BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Pembangunan
wilayah
tidak
dapat
dilepaskan
dari
upaya
mengembangkan ekonomi lokal wilayah tersebut. Pembangunan wilayah dapat diartikan sebagai serangkaian upaya untuk mencapai tujuan pembangunan wilayah yang mencakup aspek-aspek pertumbuhan (growth), pemerataan (equity), dan kesejahteraan (welfare) dalam dimensi lokasi dalam ruang dan berkaitan dengan aspek sosial ekonomi wilayah dalam kerangka menuju pembangunan wilayah yang berkelanjutan (Muta’ali, 2011). Pengembangan sumberdaya ekonomi lokal adalah salah satu strategi pembangunan ekonomi dengan cara optimalisasi sumberdaya ekonomi dan sumberdaya masyarakatnya. Sebagai upaya mendorong pembangunan ekonomi maka penerimaan negara yang bersumber dari devisa negara sangat penting untuk ditingkatkan. Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Republik Indonesia pada tahun 2012 merilis bahwa pariwisata menduduki tempat kedua sebagai pemasok devisa negara setelah minyak dan gas bumi. Kepariwisataan Indonesia merupakan penggerak perekonomian nasional yang potensial untuk memacu pertumbuhan perekonomian yang lebih tinggi di masa yang akan datang. Dengan adanya pariwisata, suatu negara atau lebih khusus lagi pemerintah daerah tempat obyek wisata itu berada mendapat pemasukan dari pendapatan setiap obyek wisata. Berkembangnya sektor 1
pariwisata di suatu wilayah akan menarik sektor lain untuk berkembang pula karena produk-produknya diperlukan untuk menunjang industri pariwisata lebih lanjut, seperti: sektor pertanian, peternakan, perkebunan, kerajinan rakyat, dan lain sebagainya. Berkembangnya pariwisata akan menimbulkan proses interaksi dengan wilayah lain terkait dengan pemenuhan kebutuhan dalam menunjang sektor pariwisata untuk terus berkembang. Interaksi antar wilayah tersebut dipengaruhi oleh besarnya aktivitas sosial dan produksi yang dihasilkan oleh masyarakat terkait (Rustiadi dkk., 2009). Mata rantai yang kegiatannya terkait dengan pariwisata tersebut mampu menimbulkan efek pemerataan pendapatan, menghasilkan devisa dengan cepat (quick yielding) dan dapat pula digunakan sebagai sarana untuk menyerap tenaga kerja sehingga dapat mengurangi angka pengangguran, kemiskinan dan meningkatkan angka kesempatan kerja (Yoeti, 2008). Untuk
mengelola
kegiatan
kepariwisataan
dan
pembangunan
kepariwisataan, berdasarkan Undang-undang RI No. 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan, diantaranya dinyatakan bahwa kepariwisataan bertujuan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi, meningkatkan kesejahteraan rakyat dan menghapus kemiskinan. Berhubungan dengan peran kepariwisataan dalam pengentasan kemiskinan, Antariksa (2011) mengungkapkan bahwa sektor pariwisata memiliki peran yang sangat penting. Pariwisata dapat mengurangi tingkat kemiskinan karena karakteristiknya yang khas sebagai berikut.
2
1. Konsumennya datang ke tempat tujuan sehingga membuka peluang bagi penduduk lokal untuk memasarkan berbagai komoditi dan pelayanan; 2. Membuka peluang bagi upaya untuk mendiversifikasikan ekonomi lokal yang dapat menyentuh kawasan-kawasan marginal; 3. Membuka peluang bagi usaha-usaha ekonomi padat karya yang berskala kecil dan menengah yang terjangkau oleh kaum miskin; 4. Tidak hanya tergantung pada modal, akan tetapi juga tergantung pada modal budaya (cultural capital) dan modal alam (natural capital) yang seringkali merupakan aset yang dimiliki oleh kaum miskin. Pariwisata di Indonesia pada dasawarsa ini mulai menunjukkan perkembangan ke arah yang lebih baik. Blake (2007), mengungkapkan bahwa pariwisata dinilai mampu mengentaskan kemiskinan terutama di negara-negara berkembang. Namun yang masih harus diperhatikan bersama adalah sejauh mana kontribusi sektor pariwisata berperan dalam upaya meningkatkan ekonomi lokal, lebih khusus adalah peningkatan pendapatan masyarakat miskin yang ada di sekitar objek wisata tersebut. Hal itu selanjutnya dapat dikatakan bahwa apakah pariwisata tersebut berpihak pada masyarakat miskin. Konsep Pariwisata yang berpihak kepada masyarakat miskin (Pro-Poor Tourism) telah berkembang sejak pertama kali diperkenalkan dalam laporan Departemen Pembangunan Internasional Inggris pada tahun 1999 (Meyer, 2007). Pendekatan
Pro-Poor
Tourism mengasumsikan bahwa pariwisata dapat
membantu pengurangan kemiskinan dengan meningkatkan keuntungan bersih
3
untuk
masyarakat miskin dari pengembangan pariwisata tersebut (Harrison,
2008). Pada beberapa penelitian terdahulu menunjukkan bahwa pariwisata mempunyai kontribusi terhadap peningkatan pendapatan masyarakat setempat, salah satunya seperti yang diungkapkan oleh Blake (2007) yang menunjukkan pariwisata memberikan keuntungan bagi penduduk Brasil berpendapatan terendah dan memiliki potensi untuk mengurangi ketimpangan pendapatan. Secara faktual sektor pariwisata merupakan salah satu sektor yang prospektif untuk dikembangkan di Kabupaten Gunungkidul sehingga dalam pengembangannya harus lebih digiatkan. Kabupaten Gunungkidul merupakan salah satu daerah yang memiliki potensi sumber daya alam yang besar untuk pengembangan sektor pariwisata. Kondisi alam
berupa karst menjadikan
wilayah tersebut memiliki banyak goa yang dapat dijadikan sebagai obyek wisata sedangkan di bagian selatan Kabupaten Gunungkidul memiliki wilayah pesisir yang banyak terdapat obyek wisata pantai. Hal tersebut belum termasuk wisata budaya yang ada di dalamnya, sehingga menjadikan Kabupaten Gunungkidul memiliki aset wisata yang cukup banyak. Terdapat alasan yang jelas untuk menghubungkan pariwisata dengan pengurangan kemiskinan di Kabupaten Gunungkidul, sektor pariwisata cukup banyak akan tetapi angka
kemiskinan masih tergolong tinggi. Terlepas dari
penyebab lain seperti kondisi wilayah yang kurang mendukung ataupun faktorfaktor lainnya, dalam hal ini setidaknya pariwisata seharusnya dapat memberikan 4
dampak peningkatan pendapatan masyarakat setempat, terutama masyarakat miskin. Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (BAPPEDA) Kabupaten Gunungkidul menyebutkan bahwa pada tahun 2010 persentase penduduk miskin di Kabupaten Gunungkidul sebesar 22.05%. Angka tersebut merupakan angka prosentase tertinggi kedua setelah Kabupaten Kulonprogo (23,15%) di Provinsi D.I. Yogyakarta. Masuknya Kabupaten Gunungkidul dalam Program Pengentasan Kemiskinan oleh Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (BAPENNAS) Tahun 2013 – 2014 memperlihatkan bahwa daerah tersebut masuk dalam daerah lokasi rencana perluasan pengentasan kemiskinan Indonesia (Bappenas, 2013). Berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Gunungkidul Nomor 6 Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Gunungkidul Tahun 2010 – 2030 menyebutkan bahwa Rencana penetapan kawasan peruntukan pariwisata meliputi: kawasan wisata alam, kawasan desa wisata, kawasan wisata budaya, dan kawasan wisata minat khusus. Pantai Baron, Pantai Kukup, dan Pantai Sepanjang merupakan salah satu obyek wisata alam yang ditetapkan pemerintah setempat sebagai kawasan peruntukan wisata. Selanjutnya Pantai Baron, Pantai Kukup, dan Pantai Sepanjang tersebut bersama dengan beberapa pantai yang lain oleh Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (DISBUDPAR) Kabupaten Gunungkidul dikelompokkan ke dalam Kawasan Pantai Karst Gunungsewu. Beberapa objek wisata yang tergabung dalam Kawasan Pantai Karst Gunungsewu berada di wilayah administrasi Desa 5
Kemadang Kecamatan Tanjungsari Kabupaten Gunungkidul. Selanjutnya penyebutan istilah dari objek wisata yang ada di Kawasan Pantai Karst Gunungsewu yang berada di wilayah administrasi Desa Kemadang oleh peneliti digunakan istilah objek wisata yang berada di Kawasan Pesisir Selatan Gunungkidul. Kecamatan Tanjungsari merupakan salah satu kecamatan
yang
dikategorikan sebagai kecamatan paling tertinggal di Kabupaten Gunungkidul disamping empat kecamatan lainnya yaitu Kecamatan Gedangsari, Kecamatan Purwosari, Kecamatan Saptosari, dan Kecamatan Girisubo (Bappeda Kabupaten Gunungkidul, 2010). Kecamatan Tanjungsari terbagi atas beberapa desa, antara lain Desa Kemadang, Desa Ngestirejo, Desa Kemiri, Desa Hargosari, dan Desa Banjarejo. Desa Kemadang merupakan desa yang letaknya paling dekat dengan objek wisata Pantai Baron justru memiliki populasi rumah tangga miskin yang paling besar diantara desa lain yang ada di Kecamatan Tanjungsari. Total rumah tangga miskin di Kecamatan Tanjungsari adalah 3.150, tercatat 25,3% diantaranya berada di Desa Kemadang (Kesra Kabupaten Gunungkidul, 2014). Apabila dilihat dari jumlah kunjungan wisatawan pada beberapa tahun terakhir, objek wisata yang tergabung dalam Kawasan Pesisir Selatan Gunungkidul
memiliki jumlah kunjungan wisatawan tertinggi dibandingkan
obyek wisata lain yang ada di Kabupaten Gunungkidul (Dinas Pariwisata DIY, 2013). 6
Jumlah kunjungan wisatawan ke objek wisata di Kawasan Pesisir Selatan Gunungkidul dari Tahun 2008 – 2012 dapat dilihat pada Gambar 1.1 berikut ini. Jumlah Kunjungan Wisatawan ke Objek Wisata di Kawasan Pesisir Selatan Gunungkidul Jumlah Pengunjung
600,000 501.197
500,000 400,000
430.442
442.912
391.031
351.276
300,000 200,000 100,000 0 2008
2009
2010
2011
2012
Tahun Sumber: Dinas Pariwisata DIY, 2012
Gambar 1.1 Jumlah Kunjungan Wisatawan ke Objek Wisata di Kawasan Pesisir Selatan Gunungkidul Melihat data jumlah kunjungan wisatawan ke objek wisata di Kawasan Pesisir Selatan Gunungkidul yang cukup tinggi tersebut seharusnya keterlibatan masyarakat setempat terhadap kegiatan wisata akan semakin tinggi pula. Warpani (2007), mengungkapkan bahwa sebaran lokasi daerah tujuan wisata pada skala nasional maupun regional akan memicu terjadinya interaksi antar daerah sebagai manifestasi hubungan sediaan-permintaan (supply-demand). Hubungan antara daerah asal wisatawan dengan daerah tujuan wisata adalah dalam bentuk mobilitas orang, sedangkan hubungan antar daerah dapat menyangkut mobilitas orang maupun barang. Keberadaan objek wisata yang ada 7
di Kawasan Pesisir Selatan Gunungkidul menyebabkan terjadinya proses interaksi kegiatan dari berbagai wilayah lain dari luar Kecamatan Tanjungsari bahkan dari luar Kabupaten Gunungkidul. Kegiatan tersebut berupa kegiatan perdagangan maupun kegiatan lain yang merupakan kegiatan pendukung sektor pariwisata. Hal tersebut dapat dilihat dari pelaku usaha yang berasal dari daerah lain serta produk barang yang dijual beberapa diantaranya berasal dari daerah lain pula. Kondisi tersebut menarik untuk dikaji lebih lanjut terkait hubungannya dengan peran serta masyarakat setempat yang pada akhirnya dapat berdampak pada kondisi kesejahteraan masyarakat setempat. Pengembangan sektor pariwisata diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat setempat secara umum dan secara khusus adalah masyarakat yang termasuk dalam kategori miskin melalui kegiatan pelayanan jasa maupun industri pariwisata. Pemikiran tersebut sejalan dengan apa yang diungkapkan oleh Supartini (2012) bahwa pembangunan pariwisata yang memberdayakan masyarakat lokal diharapkan mampu mendorong masyarakat berpartisipasi untuk mencapai tujuan kesejahteraan yang diharapkan bersama. Sektor pariwisata seharusnya bisa membuka peluang usaha dan meningkatkan penyerapan tenaga kerja yang diutamakan berasal dari masyarakat sekitar objek wisata, sehingga pada akhirnya tingkat pendapatan masyarakat setempat dan lebih khusus adalah masyarakat miskin yang ada di sekitar Kawasan Pesisir Selatan Gunungkidul yaitu di Desa Kemadang akan meningkat pula. Hal tersebut sesuai dengan konsep Pro-Poor Tourism yaitu pariwisata akan memperluas kesempatan usaha dan memberikan lapangan kerja bagi masyarakat 8
miskin, yang pada akhirnya akan meningkatkan pendapatan mereka (Ashley and Roe, 2001). 1.2. Perumusan Masalah Potensi sumberdaya wilayah pesisir dan letak geografis yang strategis, yaitu berada tidak jauh dari Kota Yogyakarta sebagai tujuan wisata internasional memungkinkan pariwisata yang ada di wilayah pesisir Kabupaten Gunungkidul untuk dijual kepada wisatawan lokal, nasional, maupun internasional. Hal tersebut tentunya dengan pengelolaan yang profesional. Hardjowigeno et al. (1994) mengungkapkan bahwa beberapa faktor yang mempengaruhi perkembangan pariwisata antara lain potensi wisata yang ditawarkan dan besarnya permintaan wisata itu sendiri. Potensi wisata yang dimaksud adalah obyek-obyek wisata yang ada, sedangkan permintaan (demand) wisata merupakan permintaan akan jenis-jenis obyek wisata serta fasilitas-fasilitas penunjang yang diinginkan oleh wisatawan. Hal tersebut sejalan dengan apa yang diungkapkan oleh Sujali (1989) bahwa pembangunan kepariwisataan yang optimal harus memperhatikan beberapa komponen yaitu: tersedianya obyek wisata yang dapat dinikmati atau atraksi yang dapat dilihat; tersedianya sarana transportasi atau perhubungan; serta komponen penunjang berupa sarana akomodasi dan sarana infrastruktur. Kawasan Pesisir Selatan Gunungkidul di dalamnya terdapat beberapa objek wisata sebagai bentuk dari daya tarik wisata, yaitu Pantai Baron, Pantai Kukup, Pantai Sepanjang, serta beberapa pantai yang lain. Beberapa obyek wisata 9
tersebut termasuk dalam obyek wisata unggulan di Kabupaten Gunungkidul, serta memiliki jumlah kunjungan wisatawan tertinggi dibandingkan obyek wisata lain di Kabupaten Gunungkidul. Sebaran lokasi daerah tujuan wisata pada skala nasional maupun regional akan memicu terjadinya interaksi antar daerah sebagai manifestasi hubungan penyediaan dan permintaan (Warpani, 2007). Hubungan antara daerah asal wisatawan dengan daerah tujuan wisata adalah dalam bentuk mobilitas orang, sedangkan hubungan antar daerah dapat menyangkut mobilitas orang maupun barang. Orang di sini maksudnya adalah orang asing, penduduk daerah lain, maupun penduduk setempat, baik selaku wisatawan maupun orang yang terlibat atau bergelut pada sektor kepariwisataan. Penduduk yang terlibat dalam sektor kepariwisataan sebagian bersangkutan dengan penyediaan jasa, penyediaan kebutuhan barang, dan sebagian lagi bersangkutan dengan para wisatawan. Ashley and Roe (2001), memandang bahwa pariwisata dapat menghasilkan peluang pengembangan, namun industri pariwisata sering dikritik karena tidak sepenuhnya menyadari potensinya untuk menciptakan hubungan dengan ekonomi lokal. Sejalan dengan perkembangannya seharusnya pariwisata dapat memberikan dampak positif bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat lokal, lebih khusus adalah peningkatan pendapatan masyarakat miskin yang ada di sekitar obyek wisata tersebut. Hal itu sesuai dengan tujuan dari kepariwisataan di Indonesia, yang diantaranya adalah meningkatkan pertumbuhan ekonomi, meningkatkan kesejahteraan rakyat, dan menghapus kemiskinan (UU RI No. 10 Tahun 2009 Tentang Kepariwisataan). 10
Terlepas dari kemungkinan adanya budaya kemiskinan yang ada di daerah penelitian, tentunya kegiatan pariwisata di Kawasan Pantai Gunungsewu
diharapkan
mampu
memberikan
dampak
positif
Karst terhadap
kesejahteraan masyarakat setempat. Akan tetapi hal tersebut kurang sesuai dengan kondisi yang ada di Desa Kemadang Kecamatan Tanjungsari Kabupaten Gunungkidul. Persentase penduduk miskin yang ada di Desa Kemadang merupakan yang tertinggi diantara desa lain yang ada di Kecamatan Tanjungsari Kabupaten Gunungkidul. Hal tersebut dapat dilihat dari banyaknya rumah tangga miskin yang tinggal di Desa Kemadang, dari 3.150 rumah tangga miskin di Kecamatan Tanjungsari, tercatat 25,3% diantaranya berada di Desa Kemadang (Kesra Kabupaten Gunungkidul, 2014). Kegiatan
pariwisata
memerlukan kajian yang
di
Kawasan
Pesisir
Selatan
Gunungkidul
mendalam tentang manfaat dari sisi ekonomi yang
diperoleh masyarakat dengan berkembangnya sektor pariwisata. Pada akhirnya hal tersebut diharapkan akan menjadikan masyarakat sekitar obyek wisata mendapatkan manfaat dari adanya kegiatan pariwisata tersebut yang nantinya akan menguntungkan melalui peningkatan pendapatan masyarakat setempat. Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka permasalahan yang ingin diketahui pada penelitian ini dibatasi pada: Sejauh mana tingkat partisipasi penduduk Desa Kemadang dalam kegiatan pariwisata di Kawasan Pesisir Selatan
11
Gunungkidul? Bagaimana dampak kegiatan pariwisata di Kawasan Pesisir Selatan Gunungkidul terhadap kesejahteraan masyarakat Desa Kemadang?
1.3. Tujuan Penelitian Adapun tujuan dari penelitian ini adalah: 1.
Mengkaji tingkat partisipasi masyarakat Desa Kemadang dalam kegiatan pariwisata di Kawasan Pesisir Selatan Gunungkidul;
2.
Mengkaji dampak kegiatan pariwisata di Kawasan Pesisir Selatan Gunungkidul terhadap tingkat kesejahteraan masyarakat di Desa Kemadang.
1.4. Manfaat Penelitian Hasil penelitian diharapkan mempunyai manfaat sebagai berikut. 1.
Bentuk refleksi kritis tentang dampak keberadaan kegiatan pariwisata di Kawasan
Pesisir
Selatan
Gunungkidul
terhadap
kesejahteraan
masyarakat Desa Kemadang; 2.
Penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai masukan kepada pihak terkait dalam menetapkan kebijakan terkait dengan kesejahteraan masyarakat di sekitar objek wisata di Kawasan Pesisir Selatan Gunungkidul;
3.
Hasil penelitian diharapkan dapat digunakan untuk pengembangan penelitian-penelitian selanjutnya.
12
1.5. Keaslian Penelitian Penelitian tentang pariwisata telah banyak dilakukan oleh beberapa peneliti sebelumnya. Penelitian tersebut memiliki persamaan dalam hal cara penyajian, studi pustaka maupun metode yang digunakan, akan tetapi terdapat perbedaan dalam hal waktu penelitian, lokasi penelitian, tujuan maupun analisis yang digunakan oleh para peneliti. Berikut ini merupakan penelitian tentang pariwisata yang telah dilakukan oleh beberapa peneliti sebelumnya. Sulaksmi (2007), melakukan penelitian tentang dampak pariwisata terhadap pendapatan dan kesejahteraan masyarakat sekitar Kawasan Taman Wisata Alam Laut Pulau Weh Kota Sabang, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang dapat mempengaruhi tingkat pendapatan masyarakat sekitar dan untuk mengetahui tingkat kesejahteraan masyarakat sekitar obyek wisata. Sartina (2011), melalui penelitian yang dilakukan di Objek Wisata Pantai Kamali Kota Baubau Sulawesi Tenggara bertujuan untuk mengetahui pengaruh kegiatan pariwisata terhadap lingkungan sosial, macam pekerjaan dan pendapatan masyarakat setempat. Metode penelitian yang digunakan adalah dengan menggabungkan metode kuantitatif dan kualitatif Ahmadiarsyah (2011), melakukan penelitian tentang perkembangan pariwisata terhadap kondisi sosial ekonomi dan sosial budaya masyarakat di Kawasan Wisata Tanjung Bira Kecamatan Bantobahari Kabupaten Bulukumba Propinsi Sulawesi Selatan, tujuan dari penelitian tersebut adalah untuk mengkaji 13
perkembangan pariwisata terhadap kondisi sosial ekonomi, sosial budaya, dan mengetahui persepsi wisatawan terhadap kawasan wisata Tanjung Bira. Hal berbeda dilakukan oleh Mukti (2013), pada penelitiannya yang berjudul “Analisis Kontribusi Pendapatan Sektor Pariwisata terhadap Pendapatan Total Rumah Tangga dan Kesejahteraan Masyarakat (Kasus: Pulau Pramuka Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu Propinsi DKI Jakarta)”. Tujuannya adalah untuk mengetahui kontribusi langsung kegiatan pariwisata terhadap total pendapatan rumah tangga, dan menganalisis tingkat kesejahteraan masyarakat yang berada di sekitar objek wisata tersebut. Sebagai upaya untuk mempermudah dalam memahami perbedaan penelitian terdahulu dengan penelitian yang akan dilakukan, untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 1.1. di bawah ini. Tabel 1.1. Penelitian-penelitian Terdahulu Judul, Nama No. Tujuan Penelitian Peneliti, Tahun
1.
Analisis dampak pariwisata terhadap pendapatan dan kesejahteraan masyarakat sekitar Kawasan Taman Wisata Alam Laut Pulau Weh Kota Sabang. Rita Sulaksmi (2007)
Mengetahui faktorfaktor yang mempengaruhi tingkat pendapatan masyarakat sekitar, dan untuk mengetahui tingkat kesejahteraan rumah tangga masyarakat sekitar obyek wisata
Metode Penelitian Analisis deskriptif, analisis regresi linier berganda, analisis Chi-Square
Hasil Penelitian Faktor-faktor yang mempengaruhi besarnya pendapatan rumah tangga yang aktif dalam kegiatan pariwisata meliputi: umur, pendidikan, jumlah anggota keluarga, pengeluaran/konsumsi, dan jarak dari kawasan wisata. Tingkat pendapatan dan kesejahteraan rumah tangga yang aktif lebih baik dari pada rumah tangga 14
Tabel 1.1. “Lanjutan”
2.
3.
4.
Pengaruh Pariwisata Pantai Kamali terhadap Lingkungan Sosial Masyarakat di Sekitar Objek Wisata Pantai Kamali Kota Baubau Sulawesi Tenggara. Wa Ode Sartina (2011) Kajian Dampak Perkembangan Pariwisata terhadap kondisi Sosial Ekonomi dan Sosial Budaya Masyarakat di Kawasan Wisata Tanjung Bira Kecamatan Bantobahari Kabupaten Bulukumba Propinsi Sulawesi Selatan. Ahmadiarsyah (2011) Analisis Kontribusi Pendapatan Sektor Pariwisata terhadap Pendapatan Total Rumah Tangga dan Kesejahteraan
yang tidak aktif dalam kegiatan pariwisata Perkembangan pariwisata memberikan pengaruh langsung terhadap peluang pekerjaan, memberikan tambahan pendapatan, dan secara tidak langsung memberikan pengaruh terhadap lingkungan sosial
Mengetahui pengaruh kegiatan pariwisata terhadap macam pekerjaan, pendapatan dan lingkungan sosial masyarakat setempat
Metode kombinasi (mixed methods) kuantitatif dan kualitatif
Mengkaji perkembangan pariwisata terhadap kondisi sosial ekonomi, sosial budaya, dan mengetahui persepsi wisatawan terhadap kawasan wisata Tanjung Bira
Metode kuantitatif dan kualitatif
Perkembangan pariwisata cukup bagus yang dapat dilihat dari peningkatan PAD. Berpengaruh positif terhadap kondisi sosial ekonomi. Berpengaruh negatif terhadap kondisi sosial budaya. 60 % wisatawan mengatakan kondisi wisata sangat baik, 40 % mengatakan cukup baik
Mengetahui kontribusi pariwisata terhadap total pendapatan rumah tangga, dan menganalisis tingkat kesejahteraannya
Metode kuantitatif dan kualitatif
91 % kontribusi pendapatan berasal dari sektor pariwisata dan 9 % dari non-pariwisata, kesejahteraan masyarakat setempat dalam kondisi yang sangat baik
15
Tabel 1.1. “Lanjutan”
5.
Masyarakat (Kasus: Pulau Pramuka Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu Propinsi DKI Jakarta). Rizka Yustiana Mukti (2013) Analisis Dampak Kegiatan Pariwisata di Kawasan Pesisir Selatan Gunungkidul terhadap Kesejahteraan Masyarakat Desa Kemadang Kecamatan Tanjungsari Kabupaten Gunungkidul Purnomo Adi Saputro (2014)
Mengkaji tingkat partisipasi masyarakat Desa Kemadang dalam kegiatan pariwisata di Kawasan Pesisir Selatan Gunungkidul dan mengkaji dampak kegiatan pariwisata di kawasan tersebut terhadap tingkat kesejahteraan masyarakat Desa Kemadang
Metode survei, Analisis deskriptif, uji “t”, chi Square
53,77 % masyarakat Desa Kemadang ikut berpartisipasi dalam kegiatan pariwisata di Kawasan Pesisir Selatan Gunungkidul. Kesejahteraan antara rumah tangga miskin yang aktif dalam kegiatan pariwisata lebih baik dibanding rumah tangga miskin yang tidak aktif dalam kegiatan pariwisata, sedangkan kesejahteraan rumah tangga tidak miskin yang aktif dalam kegiatan pariwisata jauh lebih baik
Berdasarkan pada Tabel 1.1 di atas terdapat perbedaan antara penelitian yang akan dilakukan dengan penelitian terdahulu. Selain perbedaan waktu dan tempat penelitian, perbedaan mendasar terletak pada obyek penelitian. Apabila pada penelitian terdahulu fokus penelitian adalah pada masyarakat sekitar objek pariwisata secara umum, namun pada penelitian ini selain mengkaji masyarakat secara umum, penelitian lebih banyak mengkaji dampak kegiatan pariwisata terhadap kesejahteraan masyarakat miskin yang berada di sekitar objek wisata. 16