BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah Penelitian ini dikembangkan untuk memahami peran pemerintah dalam mendorong pemanfaatan e-commerce bagi pengembangan UMKM kerajinan perak Kotagede. Sudah sejak dahulu Kotagede memiliki warisan budaya dan seni yang tinggi, hal ini membawa mereka menjadi sentra industri kerajinan1 perak satu-satunya di Indonesia dan menduduki masa jayanya pada tahun 1970-1980-an. Namun, kini eksistensi industri kerajinan perak Kotagede kian hari semakin menurun seiring dengan meningkatnya persaingan dari daerah lain yang sadar akan peluang industri ini yang banyak diminati. Globalisasi dan perkembangan teknologi telah membuka gerbang bagi UMKM di semua Negara untuk memperluas jaringan bisnisnya. E-commerce sebagai salah satu wujud perkembangan IT yang memungkinkan para pelaku usaha khususnya UMKM agar mampu mengembangkan usahanya secara efektif. Namun, kendala belum terpenuhinya kapasitas sumber daya manusia (SDM) khususnya di bidang IT menjadi hambatan sehingga tidak semua pengusaha perak mampu memanfaatkan e-commerce sebagai salah satu strategi upaya pengembangan bisnisnya. Menanggapi issue tersebut, maka dirasa perlu adanya peran pemerintah sebagai facilitator, regulator dan educator untuk memberikan dorongan terhadap pemanfaatan e-commerce bagi pelaku UMKM khususnya industri kerajinan perak 1
Kerajinan merupakan usaha produktif di sektor nonpertanian, baik sebagai mata pencaharian utama maupun sampingan. Memiliki sifat cenderung padat karya dari seluruh lapisan masyarakat.
1
agar mereka mampu mengembangkan bisnisnya melalui peningkatan penguasaan dan pengaplikasian teknologi. Usaha mikro, kecil dan menengah atau yang biasa disingkat UMKM merupakan sektor riil yang berhubungan langsung dengan masyarakat dan industri kreatif2. UMKM memainkan peranan penting dalam aktivitas ekonomi di beberapa Negara. UMKM telah meningkatkan lebih dari 90% usaha dan berkontribusi dalam peningkatan jumlah kesempatan kerja dan keterpaduan sosial, dan juga pembangunan lokal dan regional (OECD, 2000; BERR, 2005 dalam Hashim, 2011)3. Begitu pula di Indonesia sendiri, UMKM telah berperan dalam menopang roda perekonomian, khususnya saat terjadinya krisis moneter pada rezim orde baru tahun 1997 – 1998. Pada masa itu, usaha atau industri berskala besar tidak mampu menghadapi krisis moneter yang terjadi di Indonesia dan beberapa Negara lain akibat terjadinya krisis moneter yang menyebabkan banyak perusahaan swasta mengalami kegagalan dan kebangkrutan karena tidak mampu
2
3
Industri kreatif merupakan jenis industri yang berfokus pada penciptaan barang dan jasa dengan mengandalkan keahlian, bakat dan kreatifitas sebagai kekayaan intelektual. Terdapat tiga tipe yang membedakan industri kreatif, yaitu: (1) Generative creativity yang merupakan bentuk asli dari kreatifitas yang diasosiasikan kepada ciptaan yang baru, unik atau berbeda dengan ciptaan sebelumnya; (2) Adoptive creativity merupakan penemuan kreatif atas cara-cara baru hasil pemanfaatan ide baru yang tercipta sebelumnya, untuk pengembangan proses yang baru dan untuk mendorong proses pengembangan itu sendiri; dan (3) $etentive creativity adalah penerapan ide baru pada gaya hidup konsumen dan penerapan ide baru pada operasi rutin suatu perusahaan. Atau dapat dikatakan jenis kreatifitas ini merupakan upaya untuk menerapkan secara berulang suatu temuan pada produk (RPJMD Kota Yogyakarta 2012-2016:17-18) Contohnya di UK, diperkirakan 4,3 juta sektor usaha, dimana 99,9% adalah sektor UMKM (BERR, 2005 dalam Hashim, 2011). Sedangkan di Negara Malaysia, UMKM merupakan bentuk paling besar dari usaha bisnis dan memainkan peran penting dalam industrialisasi Negara. Pada tahun 2004 tercatat jumlah UMKM di Malaysia sekitar 90% dari total sektor usaha (Hashim, 2011)
2
memproduksi produk berskala besar yang biasanya membutuhkan bahan baku impor akibat meningkatnya harga bahan baku impor4 dan hutang luar negeri5. Namun, krisis moneter yang sempat membuat perusahaan-perusahaan besar di Indonesia gulung tikar ini tidak memberikan dampak negatif bagi kelangsungan aktivitas UMKM yang mampu bertahan dan bahkan dapat terus meningkat jumlahnya sehingga mampu menopang kembali roda perekonomian Indonesia yang sempat runtuh pada tahun 1997 – 1998. Pertama, sebagian besar UMKM memproduksi barang konsumsi dan jasa-jasa dengan elastisitas permintaan terhadap pendapatan yang rendah, maka tingkat pendapatan rata-rata masyarakat tidak banyak berpengaruh terhadap permintaan barang yang dihasilkan. Sebaliknya kenaikan tingkat pendapatan juga tidak berpengaruh pada permintaan. Kedua, sebagian besar UMKM tidak mendapat modal dari bank. Implikasinya keterpurukan sektor perbankan dan naiknya suku bunga, tidak banyak mempengaruhi sektor ini (Kuncoro 2008, dalam Devanti 2013:2). Bertahannya UMKM dalam carut-marut perekonomian Indonesia pada rezim Orde Baru menjadi bukti bahwa UMKM sebagai peran strategis dalam peningkatan roda perekonomian dan kesejahteraan masyarakat di Indonesia. hal ini ditunjukkan dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2005-2025 yang menyatakan bahwa untuk memperkuat daya saing bangsa, salah satu kebijakan pembangunan dalam jangka panjang adalah memperkuat 4
Kenaikan bahan baku impor ini disebabkan oleh merosotnya nilai tukar rupiah terhadap dollar AS, dari rata-rata Rp 2.450 per dollar AS Juni 1997 menjadi Rp 13.513 akhir Januari 1998, namun kemudian berhasil menguat kembali menjadi sekitar Rp 8.000 awal Mei 1999 (Tarmidi, 1998:3) 5 Pada awal Mei 1998 besarnya utang luar negeri swasta dari 1.800 perusahaan diperkirakan berkisar antara US$ 63 hingga US$ 64 milyar yang. (Nasution dalam Tarmidi, 1998:4).
3
perekonomian domestik berbasis keunggulan masing-masing wilayah menuju keunggulan kompetitif. Perwujudan kebijakan ini dapat dilakukan salah satunya adalah melalui pengembangan UKM. Mengambil manfaat positif yang dihasilkan oleh UMKM, maka tidak heran apabila masyarakat tidak segan untuk mengambil peluang tersebut. Keadaan inilah yang menjadikan UMKM sebagai dominasi aktivitas ekonomi masyarakat Kota Yogyakarta. Menurut Data Statistik BPS Kota Yogyakarta, pada tahun 2011 jumlah UMKM tercatat 6.565 unit dengan jumlah tenaga kerja 34.570 orang dan nilai investasi sebesar Rp. 170.690.000. dibandingkan dengan tahun 2010 jumlah usahanya mengalami kenaikan 0,46 persen. Jumlah tenaga kerja yang terserap naik 0,29 persen dan nilai investasinya naik 0,46 persen. Daya serap tenaga kerja di sektor ini relatif besar dan merupakan basis penghasilan utama dari sebagian besar masyarakat kota. UMKM juga menyerap tenaga kerja perempuan yang relatif besar terutama yang bergerak di sektor-sektor usaha jasa perdagangan, kerajinan dan jasa boga6. Staff Bidang UMKM Perindagkoptan Kota Yogyakarta menyatakan bahwa UMKM Kota Yogyakarta memiliki 6 produk unggulan7 yang termasuk dalam golongan sektor kerajinan dan jasa boga, yaitu: industri kerajinan batik, perak, logam, kayu dan kulit, serta 6 7
RPJPD Kota Yogyakarta 2005-2025, hlm:33. Produk unggulan merupakan produk yang potensial untuk dikembangkan dalam suatu wilayah dengan memanfaatkan sumberdaya alam dan sumberdaya manusia setempat, serta mendatangkan pendapatan bagi masyarakat maupun pemerintah. Produk unggulan juga merupakan produk yang memiliki daya saing, berorientasi pasar dan ramah lingkungan, sehingga tercipta keunggulan kompetitif yang siap menghadapi persaingan global (Jurnal Pengkajian Koperasi dan UKM Nomor 1 Tahun I, 2006:115). Disamping itu, produk unggulan merupakan wujud dari karakteristik dan ragam produk, juga merupakan media untuk berkomunikasi dengan dunia luar. Begitu pula halnya dengan produk kerajinan tangan, jika daerah itu punya produk kerajinan unggulan khas memang otomatis produk-produk ini banyak dijumpai di kios-kios souvenir di titik-titik pergerakan manusia (Sumber: http://disbudpar-bjn.info/index.php/produkunggulan, Diakses pada tanggal 5 Mei 2013 pukul 12:01 WIB).
4
industri boga bakpia.8 Pada dasarnya aktivitas yang dilakukan oleh UMKM sektor kerajinan ini selain meningkatkan dan mempertahankan warisan budaya yang dikemas ke dalam kerajinan-kerajinan unik khas DIY, UMKM sektor kerajinan juga dapat menjadi sumber penghasilan dengan menjual berbagai macam produk unggulan khas DIY, kerajinan merupakan salah satu komoditas/produk asli Indonesia yang memiliki nilai seni tinggi, dan kian diminati oleh masyarakat. Secara spesifik, ke enam industri unggulan tersebut memiliki peran penting dalam aktivitas UMKM Kota Yogyakarta karena beberapa hal9, yaitu: 1. Kekhasan daerah10. Keenam industri tersebut memiliki spesifikasi tertentu di mana tidak semua daerah memilikinya. Misalnya saja, makanan bakpia yang hanya ditemui apabila berkunjung ke Yogyakarta. Bakpia tidak bisa dibeli atau di temui di daerah lain. 2. Permintaan tinggi, dengan adanya permintaan yang tinggi dari masyarakat ini maka ke enam sektor ini memiliki prospek yang cerah ke depannya. 3. Menyerap tenaga kerja, dengan tersebar luasnya industri-industri tersebut maka hal ini dapat menyerap tenaga kerja yang lebih banyak dibandingkan dengan UMKM sektor lainnya. Dari ke enam produk unggulan UMKM Kota Yogyakarta yang telah disebutkan di atas, salah satu produk unggulan yang telah mendunia ialah Kerajinan Perak di Kotagede. Seperti kerajinan batik, awal mula kerajinan perak 8
Hasil wawancara dengan Staff Bidang UMKM; Dinas PERINDAGKOPTAN Kota Yogyakarta, Balai Kota; 29 Mei 2013 pukul 11.30 WIB. 9 Ibid. 10 Tiap Daerah, bisa dipastikan mempunyai potensi yang bisa digali untuk dijadikan “kekuatan daerah yang bersangkutan. Bentuknya pun bisa bervariasi, mulai dari pesona lingkungan sampai produk olahan (Sumber: http://disbudpar-bjn.info/index.php/produk-unggulan, Diakses pada tanggal 5 Mei 2013 pukul 12:01 WIB).
5
ini tumbuh untuk memenuhi kebutuhan kerajaan Mataram. Kerajinan perak Kotagede ini terkenal akan keunikan dalam motif ukirannya, misalnya saja ukiran perak bermotif bunga atau daun bahkan motif-motif berciri kesultanan Jogja yang memiliki makna filosofis dimana ornamennya juga sangat dipengaruhi oleh motif kain batik. Kebanyakan para pengrajin perak menjalankan usahanya secara turunmenurun dengan menggunakan keahlian dan warisan budaya dalam metode, desain, dan pembuatannya secara tradisional, terutama untuk ukiran yang merupakan hasil handmade. Hal tersebut menandakan bahwa tingginya tingkat keahlian dan ketelitian perajin perak Kotagede. Sedikitnya terdapat empat jenis jenis produk yang beredar di Kotagede, yaitu filifgri (tekstur berlubang), tatak ukir (tekstur menonjol), casting (dibuat dari cetakan), dan handmade (produk hasil buatan tangan yang memerlukan ketelitian seperti kalung dan cincin). Eksistensi produk kerajinan perak Kotagede, Yogyakarta, ini tidak perlu diragukan karena hasil kerajinan perak Kotagede mampu bersaing dengan produk kerajinan serupa dari luar negeri. Perak Kotagede memiliki kualitas dan desain yang baik, hal ini diungkapkan oleh Ketua Pengawas Koperasi Produksi Pengusaha Perak Yogyakarta (KP3Y), Priyo Salim11. “Produk kerajinan perak Kotagede secara kualitas dan desain cukup baik, sehingga banyak diminati konsumen dalam maupun luar negeri. Apalagi, khusus produk kerajinan perhiasan perak yang dihasilkan perajin Kotagede, selama ini belum tertandingi dari segi desain.” Kerajinan perak Kotagede mencapai puncak keemasannya pada era 19701980. Pada periode tersebut, jenis barang berupa kerajinan alat-alat makan telah 11
Heru, Jarot. 2013. Perak Kotagede Mampu Bersaing dengan Luar Negeri. http://www.antaranews.com/berita/371182/perak-kotagede-mampu-bersaing-dengan-luar-negeri. Diakses pada tanggal 6 Mei 2015 pukul 22:46 WIB.
6
memenuhi permintaan turis asing, terlebih karena saat itu belum banyak yang menjual kerajinan dan perhiasan perak12. Melihat potensi kerajinan perak di Kotagede yang diminati turis asing, kemudian muncul efek pemekaran sentra kerajinan perak dari daerah lain, mereka tergiur akan tingginya potensi usaha perak. Berbagai kabupaten di Jawa Tengah kini juga berkembang menjadi sentra produksi kerajinan perak, salah satunya Wonosari. Jawa Timur juga menjadi salah satu sentra produksi. Bangil dan Gempol yang terbesar, namun tetap didukung beberapa Kabupaten, antara lain Lumajang, Pasuruan dan Mojokerto, serta Celuk di Bali. Dengan munculnya kompetitor perajin perak Kotagede ini, menyebabkan terjadinya penurunan ekspor hasil kerajinan perak Kotagede. Berdasarkan data Biro Pusat Statistik (BPS), ekspor perhiasan perak Bali mencapai 78% dari total ekspor perhiasan perak Indonesia pada tahun 2011. Diikuti oleh DKI Jakarta, Jawa Timur dan Yogyakarta dengan masing-masing 19,42%, 2,64% dan 0,02%13. Dari hasil data statistik ekspor BPS disimpulkan bahwa eksistensi kerajinan perak Kotagede telah tersaingi oleh hasil kerajinan perak dari daerah Bali, DKI Jakarta dan Jawa Timur. Permasalahan yang terjadi bukan dikarenakan kualitas produk yang dihasilkan oleh pengrajin, melainkan karena masih terkendala dalam sistem pemasaran. Keadaan para perajin perak di Kotagede semakin memprihatinkan karena sepinya permintaan. Menurut Sahputra (2012:43) kelemahan sektor industri kecil dan UKM di Kecamatan Kotagede dihadapkan pada keterbatasan akses terhadap pasar.
12
Kementerian Perdagangan Republik Indonesia, 2012, Membedah Potensi Industri Perak di Indonesia. Warta Ekspor, 003, 04, Hal: 3-4. 13 Ibid
7
“Keterbatasan akses pasar lebih dipengaruhi oleh keterbatasan UKM dalam memahami informasi pasar potensial atas barang atau jasa yang dihasilkan. Kelemahan dalam memahami sifat perilaku konsumen menjadikan UKM sering gagal ketika menjajagi pasar ekspor.” Selain semakin lemahnya tingkat ekspor industri perak Kotagede, menurut Wakil Ketua Asosiasi Perajin Pengusaha Kecil Mataram Yogyakarta, Pandit Anggoro Triprasetyo, semakin sedikit jumlah pembeli kerajinan perak di hari libur juga belum mampu mendongkrak penjualan perak para perajin kecil sehingga para pengrajin kecil khususnya bergantung pada pesanan dari perusahaan besar kerajinan perak yang memiliki toko di Kotagede. Hal ini juga menyebabkan terus berkurangnya jumlah toko atau art shop milik perajin maupun pengusaha kecil setempat. Selain itu, peristiwa bom Bali pada tahun 2002 juga berpengaruh terhadap sepinya pengunjung di Kotagede khususnya para wisatawan asing sehingga sekitar 50% toko perak di Kotagede gulung tikar dan beralih profesi di sektor informal lainnya. “Iya setelah peristiwa bom Bali sekitar 50% toko-toko perak bangkrut karena sepinya jumlah pengunjung terutama wisatawan asing. Padahal dulu sering banyak rombongan-rombong wisatawan asing, tapi karena tragedi itu mereka dialihkan ke negara lain. Orang-orang yang dulu buka toko perak sekarang pada alih profesi, ada yang buka toko kelontong, ada yang sekarang menjadi perajin di toko perak lain, ada juga yang menjadi tukang becak14.” Untuk mengatasi permasalahan tersebut maka perlu adanya upaya penyelamatan terhadap eksistensi perajin perak di Kotagede mengingat kerajinan perak merupakan salah satu kerajinan khas Kota Yogyakarta yang menjadi pioneer kerajinan perak di daerah lainnya. Menurut Pandit:
14
Hasil wawancara dengan anggota KP3Y pada tangal 27 Juni 2013 pukul 11:00 WIB.
8
“Untuk mengantisipasi sepinya pembeli, mestinya pemerintah daerah membantu mempromosikan kembali sentra kerajinan perak Kotagede sebagai bagian dari objek wisata di wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta. Selain itu, perlu upaya penyelamatan aset budaya Kotagede ini dari kepunahan, dengan memfasilitasi pelatihan kerajinan tatah logam perak di kalangan generasi muda Kotagede, sehingga ada regenerasi perajin. Juga perlu transfer teknologi, dan ada kepedulian kalangan pengusaha besar kerajinan perak terhadap nasib para perajin kecil di Kotagede, dengan menghargai produk mereka dengan nilai yang layak15.” Isu tersebut didukung pula oleh pendapat Ketua Pengawas Koperasi Produksi Pengusaha Perak Yogyakarta (KP3Y), Priyo Salim di mana para perajin perak membutuhkan bantuan pemasaran hasil produknya yang lebih luas kepada konsumen agar mampu meningkatkan penjualan. “Sebenarnya yang dibutuhkan para perajin perak adalah bantuan pelatihan pemasaran produk mereka. Perajin harus diajari memasarkan produknya, terutama di saat sepi konsumen. Perajin perlu diajari menjemput konsumen, dan tidak hanya menunggu konsumen datang, termasuk dalam hal promosi. Pemerintah setempat memang sudah banyak membantu para perajin perak Kotagede, hanya masih perlu ditingkatkan, termasuk bagaimana mempromosikan produk mereka ke luar negeri16.” Semakin menipisnya jumlah konsumen kerajinan perak Kotagede sangat mempengaruhi keberadaan UMKM ini, padahal sektor ini merupakan salah satu produk unggulan dan ciri khas Kota Yogyakarta, untuk itu perlu adanya upaya jemput bola konsumen lebih luas lagi. Untuk mencapai tujuan tersebut, maka diperlukan sebuah transfer teknologi untuk memasarkan produknya melalui internet agar peminat kerajinan peraknya bertambah baik domestik maupun luar negeri. Sehingga para perajin dan pedagang perak tidak hanya mengandalkan para 15
Rimanews. 2013. Perajin Perak Kotagede Terkendala Pemasaran. http://www.rimanews.com/read/20130401/97185/perajin-perak-kotagede-terkendala-pemasaran. Diakses pada tanggal 6 Mei 2013 pukul 23:25 WIB. 16 Heru, Jarot. 2013. Perak Kotagede Mampu Bersaing dengan Luar Negeri. http://www.antaranews.com/berita/371182/perak-kotagede-mampu-bersaing-dengan-luar-negeri. Diakses pada tanggal 6 Mei 2015 pukul 22:46 WIB.
9
konsumen atau wisatawan datang ke Kotagede untuk membeli perak. Salah satu upaya untuk mengembangkan usahanya dengan cara memasarkan produk kerajinan perak yang lebih luas dapat dilakukan dengan cara memafaatkan ecommerce17. E-commerce dipercaya dapat memberikan pengaruh yang positif bagi para pengusaha khususnya UMKM dalam aktivitas pengembangan usahanya. Seperti yang diungkapkan Purbo dan Wahyudi (2001:2), yakni: “Dalam dunia modern ini, Electronic Commerce (e-commerce) telah memberikan pengaruh yang besar terhadap perubahan tata sosial dan ekonomi masyarakat. E-commerce telah menjadi bagian yang penting dari sektor bisnis khusus (private) dan umum (public). Hal ini memang diakui karena dengan adanya e-commerce ini, biaya operasional bisa dikurangi agar bias bersaing dan berjuang dengan semakin banyaknya permintaan yang mengharuskan pelayanan yang cepat dan akurat. Ini merupakan gejala perkembangan informasi sosial yang bertambah pesat.” Selain
itu,
e-commerce
memberikan
sejumlah
keuntungan
bagi
perusahaan/industri, khususnya bagi UMKM, yakni: (a) E-commerce dapat menghadirkan penjualan secara global sehingga mampu menghadirkan lebih banyak konsumen dari berbagai macam dunia; (b) Meningkatkan kompetisi; (c) Kustomisasi masal dan “konsumenisasi”, menyediakan para konsumen dengan personalisasi produk dan jasa; dan (d) Meringkas rantai pasokan, menyediakan respon yang cepat untuk kebutuhan konsumen (MacGregor dan Vrazalic 2007:15). Singkatnya. keuntungan yang diperoleh oleh UMKM dari pemanfaatan 17
Electronic Commerce (e-commerce) dideskripsikan sebagai proses jual dan beli melalui jaringan komputer khususnya internet yang bertujuan untuk memasarkan produk lebih luas dan memotong biaya pemamasaran dan melayani pelanggan dengan baik serta berkolaborasi dengan partner bisnis. Penerapan e-commerce ini bermula di awal tahun 1970-an, dengan adanya inovasi semacam Electronic Fund Transfer (EFT). Pada saat itu, tingkat aplikasi masih terbatas pada perusahaan-perusahaan besar, lembaga keuangan, dan segelintir perusahaan kecil yang nekat.
10
e-commerce ialah cepatnya akses untuk pasar baru dan pemasok baru pada harga yang murah, serta mengurangi kebutuhan dan ketergantungan kepada perantara (Marchi, 2001:2). Namun sayangnya, pemanfaatan e-commerce sepertinya belum mampu berjalan dengan mulus mengingat kebanyakan pengusaha perak yang kurang menguasai teknologi informasi/internet sehingga menjadi kendala utama pemanfaatan e-commerce bagi pengembangan usahanya. Keadaan tersebut senada dengan yang diungkapkan oleh Harper (1984:107) mengenai keadaan inovasi dan kualitas SDM Indonesia yang masih rendah, sebagai berikut: “Rendahnya inovasi dan kualitas sumberdaya manusia yang rata-rata dimiliki oleh UMKM di Indonesia khususnya dalam transfer teknologi dan informasi, menyebabkan mereka kurang peka terhadap kesempatan atau peluang baru yang dapat memajukan usahanya melalui pemasaran yang lebih luas lagi. Di sisi lain, teknologi yang tepat guna dapat berkontribusi dalam pembangunan, mungkin salah satunya yang tidak ekonomis dalam konteks pengadaan sumberdaya, tapi yang akan menghasilkan tenaga kerja, membuat pasar dan menstimulasi peningkatan keterampilan agar dapat mendatangkan kenaikan ekonomi dengan adanya teknologi tepat guna.” Dari 80 art shop kerajinan perak di Kotagede, Kota Yogyakarta baru sebanyak 34 art shop yang telah memanfaatkan e-commerce bagi pengembangan usahanya. Dari jumlah 34 art shop tersebut, ada yang memanfaatkan Website dan ada juga yang memanfaatkan media sosial, seperti Blog, Facebook hingga Twitter.
11
Tabel 1.1
Kategorisasi Pemanfaatan E-commerce
Kategori
Jumlah
Website
15
Facebook/Twitter, Blog, dll
19
Tidak Memanfaatkan e-commerce
46
Total
80
Sumber: Kalkulasi Penulis dari Berbagai Sumber Tahun 2013
Dari data di atas dapat dilihat bahwa sebesar 42,5% pelaku UMKM industri perak Kotagede telah memanfaatkan e-commerce, yakni diantaranya melalui website yang berjumlah 18,75% dan media sosial (Facebook, Twitter, Blog, dll) berjumlah 23,75%. Meskipun angka tersebut sudah termasuk cukup banyak, namun pada kenyataannya pengusaha perak yang masih belum memanfaatkan e-commerce jumlahnya lebih dari setengah jumlah seluruh pengusaha perak di Kotagede atau sebesar 57,5%. Hal ini menunjukkan bahwa masih rendahnya kualitas SDM UMKM terhadap pengetahuan teknologi informasi menjadi masalah utama kurang berkembangnya usaha mereka, padahal dengan transfer teknologi dan informasi kesempatan emas untuk memajukan usaha melalui pemasaran yang lebih luas lagi. Untuk itu, pelaku UMKM industri kerajinan perak sangat memerlukan dorongan dari pemerintah untuk membantu dalam pengembangan usahanya melalui perluasan jaringan bisnis dikarenakan orientasi mereka masih sangat besar pada sisi produksinya, terkadang barang yang diproduksi hanya berdasarkan pesanan saja18. Pendapat tersebut memperkuat pentingnya peran pemerintah bahwa pengembangan UMKM industri perak 18
Hasil Wawancara dengan Staff Divisi Pemasaran dan Kerjasama di Dewan Kerajinan Nasional Daerah Kota Yogyakarta tanggal 19 Maret 2013 pukul 11:30 WIB.
12
Kotagede memerlukan teknologi baru, khususnya melalui pemanfataan ecommerce. Seperti yang diungkapkan oleh Shih et al, 2005 dan Palacios, 2003 dalam
Wahyuningtyas
(2011:13)
mengenai
faktor
kunci
keberhasilan
pemanfataan e-commerce, yakni: “Keahlian sumber daya manusia dan keuangan menjadi faktor kunci pengadopsian e-commerce, didukung dengan lingkungan institusional negara, yaitu dukungan terhadap aturan hukum yang baik untuk menjamin keamanan dan kenyamanan masyarakat untuk melakukan bisnis online Peran pemerintah memang diperlukan untuk membantu memanfaatkan e-commerce.” Dorongan pemanfataan e-commerce bagi pengembangan UMKM industri perak di Kotagede telah dilakukan oleh Pemerintah melalui kebijakan dan fasilitasi e-commerce. Upaya tersebut diharapkan agar mampu mendorong pelaku UMKM kerajinan perak agar seluruhnya dapat memanfaatkan e-commerce. Seperti yang dilakukan oleh Pemerintah Kota Yogyakarta melalui Dinas Perindustrian dan Perdagangan, Koperasi, dan Pertanian. Upaya mendorong pemanfaatan ecommerce dilakukan melalui program pelatihan e-commerce yang sudah dilaksanakan sejak empat tahun belakangan ini dengan tujuan untuk meningkatkan perkembangan UMKM di Kota Yogyakarta (di mana UMKM kerajinan perak menjadi salah satu targetnya) melalui pemanfaatan e-commerce. Dinas Perindagkoptan berkomitmen untuk mengadakan program pelatihan ini setiap tahunnya sesuai dengan usulan pelaku UMKM akan keinginan pelatihan ecommerce dengan bekerjasama dengan beberapa lembaga pendidikan yang memang memiliki kompetensi di bidang e-commerce ini sebagai pemateri dan juga menyediakan akomodasi dan fasilis selama pelatihan e-commerce yang biasanya dilaksanakan dalam beberapa hari. Namun, karena adanya keterbatasan
13
anggaran dalam program pelatihan e-commerce, sehingga pelatihan yang dilaksanakan belum mampu meng-cover seluruh para pengusaha e-commerce. Mengingat pentingnya peran pemerintah demi terwujudnya SDM pengusaha perak agar mampu memanfaatkan e-commerce dalam menjalankan kegiatan bisnisnya, seharusnya pemerintah Dinas Perindagkoptan berperan lebih optimal lagi dalam meningkatkan program/kebijakan yang dapat mendorong pemanfaatan ecommerce tersebut, baik dalam memfasilitasi kegiatan pelatihan, mengatur sistem perdagangan melalui e-commerce, atau membantu dalam pengadaan infrastruktur yang dapat mendukung bisnis e-commerce. Seperti yang diungkapkan oleh Scupola (2003:185), peran pemerintah secara historis penting dalam menciptakan pertumbuhan ekonomi dan mendorong penyebaran inovasi teknologi19. Selain itu, pemerintah merupakan lembaga yang kuat yang dapat mempercepat pemanfataan e-commerce, pemerintah dapat bekerjasama dengan stakeholders penting lainnya dalam pasar e-commerce untuk
membantu dalam mengatasi hambatan
pemanfaatan e-commerce yang mendunia ini (Papazafeiropoulou dan Pouloudi, 2000:2). Untuk itu, peran pemerintah dalam mendukung hal ini telah diarahkan sebagai leader, promoter, facilitator, regulator, educator dan financier (PWC, 1999 dalam Zhu, 2010:57). Studi pemanfaatan e-commerce bagi pengembangan UMKM bukan merupakan hal yang baru, sudah beberapa studi yang dilakukan sebelumnya. Studi 19
Jepang merupakan Negara pertama yang memposisikan pemerintah memiliki tanggung jawab utama untuk mendorong pengenalan teknologi baru dan merancang kebijakan teknologi jangka panjang pada tahun 1960. Kemudian pada tahun 1970-an dan 1980-an, disusul oleh pemerintah di Eropa Barat dan Amerika Utara, namun lebih mengikuti berbagai konsepsi keunggulan kompetitif. Dan akhirnya pada tahun 1990-an, adanya kesepakatan luas dalam literatur mengenai peran penting pemerintah dalam penyebaran pemanfaatan teknologi baru (Freeman, 1998 dalam Papazafeiropoulou dan Pouloudi, 2000:2)
14
terdahulu yang dihimpun oleh penulis mengenai pemanfaatan e-commerce bagi aktivitas pengembangan UMKM menyebutkan bahwa pemanfaatan e-commerce oleh UMKM sektor handicraft di DIY masih terbatas untuk mempromosikan produk. Artinya, potensi pengembangan e-commerce terutama untuk UMKM sektor handicraft masih luas. Pihak swasta dan pemerintah dapat memanfaatkan peluang ini untuk memajukan bisnis UMKM melalui pengembangan e-commerce yang aplikatif. Selain itu, UMKM sektor handicraft juga mengalami hambatan. Hamabatan terbesar yang dirasakan ialah faktor keamanan dalam bertransaksi dan keterbatasan sumber daya manusia. Oleh karena itu, perlu adanya regulasi yang dapat menjamin keamanan bertransaksi melalui e-commerce. Pemerintah perlu aktif untuk mendukung pengembangan sumber daya manusia yang unggul dalam teknologi informasi dalam rangka pengembangan e-commerce bagi UMKM (Bulan, 2011:63) Studi selanjutnya menyebutkan bahwa pemanfataan e-commerce telah terbukti secara empiris mendorong peningkatan penjualan, efisiensi biaya dan produktivitas. Meningkatnya penjualan dihasilkan dari adanya perluasan jangkauan pemasaran hingga ke skala global. Sementara itu, efisiensi biaya yang dihasilkan terkait dengan biaya pemasaran, komunikasi dan transaksi. Sedangkan produktivitas dihasilkan dari adanya peningkatan jumlah permintaan, sehingga produtivitas karyawan untuk penyediaan barang pesanan. Dalam studi ini merekomendasikan kepada para pemerhati, akademisi dan pemerintah untuk memberikan dukungan yang lebih riel terhadap pelaku UMKM khususnya sektor
15
kerajinan untuk dapat meningkatkan daya saing bisnis melalui peningkatan penguasaan teknologi dan kapabilitas inovasi (Wahyuningtyas, 2011:76). Hasil laporan Yankee Report (www.yankeegroup.com) bahwa banyak UKM dan mid-market entereprise tidak memanfaatkan secara penuh potensi teknologi internet untuk mendukung operasional bisnisnya. Akhirnya mereka gagal dalam memperoleh peluang-peluang yang sebenarnya bisa dimanfaatkan dengan internet (Aryono, 2006:20). Studi selanjutnya oleh Aryono (2006:80) dalam penelitiannya mengenai Evaluasi Persepsi E-commerce bagi Usaha Kecil Menengah di Daerah Istimewa Yogyakarta menyebutkan bahwa pengembangan ecommerce di D.I Yogyakarta masih sangat terbuka, apalagi dengan semakin baiknya infrastruktur teknologi D.I Yogyakarta. Selain itu, UKM menggunakan ecommerce untuk meningkatkan penjualanannya dan mengikuti keinginan konsumen, serta mampu membangun Company dan Brand Image UKM. Para pelaku usaha UKM menggunakan e-commerce selain untuk memperluas pasar baik nasional maupun internasional, juga bertujuan untuk mendapatkan investor baru. Namun yang menjadi permasalahan di dalam pemanfaatan e-commerce ialah kurang dukungan dari pemerintah, swasta, LSM maupun praktisi kepada UKM untuk mengembangkan bisnisnya, misalnya dengan mengadakan pendidikan atau workshop tentang e-commerce bagi UKM. Penelitian-penelitian sebelumnya seperti yang dipaparkan di atas lebih berfokus pada pemanfaatan e-commerce yang dilakukan oleh beberapa UMKM dan dampak positif yang dihasilkan, hasil penelitian tersebut juga menyarankan pemerintah supaya memberikan dukungannya terhadap pemanfaatan e-commerce
16
untuk bertransaksi secara online agar dapat mengembangkan usahanya. Sehingga fokus ini menarik untuk dikaji khususnya dalam studi governance. Salah satu pendekatan yang digunakan untuk meneliti mengenai studi governance ialah menganalisis peran-peran pemerintah sebagai facilitator, regulator, dan educator yang relevan dengan upaya mendorong pemanfaatan e-commerce bagi pengembangan UMKM kerajinan perak di Kotagede. 1.2 Rumusan Masalah Kotagede yang dikenal dengan kerajinan perak sejak dahulu memiliki warisan budaya dan seni yang tinggi sehingga menjadi sentra kerajinan perak satu-satunya di Indonesia dan menduduki masa jayanya pada tahun 1970-1980-an. Namun, eksistensi kerajinan perak Kotagede kian hari semakin menurun seiring dengan meningkatnya persaingan dari daerah lain yang sadar akan peluang kerajinan perak yang banyak diminati oleh wisatawan asing seperti yang telah dirasakan oleh Kotagede. Selain itu, terhambatnya pemasaran dikarenakan masih rendahnya transfer teknologi di kalangan perajin dan rendahnya SDM berdampak pada beberapa toko kerajinan perak yang gulung tikar sehingga membutuhkan strategi bisnis baru melalui e-commerce agar mereka mampu membangun jaringan bisnis yang lebih luas lagi, untuk mendekatkan e-commerce ini diperlukan peran pemerintah. Persoalan terkait peran pemerintah terhadap pemanfataan e-commerce kemudian menjadi fokus dari penelitian ini. Sehingga rumusan masalah dalam penilitan ini ialah “Bagaimana peran pemerintah dalam mendorong pemanfaatan e-commerce bagi pengembangan UMKM Kerajinan Perak di Kotagede?”
17
1.3 Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk melihat peran yang dilakukan Pemerintah dalam mendorong pemanfaatan e-commerce bagi pengembangan UMKM industri perak di Kotagede. 1.4 Manfaat Penelitian 1. Bagi Pemerintah Memberikan referensi kepada Pemda DIY dan pemerintah Kota Yogyakarta mengenai potensi pemanfaatan e-commerce bagi pengembangan UMKM Industri Kerajinan Perak di Kotagede sehingga perlu meningkatkan perannya dalam membantu pengembangan UMKM kerajinan perak melalui perluasan jaringan bisnis seluas-luasnya dengan memanfaatkan internet dengan berbagai cara, seperti memberikan fasilitas, pelatihan, dan transfer ilmu dengan membangun kerjasama dengan pihak lain (swasta, NGO ataupun akademisi). 2. Bagi Civitas Akademika Memberikan tambahan khasanah ilmu pengetahuan baru yang menarik untuk diteliti dan memberikan referensi tentang pentingya peran pemerintah terhadap inovasi dan transfer teknologi dalam upaya perluasan jaringan bisnis melalui e-commerce bagi pengembangan sektor UMKM. 3. Bagi Pembaca Menambah informasi mengenai upaya yang dilakukan pemerintah sebagai pengetahuan mengenai upaya mendorong pemanfaatan e-commerce bagi pengembangan UMKM.
18
4. Bagi penulis Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan tambahan pengetahuan, bekal awal untuk melakukan penelitian dan bahan kritisi sehingga dapat disempurnakan sesuai dengan konteks yang berkembang.
19