ANALISA KEBIJAKAN AKREDITASI SEKOLAH MENENGAH ATAS DI KOTA SEMARANG Oleh : Maya Wulan Pramesti *
ABSTRACT Dalam meningkatkan mutu pendidikan maka diperlukan langkah akreditasi sebagai wujud penjaminan mutu sekolah, terutama di Kota Semarang. Tujuan akreditasi adalah memperoleh gambaran tentang kinerja sekolah yang dapat digunakan sebagai alat pembinaan, pengembangan dan peningkatan kualitas pendidikan serta menentukan tingkat kelayakan suatu sekolah dalam menyelenggarakan layanan pendidikan.Untuk itu perlu kebijakan yang tepat dalam akreditasi pendidikan terutama bagi sekolah. A.
PENDAHULUAN Mutu
pendidikan
perhatian
dan
di
Indonesia
keprihatinan
telah
banyak
lama
kalangan
menjadi terlebih
setelah krisis ekonomi 1997. Padahal harapan besar ada pada dunia pendidikan. Peranan dunia pendidikan dalam pembangunan bangsa paling tidak memuat 3 (tiga) fungsi yaitu : fungsi politik pendidikan, agen sumber daya manusia dan fungsi ekonomi pendidikan. Sementara itu, rendahnya
kualitas
pendidikan
antara
lain
terlihat
dari: Organisasi kelembagaan, Ketenagaan dan sarana dan prasarana. Faktor pendidikan yang
lain
yang
adalah
dilandasi
menyebabkan
rendahnya
penyelenggaraan dengan
kualitas
manajemen
paradigma
lama.
sekolah Paradigma
pendidikan lama berorientasi pada pendidikan birokratis hirarkis
yang
“improvisasi” pendidikan yang
1048
tak
banyak
manajemen
baru
berdasarkan
sekolah.
bergeser atas
memberikan
pada
kondisi
ruang
Sedangkan
pendidikan sekolah,
bagi
paradigma demokratis
bukan
lagi
pedoman
dari
pusat.
Untuk
mencapai
pendidikan
demokratis ada 3 aspek yang harus diperbaharui, yakni : 1)
Regulasi Pada aspek regulasi pendidikan telah diterbitkan serangkaian peraturan atau kebijakan yang meliputi: a. UU
No
22
Tahun
dengan
UU
No
Daerah,
1999
32
Tahun
memberi
pendidikan
yang
2004
angin
karena
kemudian tentang
segar
wacana
direvisi Otonomi
bagi
otonomi
dunia
pendidikan
gencar diusulkan untuk mendukung pendidikan yg demokratis. b. UU No 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang mengatur kriteria minimal sistem pendidikan di seluruh wilayah hukum Indonesia dapat
dijadikan
pelaksanaan rangka
dasar
dan
dalam
pengawasan
mewujudkan
perencanaan,
pendidikan
pendidikan
dalam
nasional
yang
bermutu. c. PP No 19 Tahun 2005, merupakan salah satu amanat UU No 20/2003, pasal 35 tentang Standar Nasional Pendidikan. Standarisasi Pendidikan dibuat oleh Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) yang dibentuk
berdasarkan
Pendidikan
Nasional
Nomor
keputusan :
041P
Menteri
tahun
2005.
Pasal 19 PP No 19/2005 menegaskan bahwa setiap satuan
pendidikan
melakukan
penjaminan
pada mutu
jalur
formal
(quality
wajib
assurance)
pendidikan. d. Keputusan
Mendiknas
No.
087/U/2002
tentang
akreditasi dan Keputusan Mendiknas No 039/O/2003 tentang
1049
Badan
Akreditasi
Nasional
(BasNas)
adalah amanat PP Nomor 19/2005 Pasal 86. Badan independen sebagai
ini
diharapkan
katalisator
dapat
berfungsi
peningkatan
kualitas
pendidikan. Regulasi ini merupakan wujud komitmen pemerintah secara komprehensif untuk mengangkat keterpurukan pendidikan.
Dari
PP
No
19/2005
mengisyaratkan
adanya trimatra manajemen mutu pendidikan ( standar nasional pendidikan, penjaminan mutu pendidikan dan akreditasi
satuan
pendidikan)
yang
diharapkan
menjadi pilar guna mempercapat peningkatan kualitas pendidikan. Untuk lebih memperjelas kedudukan kakikaki dalam trimatra manajemen mutu pendidikan dapat dilihat pada gambar berikut:
Gambar 1 Trimatra Manajemen Mutu Pendidikan
Standar Nasional
Satuan Pendidikan
Kualitas Lulusan Akreditasi Satuan Pendidikan
1050
Penjaminan Mutu Pendidikan
Gambar
diatas
trimatra
manajemen
mempengaruhi kualitas
menunjukkan mutu
keberhasilan
pendidikan.
tiga
pendidikan percepatan
Standar
norma-norma
standar
sekolah,
lembaga
penjaminan
Penjaminan
yang
sangat
pendidikan
harus
mutu
mutu
kaki
peningkatan
nasional
membuat
akreditasi.
bahwa
dicapai
dan
badan
bertugas
untuk
mengawasi, membina dan mendorong sekolah agar lebih baik. Akreditasi satuan pendidikan akan mendorong sekolah untuk mempersiapkan diri, mengevaluasi dan sebagai alat akuntabilitas publik. Akhirnya, semua bermuara pada pembinaan sekolah dan hasil akhirnya diharapkan
menghasilkan
lulusan
yang
memiliki
kompetensi maksimal. 2)
Profesionalisme Guru Faktor lain yang menjadi penentu keberhasilan pendidikan demokratis adalah profesionalitas guru. Badan Nasional Standart Pendidikan mengisyaratkan bahwa
standar
pendidik
dan
tenaga
kependidikan
harus memiliki kualifikasi akademik dan kompetensi sebagai agen pembelajaran. Guru profesional akan menghasilkan
pengalaman
belajar
yang
membawa
peserta didik memiliki pengetahuan dan ketrampilan dasar
untuk
hidup
serta
meningkatkan
kualitas
dirinya, sehingga mampu menerapkan prinsip belajar sepanjang
hayat
(long
life
education)
(Subakir,
2001:21). 3)
Manajemen Sekolah Manajemen paradigma pada
1051
yang
sekolah
Berbasis
Sekolah
memberikan untuk
(MBS)
otonomi
merupakan
seluas-luasnya
meningkatkan
efisiensi
pengelolaan dan relevansi pendidikan di sekolah. Manajemen
berbasis
digambarkan
sekolah
sebagai
secara
perubahan
konseptual
formal
struktur
penyelenggaraan, sebagai bentuk desentralisasi yang mengidentifikasi
sekolah
sebagai
unit
utama
peningkatan pendidikan. Tujuan
akreditasi
adalah
memperoleh
gambaran
tentang kinerja sekolah yang dapat digunakan sebagai alat pembinaan, pengembangan dan peningkatan kualitas pendidikan sekolah
serta
dalam
menentukan
tingkat
menyelenggarakan
kelayakan
layanan
suatu
pendidikan.
Dengan akreditasi diharapkan : a) Masyarakat mengetahui bagaimana kinerja sekolah dilihat dari berbagai unsur terkait, mengacu pada kualitas
baku
yang
dikembangkan
berdasarkan
indikator-indikator amalan baik sekolah. b) Sebagai bentuk akuntabilitas, yakni agar sekolah dapat memper-tanggujawabkan apakah layanan yang diberikan
memenuhi
harapan
atau
keinginan
masyarakat. c) Untuk kepentingan pengembangan agar sekolah dapat melakukan
peningkatan
kualitas
berdasarkan
masukan dari hasil akreditasi. Akreditasi dilaksanakan dengan prinsip-prinsip sebagai berikut: a) Obyektif, penilaian harus menggambarkan kondisi sekolah sebenarnya. b) Efektif, hasil akreditasi dapat digunakan sebagai dasar
pengambilan
keputusan
pemerintah dan masyarakat.
1052
kepala
sekolah,
c) Akuntabel,
hasil
akreditasi
dapat
digunakan
sebagai bentuk pertanggungjawaban pada publik. d) Komprehensif,
semua
aspek
menjadi
bagian
penilaian dalam pelaksanaan. e) Profesional,
dilakukan
oleh
asesor
yang
mengedepankan kejujuran profesi, jauh dari unsur subjektivitas
dan
lebih
meletakkan
kepentingan
perbaikan sekolah dibanding pribadi. f) Memandirikan, hasil akreditasi mampu membimbing sekolah lebih mandiri. g) Mandatori, baik negeri atau swasta berkewajiban untuk diakreditasi dengan cara
mengajukan atau
menunda akreditasi sampai siap. Kondisi nyata dilapangan sering menunjukkan hasil penilaian badan akreditasi sekolah tidak sesuai dengan penilaian masyarakat. Di kota Semarang, kondisi-kondisi adanya
perbedaan
akreditasi
dengan
antara
hasil
masyarakat
penilaian
berbeda.
Hal
badan tersebut
dapat dilihat dari tabel berikut : Tabel 1 Hasil Akreditasi Beberapa Sekolah Di Kota Semarang Tahun Pelajaran 2008/2009 N o
Kelompok 1 Nama Sekolah
1 2 3
SMA SMA SMA 1 SMA SMA
4 5
Kategori
Kelompok 2 Nama Sekolah
Negeri 5 Ksatrian 1 Sultan Agung
Nilai Akred . 94,75 92,02 86,95
SMA Negeri 11 SMA Gita Bahari SMA Saint Lois
Nilai Akred . 95,50 93,73 93,63
Kate gori A A A
A A A
Walisongo Masehi 3
85,88 81,93
A B
SMA Teuku Umar
88,78
A
Data dari BAS Propinsi Jawa Tengah
1053
Masyarakat menilai bahwa SMA N 5 lebih berkualitas dibandingkan dengan SMA N 11, ditinjau dari berbagai aspek. SMA Ksatrian 1 lebih berkualitas dari SMA Gita Bahari, begitu pula dengan SMA Masehi 3 yang dinilai masyarakat lebih berkualitas dengan SMA Gita Bahari. Pada kenyataan SMA Masehi 3 hanya mendapat nilai B, sedangkan SMA Gita Bahari mendapat nilai A. Sementara itu,
dari
sisi
tersendiri
asesor
dalam
dibanding
dan
BAS
menentukan
dengan
nilai-nilai
memiliki
kriteria
akreditasi
sekolah
yang
dipahami
oleh
masyarakat.
B.
PEMBAHASAN
1.
PENGERTIAN ANALISIS KEBIJAKAN Dalam arti luas, analisis kebijakan adalah suatu
bentuk riset terapan yang dilakukan untuk memperoleh pengertian
tentang
masalah-masalah
sosioteknis
yang
lebih dalam dan untuk menghasilkan pemecahan-pemecahan yang
lebih
baik
(Moekijat,
1995:5).
Sementara
Dunn
mengemukakan definisi analisis kebijakan publik secara longgar sebagai ilmu yang mempelajari mengenai dan di dalam
proses
pengertian
kebijakan
Analisis
(Dunn,
Kebijakan
2000:
Publik
3). yang
Beberapa diperoleh
melalui materi perkuliahan, antara lain : -
E.S. Quade Suatu untuk
bentuk
penelitian
memahami
secara
terapan
yang
mendalam
dilakukan berbagai
permasalahan sosial guna mendapatkan pemecahan yang lebih baik. -
1054
Stuart S. Nagel
Penentuan
dalam
rangka
menghubungkan
antara
berbagai alternatif kebijakan dan tujuan, manakah diantara berbagai alternatif kebijakan, keputusan atau
cara-cara
lain
yang
terbaik
untuk
mencapai
maka
analisis
sejumlah tujuan tertentu. Dari
beberapa
kebijakan
pengertian
publik
dipahami
diatas, sebagai
pengkajian
atas
suatu kebijakan guna menentukan kebijakan yang lebih baik
melalui
sejumlah
metode
yang
dapat
dipertanggungjawabkan. Terkait
dengan
pengertian
diatas,
maka
dalam
tulisan ini mengetengahkan tentang analisa kebijakan akreditasi
Sekolah
Menengah
Atas
(SMA)
di
kota
Semarang. Akreditasi SMA merupakan salah satu bentuk kebijakan perlu
publik
yang
dianalisis,
sedang
terutama
dilaksanakan dalam
sehingga
pelaksanaannya.
Beberapa permasalahan ditemukan sejalan dengan proses akreditasi tersebut. Oleh karenanya, tulisan ini akan mengkaji
kebijakan
Semarang,
melalui
kajian
ilmu
akreditasi
SMA,
metode-metode
analisis
terutama
yang
kebijakan
di
terdapat
publik
Kota dalam
agar
dapat
menghasilkan kebijakan akreditasi yang lebih baik.
2.
KRITERIA KEBIJAKAN Analisis kebijakan memerlukan kriteria yang jelas
dan
konsisten
untuk
menilai
alternatif-alternatif.
Kriteria yang sahih adalah kriteria yang memang benarbenar dengan
bisa
mengukur
konsep
yang
apa
yang
ingin
mewakilinya.
diukur,
Kriteria
sesuai
diperlukan
dalam analisis kebijakan publik ketika analis melakukan pemilihan
1055
atau
pengujian
alternatif-alternatif
kebijakan.
(Kismartini
dkk,
2005).
Penulis
memilih
kriteria Bardach diantara kriteria-kriteria yang lain dikarenakan kriteria yang digunakan dapat diaplikasikan secara
umum
(general).
Kritera
Bardach
dikemukakan
dalam 4 (empat) kategori, yaitu: a)
Technical kriteria
feasibility yang
(kelayakan
digunakan
untuk
teknis),
yaitu
mengukur
apakah
kebijakan atau program berhasil mencapai tujuan. Kriteria ini memusatkan perhatiannya pada apakah alternatif kebijakan yang akan dilaksanakan layak secara teknis. b)
Economic
and
financial
ekonomi
dan
finansial),
digunakan
untuk
possibility yaitu
mengukur
(kemungkinan
kriteria
yang
biaya
yang
berapa
dikeluarkan untuk pelaksanaan kebijakan dan berapa keuntungan yang dihasilkan. c)
Political Viability, yaitu kriteria yang digunakan untuk dimana
mengukur terdapat
apakah
kebijakan
pengaruh
dari
akan
berhasil
beberapa
kelompok
kekuasaan, seperti: pembuat keputusan, legislatif, administrator,
organisasi
sosial,
kemasyarakatna
perkumpulan
dan
operability,
yaitu
organisasi
aliansi
politik
lainnya. d)
Administrative digunakan
untuk
kemungkinan
mengukur
untuk
kriteria
bagaimana
melaksanakan
yang
kemungkinan-
kebijakan
yang
diusulkan didalam konteks politik, sosial dan yang tak kalah penting adalah administrasi. e)
Ecology
(lingkungan),
berupa
dampak
sosial
dan
dampak fisik (dalam hal ini AMDAL) yang ditimbulkan dari suatu kebijakan.
1056
3.
ALTERNATIF KEBIJAKAN Tujuan
untuk
analisis
kebijakan
menganalisa
penyempurnaan
akreditasi
ketercapaian,
kebijakan
agar
ini
adalah
kesesuaian
serta
tujuan
kebijakan
akreditasi sekolah dapat tercapai sebagaimana mestinya. Adapun tujuan dari akreditasi sekolah adalah memperoleh gambaran tentang kinerja sekolah yang dapat digunakan sebagai alat pembinaan, pengembangan dan peningkatan kualitas pendidikan serta menentukan tingkat kelayakan suatu
sekolah
dalam
menyelenggarakan
layanan
pendidikan. Berdasarkan Analis
tujuannya,
berusaha
maka
untuk
membuat
nantinya
akan
kebijakan
yang
kriteria
kebijakan.
Penulis
sekaligus
alternatif-alternatif diturunkan
berdasarkan
Alternatif-alternatif
kebijakan
tersebut yaitu : 1)
Melakukan sosialisasi tentang kebijakan akreditasi sebagai penjaminan kualitas sekolah.
2)
Melakukan pembinaan terhadap sekolah-sekolah secara intensif tentang akreditasi.
3)
Mengedepankan
kualitas
akreditasi
daripada
kuantitas pelaksanaan akreditasi. 4)
Menyederhanakan
mekanisme
birokrasi
dan
tata
laksana akreditasi. 5)
Menyiapkan sumber daya yang memadai dalam rangka akreditasi.
4.
PENILAIAN ALTERNATIF Kelima
berdasarkan
alternatif
tersebut
kriteria-kriteria
diatas
Bardach
yang
dinilai telah
disebutkan sebelumnya. Penilaian akan dilakukan secara
1057
kuantitatif (dengan bobot nilai 1 – 4) dan kualitatif untuk
mempermudah
penilaian.
Hasil
penilaian
dapat
dicermati sebaai berikut :
Alternatif kebijakan
(1)
:
Melakukan
akreditasi
sosialisasi
sebagai
penjaminan
tentang kualitas
sekolah. a. Technical feasibility : secara teknis hal ini perlu dilakukan dan tingkat kesulitannya tidak begitu tinggi (medium), Analis memberi skor 2. b. Economic
and
financial
possibility
:
pertimbangan mengenai biaya pada alternatif ini diperhitungkan tidak terlalu besar, oleh karena itu Analis memberi skor 2. c. Political
Viability
:
pertimbangan
politik
menjadi agak berat karena menyangkut lembagalembaga
yang
berkepentingan
dengan
sekolah.
Untuk itu skor yang diberikan adalah 3. d. Administrative operability :pengoperasionalisasi secara administratif dipandang dapat dilakukan dengan mudah dan skornya 1. e. Ecology : dampak secara sosial akan berat bila alternatif
ini
tidak
dilakukan.
Skor
yang
diberikan adalah 3. Dari
berbagai
pertimbangan-pertimbangan
yang
dikemukakan, maka bobot alternatif (1) adalah 11 poin.
Alternatif
(2)
:
Melakukan
pembinaan
terhadap
sekolah-sekolah secara intensif tentang akreditasi. a. Technical feasibility : secara teknis, pembinaan bukan hal yang mudah karena ini berkenaan dengan
1058
latar belakang sekolah masing-masing. Untuk hal ini diberi skor 3. b. Economic and financial possibility : dari segi finansial
dan
ekonomi,
pembinaan
ini
bukan
merupakan hal yang sulit, skornya adalah 1. c. Political
Viability
:
pertimbangan
politik
menjadi agak berat karena menyangkut lembagalembaga
yang
berkepentingan
dengan
sekolah.
Untuk itu skor yang diberikan adalah 3. d. Administrative administrasi
operability menjadi
:
kebutuhan
perhatian
dengan
intensifnya pembinaan. Skor yang diberikan untuk alternatif ini 2. e. Ecology : dampak secara sosial akan berat bila alternatif
ini
tidak
dilakukan.
Skor
yang
diberikan adalah 3. Dari
berbagai
pertimbangan-pertimbangan
yang
dikemukakan, bobot alternatif (2) adalah 12 poin.
Alternatif (3) : Mengedepankan kualitas
akreditasi
daripada kuantitas pelaksanaan akreditasi. a. Technical
feasibility
:
berbicara
mengenai
kualitas, maka secara teknis harus benar, tepat dan
baik.
Oleh
karenanya
skor
tertinggi
diberikan untuk alternatif ini, yaitu 4. b. Economic
and
financial
possibility
:
pertimbangan mengenai biaya pada alternatif ini diperhitungkan tidak terlalu besar, oleh karena itu Analis memberi skor 2. c. Political Viability : pertimbangan politik tidak begitu berarti, karena kualitas pendidikan yang dipilih untuk dikedepankan. Skornya 2.
1059
d. Administrative operability : kualitas yang baik membutuhkan tata administrasi yang baik pula. Untuk itu skor yang diberikan adalah 3. e. Ecology
:
lingkungan
perlu
disadarkan
untuk
dapat menerima kualitas pendidikan yang baik dan hal ini dapat dilakukan tanpa banyak mengalami kesulitan. Skor yang diberikan 2. Dari
berbagai
pertimbangan-pertimbangan
yang
dikemukakan, bobot alternatif (3) adalah 13 poin.
Alternatif
(4)
:
Menyederhanakan
mekanisme
birokrasi dan tata laksana akreditasi. a. Technical feasibility : secara teknis hal ini perlu dilakukan dan tingkat kesulitannya tidak begitu tinggi (medium), Analis memberi skor 2. b. Economic and financial possibility : dari segi finansial dan ekonomi, penyederhanaan birokrasi ini
merupakan
penghematan
yang
seyogyanya
dilakukan, skornya adalah 1. c. Political
Viability
:
pertimbangan
politik
menjadi agak berat karena menyangkut lembagalembaga
yang
berkepentingan
dengan
sekolah.
Untuk itu skor yang diberikan adalah 3. d. Administrative administrasi
operability menjadi
perhatian
:
kebutuhan dalam
tata
laksana administrasi. Skor yang diberikan pada alternatif ini 2 e.
Ecology : lingkungan sosial pasti mengharapkan penyederhanaan mekanisme birokrasi. Skor yang diberikan 2
Dari
berbagai
pertimbangan-pertimbangan
yang
dikemukakan, bobot alternatif (4) adalah 10 poin.
1060
Alternatif
(5)
:
Menyiapkan
sumber
daya
yang
memadai dalam rangka akreditasi. a. Technical
feasibility
:
berbicara
mengenai
penyiapan sumber daya, maka secara teknis harus benar,
tepat
dan
baik.
Oleh
karenanya
skor
tertinggi, yaitu 4. b. Economic
and
penyiapan
financial
sumber
daya,
possibility memerlukan
:
dengan
biaya
yang
tidak sedikit. Untuk itu skor yang diberikan 3. c. Political Viability : penerimaan secara politis tidak begitu menjadi perhitungan dalam hal ini dan skornya adalah 1. d. Administrative
operability
:
administrasi
menjadi sangat penting karena harus dimengerti dengan
jelas
oleh
semua
pihak
yang
terkait
dengan akreditasi. Skor yang diberikan adalah 4. e. Ecology
:
lingkungan
akan
mendukung
dengan
adanya kediapan sumber daya dari lembaga-lembaga pendidikan dan skornya adalah 2. Dari
berbagai
pertimbangan-pertimbangan
yang
dikemukakan, bobot alternatif (5) adalah 14 poin.
5.
HASIL PENILAIAN Berdasarkan
penilaian
berbagai
alternatif
sesuai
dengan kriteria yang dipilih, maka akan diperoleh hasil penilaian.
Hasil
penilaian
sesuai
dengan
perincian
diatas, secara jelas dirangkum dalam tabel berikut :
1061
Tabel 2 Hasil Penilaian Alternatif N Alterna o tif – Alterna tif 1 I 2 II 3 III 4 IV 5 V Dengan atas
KRITERIA Ekon Tekn Ling om ik k.
Polit ik 3 3 2 3 1
2 1 2 1 3
demikian,
2 3 4 2 4
tertinggi
diperoleh
pada
Adm in
3 3 2 2 2
1 2 3 2 4
berdasarkan
alternatif-alternatif
Tot al Sko r 11 12 13 10 14
hasil
yang
ada,
Alternatif
Ran gkin g IV III II V I
penilaian maka
(5),
skor yaitu
“Menyiapkan sumber daya yang memadai dalam rangka akreditasi.” terendah
Sedangkan
adalah
Menyederhanakan
alternatif
Alternatif mekanisme
dengan
(4),
birokrasi
skor
yaitu dan
: tata
laksana akreditasi.
C.
PENUTUP
1.
REKOMENDASI Berdasarkan hasil penilaian berbagai alternatif kebijakan tentang akreditasi Sekolah Menengah Atas (SMA)
di
Kota
merekomendasikan
Semarang,
maka
penulis
alternatif-alternatif
(Analis) kebijakan
sebagai berikut : 1)
Menyiapkan
sumber
daya
yang
memadai
dalam
rangka akreditasi. 2)
Mengedepankan
kualitas
akreditasi
kuantitas pelaksanaan akreditasi.
1062
daripada
3)
Melakukan pembinaan terhadap sekolah-sekolah
secara intensif tentang akreditasi. 4)
Melakukan
sosialisasi
tentang
kebijakan
akreditasi sebagai penjaminan kualitas sekolah. 5)
Menyederhanakan mekanisme birokrasi dan tata
laksana akreditasi.
2.
SIMPULAN Dari
proses
akreditasi
Sekolah
analisis Menengah
kebijakan Atas
(SMA)
tentang di
Kota
Semarang, maka penulis menarik beberapa simpulan sebagai berkut : - Dalam
meningkatkan
diperlukan
langkah
penjaminan
mutu
mutu
pendidikan
akreditasi
sekolah,
sebagai
terutama
di
maka wujud Kota
Semarang. - Akreditasi memerlukan berbagai langkah pendukung untuk
mensukseskannya,
rekomendasi-rekomendasi
diantaranya yang
dihasilkan
adalah dari
proses analisa kebijakan. - Analisa yang berkelanjutan perlu dilakukan untuk menyempurnakan
pelaksanaan
progra-program
akreditasi selanjutnya.
* Penulis adalah Dosen Fakultas Ekonomi dan Ilmu Sosial Universitas Sultan Fatah Demak
1063
DAFTAR PUSTAKA
AG. Subarsono, Drs, M.Si, Analisis Kebijakan Publik, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2005. BAS NAS, Kebijakan dan Pedoman Akreditasi Sekolah, 2005, www.basnas.org. Diakses tanggal 15 Mei 2011, pukul 19.30 WIB. Kismartini,
dkk,
Analisis
Kebijakan
Publik,
Universitas Terbuka, Jakarta, 2005.
Moekijat,
Analisis
Kebijaksanaan
Publik,
Penerbit
Mandar Maju, Bandung, 1995.
Supriyono, Subakir, Manajemen Berbasis Sekolah, SIC, Surabaya, 2001.
William
N.
Dunn,
Analisa
Hanindita, Yogyakarta, 2000.
1064
Kebijaksanaan
Publik,