perkembangan peserta didik melalui pembelajaran yang aktif, kreatif, efektif, dan menyenangkan. c. Pendekatan Menyeluruh dan Kemitraan Semua pengalaman belajar dirancang secara berkesinambungan mulai dari Taman Kanak-kanak dan Raudhatul Athfal, kelas I sampai dengan XII. Pendekatan yang digunakan dalam mengorganisasikan pengalaman belajar berfokus
pada
mengintegrasikan
kebutuhan berbagai
peserta disiplin
didik ilmu.
yang
bervariasi
Keberhasilan
dan
pencapaian
pengalaman belajar menuntut kemitraan dan tanggung jawab bersama dari peserta didik, guru, sekolah dan madrasah, orangtua, perguruan tinggi, dunia usaha dan industri, dan masyarakat. d. Kesatuan dalam Kebijakan dan Keberagaman dalam Pelaksanaan Standar kompetensi disusun pusat dan cara pelaksanaannya disesuaikan dengan kebutuhan dan kemampuan masing-masing daerah atau sekolah dan madrasah. Standar kompetensi dapat dijadikan acuan penyusunan kurikulum berdiversifikasi berdasarkan pada satuan pendidikan, potensi daerah, dan peserta didik, serta taraf internasional. D. Tujuan Rumusan tujuan untuk masing-masing satuan pendidikan mengacu pada fungsi dan tujuan pendidikan nasional sebagaimana tercantum dalam Undang-undang
202
Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional beserta peraturan-peraturan pemerintah yang menyertainya. Penyelenggaraan pendidikan dasar bertujuan untuk menghasilkan lulusan yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, kerakhlak mulia; mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi anggota masyarakat yang bertanggung jawab dan demokratis; dan mengikuti pendidikan lebih lanjut. Penyelenggaraan pendidikan menengah bertujuan untuk menghasilkan lulusan yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia; mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi anggota masyarakat yang bertanggung jawab dan demokratis; menguasai dasar-dasar ilmu pengetahuan dan teknologi; memiliki etos dan budaya kerja; dan mengikuti pendidikan lebih lanjut. STRUKTUR DAN SISTEM PERSEKOLAH DAN MADRASAH A. Jenjang dan Jalur Pendidikan serta Jenis Sekolah Pendidikan di SMA dalam jalur pendidikan formal berlangsung selama 3 tahun, yaitu mulai kelas X sampai dengan kelas XII yang diperuntukkan terutama bagi siswa yang akan melanjutkan ke perguruan tinggi. Di jalur nonformal, pendidikan menengah setara dengan Paket C. Posisi SMA dalam jenjang dan jalur pendidikan digambarkan dalam struktur persekolahan berikut ini.
203
STRUKTUR PERSEKOLAHAN DAN MADRASAH Dunia Kerja/Hidup di Masyarakat
Universitas/Sekolah Tinggi/Akademi/ Politeknik
TINGGI
MENENGAH
XII XI X
SMA dan MA
IX VIII VII
SMP dan MTs
SMK dan MAK
SMLB
SMPLB
Paket C
18 17 16
Paket B
15 14 13
Paket A
12 11 10 9 8 7
DASAR VI V IV III II I
SD dan MI
SDLB
TK dan RA
TKLB Taman Penitipan Anak & Kelompok Bermain
USIA DINI
JENJANG PENDIDIKAN
TINGKAT/ KELAS
FORMAL
NONFORMAL JALUR
6 5 4 3 2 1 Lahir USIA (TH)
B. Sistem Kenaikan Tingkat/Kelas Sekolah dan madrasah pada jenjang pendidikan dasar dan menengah menggunakan sistem kenaikan tingkat/kelas, yaitu mulai dari Tingkat/Kelas I sampai dengan Tingkat/Kelas XII yang harus ditempuh oleh siswa secara bertahap dan berkesinambungan sesuai dengan lama masa belajar pada setiap satuan pendidikan. Penempatan siswa di kelas-kelas awal Sekolah Dasar dan Madrasah Ibtidaiyah berdasarkan pada perkembangan fisik dan mental serta keharusan wajib belajar.
204
Sedangkan di setiap kelas berikutnya, penempatan siswa menggunakan sistem kenaikan kelas yang didasarkan pada penguasaan kompetensi. C. Sistem Belajar Pengaturan waktu belajar di semua jenjang dan jenis pendidikan dasar dan menengah menggunakan sistem semester, yaitu sistem yang membagi waktu belajar satu tahun pelajaran ke dalam 2 periode belajar.
STANDAR KOMPETENSI Pada jenjang pendidikan dasar dan menengah, fungsi dan tujuan pendidikan nasional diwujudkan ke dalam standar nasional dan kurikulum. Keterkaitan antara fungsi dan tujuan pendidikan nasional, standar nasional, dan kurikulum dibagankan sebagai berikut. KETERKAITAN FUNGSI, TUJUAN, DAN STANDAR PENDIDIKAN NASIONAL SERTA KURIKULUM
Standar nasional meliputi standar isi, proses, kompetensi lulusan, tenaga kependidikan, sarana dan prasarana, pengelolaan, pembiayaan, dan penilaian pendidikan yang harus ditingkatkan secara berencana dan berkala. Standar nasional ini kemudian dijadikan acuan dalam pengembangan kurikulum. Pengembangan kurikulum meliputi pengembangan kerangka dasar dan struktur
205
kurikulum, seperangkat bahan kajian, mata pelajaran, pedoman, silabus, dan bahan ajar. Kerangka dasar dan struktur kurikulum merupakan kerangka kebijakan untuk pelaksanaan kurikulum 2004 yang memuat landasan, fungsi, tujuan, dan prinsip, struktur dan sistem persekolahan, standar kompetensi lulusan, struktur kurikulum, pelaksanaan kurikulum, serta penilaian dan pengembangan kurikulum selanjutnya. Bahan Kajian merupakan penjabaran dari standar isi yang mencakup kajian yang dibakukan dalam bentuk kompetensi. Mata pelajaran merupakan seperangkat kompetensi dasar yang dibakukan dan substansi pelajaran mata pelajaran tertentu per satuan pendidikan dan per kelas selama masa persekolahan. Mata pelajaran memuat sejumlah kompetensi dasar yang harus dicapai oleh siswa per kelas dan per satuan pendidikan sesuai dengan tingkatan pencapaian hasil belajarnya.
Tolok ukur kompetensi dikemukakan
dalam indikator. Pedoman merupakan acuan bagi pengembangan, pemasyarakatan, pelaksanaan, pemantauan dan penilaian kurikulum. Pedoman meliputi pedoman pembelajaran, pedoman penilaian kelas, pedoman penyusunan silabus, pedoman penggunaan sarana belajar, pedoman pengelolaan kurikulum, dan pedoman bimbingan karir. Silabus merupakan penjabaran kompetensi dan tujuan ke dalam rincian kegiatan dan strategi pembelajaran, kegiatan dan strategi penilaian, dan alokasi waktu per mata pelajaran per satuan pendidikan dan per kelas. Bahan ajar merupakan bahan pembelajaran yang sesuai dengan pertumbuhan dan perkembangan potensi fisik, kecerdasan intelektual, sosial, emosional, dan kejiwaan peserta didik. Keterkaitan antara fungsi dan tujuan pendidikan nasional, standar kompetensi lulusan, dan standar isi diwujudkan ke dalam bahan kajian, seperangkat kompetensi lintas kurikulum dan mata pelajaran. Keterkaitan ini dapat dilihat pada bagan berikut.
206
KETERKAITAN ANTARA FUNGSI DAN TUJUAN PENDIDIKAN NASIONAL, STANDAR KOMPETENSI LULUSAN, DAN STANDAR ISI
Fungsi dan Tujuan Pendidikan Nasional Standar Kompetensi Lulusan Standar Kompetensi Bahan Kajian Kompetensi Lintas Kurikulum
Standar Isi
Standar Kompetensi Mata Pelajaran dan Kegiatan Belajar Pembiasaan
Fungsi dan tujuan nasional adalah sebagaimana yang diamanatkan dalam UU Nomor 20/2003. Standar Kompetensi Lulusan merupakan seperangkat kompetensi yang dibakukan dan harus dicapai peserta didik sebagai hasil belajarnya dalam setiap satuan pendidikan. Kompetensi Lulusan Sekolah Menengah Atas dan Madrasah Aliyah adalah sebagai berikut: • Keyakinan dan ketaqwaan yang tercermin dalam perilaku sehari-hari sesuai dengan ajaran agama yang dianutnya. • Menginternalisasi nilai dasar humaniora untuk menerapkan kebersamaan dalam kehidupan bermasyarakat. • Wawasan kebangsaan dan bernegara. • Memahami dan menjalankan hak dan kewajiban untuk berkarya secara produktif, kompetitif, koperatif, dan mampu memanfaatkan lingkungan secara bertanggungjawab. • Berpikir logis, kritis, inovatif, dan kreatif dalam memecahkan masalah, serta berkomunikasi secara verbal baik lisan maupun tertulis sesuai dengan konteksnya melalui berbagai media termasuk teknologi informasi. • Mengembangkan pengetahuan dan keterampilan akademik
207
• Memanfaatkan pengetahuan dan kecakapan yang dimiliki untuk hidup di masyarakat. • Meningkatkan pengetahuan dan kecakapan melalui belajar secara mandiri dalam rangka membangun masyarakat belajar. • Kemampuan berolah raga, menjaga kesehatan, membangun ketahanan dan kebugaran jasmani. • Berekspresi dan menghargai seni dan keindahan. Standar Kompetensi Lulusan kemudian dijabarkan ke dalam Standar Isi yang memuat Bahan Kajian, dan Mata Pelajaran serta Kegiatan Belajar Pembiasan. Kompetensi dalam bahan kajian disajikan secara bertahap dan berkesinambungan dalam pernyataan pemeringkatan dalam aspek. Kompetensi tersebut memuat delapan peringkat pencapaian prestasi peserta didik selama mereka mengikuti pendidikan
prasekolah,
pendidikan
dasar,
dan
pendidikan
menengah.
Pemeringkatan tersebut terdiri atas 6 level, yaitu Level 0, 1, 2, 3, 4, 4-A, 5 dan 6 sebagaimana terinci dalam tabel di bawah ini. PEMERINGKATAN DAN KESETARAANNYA DENGAN KELAS
Level
Kesetaraan Kelas
Penjelasan
0
TK dan RA
1
I – II
2
III – IV
3
V - VI
4
VII – VIII
4-A
IX
Kesiapan untuk memasuki sekolah dasar dan madrasah ibtidaiyah, namun tidak menjadi prasyarat untuk memasuki sekolah dasar dan madrasah ibtidaiyah. Penguasaan kemampuan dasar untuk menggunakan bahasa lisan, tulis, dan angka dalam berkomunikasi. Tahap orientasi operasional konkret untuk beralih secara bertahap ke kemampuan berpikir yang lebih abstrak. Pencapaian kompetensi lulusan sekolah dasar dan madrasah ibtidaiyah dan peralihan ke jenjang sekolah menengah pertama dan madrasah tsanawiyah. Penguasaan keterampilan berpikir dan penalaran proses abstraksi melalui kompetensi yang dipelajari dan diterapkan dalam menyelesaikan masalah. Pencapaian kompetensi lulusan sekolah menengah pertama dan madrasah tsanawiyah sesuai dengan tuntutan wajib belajar 9 tahun untuk melanjutkan ke jenjang pendidikan
208
5
X
6
XI – XII
yang lebih tinggi atau hidup di masyarakat. Penguasaan kompetensi yang mendukung pemilihan dan/atau penentuan program studi atau pilihan atau keahlian. Pencapaian kompetensi lulusan sekolah menengah atas dan sekolah menengah kejuruan serta madrasah aliyah dan madrasah aliyah kejuruan untuk melanjutkan ke perguruan tinggi, bekerja, atau hidup di masyarakat.
Pemeringkatan kompetensi harus dapat diukur dan diamati untuk memudahkan pengambilan keputusan bagi guru, tenaga kependidikan lain, peserta didik, orang tua, dan penentu kebijaksanaan. Pemeringkatan kompetensi ini bermanfaat sebagai dasar penilaian dan pemantauan proses kemajuan dan hasil belajar peserta didik. Pemeringkatan bermanfaat bagi pelayanan individual, benchmarking,
dan fleksibilitas
penyelenggaraan pendidikan. Kompetensi bahan kajian menjadi acuan dalam penyusunan kompetensi mata pelajaran untuk setiap satuan pendidikan. Kompetensi bahan kajian dicapai melalui sepuluh bahan kajian yang berlaku mulai dari SD, SDLB, dan MI; SMP, SMPLB, dan MTs; serta SMA, SMALB, MA, SMK, dan MAK. Kesepuluh bahan kajian tersebut yaitu: 1) Pendidikan Agama; 2) Pendidikan Kewarganegaraan 3) Bahasa; 4) Matematika; 5) Ilmu Pengetahuan Alam; 6) Ilmu Pengetahuan Sosial; 7)
Seni
dan
Budaya;
8)
Pendidikan
Jasmani
dan
Olah
Raga;
9)
Keterampilam/Kejuruan; dan 10) Muatan Lokal. Pengorganisasian bahan kajian ke dalam mata pelajaran memperhatikan dan mempertimbangkan antara lain hal-hal sebagai berikut: (1) Perkembangan psikologis dan fisik anak, (2) Kebermanfaatan atau kegunaan atau pragmatik bagi anak, (3) Beban belajar anak, dan (4) Disiplin keilmuan.
209
Pengorganisasian kesepuluh bahan kajian ke dalam mata pelajaran untuk SMA dan MA adalah sebagai berikut: 1. Pendidikan Agama 2. Kewarganegaraan 3. Bahasa dan Sastra Indonesia 4. Bahasa Inggris 5. Matematika 6. Kesenian 7. Pendidikan Jasmani 8. Sejarah 9. Geografi 10. Ekonomi 11. Sosiologi 12. Fisika 13. Kimia 14. Biologi 15. Teknologi Informasi dan Komunikasi 16. Keterampilan/Bahasa Asing Kompetensi Lintas Kurikulum merupakan kecakapan hidup dan belajar sepanjang hayat yang dibakukan dan harus dicapai oleh peserta didik melalui pengalaman belajar secara berkesinambungan. Kompetensi Lintas Kurikulum tersebut adalah sebagai berikut: 1. Memiliki keyakinan, menyadari serta menjalankan hak dan kewajiban, saling menghargai dan memberi rasa aman, sesuai dengan agama yang dianutnya.
210
2. Menggunakan
bahasa
untuk
memahami,
mengembangkan,
dan
mengkomunikasikan gagasan dan informasi, serta untuk berinteraksi dengan orang lain. 3. Memilih, memadukan, dan menerapkan konsep-konsep, teknik-teknik, pola, struktur, dan hubungan. 4. Memilih, mencari, dan menerapkan teknologi dan informasi yang diperlukan dari berbagai sumber. 5. Memahami dan menghargai lingkungan fisik, makhluk hidup, dan teknologi, dan
menggunakan
pengetahuan,
keterampilan,
dan
nilai-nilai
untuk
mengambil keputusan yang tepat. 6. Berpartisipasi, berinteraksi, dan berkontribusi aktif dalam masyarakat dan budaya global berdasarkan pemahaman konteks budaya, geografis, dan historis. 7. Berkreasi dan menghargai karya artistik, budaya, dan intelektual serta menerapkan nilai-nilai luhur untuk meningkatkan kematangan pribadi menuju masyarakat beradab. 8. Berpikir logis, kritis, dan lateral dengan memperhitungkan potensi dan peluang untuk menghadapi berbagai kemungkinan. 9. Menunjukkan motivasi dalam belajar, percaya diri, bekerja mandiri, dan bekerja sama dengan orang lain.
STRUKTUR
KURIKULUM
SEKOLAH
MENENGAH
ATAS
DAN
MADRASAH ALIYAH Struktur kurikulum berisi: (1) sejumlah mata pelajaran, (2) kegiatan belajar pembiasaan, dan (3) alokasi waktu. Mata pelajaran mengutamakan kegiatan instruksional yang berjadwal dan berstruktur. Kegiatan belajar pembiasaan mengutamakan
kegiatan
pembentukan
dan
pengendalian
perilaku
yang
diwujudkan dalam kegiatan rutin, spontan, dan pengenalan unsur-unsur penting
211
kehidupan masyarakat. Alokasi waktu menunjukan satuan waktu yang digunakan untuk tatap muka. Kurikulum SMA dan MA mencakup 2 jenis yaitu: (a) Struktur Kurikulum Program Studi dan (b) Struktur Kurikulum Program Pilihan. Sekolah dan madrasah dapat menentukan struktur kurikulum yang sesuai dengan potensi dan kebutuhan. Masa belajar di SMA dan MA ditempuh selama 3 tahun mulai dari Kelas X, XI, dan XII. Struktur Kurikulum pada SMALB dan MALB disesuaikan dengan ketunaan. 1. Struktur Kurikulum Program Studi Program studi terdiri atas Ilmu Alam, Ilmu Sosial, dan Bahasa. Kelas X merupakan program bersama yang diikuti oleh semua peserta didik. Pada Kelas XI dan XII dikelompokkan ke dalam tiga program studi, yaitu: Ilmu Alam, Ilmu Sosial, dan Bahasa. Program studi Ilmu Alam mengembangkan potensi peserta didik untuk memiliki karakter, kompetensi, dan kecakapan hidup melalui pemahaman prinsip-prinsip alam. Program studi Ilmu Sosial mengembangkan potensi peserta didik untuk memiliki karakter, kompetensi, dan kecakapan hidup melalui pemahaman prinsip-prinsip kemasyarakatan. Program studi Bahasa mengembangkan potensi peserta didik untuk memiliki karakter, kompetensi, dan kecakapan hidup melalui pemahaman prinsip-prinsip multikultural dan komunikasi bahasa. Struktur kurikulum program studi Ilmu Alam, Ilmu Sosial, dan Bahasa memuat jumlah dan jenis mata pelajaran serta alokasi waktu sebagaimana terlihat dalam tabel-tabel berikut ini.
212
STRUKTUR KURIKULUM Kelas X
Mata Pelajaran 1. Pendidikan Agama 2. Kewarganegaraan 3. Bahasa dan Sastra Indonesia 4. Bahasa Inggris 5. Matematika 6. Kesenian 7. Pendidikan Jasmani 8. Sejarah 9. Geografi 10. Ekonomi 11. Sosiologi 12. Fisika 13. Kimia 14. Biologi 15. Teknologi Informasi dan Komunikasi 16. Keterampilan/Bahasa Asing Jumlah
Alokasi Waktu Smt 1 Smt 2 2 2 4 4 4 2 2 1 2 2 2 3 3 3 2 *
2 2 4 4 4 2 2 2 1 2 2 3 3 3 2 *
38
38
Penjelasan untuk Kelas X: 1)
2) 3)
4) 5)
6)
Alokasi waktu total yang disediakan untuk kelas X adalah 38 jam pelajaran per minggu. Daerah, sekolah atau madrasah dapat menambah alokasi waktu total atau mengubah alokasi waktu mata pelajaran sesuai dengan kebutuhan siswa, sekolah, madrasah atau daerah. Satu jam pelajaran tatap muka dilaksanakan selama 45 menit. Minggu belajar untuk kelas X dalam satu tahun pelajaran (2 semester) adalah 34 – 40 minggu. Daerah atau sekolah dan madrasah dapat mengatur jumlah minggu belajar sesuai dengan kebutuhan. Madrasah menambah alokasi waktu untuk mata pelajaran keagamaan. Jam tatap muka per minggu adalah 28.5 jam (1.710 menit), dan jumlah jam tatap muka per tahun adalah 969 jam (58.140 menit) – 1.140 jam (68.400 menit). Keterampilan/Bahasa Asing merupakan mata pelajaran pilihan yang dimaksudkan untuk membekali kemampuan bagi peserta didik untuk hidup di masyarakat dan pengalokasian waktunya diatur sekolah dan madrasah serta pemilihannya berdasarkan minat, bakat, dan kemampuan siswa dan sekolah/madrasah. Pengalokasian waktu untuk setiap mata pelajaran sebagaimana tercantum dalam tabel di atas merupakan contoh pengalokasian waktu untuk setiap
213
7)
mata pelajaran. Sekolah dan madrasah dapat mengatur alokasi waktu sesuai kebutuhan siswa, sekolah dan madrasah, dan daerah dengan tetap berpatokan pada alokasi waktu per minggu. Kegiatan belajar pembiasaan dilaksanakan melalui kegiatan ekstrakurikuler yang alokasi waktunya diatur oleh sekolah dan madrasah.
STRUKTUR KURIKULUM PROGRAM STUDI ILMU ALAM Mata Pelajaran 1. Pendidikan Agama 2. Kewarganegaraan 3. Bahasa dan Sastra Indonesia 4. Bahasa Inggris 5. Matematika 6. Kesenian 7. Pendidikan Jasmani 8. Sejarah 9. Geografi 10. Fisika 11. Kimia 12. Biologi 13. Teknologi Informasi dan Komunikasi 14. Keterampilan /Bahasa Asing
Jumlah
Alokasi Waktu Kelas XI Kelas XII Smt 1 2 3 4 4 5 2 2 2 1 4 4 4 2 *
Smt 2 2 3 4 4 5 2 2 1 2 4 4 4 2 *
Smt 1 2 3 4 4 5 2 2 5 4 5 2 *
Smt 2 2 2 4 4 5 2 2 4 5 4 2 *
39
39
38
36
Penjelasan untuk Program Studi Ilmu Alam: 1)
2) 3)
4)
Alokasi waktu total yang disediakan untuk kelas XI adalah 39 jam pelajaran per minggu. Kelas XII semester 1 (satu) adalah 38 jam pelajaran dan semesDaerah, sekolah atau madrasah dapat menambah alokasi waktu total atau mengubah alokasi waktu mata pelajaran sesuai dengan kebutuhan siswa, sekolah, madrasah atau daerah. Satu jam pelajaran tatap muka dilaksanakan selama 45 menit. Minggu belajar untuk kelas XI dalam satu tahun pelajaran (2 semester) adalah 34 – 40 minggu, jam tatap muka per minggu adalah 29,25 jam (1.755 menit), dan jumlah jam tatap muka per tahun adalah 994,5 jam (59.670 menit) – 1.170 jam (70.200 menit). Daerah atau sekolah dan madrasah dapat mengatur jumlah minggu belajar sesuai dengan kebutuhan. Madrasah menambah alokasi waktu untuk mata pelajaran keagamaan. Minggu belajar untuk kelas XII semester 1 adalah 18 minggu, dan jam tatap muka per minggu adalah 28,5 jam (1.710 menit) dan jumlah jam tatap muka semester 1 adalah 513 jam (30.780 menit). Daerah atau sekolah dan madrasah dapat mengatur jumlah minggu belajar sesuai dengan kebutuhan.
214
5) Minggu belajar untuk kelas XII semester 2 adalah 14 minggu, jam tatap muka per minggu adalah 27 jam (1.620 menit), dan jumlah jam tatap muka semester 2 adalah 378 jam (22.680 menit). Daerah atau sekolah dan madrasah dapat mengatur jumlah minggu belajar sesuai dengan kebutuhan. Madrasah menambah alokasi waktu untuk mata pelajaran keagamaan. 6) Keterampilan/Bahasa Asing merupakan mata pelajaran pilihan yang mencakup kecakapan hidup yang membekali peserta didik untuk hidup di masyarakat dan pengalokasian waktunya diatur sekolah dan madrasah. 7) Pengalokasian waktu untuk setiap mata pelajaran sebagaimana tercantum dalam tabel di atas merupakan contoh pengalokasian waktu untuk setiap mata pelajaran. Sekolah dan madrasah dapat mengatur alokasi waktu sesuai kebutuhan siswa, sekolah dan madrasah, dan daerah dengan tetap berpatokan pada alokasi waktu per minggu. 8) Kegiatan belajar pembiasaan dilaksanakan melalui kegiatan ekstrakurikuler yang alokasi waktunya diatur oleh sekolah dan madrasah.
STRUKTUR KURIKULUM PROGRAM STUDI ILMU SOSIAL Mata Pelajaran 1. Pendidikan Agama 2. Kewarganegaraan 3. Bahasa dan Sastra Indonesia 4. Bahasa Inggris 5. Matematika 6. Kesenian 7. Pendidikan Jasmani 8. Sejarah 9. Geografi 10. Ekonomi 11. Sosiologi 12. Teknologi Informasi dan Komunikasi 13. Keterampilan/ Bahasa Asing
Jumlah
Alokasi Waktu Kelas XI Kelas XII Smt 1 2 3 4 4 4 2 2 3 3 5 5 2 *
Smt 2 2 3 4 4 4 2 2 3 3 5 5 2 *
Smt 1 2 3 4 4 4 2 2 3 3 5 4 2 *
Smt 2 2 2 4 4 4 2 2 3 2 5 4 2 *
39
39
38
36
Penjelasan untuk Program Studi Ilmu Sosial: 1) Alokasi waktu total yang disediakan untuk kelas XI adalah 39 jam pelajaran per minggu. Daerah, sekolah atau madrasah dapat menambah alokasi waktu total atau mengubah alokasi waktu mata pelajaran sesuai dengan kebutuhan siswa, sekolah, madrasah atau daerah. 2) Satu jam pelajaran tatap muka dilaksanakan selama 45 menit. 3) Minggu belajar untuk kelas XI dalam satu tahun pelajaran (2 semester) adalah 34 – 40 minggu, jam tatap muka per minggu adalah 29,25 jam
215
(1.755 menit), dan jumlah jam tatap muka per tahun adalah 994,5 jam (59.670 menit) – 1.170 jam (70.200 menit). Daerah atau sekolah dan madrasah dapat mengatur jumlah minggu belajar sesuai dengan kebutuhan. Madrasah menambah alokasi waktu untuk mata pelajaran keagamaan. 4) Minggu belajar untuk kelas XII semester 1 adalah 18 minggu, dan jam tatap muka per minggu adalah 28,5 jam (1.710 menit) dan jumlah jam tatap muka semester 1 adalah 513 jam (30.780 menit). Daerah atau sekolah dan madrasah dapat mengatur jumlah minggu belajar sesuai dengan kebutuhan. 5) Minggu belajar untuk kelas XII semester 2 adalah 14 minggu, jam tatap muka per minggu adalah 27 jam (1.620 menit), dan jumlah jam tatap muka semester 2 adalah 378 jam (22.680 menit). Daerah atau sekolah dan madrasah dapat mengatur jumlah minggu belajar sesuai dengan kebutuhan. 6) Keterampilan/Bahasa Asing merupakan mata pelajaran pilihan yang mencakup kecakapan hidup yang membekali peserta didik untuk hidup di masyarakat dan pengalokasian waktunya diatur sekolah dan madrasah. 7) Pengalokasian waktu untuk setiap mata pelajaran sebagaimana tercantum dalam tabel di atas merupakan contoh pengalokasian waktu untuk setiap mata pelajaran. Sekolah dan madrasah dapat mengatur alokasi waktu sesuai kebutuhan siswa, sekolah dan madrasah, dan daerah dengan tetap berpatokan pada alokasi waktu per minggu. 8) Kegiatan belajar pembiasaan dilaksanakan melalui kegiatan ekstrakurikuler yang alokasi waktunya diatur oleh sekolah dan madrasah. STRUKTUR KURIKULUM PROGRAM STUDI BAHASA Mata Pelajaran 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13.
Pendidikan Agama Kewarganegaraan Bahasa Indonesia Bahasa Inggris Matematika Kesenian Pendidikan Jasmani Sejarah Antropologi Sastra Indonesia Bahasa Asing lainnya Teknologi Informasi dan Komunikasi Keterampilan
Jumlah
Alokasi Waktu Kelas XI Kelas XII Smt 1 2 3 4 6 4 3 2 3 2 4 4 2 *
Smt 2 2 3 4 6 4 3 2 3 2 4 4 2 *
Smt 1 2 3 4 6 4 2 2 3 2 4 4 2 *
Smt 2 2 2 4 5 4 2 2 3 2 4 4 2 *
39
39
38
36
Penjelasan untuk Program Studi Bahasa: 1)
Alokasi waktu total yang disediakan untuk kelas XI adalah 39 jam pelajaran per minggu. Daerah, sekolah atau madrasah dapat menambah alokasi waktu
216
2) 3)
4)
5)
6) 7) 8)
9)
total atau mengubah alokasi waktu mata pelajaran sesuai dengan kebutuhan siswa, sekolah, madrasah atau daerah. Satu jam pelajaran tatap muka dilaksanakan selama 45 menit. Minggu belajar untuk kelas XI dalam satu tahun pelajaran (2 semester) adalah 34 – 40 minggu, jam tatap muka per minggu adalah 29,25 jam (1.755 menit), dan jumlah jam tatap muka per tahun adalah 994,5 jam (59.670 menit) – 1.170 jam (70.200 menit). Daerah atau sekolah dan madrasah dapat mengatur jumlah minggu belajar sesuai dengan kebutuhan. Madrasah menambah alokasi waktu untuk mata pelajaran keagamaan. Minggu belajar untuk kelas XII semester 1 adalah 18 minggu, dan jam tatap muka per minggu adalah 28,5 jam (1.710 menit) dan jumlah jam tatap muka semester 1 adalah 513 jam (30.780 menit). Daerah atau sekolah dan madrasah dapat mengatur jumlah minggu belajar sesuai dengan kebutuhan. Minggu belajar untuk kelas XII semester 2 adalah 14 minggu, jam tatap muka per minggu adalah 27 jam (1.620 menit), dan jumlah jam tatap muka semester 2 adalah 378 jam (22.680 menit). Daerah atau sekolah dan madrasah dapat mengatur jumlah minggu belajar sesuai dengan kebutuhan. Bahasa terdiri atas mata pelajaran Bahasa Indonesia, Sastra Indonesia, Bahasa Inggris, dan Bahasa Asing Lain (Arab, Jerman, Perancis, Jepang, dan Mandarin). Mata pelajaran Keterampilan pemilihannya disesuaikan dengan bakat, minat siswa dan kebutuhan dan pengalokasian waktunya diatur sekolah dan madrasah. Pengalokasian waktu untuk setiap mata pelajaran sebagaimana tercantum dalam tabel di atas merupakan contoh pengalokasian waktu untuk setiap mata pelajaran. Sekolah dan madrasah dapat mengatur alokasi waktu sesuai kebutuhan siswa, sekolah dan madrasah, dan daerah dengan tetap berpatokan pada alokasi waktu per minggu. Kegiatan belajar pembiasaan dilaksanakan melalui kegiatan ekstrakurikuler yang alokasi waktunya diatur oleh sekolah dan madrasah.
2. Struktur Kurikulum Program Pilihan Penyelenggaraan Sekolah Menengah Atas dan Madrasah Aliyah Program Pilihan dimaksudkan untuk memberikan kebebasan kepada peserta didik dalam memilih sejumlah mata pelajaran yang sesuai dengan potensi, bakat, dan minat peserta didik. Struktur kurikulum Program Pilihan tersebut memuat jumlah dan jenis mata pelajaran serta alokasi waktu sebagaimana terinci dalam tabel berikut ini.
217
STRUKTUR KURIKULUM PROGRAM PILIHAN SEKOLAH MENENGAH ATAS DAN MADRASAH ALIYAH Mata Pelajaran
Alokasi Waktu
A. Inti 1. Pendidikan Agama 2. Kewarganegaraan 3. Bahasa dan Sastra Indonesia 4. Bahasa Inggris 5. Matematika 6. Kesenian 7. Pendidikan Jasmani 8. Sejarah 9. Geografi 10. Ekonomi 11. Sosiologi 12. Fisika 13. Kimia 14. Biologi 15. Teknologi Informasi dan Komunikasi 16. Keterampilan/Bahasa Asing B. Pilihan [terdiri atas sejumlah mata pelajaran sesuai dengan kemampuan, bakat, dan minat]
Jumlah
Kelas X
Kelas XI
Kelas XII
2 2 4 4 4 2 2 2 (1) 1 (2) 2 2 3 3 3 2 *
2 2 4 4 4 2 2 -
2 2 4 4 4 2 2 -
-
16
12
38
36
32
Penjelasan untuk Program Pilihan: 1) Kelas X merupakan program bersama yang diikuti oleh semua peserta didik. 2) Program Pilihan yang dimulai pada Kelas XI dan XII terdiri atas sejumlah mata pelajaran yaitu: Bahasa dan Sastra Indonesia, Matematika, Fisika, Biologi, Kimia, Ekonomi, Geografi, Sosiologi, Antropologi, Sejarah, Bahasa Inggris, Bahasa Jerman, Bahasa Perancis, Bahasa Jepang, Bahasa Mandarin, Bahasa Arab, Aqidah Akhlak, Tafsir Hadits, Ushul Fiqh, Teknologi Informasi dan Komunikasi, dan Keterampilan. 3) Standar kompetensi mata pelajaran Ilmu-ilmu Agama sebagai pilihan dikembangkan oleh Departemen Agama dan Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Pendidikan Nasional. 4) Pemilihan mata pelajaran untuk Program Pilihan di Kelas XI dan XII didasarkan pada minat dan kemampuan peserta didik untuk memilih program studi di perguruan tinggi. 5) Pemilihan mata pelajaran dilakukan dengan cara: a. Peserta didik yang memiliki minat dan kemampuan ke bidang Ilmu Alam dapat memilih beberapa mata pelajaran yang bercirikan bidang tersebut ditambah dengan mata pelajaran lainnya,
218
b. Peserta didik yang memiliki minat dan kemampuan ke bidang Ilmu Sosial dapat memilih beberapa mata pelajaran yang bercirikan bidang tersebut dan ditambah dengan mata pelajaran lainnya, dan c. Peserta didik yang memiliki minat dan kemampuan ke bidang Bahasa dapat memilih beberapa mata pelajaran yang bercirikan bidang tersebut ditambah dengan mata pelajaran lainnya. 4) Alokasi waktu total yang disediakan untuk kelas X dan XI adalah 36 jam pelajaran per minggu. Daerah, sekolah atau madrasah dapat menambah alokasi waktu total atau mengubah alokasi waktu mata pelajaran sesuai dengan kebutuhan siswa, sekolah, madrasah atau daerah. Madrasah menambah alokasi waktu untuk mata pelajaran keagamaan. 5) Satu jam pelajaran tatap muka dilaksanakan selama 45 menit. 6) Minggu belajar untuk kelas X dan XI dalam satu tahun pelajaran (2 semester) adalah 34 – 40 minggu, dan jam tatap muka per minggu adalah 27 jam (1.620 menit), jumlah jam tatap muka per tahun adalah 918 jam (55.080 menit). 7) Minggu belajar untuk kelas XII dalam satu tahun pelajaran (2 semester) adalah 34 - 40 minggu, dan jam tatap muka per minggu adalah 24 jam (1440 menit), jumlah jam tatap muka per tahun adalah 816 jam (48.960 menit). 8) Bahasa terdiri atas mata pelajaran Bahasa Indonesia, Sastra Indonesia, Bahasa Inggris, dan Bahasa Asing Lain (Arab, Jerman, Perancis, Jepang, dan Mandarin). 9) Alokasi waktu untuk setiap mata pelajaran dalam Program Pilihan disesuaikan dengan tuntutan kompetensi yang harus dicapai oleh siswa. 10) Kegiatan belajar pembiasaan dilaksanakan melalui kegiatan ekstrakurikuler yang alokasi waktunya diatur oleh sekolah dan madrasah. 11) Penjelasan teknis untuk pelaksanaan program pilihan akan diatur dalam pedoman tersendiri. PELAKSANAAN KURIKULUM A. Umum Pelaksanaan kurikulum menerapkan prinsip “Kesatuan dalam Kebijakan dan Keberagaman dalam Pelaksanaan”. Standar nasional disusun pusat dan cara pelaksanaannya disesuaikan masing-masing daerah/sekolah dan madrasah. Perwujudan “Kesatuan dalam Kebijakan” tertuang dalam pengembangan Kerangka Dasar, Standar Kompetensi Bahan Kajian, dan Standar Kompetensi Mata Pelajaran, beserta Pedoman Pelaksanaannya. Perwujudan “Keberagaman dalam Pelaksanaan” tertuang dalam pengembangan silabus dan skenario pembelajaran.
219
Pelaksanaan kurikulum di daerah perlu mempertimbangkan hal-hal berikut: 1. perencanaan dan pelaksanaan pendidikan sesuai dengan standar yang ditetapkan; 2. perluasan kesempatan berimprovisasi dan berkreasi dalam meningkatkan mutu pendidikan; 3. penegasan tanggung jawab bersama antara orang tua, sekolah dan madrasah, masyarakat, pemerintah daerah, dan pemerintah pusat dalam meningkatkan mutu pendidikan; 4. peningkatan pertanggungjawaban (akuntabilitas) kinerja penyelenggaraan pendidikan; 5. perwujudan keterbukaan dan kepercayaan dalam pengelolaan pendidikan sesuai dengan otoritas masing-masing yang dapat membangun kesatuan dan persatuan bangsa; dan 6. penyelesaian masalah pendidikan sesuai dengan karakteristik wilayah yang bersangkutan. Kurikulum dapat didiversifikasikan dengan cara disesuaikan, diperluas, dan diperdalam untuk melayani keberagaman penyelenggaraan satuan pendidikan, kebutuhan dan kemampuan daerah dan sekolah dan madrasah ditinjau dari segi geografis dan budaya serta kemampuan dan minat peserta didik sehingga sekolah dan madrasah dapat melayani seluruh peserta didik dengan kemampuan di bawah rata-rata, rata-rata, dan di atas rata-rata untuk mencapai hasil yang optimal. Diversifikasi kurikulum yang melayani minat peserta didik dan kebutuhan daerah dirancang oleh daerah dan sekolah dan madrasah. Perwujudan diversifikasi kurikulum
pendidikan
kejuruan
mengacu
pada
pencapaian
penguasaan
kompetensi sesuai dengan dunia kerja setempat. Diversifikasi kurikulum juga dilaksanakan untuk melayani peserta didik yang memiliki tingkat kesulitan dalam mengikuti proses pembelajaran karena kelainan fisik, emosional, mental, sosial dan/atau memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa. Diversifikasi kurikulum juga perlu dilaksanakan untuk peserta didik
220
dari daerah terpencil atau terbelakang, masyarakat adat yang terpencil, dan/atau mengalami bencana alam, bencana sosial, dan tidak mampu dari segi ekonomi. B. Khusus 1. Bahasa Pengantar Bahasa Indonesia sebagai Bahasa Negara menjadi bahasa pengantar dalam kegiatan pembelajaran. Bahasa daerah dapat digunakan sebagai bahasa pengantar dalam tahap-tahap awal pendidikan apabila diperlukan dalam penyampaian dan/atau penyajian keterampilan tertentu. Bahasa asing Inggris dapat digunakan sebagai bahasa pengantar pada satuan pendidikan tertentu untuk mendukung kemampuan berbahasa asing peserta didik. 2. Hari Belajar Jumlah hari belajar satu tahun pelajaran adalah 204 sampai dengan 240 hari dan jumlah minggu efektif adalah 34 - 40. Pengaturannya dilaksanakan dengan sistem semester. Pengaturan hari efektif diwujudkan dalam kalender pendidikan yang berlaku secara nasional. 3. Kegiatan Kurikuler Kegiatan kurikuler dibedakan dalam 2 kegiatan, yaitu kegiatan intrakurikuler dan ekstrakurikuler. a. Intrakurikuler Kegiatan
intrakurikuler
merupakan
kegiatan
pembelajaran
untuk
menguasai kompetensi dengan mempertimbangkan hak-hak dan kewajiban peserta didik, efisiensi, dan efektifitas pelaksanaan kegiatan. Khusus satuan pendidikan kejuruan, kegiatan intrakurikuler disesuaikan dengan tuntutan dan kondisi dunia kerja dan industri. Kegiatan intra kurikuler efektif per minggu dimungkinkan untuk dilaksanakan dalam 5 hari atau 6 hari kerja sesuai dengan kebutuhan sekolah dan madrasah setelah mendapat persetujuan dari Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota.
221
b. Ekstrakurikuler Kegiatan ekstrakurikuler merupakan kegiatan pembelajaran di luar kegiatan intrakurikuler yang diselenggarakan secara kontekstual dengan keadaan dan kebutuhan lingkungan untuk memenuhi tuntutan penguasaan kompetensi
mata
pelajaran,
pembentukan
karakter
bangsa,
dan
peningkatan kecakapan hidup yang alokasi waktunya diatur secara tersendiri berdasarkan pada kebutuhan dan kondisi sekolah dan madrasah/daerah.
Kegiatan
ekstrakurikuler
dapat
berupa
kegiatan
pengayaan dan kegiatan perbaikan atau kunjungan studi ke tempat-tempat tertentu yang berkaitan dengan esensi materi pelajaran tertentu atau kegiatan-kegiatan kepramukaan, perkoperasian, kewirausahaan, kesehatan sekolah dan madrasah, olah raga, dan palang merah. 4. Tenaga Kependidikan Guru dipersyaratkan mempunyai kualifikasi dan atau kompetensi khusus untuk menunjang pencapaian kompetensi lulusan pada satuan pendidikan. Khusus
guru sekolah dan madrasah kejuruan dipersyaratkan memiliki
sertifikat kompetensi atau sertifikat profesi. Guru bertugas merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, dan melakukan pembimbingan dan pelatihan. Kepala
Sekolah
dan
madrasah
bertugas
melaksanakan
administrasi,
pengelolaan, pengembangan, pengawasan, dan pelayanan profesional untuk menunjang pelaksanaan kegiatan pembelajaran pada satuan pendidikan. Pengawas
bertugas
merencanakan,
melaksanakan,
memantau
dan
mengevaluasi pelaksanaan dan pengelolaan pendidikan serta memberikan pelayanan profesional kepada kepala sekolah dan madrasah dan guru termasuk menyebarkan gagasan baru atau pelaksanaan pembelajaran bermutu secara efisien.
222
5. Sarana dan Prasarana Pendidikan Pelaksanaan pembelajaran menggunakan sumber belajar, buku dan alat pelajaran termasuk teknologi dan multi media yang disediakan pemerintah dan masyarakat sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan.
Sekolah dan
madrasah menciptakan kondisi yang memenuhi kebutuhan pendidikan sesuai dengan pertumbuhan dan perkembangan potensi fisik, kecerdasan intelektual, sosial, emosional, spiritual, dan kejiwaan peserta didik. 6. Remedial, Pengayaan, dan Percepatan Belajar Sekolah dan madrasah memberikan layanan bagi peserta didik yang mendapat kesulitan belajar melalui kegiatan remedial. Peserta didik yang mencapai ketuntasan kompetensi lebih cepat dari waktu yang ditentukan memperoleh pengayaan dan dapat mengikuti program percepatan belajar. 7. Bimbingan dan Konseling Sekolah dan madrasah memberikan bimbingan dan konseling kepada peserta didik dalam konteks pengembangan kepribadian, sosial, karier, dan belajar lanjutan. Bimbingan dan konseling diberikan secara berkesinambungan oleh guru yang memenuhi persyaratan. Guru mata pelajaran perlu memberikan dukungan profesional kepada guru bimbingan khusus dalam mengatasi siswa yang bermasalah. 8. Pengembangan atau Penyusunan Silabus Daerah, sekolah dan madrasah mengembangkan silabus sesuai dengan kondisi dan kebutuhan masing-masing tetapi tetap berdasarkan pada standar kompetensi.
Dinas
Pendidikan
propinsi
dan
kabupaten/kota
dapat
mengkoordinasikan kegiatan penyusunan silabus. Penyusunan silabus dapat dilakukan oleh tim pengembang kurikulum di daerah dengan melibatkan nara sumber sesuai keahliannya. Standar kompetensi dan silabus muatan lokal dapat disusun untuk melayani kebutuhan, potensi, kekhasan, dan keunggulan lokal. Silabus khusus perlu disusun untuk melayani peserta didik yang memiliki tingkat kesulitan dalam
223
mengikuti proses pembelajaran karena kelainan fisik, emosional, mental, sosial dan/atau memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa. Silabus khusus juga perlu disusun untuk melayani peserta didik dari daerah terpencil, masyarakat adat yang terpencil, dan/atau mengalami bencana alam, bencana sosial, dan tidak mampu dari segi ekonomi. 9. Pengelolaan Kurikulum Sekolah dan madrasah mengelola kurikulum dengan memberdayakan seluruh unsur penyelenggara, komite sekolah dan madrasah, dewan pendidikan, dunia usaha dan industri serta pengendali mutu sesuai dengan kondisi, kebutuhan, dan potensi untuk mewujudkan pencapaian standar kompetensi nasional. Kabupaten/kota, dan propinsi berperan dan bertanggungjawab dalam mengkoordinasi dan mensupervisi pengembangan dan pelaksanaan kurikulum di sekolah dan madrasah. 10. Sekolah dan Madrasah Bertaraf Internasional Sekolah dan madrasah bertaraf internasional didirikan untuk menghasilkan lulusan yang mampu bersaing pada tingkat nasional.
Sekolah dapat
menggunakan kurikulum nasional dan atau penggabungan kurikulum nasional dan internasional yang disesuaikan dengan kekhasan serta potensi sekolah, madrasah, dan daerah. Bahasa Inggris dan bahasa asing lain dapat digunakan sebagai bahasa pengantar dalam pembelajaran. C. Pentahapan Pelaksanaan Kurikulum 2004 ini dilaksanakan mulai tahun pelajaran 2004/2005 secara bertahap bagi sekolah dan madrasah yang telah siap melaksanakannya dengan pentahapan sebagai berikut: 1. Pada tahun Pertama mulai Kelas X SMA. 2. Pada tahun Kedua dilaksanakan di Kelas X, XI SMA. 3. Pada tahun Ketiga dan seterusnya dilaksanakan pada seluruh kelas di SMA.
224
Bagi sekolah dan madrasah yang belum siap melaksanakan kurikulum mulai tahun pelajaran 2004/2005 diharapkan dapat memulainya paling lambat tahun pelajaran 2006/2007 dengan pentahapan seperti di atas. D. Kegiatan Pembelajaran Kegiatan pembelajaran diselenggarakan untuk membentuk watak, peradaban, dan meningkatkan mutu kehidupan peserta didik. Kegiatan perlu pembelajaran memberdayakan semua potensi peserta didik untuk menguasai kompetensi yang diharapkan. Pemberdayaan diarahkan untuk mendorong pencapaian kompetensi dan perilaku khusus supaya setiap individu mampu menjadi pebelajar sepanjang hayat
dan
mewujudkan
masyarakat
belajar.
Kegiatan
pembelajaran
mengembangkan kemampuan untuk mengetahui, memahami, melakukan sesuatu, hidup dalam kebersamaan, dan mengaktualisasikan diri. Dengan demikian, kegiatan pembelajaran perlu: (1) berpusat pada peserta didik, (2) mengembangkan kreativitas peserta didik, (3) menciptakan kondisi menyenangkan dan menantang, (4) bermuatan nilai, etika, estetika, logika, dan kinestetika, dan (5) menyediakan pengalaman belajar yang beragam. Pelaksanaan kegiatan pembelajaran menerapkan berbagai strategi dan metode pembelajaran yang menyenangkan, kontekstual, efektif, efisien, dan bermakna. Dalam hal ini kegiatan pembelajaran mampu mengembangkan dan meningkatkan kompetensi, kreativitas, kemandirian, kerjasama, solidaritas, kepemimpinan, empati, toleransi, dan kecakapan hidup peserta didik guna membentuk watak serta meningkatkan peradaban dan martabat bangsa. E. Penilaian Hasil Belajar Penilaian dilakukan untuk memperoleh informasi tentang kemajuan dan hasil belajar dalam ketuntasan pengusaan kompetensi. Penilaian di sekolah dan madrasah (internal) dilakukan dalam bentuk ulangan harian dan penugasan untuk menngetahui kemajuan dan hasil belajar di kelas. Penilaian di sekolah dan madrasah digunakan untuk penentuan perbaikan, pengayaan dan penentuan kenaikan kelas.
225
Penilaian akhir dapat diselenggarakan oleh sekolah dan madrasah atau oleh pihak luar (eksternal). Penilaian eksternal dapat digunakan sebagai pengendali mutu pendidikan seperti Ujian Akhir Nasional dan Tes Kemampuan Dasar. Penilaian Kelas sebagai bagian integral dari kegiatan pembelajaran dilakukan oleh guru. Dalam Penilaian Kelas, guru berwenang untuk menentukan kriteria keberhasilan, cara, dan jenis penilaian. Penilaian Kelas berorientasi pada: •
Acuan/Patokan Semua kompetensi perlu dinilai menggunakan acuan kriteria berdasarkan pada indikator hasil belajar. Sekolah dan madrasah menetapkan kriteria sesuai dengan kondisi dan kebutuhannya.
•
Ketuntasan Belajar Pencapaian hasil belajar ditetapkan dengan ukuran atau tingkat pencapaian kompetensi yang memadai dan dapat dipertanggungjawabkan sebagai prasyarat penguasaan kompetensi lebih lanjut.
•
Alat Penilaian Penilaian menggunakan berbagai cara, tes dan non-tes, untuk memantau kemajuan dan hasil belajar peserta didik.
•
Kriteria Penilaian Penilaian memberikan informasi yang akurat tentang pencapaian kompetensi dasar peserta didik, adil terhadap semua peserta didik, terbuka bagi semua pihak, dan dilaksanakan secara terencana, bertahap, dan terus menerus untuk memperoleh gambaran tentang perkembangan belajar peserta didik.
Sekolah dan madrasah melaporkan hasil penilaian kepada siswa, orang tua, dan pihak-pihak yang berkepentingan. Laporan memuat deskripsi kemajuan dan hasil belajar secara utuh dan menyeluruh. Hasil penilaian dapat digunakan untuk mendiagnosis dan memberikan umpan balik untuk perbaikan pembelajaran dan program.
226
PENILAIAN DAN PENGEMBANGAN KURIKULUM SELANJUTNYA A. Penilaian Kurikulum Penilaian kurikulum dilakukan secara berkala dan terus menerus oleh Pusat dan Daerah.
Penilaian kurikulum dilakukan untuk mengetahui keterlaksanan
kurikulum sesuai dengan dasar, fungsi, dan tujuan pendidikan nasional, serta kesesuaian dengan tuntutan perkembangan yang terjadi dalam masyarakat. Hasil penilaian kurikulum digunakan untuk menyempurnakan pelaksanaan dan mengembangkan kurikulum selanjutnya. B. Pengembangan Kurikulum Selanjutnya Sesuai dengan kebijakan otonomi daerah yang berimplikasi pada kebijakan pengelolaan pendidikan dari yang bersifat sentralistik ke desentralistik, maka masing-masing lembaga tingkat pusat, daerah dan sekolah dan madrasah mempunyai tanggungjawab tertentu. Pemerintah bertanggungjawab terhadap penyempurnaan dan pengembangan: •
standar kompetensi siswa dan warga belajar;
•
standar materi pokok;
•
pembelajaran dan penilaian hasil belajar secara nasional;
•
pengendalian mutu,
Pemerintah daerah bertanggungjawab dalam penjabaran dan pelaksanaan kurikulum yang mencakup: •
pengembangan kurikulum dalam bentuk silabus;
•
pengembangan dan pelaksanaan kurikulum muatan lokal;
•
penyusunan petunjuk teknis operasional pelaksanaan kurikulum; dan
•
pelaksanaan pemantauan dan penilaian.
Sekolah dan madrasah bertanggungjawab dalam pelaksanaan kurikulum yang mencakup: •
pengembangan kurikulum dalam bentuk silabus;
•
perencanaan pembelajaran dan penilaian; dan
227
•
pelaksanaan
dan
pengelolaan
pembelajaran;
serta
pelaksanaan
dan
pengelolaan penilaian hasil belajar.
UNDANG-UNDANG
TENTANG
SISTEM
PENDIDIKAN
NASIONAL TAHUN 2003 Mengingat telah terjadi Amandemen terhadap UUD 1945 dan seiring dengan bergulirnya prinsip desentralisasi dan otonomi dalam bidang pemerintahan, Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional pada tanggal 27 Maret 1989 perlu disesuaikan atau disempurnakan lagi. Undangundang ini memuat aspek antara lain sebagai berikut: Hakikat Pendidikan. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara. Dasar. Pendidikan Nasional berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Fungsi. Pendidikan Nasional berfungsi untuk mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Tujuan. Pendidikan Nasional bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Standar Nasional Pendidikan. Kriteria minimal tentang sistem pendidikan di seluruh wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia.
228
KURIKULUM SMA 2006 Kurikulum SMA tahun 2006, sebagaimana yang dimuat dalam Lampiran Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi, masih menggunakan pola penjurusan yang terdiri atas: (1) Program Ilmu Pengetahuan Alam; (2) Program Ilmu Pengetahuan Sosial; (3) Program Bahasa; dan (4) Program Keagamaan.
KERANGKA DASAR KURIKULUM Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan pasal 6 ayat (1) menyatakan bahwa kurikulum untuk jenis pendidikan umum, kejuruan, dan khusus pada jenjang pendidikan dasar dan menengah terdiri atas: a. kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia; b. kelompok mata pelajaran kewarganegaraan dan kepribadian; c. kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi; d. kelompok mata pelajaran estetika; e. kelompok mata pelajaran jasmani, olahraga dan kesehatan. Cakupan setiap kelompok mata pelajaran adalah sebagaimana yang disajikan pada Tabel 1 berikut ini. Tabel 1. Cakupan Kelompok Mata Pelajaran
No.
Kelompok Mata Pelajaran
1.
Agama dan Akhlak Mulia
2.
Kewarganegaraan dan Kepribadian
Cakupan Kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia dimaksudkan untuk membentuk peserta didik menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa serta berakhlak mulia. Akhlak mulia mencakup etika, budi pekerti, atau moral sebagai perwujudan dari pendidikan agama. Kelompok mata pelajaran kewarganegaraan dan kepribadian dimaksudkan untuk peningkatan kesadaran dan wawasan peserta
229
No.
Kelompok Mata Pelajaran
3.
Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
4.
Estetika
5.
Jasmani, Olahraga dan Kesehatan
Cakupan didik akan status, hak, dan kewajibannya dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, serta peningkatan kualitas dirinya sebagai manusia. Kesadaran dan wawasan termasuk wawasan kebangsaan, jiwa dan patriotisme bela negara, penghargaan terhadap hak-hak asasi manusia, kemajemukan bangsa, pelestarian lingkungan hidup, kesetaraan gender, demokrasi, tanggung jawab sosial, ketaatan pada hukum, ketaatan membayar pajak, dan sikap serta perilaku anti korupsi, kolusi, dan nepotisme. Kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi pada SD/MI/SDLB dimaksudkan untuk mengenal, menyikapi, dan mengapresiasi ilmu pengetahuan dan teknologi, serta menanamkan kebiasaan berpikir dan berperilaku ilmiah yang kritis, kreatif dan mandiri. Kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi pada SMP/MTs/SMPLB dimaksudkan untuk memperoleh kompetensi dasar ilmu pengetahuan dan teknologi serta membudayakan berpikir ilmiah secara kritis, kreatif dan mandiri. Kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi pada SMA/MA/SMALB dimaksudkan untuk memperoleh kompetensi lanjut ilmu pengetahuan dan teknologi serta membudayakan berpikir ilmiah secara kritis, kreatif dan mandiri. Kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi pada SMK/MAK dimaksudkan untuk menerapkan ilmu pengetahuan dan teknologi, membentuk kompetensi, kecakapan, dan kemandirian kerja. Kelompok mata pelajaran estetika dimaksudkan untuk meningkatkan sensitivitas, kemampuan mengekspresikan dan kemampuan mengapresiasi keindahan dan harmoni. Kemampuan mengapresiasi dan mengekspresikan keindahan serta harmoni mencakup apresiasi dan ekspresi, baik dalam kehidupan individual sehingga mampu menikmati dan mensyukuri hidup, maupun dalam kehidupan kemasyarakatan sehingga mampu menciptakan kebersamaan yang harmonis. Kelompok mata pelajaran jasmani, olahraga dan kesehatan pada SD/MI/SDLB dimaksudkan untuk meningkatkan potensi fisik serta menanamkan sportivitas dan kesadaran hidup sehat. Kelompok mata pelajaran jasmani, olahraga dan kesehatan pada SMP/MTs/SMPLB dimaksudkan untuk meningkatkan potensi fisik serta membudayakan sportivitas dan kesadaran hidup sehat. Kelompok mata pelajaran jasmani, olahraga dan kesehatan pada SMA/MA/SMALB/SMK/MAK dimaksudkan untuk meningkatkan potensi fisik serta membudayakan sikap sportif, disiplin, kerja sama, dan hidup sehat. Budaya hidup sehat termasuk kesadaran, sikap, dan perilaku hidup sehat yang bersifat individual ataupun yang bersifat kolektif kemasyarakatan seperti keterbebasan dari perilaku seksual bebas, kecanduan narkoba, HIV/AIDS, demam berdarah, muntaber, dan penyakit lain yang potensial untuk mewabah.
230
Selain tujuan dan cakupan kelompok mata pelajaran sebagai bagian dari kerangka dasar kurikulum perlu dikemukakan prinsip pengembangan dan pelaksanaan kurikulum.
PRINSIP PENGEMBANGAN KURIKULUM Kurikulum SMA dikembangkan berdasarkan pada prinsip-prinsip sebagai berikut: a. Berpusat pada potensi, perkembangan, kebutuhan, dan kepentingan peserta didik dan lingkungannya Kurikulum dikembangkan berdasarkan prinsip bahwa peserta didik memiliki posisi sentral untuk mengembangkan kompetensinya agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Untuk mendukung pencapaian tujuan tersebut pengembangan kompetensi peserta didik disesuaikan dengan potensi, perkembangan, kebutuhan, dan kepentingan peserta didik serta tuntutan lingkungan. b. Beragam dan terpadu Kurikulum dikembangkan dengan memperhatikan keragaman karakteristik peserta didik, kondisi daerah, dan jenjang serta jenis pendidikan, tanpa membedakan agama, suku, budaya dan adat istiadat, serta status sosial ekonomi dan gender. Kurikulum meliputi substansi komponen muatan wajib kurikulum, muatan lokal, dan pengembangan diri secara terpadu, serta disusun dalam keterkaitan dan kesinambungan yang bermakna dan tepat antarsubstansi. c. Tanggap terhadap perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni Kurikulum dikembangkan atas dasar kesadaran bahwa ilmu pengetahuan, teknologi dan seni berkembang secara dinamis, dan oleh karena itu semangat dan isi kurikulum mendorong peserta didik untuk mengikuti dan memanfaatkan secara tepat perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni. d. Relevan dengan kebutuhan kehidupan
231
Pengembangan kurikulum dilakukan dengan melibatkan pemangku kepentingan (stakeholders) untuk
menjamin
relevansi pendidikan dengan kebutuhan
kehidupan, termasuk di dalamnya kehidupan kemasyarakatan, dunia usaha dan dunia kerja. Oleh karena itu, pengembangan keterampilan pribadi, keterampilan berpikir, keterampilan sosial, keterampilan akademik, dan keterampilan vokasional merupakan keniscayaan. e. Menyeluruh dan berkesinambungan Substansi kurikulum mencakup keseluruhan dimensi kompetensi, bidang kajian keilmuan dan mata pelajaran yang direncanakan dan disajikan secara berkesinambungan antarsemua jenjang pendidikan. f. Belajar sepanjang hayat Kurikulum
diarahkan
kepada
proses
pengembangan,
pembudayaan
dan
pemberdayaan peserta didik yang berlangsung sepanjang hayat. Kurikulum mencerminkan keterkaitan antara unsur-unsur pendidikan formal, nonformal dan informal, dengan memperhatikan kondisi dan tuntutan lingkungan yang selalu berkembang serta arah pengembangan manusia seutuhnya. g. Seimbang antara kepentingan nasional dan kepentingan daerah Kurikulum dikembangkan dengan memperhatikan kepentingan nasional dan kepentingan daerah untuk membangun kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Kepentingan nasional dan kepentingan daerah harus saling mengisi dan memberdayakan sejalan dengan motto Bhineka Tunggal Ika dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia.
PRINSIP PELAKSANAAN KURIKULUM Dalam pelaksanaan Kurikulum SMA menggunakan prinsip-prinsip sebagai berikut: a. Pelaksanaan kurikulum didasarkan pada potensi, perkembangan dan kondisi peserta didik untuk menguasai kompetensi yang berguna bagi dirinya. Dalam
232
hal ini peserta didik harus mendapatkan pelayanan pendidikan yang bermutu, serta memperoleh kesempatan untuk mengekspresikan dirinya secara bebas, dinamis dan menyenangkan. b. Kurikulum dilaksanakan dengan menegakkan kelima pilar belajar, yaitu: (a) belajar untuk beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, (b) belajar untuk memahami dan menghayati, (c) belajar untuk mampu melaksanakan dan berbuat secara efektif, (d) belajar untuk hidup bersama dan berguna bagi orang lain, dan (e) belajar untuk membangun dan menemukan jati diri, melalui proses pembelajaran yang aktif, kreatif, efektif, dan menyenangkan. c. Pelaksanaan kurikulum memungkinkan peserta didik mendapat pelayanan yang bersifat perbaikan, pengayaan, dan/atau percepatan sesuai dengan potensi, tahap perkembangan, dan kondisi peserta didik dengan tetap memperhatikan keterpaduan pengembangan pribadi peserta didik yang berdimensi ke-Tuhanan, keindividuan, kesosialan, dan moral. d. Kurikulum dilaksanakan dalam suasana hubungan peserta didik dan pendidik yang saling menerima dan menghargai, akrab, terbuka, dan hangat, dengan prinsip tut wuri handayani, ing madia mangun karsa, ing ngarsa sung tulada (di belakang memberikan daya dan kekuatan, di tengah membangun semangat dan prakarsa, di depan memberikan contoh dan teladan). e. Kurikulum dilaksanakan dengan menggunakan pendekatan multistrategi dan multimedia, sumber belajar dan teknologi yang memadai, dan memanfaatkan lingkungan sekitar sebagai sumber belajar, dengan prinsip alam takambang jadi guru (semua yang terjadi, tergelar dan berkembang di masyarakat dan lingkungan sekitar serta lingkungan alam semesta dijadikan sumber belajar, contoh dan teladan). f. Kurikulum dilaksanakan dengan mendayagunakan kondisi alam, sosial dan budaya serta kekayaan daerah untuk keberhasilan pendidikan dengan muatan seluruh bahan kajian secara optimal.
233
g. Kurikulum yang mencakup seluruh komponen kompetensi mata pelajaran, muatan lokal dan pengembangan diri diselenggarakan dalam keseimbangan, keterkaitan, dan kesinambungan yang cocok dan memadai antarkelas dan jenis serta jenjang pendidikan.
STRUKTUR KURIKULUM Struktur kurikulum merupakan pola dan susunan mata pelajaran yang harus ditempuh oleh peserta didik dalam kegiatan pembelajaran. Kedalaman muatan kurikulum pada setiap mata pelajaran pada setiap satuan pendidikan dituangkan dalam kompetensi yang harus dikuasai peserta didik sesuai dengan beban belajar yang tercantum dalam struktur kurikulum. Kompetensi yang dimaksud terdiri atas standar kompetensi dan kompetensi dasar yang dikembangkan berdasarkan standar kompetensi lulusan. Muatan lokal dan kegiatan pengembangan diri merupakan bagian integral dari struktur kurikulum pada jenjang pendidikan dasar dan menengah. Struktur kurikulum SMA/MA meliputi substansi pembelajaran yang ditempuh dalam satu jenjang pendidikan selama tiga tahun mulai Kelas X sampai dengan Kelas XII. Struktur kurikulum disusun berdasarkan standar kompetensi lulusan dan standar kompetensi mata pelajaran. Pengorganisasian kelas-kelas pada SMA/MA dibagi ke dalam dua kelompok, yaitu kelas X merupakan program umum yang diikuti oleh seluruh peserta didik, dan kelas XI dan XII merupakan program penjurusan yang terdiri atas empat program: (1) Program Ilmu Pengetahuan Alam, (2) Program Ilmu Pengetahuan Sosial, (3) Program Bahasa, dan (4) Program Keagamaan, khusus untuk MA. Struktur Kurikulum SMA di Kelas X: 1) Kurikulum SMA/MA Kelas X terdiri atas 16 mata pelajaran, muatan lokal, dan pengembangan diri seperti tertera pada Tabel 4. Muatan
lokal
merupakan
kegiatan
kurikuler
untuk
mengembangkan
kompetensi yang disesuaikan dengan ciri khas dan potensi daerah, termasuk
234
keunggulan daerah, yang materinya tidak dapat dikelompokkan ke dalam mata pelajaran yang ada. Substansi muatan lokal ditentukan oleh satuan pendidikan. Pengembangan diri bukan merupakan mata pelajaran yang harus diasuh oleh guru. Pengembangan diri bertujuan memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk mengembangkan dan mengekspresikan diri sesuai dengan kebutuhan, bakat, dan minat setiap peserta didik sesuai dengan kondisi sekolah. Kegiatan pengembangan diri difasilitasi dan atau dibimbing oleh konselor, guru, atau tenaga kependidikan yang dapat dilakukan dalam bentuk kegiatan ekstrakurikuler. Kegiatan pengembangan diri dilakukan melalui kegiatan pelayanan konseling yang berkenaan dengan masalah diri pribadi dan kehidupan sosial, belajar, dan pengembangan karir peserta didik. 2) Jam pembelajaran untuk setiap mata pelajaran dialokasikan sebagaimana tertera dalam struktur kurikulum. Satuan pendidikan dimungkinkan menambah maksimum empat jam pembelajaran per minggu secara keseluruhan. 3) Alokasi waktu satu jam pembelajaran adalah 45 menit. 4) Minggu efektif dalam satu tahun pelajaran (dua semester) adalah 34-38 minggu. STRUKTUR KURIKULUM KELAS X Komponen A.
B. C.
Mata Pelajaran 1. Pendidikan Agama 2. Pendidikan Kewarganegaraan 3. Bahasa Indonesia 4. Bahasa Inggris 5. Matematika 6. Fisika 7. Biologi 8. Kimia 9. Sejarah 10. Geografi 11. Ekonomi 12. Sosiologi 13. Seni Budaya 14. Pendidikan Jasmani, Olahraga, dan Kesehatan 15. Teknologi Informasi dan Komunikasi 16. Keterampilan Bahasa Asing Muatan Lokal Pengembangan Diri Jumlah
Alokasi Waktu Smt 1 Smt 2 2 2 4 4 4 2 2 2 1 1 2 2 2 2 2 2 2 2*) 38
2 2 4 4 4 2 2 2 1 1 2 2 2 2 2 2 2 2*) 38
2*) Ekivalen 2 jam pembelajaran.
235
Struktur Kurikulum SMA di Kelas XI dan XII: 1) Kurikulum SMA/MA Kelas XI dan XII Program IPA, Program IPS, Program Bahasa, dan Program Keagamaan terdiri atas 13 mata pelajaran, muatan lokal, dan pengembangan diri. Kurikulum tersebut secara berturut-turut disajikan pada Tabel 5, 6, 7, dan 8. Muatan
lokal
merupakan
kegiatan
kurikuler
untuk
mengembangkan
kompetensi yang disesuaikan dengan ciri khas dan potensi daerah, termasuk keunggulan daerah, yang materinya tidak dapat dikelompokkan ke dalam mata pelajaran yang ada. Substansi muatan lokal ditentukan oleh satuan pendidikan. Pengembangan diri bukan merupakan mata pelajaran yang harus diasuh oleh guru. Pengembangan diri bertujuan memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk mengembangkan dan mengekspresikan diri sesuai dengan kebutuhan, bakat, dan minat setiap peserta didik sesuai dengan kondisi sekolah. Kegiatan pengembangan diri difasilitasi dan atau dibimbing oleh konselor, guru, atau tenaga kependidikan yang dapat dilakukan dalam bentuk kegiatan ekstrakurikuler. Kegiatan pengembangan diri dilakukan melalui kegiatan pelayanan konseling yang berkenaan dengan masalah diri pribadi dan kehidupan sosial, belajar, dan pengembangan karir peserta didik. 2) Jam pembelajaran untuk setiap mata pelajaran dialokasikan sebagaimana tertera dalam struktur kurikulum. Satuan pendidikan dimungkinkan menambah maksimum empat jam pembelajaran per minggu secara keseluruhan. 3) Alokasi waktu satu jam pembelajaran adalah 45 menit. 4) Minggu efektif dalam satu tahun pelajaran (dua semester) adalah 34-38 minggu. STRUKTUR KURIKULUM KELAS XI DAN XII: PROGRAM IPA Komponen A.
Mata Pelajaran 1. Pendidikan Agama 2. Pendidikan Kewarganegaraan 3. Bahasa Indonesia
Alokasi Waktu Kelas XI
Kelas XII
2 2 4
2 2 4
236
Komponen
B. C.
Alokasi Waktu
4. Bahasa Inggris 5. Matematika 6. Fisika 7. Biologi 8. Kimia 9. Sejarah 10. Seni Budaya 11. Pendidikan Jasmani, Olahraga, dan Kesehatan 12. Teknologi Informasi dan Komunikasi 13. Keterampilan Bahasa Asing Muatan Lokal Pengembangan Diri
Kelas XI 4 4 4 4 4 1 2 2 2 2 2 2*)
Kelas XII 4 4 4 4 4 1 2 2 2 2 2 2*)
Jumlah
39
39
2*) Ekivalen 2 jam pembelajaran. STRUKTUR KURIKULUM KELAS XI DAN XII: PROGRAM IPS Komponen A.
B. C.
Mata Pelajaran 1. Pendidikan Agama 2. Pendidikan Kewarganegaraan 3. Bahasa Indonesia 4. Bahasa Inggris 5. Matematika 6. Sejarah 7. Geografi 8. Ekonomi 9. Sosiologi 10. Seni Budaya 11. Pendidikan Jasmani, Olahraga, dan Kesehatan 12. Teknologi Informasi dan Komunikasi 13. Keterampilan Bahasa Asing Muatan Lokal Pengembangan Diri
Jumlah
Alokasi Waktu Kelas XI
Kelas XII
2 2 4 4 4 3 3 4 3 2 2 2 2 2 2*)
2 2 4 4 4 3 3 4 3 2 2 2 2 2 2*)
39
39
2*) Ekivalen 2 jam pembelajaran. STRUKTUR KURIKULUM KELAS XI DAN XII: PROGRAM BAHASA Komponen A.
Mata Pelajaran 1. Pendidikan Agama 2. Pendidikan Kewarganegaraan 3. Bahasa Indonesia 4. Bahasa Inggris
Alokasi Waktu Kelas XI
Kelas XII
2 2 5 5
2 2 5 5
237
Alokasi Waktu
Komponen
B. C.
5. Matematika 6. Sastra Indonesia 7. Bahasa Asing 8. Antropologi 9. Sejarah 10. Seni Budaya 11. Pendidikan Jasmani, Olahraga, dan Kesehatan 12. Teknologi Informasi dan Komunikasi 13. Keterampilan Bahasa Asing Muatan Lokal Pengembangan Diri
Jumlah
Kelas XI 3 4 4 2 2 2 2 2 2 2 2*)
Kelas XII 3 4 4 2 2 2 2 2 2 2 2*)
39
39
2*) Ekivalen 2 jam pembelajaran. STRUKTUR KURIKULUM KELAS XI [KHUSUS UNTUK MA]
DAN
Komponen A.
B. C.
Mata Pelajaran 1. Pendidikan Agama 2. Pendidikan Kewarganegaraan 3. Bahasa Indonesia 4. Bahasa Inggris 5. Matematika 6. Tafsir dan Ilmu Tafsir 7. Ilmu Hadist 8. Ushul Fiqih 9. Tasawuf/Ilmu Kalam 10. Seni Budaya 11. Pendidikan Jasmani, Olahraga, dan Kesehatan 12. Teknologi Informasi dan Komunikasi 13. Keterampilan Bahasa Asing Muatan Lokal Pengembangan Diri
Jumlah
XII: PROGRAM KEAGAMAAN
Alokasi Waktu Kelas XI Kelas XII Smt 1
Smt 2
Smt 1
Smt 2
2 2 4 4 4 3 3 3 3 2 2 2 2 2 2*)
2 2 4 4 4 3 3 3 3 2 2 2 2 2 2*)
2 2 4 4 4 3 3 3 3 2 2 2 2 2 2*)
2
2 2 2 2*)
38
38
38
38
2
2 *) Ekuivalen 2 jam pembelajaran )
** Ditentukan oleh Departemen Agama
238
STANDAR KOMPETENSI DAN KOMPETENSI DASAR Kedalaman muatan kurikulum pada setiap satuan pendidikan dituangkan dalam kompetensi yang terdiri atas standar kompetensi dan kompetensi dasar pada setiap tingkat dan/atau semester.
BEBAN BELAJAR Satuan pendidikan pada semua jenis dan jenjang pendidikan menyelenggarakan program pendidikan dengan menggunakan sistem paket atau sistem kredit semester. Kedua sistem tersebut dipilih berdasarkan jenjang dan kategori satuan pendidikan yang bersangkutan. Satuan pendidikan SMA/MA/SMALB kategori standar menggunakan sistem paket atau dapat menggunakan sistem kredit semester. Satuan pendidikan SMA/MA/SMALB dan SMK/MAK kategori mandiri menggunakan sistem kredit semester. Beban belajar yang diatur pada ketentuan ini adalah beban belajar sistem paket pada jenjang pendidikan dasar dan menengah. Sistem Paket adalah sistem penyelenggaraan program pendidikan yang peserta didiknya diwajibkan mengikuti seluruh program pembelajaran dan beban belajar yang sudah ditetapkan untuk setiap kelas sesuai dengan struktur kurikulum yang berlaku pada satuan pendidikan. Beban belajar setiap mata pelajaran pada Sistem Paket dinyatakan dalam satuan jam pembelajaran. Beban belajar dirumuskan dalam bentuk satuan waktu yang dibutuhkan oleh peserta didik untuk mengikuti program pembelajaran melalui sistem tatap muka, penugasan terstruktur, dan kegiatan mandiri tidak terstruktur. Semua itu dimaksudkan untuk mencapai standar kompetensi lulusan dengan memperhatikan tingkat perkembangan peserta didik. Kegiatan tatap muka adalah kegiatan pembelajaran yang berupa proses interaksi antara peserta didik dengan pendidik. Beban belajar kegiatan tatap muka per jam pembelajaran pada SMA/MA/SMALB/ SMK/MAK berlangsung selama 45 menit.
239
Beban belajar kegiatan tatap muka per minggu pada setiap satuan pendidikan untuk SMA/MA/SMALB/ SMK/MAK adalah 38 s.d. 39 jam pembelajaran. Beban belajar kegiatan tatap muka keseluruhan untuk setiap satuan pendidikan adalah sebagaimana tertera pada tabel di bawah ini.
Kelas
Satu jam pembelajaran tatap muka (menit)
Jumlah jam pembelajaran Per minggu
Minggu Efektif per tahun ajaran
Waktu pembelajaran per tahun
Jumlah jam per tahun (@60 menit)
I s.d. III
35
26-28
34-38
884-1064 jam pembelajaran (30940 – 37240 menit)
516-621
IV s.d. VI
35
32
34-38
SMP/MTs/ SMPLB*)
VII s.d. IX
40
34-38
34-38
SMA/MA/ SMALB*)
X s.d. XII
45
38-39
34-38
SMK/MAK
X s.d XII
45
36
38
Satuan Pendidikan
SD/MI/ SDLB*)
1088-1216 jam pembelajaran (38080 – 42560 menit 1088 - 1216 jam pembelajaran (43520 – 48640 menit) 1292-1482 jam pembelajaran (58140 - 66690 menit) 1292-1482 jam pembelajaran (58140 – 66690 menit)
635-709
725-811
969-1111,5
1026 (standar minimum)
KALENDER AKADEMIK Kurikulum satuan pendidikan pada setiap jenis dan jenjang diselenggarakan dengan mengikuti kalender pendidikan pada setiap tahun ajaran. Kalender pendidikan adalah pengaturan waktu untuk kegiatan pembelajaran peserta didik selama satu tahun ajaran yang mencakup permulaan tahun pelajaran, minggu efektif belajar, waktu pembelajaran efektif dan hari libur. Alokasi Waktu Permulaan tahun pelajaran adalah waktu dimulainya kegiatan pembelajaran pada awal tahun pelajaran pada setiap satuan pendidikan. Minggu efektif belajar adalah jumlah minggu kegiatan pembelajaran untuk setiap tahun pelajaran pada setiap satuan pendidikan.
240
Waktu pembelajaran efektif adalah jumlah jam pembelajaran setiap minggu, meliputi jumlah jam pembelajaran untuk seluruh matapelajaran termasuk muatan lokal, ditambah jumlah jam untuk kegiatan pengembangan diri. Waktu libur adalah waktu yang ditetapkan untuk tidak diadakan kegiatan pembelajaran terjadwal pada satuan pendidikan yang dimaksud. Waktu libur dapat berbentuk jeda tengah semester, jeda antar semester, libur akhir tahun pelajaran, hari libur keagamaan, hari libur umum termasuk hari-hari besar nasional, dan hari libur khusus. Alokasi waktu minggu efektif belajar, waktu libur, dan kegiatan lainnya tertera pada tabel di bawah ini.
No.
Kegiatan
1.
Minggu efektif belajar
2.
Jeda tengah semester Jeda antarsemester
3. 4. 5.
6. 7. 8.
Libur akhir tahun pelajaran Hari libur keagamaan
Hari libur umum/nasional Hari libur khusus Kegiatan khusus sekolah/madrasah
Alokasi Waktu Minimum 34 minggu dan maksimum 38 minggu Maksimum 2 minggu Maksimum 2 minggu Maksimum 3 minggu 2 – 4 minggu
Maksimum 2 minggu Maksimum 1 minggu Maksimum 3 minggu
Keterangan Digunakan untuk kegiatan pembelajaran efektif pada setiap satuan pendidikan Satu minggu setiap semester Antara semester I dan II Digunakan untuk penyiapan kegiatan dan administrasi akhir dan awal tahun pelajaran Daerah khusus yang memerlukan libur keagamaan lebih panjang dapat mengaturnya sendiri tanpa mengurangi jumlah minggu efektif belajar dan waktu pembelajaran efektif Disesuaikan dengan Peraturan Pemerintah Untuk satuan pendidikan sesuai dengan ciri kekhususan masing-masing Digunakan untuk kegiatan yang diprogramkan secara khusus oleh sekolah/madrasah tanpa mengurangi jumlah minggu efektif belajar dan waktu pembelajaran efektif
Penetapan Kalender Pendidikan 1. Permulaan tahun pelajaran adalah bulan Juli setiap tahun dan berakhir pada bulan Juni tahun berikutnya.
241
2. Hari libur sekolah ditetapkan berdasarkan Keputusan Menteri Pendidikan Nasional, dan/atau Menteri Agama dalam hal yang terkait dengan hari raya keagamaan, Kepala Daerah tingkat Kabupaten/Kota, dan/atau organisasi penyelenggara pendidikan dapat menetapkan hari libur khusus. 3. Pemerintah Pusat/Provinsi/Kabupaten/Kota dapat menetapkan hari libur serentak untuk satuan-satuan pendidikan. 4. Kalender pendidikan untuk setiap satuan pendidikan disusun oleh masingmasing satuan pendidikan berdasarkan alokasi waktu sebagaimana tersebut pada dokumen Standar Isi ini dengan memperhatikan ketentuan dari pemerintah/pemerintah daerah.
242
PENUTUP
PROFIL KURIKULUM YANG PERNAH BERLAKU Perkembangan SMA yang dimulai pada zaman kolonial Belanda sampai dengan zaman Republik Indonesia tampak sangat dinamis. Pada awal pendiriannya sekitar awal abad ke-20, SMA saat itu dinamakan dengan Algemene Middlebare School (AMS) yang merupakan sekolah elit hanya bagi peserta didik dari golongan masyarakat Eropa khususnya Belanda yang ada di bumi nusantara dan masyarakat pribumi kelas bangsawan. Namun sejak kolonial Jepang dan Republik Indonesia, SMA mulai dibuka bagi peserta didik dari semua tingkatan golongan masyarakat sepanjang memenuhi persyaratan untuk masuk SMA. Dari penelusuran Kurikulum SMA secara historis, hasilnya menunjukkan bahwa perubahan kurikulum merupakan sesuatu hal yang bisa dan biasa terjadi kapan saja sesuai dengan berbagai tuntutan seperti politik, kondisi, situasi, dan kebutuhan lainnya yang terkait dengan perkembangan masyarakat, ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni. Pada intinya, kurikulum di suatu negara tidak akan terlepas dari tuntutan semua atau sebagian unsur-unsur tersebut. Biasanya, kurikulum baik secara langsung maupun tidak langsung menjadi tumpuan politik negara untuk mentransformasi dan melestarikan bidang kehidupan sosial dan budaya dari negara yang bersangkutan. Perkembangan SMA atau nama lain yang setara sejak zaman kolonial Belanda sampai dengan zaman kemerdekaan disajikan dalam tabel berikut ini.
1.
KURIKULUM KURIKULUM SMA ZAMAN KOLONIAL Kurikulum AMS Masa Kolonial Belanda
PROFIL
Menyiapkan peserta didik dari kalangan elite kolonial Hindia-Belanda dan bangsawan pribumi untuk menjadi pegawai pemerintahan kolonial Hindia-Belanda. Sekolah Belanda menggunakan pengantar bahasa Belanda, sedangkan sekolah pribumi
243
KURIKULUM
Kurikulum SMT Masa Kolonial Jepang
2.
KURIKULUM SMA ZAMAN REPUBLIK Kurikulum SMA Masa Perang Kemerdekaan
Kurikulum SMA Masa Demokrasi Liberal Kurikulum SMA 1964 Gaya Baru Masa Demokrasi Terpimpin Kurikulum SMA 1968 Masa Demokrasi Pancasila Kurikulum SMA 1975 Masa Demokrasi Pancasila Kurikulum SMA 1984 Masa Demokrasi Pancasila
Kurikulum SMU 1994 Masa Demokrasi Pancasila
Kurikulum SMA 2004 (KBK) Masa Demokrasi Partisipatori (Reformasi) Kurikulum SMA 2006 Masa Demokrasi Partisipatori (Reformasi)
PROFIL menggunakan bahasa Melayu. Setelah tahun 1928, bahasa pengantar sekolah pribumi menggunakan bahasa Indonesia. Menyiapkan peserta didik dalam rangka membangun kawasan Asia Timur Raya yang kuat di bawah kekuasaan Jepang. Bahasa pengantar menggunakan bahasa Indonesia dan Jepang. Membentuk manusia dan warga negara yang bertanggung jawab tentang kesejahteraan masyarakat dan tanah air. Mulai dari Proklamasi Kemerdekaan 17-8-1945 dan seterusnya, Bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan adalah bahasa pengantar dalam proses pendidikan. Bahasa daerah sebagai bahasa ibu boleh digunakan dalam proses pendidikan pada kelas rendah di sekolah dasar. Membentuk manusia dan warga negara yang bertanggung jawab tentang kesejahteraan masyarakat dan tanah air. Menyiapkan manusia dan warga negara sebagai pelaksana dan pengamal Panca Sila dan Panca Wardana. Membentuk manusia Panca Sila sejati berdasarkan ketentuan-ketentuan seperti yang dikehendaki oleh Pembukaan UUD 1945 dan isi UUD 1945. Mempersiapkan siswa untuk pendidikan yang lebih tinggi, serta juga mempunyai program pendidikan untuk siswa yang tidak akan melanjutkan studinya. Memberikan bekal kemampuan yang diperlukan bagi siswa yang akan melanjutkan pendidikan di perguruan tinggi dan memberikan bekal kemampuan bagi siswa yang akan terjun ke dunia kerja setelah menyelesaikan pendidikannya. Melanjutkan dan meluaskan pendidikan dasar serta menyiapkan peserta didik menjadi anggota masyarakat yang memiliki kemampuan mengadakan hubungan timbal balik dengan lingkungan sosial, budaya dan alam sekitar serta dapat mengembangkan kemapuan lebih lanjut dalam dunia kerja atau pendidikan tinggi.. Menguasai dasar-dasar ilmu pengetahuan dan teknologi; memiliki etos dan budaya kerja; dan mengikuti pendidikan lebih lanjut. Menguasai dan memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk mengembangkan diri sesuai dengan kebutuhan, bakat, dan minat setiap peserta didik.
244
EPILOG Apabila segala perubahan kurikulum di Indonesia dicermati dan dipelajari, banyak hal yang bisa dijadikan sebagai pelajaran dan pengalaman dalam perjalanan hidup bangsa Indonesia untuk membangun sumber daya manusia yang diharapkannya pada setiap periode tertentu. Sekaligus, hal itu juga dapat menjadi bahan atau informasi yang berharga dalam merancang kurikulum di masa-masa yang akan datang. Keberhasilan dan kegagalan dalam pelaksanaan suatu kurikulum akan dipengaruhi oleh banyak faktor, baik internal maupun eksternal. Meskipun kurikulum sudah dirancang sebaik mungkin, namun di dalam pelaksanaannya akan tergantung kepada kemampuan para kepala sekolah dan guru untuk menjabarkannya lebih lanjut di tingkat sekolah dan kelas. Selain itu juga, implementasi kurikulum akan sangat tergantung kepada dukungan para birokrasi dan pembina pendidikan di lapangan dengan kebijakan-kebijakan operasionalnya. Kurikulum sebagai produk “consensus making” memuat rancangan segala perangkat
mengenai
isi
atau
bahan
pelajaran
dan
cara-cara
untuk
menyampaikannya kepada para peserta didik, yang disertai dengan prosedur dan teknik penilaian terhadap pencapaiannya. Hal itu menunjukkan bahwa kurikulum, pembelajaran, dan penilaian memiliki keterkaitan yang sangat erat dan saling mempengaruhi antar satu dengan yang lainnya.
245
KEPUSTAKAAN American Architectural Foundation. (2005). Report from the National Summit on School Design. Washington, DC: KnowledgeWorks. Armstrong, Bavid G. (1989). Developing and Documenting the Curriculum. Boston, MA: Allyn and Bacon. Arnett, Jeffrey Jensen. (1999). “Adolescent Storm and Stress, Reconsidered.” American Psychologist. Vol. 54, No. 5, 317-326. Aunurrahman. (2009). ALFABETA, CV.
Belajar
dan
Pembelajaran.
Bandung:
Penerbit
Bloom, Benjamin S., J. Thomas Hasting, & George F. Madaus. (1971). Handbook on For-mative and Summative Evaluation of Student Learning. New York: Mc-Graw-Hill Company. Bloom, Benjamin S. (1976). Human Characteristics and School Learning. New York: McGraw-Hill Book Company. Cole, Peter G. & Lorna KS Chan. (1994). Teaching Principles and Practice. New York: Prentice Hall. Departemen Pendidikan Dasar dan Kebudayaan. (1964). Rencana Pelajaran dan Pendidikan Sekolah Menengah Atas Gaya Baru. Jakarta: Balai Pustaka. Departeman Pendidikan dan Kebudayaan. (1968). Rencana Pendidikan dan Pelajaran Sekolah Menengah Atas 1968. Jakarta: Direktorat Pendidikan Umum, Kejuruan, dan Kursus-Kursus. -------. (1975). Kurikulum Sekolah Menengah Atas Tahun 1975. Jakarta: Depdikbud. -------. (1984). Kurikulum Sekolah Menengah Atas Tahun 1984. Jakarta: Depdikbud. -------. (1986). Pendidikan di Indonesia: Dari Jaman ke Jaman. Jakarta: Balai Pustaka. -------. (1996). Kurikulum Sekolah Menengah Atas Tahun 1984. Jakarta: Depdikbud. Depatemen Pendidikan Nasional. (2004). Kurikulum Berbasis Kompetensi [Kurikulum 2004]. Jakarta: Pusat Kurikulum. Dewantara, Ki-hajar. (1930). “Dasar-dasar Pendidikan dan Pengajaran”. Wasita, Jilid II, No. 1 – 2, Juli – Agustus. Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Jawa Barat. (2001). Dokumentasi Bangunan Kolonial Kota Bandung. Bandung: Disbudpar Jabar.
246
Glatthorn, Allan A. (1987). Curriculum Leadership. Glenview, IL: Scott, Foresman and Co. Good, Thomas L. & Jere E. Broophy. (1990). Educational Psychology: A Realistic Approach. New York: Longman. Gronlund, Norman E. (1976). Measurement and Evaluation in Teaching. New York: Mac-Millan Publishing Company. Hasan, Hamid S. (2008). Evaluasi Kurikulum. Bandung: Kerjasama antara UPI Bandung dan PT Remaja Rosdakarya. Hirsch, E.D. (1999). The Schools We Need and Why We Don’t Have It. New York: Anchor Books Double Day. Jasin, Anwar. (1987). Pembaharuan Kurikulum Sekolah Dasar Sejak Proklamasi Kemerdekaan. Jakarta: Balai Pustaka. Jerald, Craig D. (2009). Defining A 21st Century Education. Alexandria, VA: The Center for Public Education. Kartodirdjo, Sartono; Marwati Djoened Poesponegoro; & Nugroho Notosutanto. (1975-a). Sejarah Nasional Indonesia. Jilid IV. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. -------. (1975-b). Sejarah Nasional Indonesia. Jilid V. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. -------. (1975-c). Sejarah Nasional Indonesia. Jilid VI. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Kartono, Kartini. (1997). Tinjauan Politik mengenai Sistem Pendidikan Nasional: Bebarapa Kritik dan Sugesti. Jakarta: Pradnya Paramita. Kurasawa, Aiko. (1991). Jawa ni okeru Bunkyô no Gaikyô (Japanese Educational Policy in Java). Tokyo: Kita Zai Sei Kon. Miller, John P. & Wayne Seller. (1985). Curriculum: Perspectives and Practices. New York: Longman. Pareto, Vilfredo. 1971. Manuale di economia politica (Manual of political economy). Translation of French edition from 1927. Translated by Ann S. Schwier. Edited by Ann S. Schwier and Alfred N. Page. New York: A.M. Kelley. Pink, Daniel H. (2006). A Whole New Mind. New York: Rinehead Books. Ravitch, Diane. (1995). National Standards in American Education. Washington, DC: Brooking Institution Press. Sanjaya, Wina. (2009). Strategi Pembelajaran berorientasi pada Standar Proses Pendidikan. Jakarta: Kencana Prenada Media Group. Sekolah Menengah Atas Negeri 3, Yogyakarta. (1997). 55 Tahun (1942–1997) SMA 3 Yogyakarta. Yogyakarta: Ikatan Alumni Padmanaba.
247
Sudjana, Nana. (2004). Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Tilaar, HAR & Riant Nugroho. (2009). Kebijakan Pendidikan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Trilling, Bernie & Charles Fadel. (2009). 21st Century Skills: Learning for Life in Our Times. San Fransisco, CA: Jossey-Bass Publishing Co. Wagner, Tony. (2008). The Global Achievement Gap. New York: Basic Books. A Member of the Perseus Books Group.
248