1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Republik Indonesia adalah negara berkembang yang senantiasa melakukan pembangunan secara terus menerus dan berkembang, yaitu pembangunan di segala bidang, baik bidang politik, ekonomi social budaya dan pertahanan keamanan. Tujuan dari pembangunan tersebut adalah untuk menciptakan masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia. Untuk mencapai maksud tersebut, maka diharapkan seluruh masyarakat dapat turut berperan serta dalam meningkatkan pembanguan, salah satu bidang pembangunan yang dapat dilakukan yaitu pembangunan di bidang ekonomi. Adapun pertumbuhan ekonomi tergantung banyak faktor antara lain kondisi perekonomian dan peningkatan modal. Modal merupakan hal yang cukup menentukan keberhasilan suatu usaha. Kebutuhan akan modal, khususnya modal kerja, acap kali membuat pelaku usaha terhambat dalam melakukan ekspansi usahanya atau bahkan untuk sekedar mempertahankan usahanya. Sumber modal yang diandalkan pelaku usaha adalah mencari pinjaman dari lembaga-lembaga perbankan dan non-perbankan, namun proses pinjaman dari perbankan yang cukup rumit dengan berbagai persyaratan
2
membuat sebagian masyarakat lebih memilih untuk mencari pinjaman pada lembaga non perbankan. Pegadaian sebagai salah satu lembaga keuangan non perbankan di Indonesia yang mempunyai aktifitas pembiayaan kebutuhan masyarakat, baik bersifat produktif maupun konsumtif, dengan menggunakan ketentuan hukum gadai. Pegadaian di Indonesia sudah dikenal sejak zaman penjajahan Belanda (VOC). Usaha pegadaian ini dikenal pertama kali di Italia yang kemudian meluas ke Eropa termasuk negeri Belanda yang oleh penjajah Belanda dalam hal ini zaman VOC diterapkan di Indonesia. 1 Tugas pokoknya adalah memberikan bantuan dana khusus untuk masyarakat kecil dengan menerapkan teknik pegadaian yaitu dengan hukum gadai. Pihak yang menghendaki dana cukup datang ke kantor pegadaian dengan membawa barang berharga kemudian mendapatkan uang sesuai dengan ketentuan pegadaian. Pada dasarnya transaksi pembiayaan yang dilakukan oleh pegadaian sama dengan prinsip pinjaman melalui lembaga perbankan, namun yang membedakannya adalah dasar hukum yang digunakan yaitu hukum gadai. Salah satu produk atau layanan yang ditawarkan oleh Pegadaian yaitu Kreasi Kredit Angsuran Fidusia kredit dengan angsuran bulanan yang diberikan kepada usaha mikro kecil dan menegah (UMKM) untuk pengembangan usaha dengan sistem fidusia. 2 Timbulnya lembaga Jaminan Fidusia dimaksudkan untuk mewujudkan kehendak masyarakat, yaitu untuk 1
SyarifArbi.2002.Mengenal Bank dan Lembaga Keuangan Non Bank, Djambatan, hlm.228. https://id.wikipedia.org/wiki/PT._Pegadaian diakses pada hari Selasa 14 Juni 2016 pukul 23.02 wib. 2
3
mengatasi kesulitan-kesulitan yang dihadapi oleh masyarakat, khususnya dari para pengusaha yang hendak mendapatkan kredit, dengan jaminan benda atau barang-barang bergerak yang berwujud dalam bentuk peralatan akan tetapi dalam perkembangan selanjutnya, benda yang menjadi obyek fidusia termasuk juga kekayaan benda bergerak yang tak berwujud, maupun benda tak bergerak, dan diharapkan bahwa setelah kredit diperoleh ia tetap dapat menggunakan barang-barangnya itu untuk meneruskan perusahaannya. Dalam pemberian kredit angsuran fidusia ini kedudukan kreditur penerima fidusia itu adalah sebagai pemegang jaminan, sedangkan kewenangan sebagai pemilik yang dipunyainya ialah kewenangan yang masih berhubungan dengan jaminan itu sendiri, oleh karena itu, dikatakan pula kewenangannya sebagai pemilik terbatas selama debitur belum lalai memenuhi kewajibannya kreditur berkedudukan sebagai penerima jaminan, hanya saja karena yang dijaminkan itu berupa hak milik maka kreditur dapat melakukan beberapa tindakan yang dipunyai oleh seorang pemilik, seperti pengawasan atas barang jaminan, karena kreditur sebagai penerima jaminan hak milik tidak menguasai sendiri barang jaminan melainkan debiturlah yang menguasainya dengan demikian, kreditur sebagai orang yang berkepentingan atas barang jaminan akan tetapi kewenangan atas barang jaminan itu dikuasakan kepada debitur, sudah sepatutnya mempunyai hak untuk melakukan pengawasan atas barang jaminan. Sebelum berlakunya Undang-undang Nomor 42 tahun 1999 tentang Fidusia, kreditur banyak mengalami kesulitan dalam melakukan eksekusi,
4
karena pengaturannya tidak jelas sehingga pelaksanaan eksekusi Jaminan Fidusia dilakukan dengan prosedur gugatan melalui pengadilan, yang biasanya membutuhkan waktu yang lama serta biaya yang tidak sedikit. Akan tetapi setelah berlakunya Undang-undang Nomor 42 tahun 1999 tentang Fidusia, proses eksekusi Jaminan Fidusia menjadi lebih mudah. Undangundang Jaminan Fidusia memberikan kemudahan dalam pelaksanaan eksekusi melalui lembaga parate eksekusi. Kemudahan dalam pelaksanaan eksekusi ini tidak semata-mata monopoli Jaminan Fidusia karena dalam hal gadai juga dikenal lembaga serupa. Pasal 1155 ayat (1) Kitab Undang-undang Hukum Perdata menyatakan bahwa: “(1) Apabila oleh para pihak tidak telah diperjanjikan lain, maka si berpiutang adalah berhak jika si berutang atau si pemberi gadai bercidera janji, setelah tenggang waktu yang diberikan lampau, atau tidak telah ditentukan suatu tenggang waktu, setelah dilakukannya suatu peringatan untuk membayar, menyuruh menjual barangnya gadai dimuka umum menurut kebiasaankebiasaan setempat serta atas syarat-syarat yang lazim berlaku, dengan maksud untuk mengambil pelunasan jumlah piutangnya beserta bunga dan biaya dari pendapatan penjualan tersebut.” Dalam Undang-undang Republik Indonesia Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia mengenai eksekusi Jaminan Fidusia diatur dalam Pasal 29. Eksekusi Jaminan Fidusia adalah penyitaan dan penjualan benda yang menjadi obyek Jaminan Fidusia. Penyebab timbulnya eksekusi Jaminan Fidusia ini adalah karena debitur atau pemberi fidusia cidera janji atau tidak memenuhi prestasinya tepat pada waktunya kepada penerima fidusia, walaupun pemberi fidusia telah diberikan somasi. Pasal 29 Undang- Undang Nomor 42 Tahun 1999, mengatur 3 (tiga) cara eksekusi benda Jaminan Fidusia, yaitu :
5
1) Apabila debitur atau Pemberi Fidusia cidera janji, eksekusi terhadap benda yang menjadi obyek Jaminan Fidusia dapat dilakukan dengan cara: a. Pelaksanaan titel eksekutorial sebagimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (2) oleh Penerima Fidusia;
b. Penjualan benda yang menjadi obyek Jaminan Fidusia atas kekuasaan Penerima Fidusia sendiri melalui pelelangan umum serta mengambil pelunasan piutangnya dari hasil penjualan;
c. Penjualan
di
bawah
tangan
yang
dilakukan
berdasarkan
kesepakatan Pemberi dan Penerima Fidusia jika dengan cara demikian dapat diperoleh harga tertinggi yang menguntungkan para pihak.
2) Pelaksanaan penjualan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf c dilakukan setelah lewat waktu 1 (satu) bulan sejak diberitahukan secara tertulis oleh Pemberi dan Penerima Fidusia kepada pihak-pihak yang berkepentingan dan diumumkan sedikitnya dalam 2 (dua) surat kabar yang beredar di daerah yang bersangkutan. Berdasarkan pra survey yang telah penulis lakukan di PT. Pegadaian Yogyakarta, apabila terjadi kredit macet atas Jaminan Fidusia maka pegadaian sebagai penerima fidusia akan melakukan beberapa upaya seperti upaya persuasif dan juga somasi namun jika upaya tersebut tidak ada tanggapan dari pemberi fidusia maka PT. Pegadaian akan melakukan
6
eksekusi Jaminan Fidusia yang kemudian akan di jual secara di bawah tangan. Kondisi sebagaimana yang telah diuraikan dalam latar belakang masalah tersebut di atas, maka penulis merasa perlu untuk melakukan penelitian tentang “ Penyelesaian Kredit Macet dengan Penjualan di bawah Tangan terhadap Obyek Jaminan Fidusia di PT. Pegadaian Cabang Ngupasan Yogyakarta”. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang penelitian yang telah diuraikan di atas maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut : 1.
Dasar pertimbangan apa yang membuat PT. Pegadaian Cabang Ngupasan Yogyakarta menyelesaikan kredit macet dengan penjualan di bawah tangan terhadap obyek Jaminan Fidusia?
2.
Kendala-kendala yuridis apa saja yang dihadapi PT. Pegadaian Cabang Ngupasan Yogyakarta dalam proses penyelesaian kredit macet dengan penjualan di bawah tangan terhadap obyek Jaminan Fidusia?
C. Tujuan Penelitian Berdasarkan pada rumusan masalah di atas, maka tujuan diadakannya penelitian ini adalah:
7
1. Tujuan Obyektif Mengetahui dan menganalisis penyelesaian kredit macet dengan penjualan di bawah tangan terhadap obyek Jaminan Fidusia di PT. Pegadaian Cabang Ngupasan Yogyakarta. 2. Tujuan Subyektif Memperoleh data guna menyusun tesis sebagai salah satu syarat meraih gelar Magister Kenotariatan di Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada.
D. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan dampak positif dalam menambah ilmu pengetahuan dan wawasan hukum. Adapun manfaat tersebut antara lain : 1.
Secara Teoritis Manfaat untuk ilmu pengetahuan atau teori, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan pengetahuan bagi perkembangan ilmu pengetahuan pada umumnya dan ilmu pengetahuan hukum, khusunya hukum keperdataan dan hukum kenotariatan.
2. Secara Praktis Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan masukan bagi semua pihak yakni pihak Pegadaian sebagai kreditur, masyarakat luas
8
yang menggunakan fidusia sebagai pilihan pengikatan jaminan, serta dapat menjadi masukan bagi pemerintah untuk menelaah peraturanperaturan yang telah ada, terutama Undang-undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia serta peraturan-peraturan pelaksana lainnya yang terkait dengan Jaminan Fidusia. E. Keaslian Penelitian Dari
hasil
penelusuran
pada
jurnal-jurnal,
Internet
dan
di
Perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada Yogyakarta yang dilakukan oleh Penulis, sudah ada penelitian yang berkaitan dengan perjanjian Jaminan Fidusia, namun dengan judul dan tema yang berbeda, antara lain dilakukan oleh: 1.
Bambang Gunadi, 2010, “Penjualan di bawah tangan terhadap obyek Jaminan Fidusia sebagai penyelesaian Kredit Macet di PT. Bank Perkreditan Rakyat Naratama Bersada Cabang Cikupa, Kabupaten Tanggerang”. Tesis Magister Kenotariatan Program Pasca Sarjana Fakultas Hukum Universitas Diponergoro. 3 Rumusan Masalahnya adalah : a. Bagaimana proses penyelesaian kredit macet melalui penjualan di bawah tangan terhadap obyek Jaminan Fidusia pada PT. Bank Perkreditan Rakyat Naratama Bersada Cabang Cikupa, Kabupaten Tangerang?
3
Bambang Gunadi, 2010, “Penjualan di bawah tangan terhadap obyek Jaminan Fidusia sebagai penyelesaian kredit macet di. Bank Perkreditan Rakyat”, Tesis, Program Studi Magister Kenotariatan Universitas Diponegoro, Semarang.
9
b. Hambatan/kendala
apa
saja
yang
muncul
dalam
proses
penyelesaian kredit macet melalui penjualan di bawah tangan.? Kesimpulan dari penulisan ini adalah proses penyelesaian kredit macet dilakukan dengan penjualan secara di bawah tangan dengan terlebih dahulu meminta kepada debitur untuk melakukan penjualan sendiri jaminannya secara sukarela dan apabila debitur tidak dapat memenuhi permintaan dari bank sebagaimana tersebut diatas, maka bank akan segera mencari pembeli yang berminat sesuai harga yang dianggap paling menguntungkan dan hambatan yang muncul berupa perlawanan dari debitur yang keberatan obyek Jaminan Fidusia ditarik. 2.
Pikko Bayu Mardani, 2012, “Penyelesaian Kredit Macet dengan Jaminan Fidusia Pada Bank Perkreditan Rakyat Walet Jaya Abadi Yogyakarta”. Tesis Magister Kenotariatan Program Pasca Sarjana Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada. 4 Rumusan Masalah : a.
Bagaimana penyelesaian kredit macet dengan Jaminan Fidusia di Bank Perkreditan Rakyat Walet Jaya Abadi Yogyakarta?
b.
Apa hambatan-hambatan yang dihadapi dalam penyelesaian kredit macet dengan Jaminan Fidusia pada Bank Perkreditan Rakyat Walet Abadi Yogyakarta?
4
Piko Bayu Mardani, 2014, “Penyelesaian Kredit Macet dengan Jaminan Fidusia Pada Bank Perkreditan Rakyat Walet Jaya Abadi Yogyakarta”, Tesis, Program Studi Kenotariatan Fakultas Hukum UGM, Yogyakarta.
10
Kesimpulan dari penulisan ini adalah penyelesaian kredit macet yang terjadi di Bank Perkreditan Rakyat Walet Jaya Abadi Yogyakarta diselesaikan melalui penjualan obyek jaminan fidusia secara di bawah tangan dan hambatan yang dihadapi dalam pelaksanaan eksekusi Jaminan Fidusia adalah debitur tidak kooperatif dan keberatan jika obyek Jaminan Fidusianya ditarik, obyek Jaminan Fidusia telah berubah bentuk (tidak lengkap), sehingga mengakibatkan turunnya harga jual obyek Jaminan Fidusia secara signifikan yang mengakibatkan kerugian pihak bank yang cukup besar, dan obyek Jaminan Fidusia sudah berpindah tangan tanpa sepengetahuan kreditur. Penelitian ini memiliki persamaan dan perbedaan dengan penulisan-penulisan yang telah dikemukakan sebelumnya di atas. Persamaannya adalah membahas pelaksanaan perjanjian jaminan fidusia. Hal yang membedakan dengan penulisan sebelumnya adalah obyek dan pokok bahasan yang terkandung di dalamnya dimana obyek penulisan hukum yang dilakukan adalah di PT. Pegadaian Cabang Ngupasan Yogyakarta. Berdasarkan lokasi penelitian serta perumusan masalah yang berbeda dengan yang penulis lakukan, maka penulis dapat mengambil
kesimpulan
“PENYELESAIAN
bahwa
KREDIT
penulisan MACET
mengenai DENGAN
11
PENJUALAN DI BAWAH TANGAN TERHADAP OBYEK JAMINAN
FIDUSIA
DI
PT.
PEGADAIAN
CABANG
NGUPASAN YOGYAKARTA” sampai saat ini belum pernah dilakukan, akan tetapi apabila ternyata sudah pernah dilakukan penelitian yang sama atau sejenis maka penelitian ini diharapkan dapat melengkapi penelitian sebelumnya.