BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Kakao merupakan salah satu komoditas andalan perkebunan yang
memegang peranan cukup penting dalam perekonomian Indonesia, yakni sebagai penghasil devisa negara, penyedia lapangan kerja serta mendorong pengembangan agribisnis dan agroindustri. Menurut Anonim (2012), luas areal tanaman kakao di Indonesia pada tahun 2012 tercatat 1,7 juta hektar dengan produksi sebesar 740.513 ton pertahun yang menempatkan Indonesia sebagai negara produsen terbesar ketiga dunia setelah Pantai Gading dan Ghana. Pantai Gading, dengan luas area kurang lebih 1,6 Ha dan produksinya sebesar 1,3 juta ton per tahun dan Ghana sebesar 900 ribu ton per tahun. Produksi kakao di Indonesia, dihasilkan dari perkebunan rakyat yang sangat mendominasi yakni sekitar 92,7 %, perkebunan milik Badan Usaha Milik Negara (BUMN), dan perkebunan swasta. Luas perkebunan kakao di Indonesia terus meningkat sepanjang 5 tahun terakhir. Sebagian besar produksi kakao dari Indonesia diekspor. Kondisi ini terjadi karena industri pengolahan kakao kurang berkembang di Indonesia (Anonim, 2007). Petani kakao yang sebagian besar merupakan petani rakyat lebih memilih menjual kepada eksportir karena pembayarannya lebih cepat dibanding mengolah biji kakao kering tersebut menjadi produk olahan kakao yang mempunyai nilai tambah yang lebih tinggi. Hal ini mungkin disebabkan karena
minimnya pengetahuan para petani rakyat tentang cara mengolah biji kakao kering menjadi produk olahan kakao yang mempunyai nilai tambah lebih tinggi. Saat ini, banyak petani rakyat menjual kakao dalam bentuk biji kering yang terfermentasi atau yang tidak terfermentasi. Hal ini justru merugikan para petani rakyat karena nilai tambah hanya didapat oleh para pembeli. Namun, jika para petani rakyat dapat mengolah biji kakao kering menjadi produk olahan kakao seperti cokelat batang ataupun produk-produk olahan lainnya, maka hal tersebut dapat memberikan nilai tambah yang besar, investasi teknologi dan petani sendiri dapat merasakan cokelat yang bahan bakunya dihasilkan dari kebunnya serta memberikan kesempatan kepada mereka untuk mengembangkan makananmakanan lokal berbasis cokelat. Salah satu produk olahan kakao yang sangat diminati oleh para konsumen adalah cokelat batang. Umumnya proses pengolahan biji kakao kering menjadi cokelat batang meliputi penyangraian, pemisahan nib dari kulit biji, penghalusan, pencampuran (penambahan beberapa bahan-bahan seperti gula halus, lemak sawit/lemak kakao, lesitin serta bahan lainnya), penggilasan serta tempering (Setiavani, 2012). Informasi mengenai proses pengolahan biji kakao kering menjadi cokelat batang harus dapat dipelajari ataupun diketahui oleh para petani rakyat agar dapat menjadi peluang usaha yang sangat menguntungkan bagi mereka. Di beberapa industri atau pabrik cokelat, proses pengolahan biji kakao kering menjadi cokelat batang menggunakan peralatan atau mesin-mesin yang modern dan mahal seperti mesin roasting, mesin pemecah dan pemisah kulit biji,
mesin pemasta dan mesin conching. Dalam penerapan proses pengolahan tersebut kepada para petani kakao, terdapat beberapa kendala yang harus dihadapi antara lain: biaya yang tinggi untuk membeli peralatan atau mesin-mesin dan minimnya pengetahuan para petani kakao tentang mekanisme kerja dari peralatan ataupun mesin-mesin tersebut. Salah satu alternatif terbaik agar para petani kakao dapat mengolah biji kakao kering yang dihasilkan dari kebun mereka sendiri menjadi cokelat batang adalah dengan memperkenalkan penggunaan peralatan-peralatan yang sederhana berskala rumah tangga. Peralatan-peralatan sederhana yang digunakan tersebut antara lain: alat sangrai (wajan), pengaduk kayu, lesung, penggiling daging, hair dryer (sebagai pemanas), blender dan lemari pendingin. Namun sebagai konsekuensinya, para petani kakao harus mengetahui dengan jelas setiap kondisi dari tahapan-tahapan proses pengolahan biji kakao kering menjadi cokelat batang tersebut, agar dapat menghasilkan cokelat batang yang disukai oleh konsumen dengan kualitas yang hampir sama dengan yang dihasilkan dari pabrik cokelat. Berkaitan dengan hal tersebut, ada dua sifat utama cokelat yang perlu diperhatikan yaitu flavour dan tekstur. Cokelat mempunyai cita rasa yang khas, teksturnya berbentuk padat pada suhu kamar, cepat meleleh di mulut, menjadi cair dan terasa lembut di lidah. Flavour merupakan karakteristik dasar yang sangat penting pada produk olahan kakao yang pada akhirnya akan diolah menjadi cokelat. Pembentukan flavour pada kakao yang berkaitan dengan rasa dan aroma cokelat berawal dari kualitas bahan baku biji kakao dan proses pengolahannya.
Biji kakao kering hasil fermentasi di Indonesia umumnya memiliki kadar keasaman yang tinggi. Kadar keasaman (pH) pada biji kakao kering sangat berpengaruh pada kualitas dan kuantitas komponen-komponen aroma yang dihasilkan selama proses penyangraian yang didapatkan setelah proses fermentasi. Diketahui pada pH yang mendekati netral (pH>5,2) senyawa-senyawa aroma khas cokelat terbentuk secara intensif, sedangkan pada pH yang rendah (pH<5,2) pembentukan aroma khas cokelat terbatas (Nadlirah, 2007). Jika kadar keasaman yang tinggi tersebut tidak dihilangkan, maka akan mengakibatkan rendahnya mutu biji kakao kering yang juga akan berpengaruh pada cokelat batang yang dihasilkan. Salah satu metode sederhana dan efisien yang dapat menghilangkan kadar keasaman pada biji kakao kering adalah dengan cara perendaman. Dengan dilakukan perendaman, diharapkan kandungan asam pada biji kakao kering dapat larut dalam air rendaman sehingga pada saat proses penyangraian, aroma bakal flavour dari kakao dapat muncul secara optimal (Haryadi dan Supriyanto, 2012). Selain itu, proses lain yang juga sangat berperan dalam pembentukan flavour pada produk kakao adalah proses roasting atau penyangraian. Proses roasting atau penyangraian bertujuan untuk membentuk aroma dan cita rasa khas cokelat dari biji kakao kering serta untuk mempermudah mengeluarkan lemak dari dalam biji (Nanti, 2008). Melalui proses fermentasi dan pengeringan yang tepat, biji kakao akan mengandung cukup banyak senyawa calon pembentuk cita rasa dan aroma khas cokelat, antara lain asam amino dan gula reduksi. Selama penyangraian, kedua senyawa tersebut akan bereaksi membentuk senyawa Maillard. Selain ditentukan oleh keberadaan senyawa calon pembentuk aroma dan
cita rasa, kesempurnaan reaksi penyangraian juga dipengaruhi oleh panas, waktu, dan kadar air (Setiavani, 2012). Pada prinsipnya, apapun metode penyangraian yang dipilih, proses ini tidak boleh sampai menghanguskan kulit ari karena akan merusak flavour dan mengakibatkan biji menjadi gosong (Syamsir, 2011). Pada proses pengolahan biji kakao kering menjadi cokelat batang berskala rumah tangga khususnya dalam proses penyangraian, sangat menentukan pembentukan aroma dan cita rasa dari cokelat batang yang akan dihasilkan. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi proses penyangraian dalam pengolahan biji kakao kering menjadi cokelat batang berskala rumah tangga antara lain: bahan alat sangrai yang digunakan dalam penyangraian, lamanya waktu penyangraian dan suhu penyangraian. Umumnya dengan menggunakan alat sangrai yang terbuat dari alumunium, besi atau sejenisnya dapat mempercepat proses penyangraian, yang mana transfer panas berlangsung lebih cepat karena sifatnya sebagai konduktor yang baik. Sedangkan penggunaan alat sangrai yang terbuat dari tanah liat, diduga proses transfer panas yang berlangsung sangat lambat karena memiliki sifat konduktifitas yang rendah. Berdasarkan hal tersebut, maka perlu dilakukan penelitian mengenai proses pengolahan biji kakao kering menjadi cokelat batang dengan perlakuan perendaman biji kakao kering yang bertujuan mengurangi tingkat keasaman dan penggunaan berbagai jenis bahan alat sangrai yang diharapkan dapat memberikan sifat fisik dan profil senyawa volatil biji kakao sangrai serta sifat sensoris cokelat batang yang terbaik.
1.2
Perumusan Masalah 1.
Bagaimana pengaruh perendaman biji kakao kering dan penggunaan berbagai jenis bahan alat sangrai (alumunium, besi dan tanah liat) terhadap sifat fisik dan profil senyawa volatil biji kakao sangrai serta sifat sensoris cokelat batang?
2.
Perlakuan manakah yang paling terbaik dalam menghasilkan sifat sensoris cokelat batang yang disukai oleh para panelis, baik untuk faktor perlakuan perendaman biji kakao kering maupun penggunaan berbagai jenis bahan alat sangrai (alumunium, besi dan tanah liat)?
1.3
Tujuan Penelitian Menentukan pengaruh perlakuan perendaman biji kakao kering dan
penggunaan berbagai jenis bahan alat sangrai terhadap sifat fisik dan profil senyawa volatil biji kakao sangrai serta sifat sensoris cokelat batang yang dihasilkan.
1.4
Manfaat Penelitian Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi
mengenai pengaruh perlakuan perendaman biji kakao kering dan penggunaan jenis bahan alat sangrai yang tepat dalam proses penyangraian untuk menghasilkan sifat fisik dan profil senyawa volatil biji kakao sangrai serta sifat sensoris cokelat batang yang baik.