BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Subsektor perkebunan merupakan salah satu bagian dari sektor pertanian yang
mempunyai
peranan
penting
dalam
meningkatkan
pertumbuhan
perekonomian nasional. Sektor ini berperan cukup besar dalam memberi kontribusi penyediaan lapangan kerja dan sumber devisa. Kondisi ini merupakan bagian yang dapat memperkuat daya saing harga produk perkebunan Indonesia di pasaran dunia dan menjadi alasan kuat untuk selalu mengembangkan produk perkebunan (Anonymous, 2010). Salah satu komoditas perkebunan dengan nilai ekonomi yang cukup tinggi dan telah mempunyai nama cukup baik di pasaran Internasional adalah vanili. Vanili (Vanilla planifolia Andrews) merupakan salah satu tanaman industri yang dibudidayakan di negara beriklim tropis dan salah satu komoditas ekspor penghasil devisa yang masih cukup potensial dikembangkan di Indonesia (Hadisutrisno, 2004; Hadipoentyanti et al., 2007). Di pasaran internasional vanili Indonesia dikenal dengan sebutan Java Vanilla Beans karena mempunyai kualitas terbaik dengan kadar vanillin 2,75%, sedang pesaing utama adalah Madagaskar dengan kadar vanillin 1,91 -1,98%, Sri Langka 1,48%, dan Meksiko 1,89-1,98% (Hadisutrisno, 2004). Sementara
United
Nations
Development
Programme
(UNDP),
merekomendasikan bahwa vanili Indonesia tidak berbeda dari "Bourbon vanili" yang memiliki citra komoditas sangat baik di masyarakat internasional (Kahane et
1
al., 2008; Umamaheswari & Mohanan, 2011). Hal tersebut menjadi modal dasar bagi vanili Indonesia untuk terus memperluas pasaran ekspor, guna meningkatkan penerimaan devisa negara serta meningkatkan pendapatan petani (Barani, 2008). Vanili banyak digunakan dalam industri makanan, minuman, dan obat-obatan; pada saat ini vanili sedang dikembangkan penggunaannya sebagai bahan baku pembuatan parfum dalam bentuk tincture atau absolut (Kalimuthu et al., 2006; Abebe et al., 2009; Mengesha, 2012). Kebutuhan vanili saat ini sangat tinggi seiring dengan meningkatnya industri berbasis vanili, maka Indonesia masih mempunyai peluang yang sangat besar dalam pengembangan komoditas ini. Perkembangan trend masyarakat dunia yang cenderung menggunakan bahan-bahan yang berasal dari alam (back to nature) dibandingkan dengan penggunaan vanili sintetik diharapkan juga akan mendukung pengembangan vanili Indonesia (Anonymous, 2009). Sebagian besar vanili di Indonesia diusahakan oleh rakyat maka tingkat produktivitas yang dicapai sekarang belum maksimal, dengan demikian produksi vanili dalam negeri masih dapat ditingkatkan. Beberapa kendala dalam pengembangan vanili di Indonesia masih ada, antara lain harga yang tidak stabil dan kualitas produk yang rendah. Mutu vanili Indonesia masih banyak yang belum memenuhi persyaratan Standar Nasional Indonesia (SNI) dan adanya pencampuran benda-benda asing maupun issue kandungan air raksa (merkuri). Kendala utama yang lain adalah adanya gangguan penyakit busuk batang vanili yang selama ini masih belum maksimal dalam penanggulangannya (Hadisutrisno, 2004; Tombe, 2010).
2
Penyakit busuk batang vanili (BBV) merupakan penyakit utama dan menjadi salah satu kendala dalam sistem produksi vanili di Indonesia sejak 1960 (Hadisutrisno, 2004; Tombe, 2010). Penyakit BBV disebabkan oleh jamur Fusarium oxysporum f.sp. vanillae (Fov) yang dapat menyebabkan kerugian yang sangat besar dengan akibat matinya tanaman 50 - 100%, memperpendek umur produksi dari 10 kali panen menjadi 2 kali panen atau bahkan tidak dapat berproduksi serta mutu buah yang berasal dari tanaman yang sakit sangat rendah (Hadisutrisno, 2004). Penularan utama penyakit BBV adalah melalui stek vanili sakit sebagai bahan perbanyakan, padahal stek vanili yang sehat sulit ditemukan, dan cara ini ternyata masih memberikan peluang terbawanya penyakit dalam stek vanili antara 7-32% (Tombe dan Sitepu, 1987; Tombe, 2010). Salah satu alternatif cara yang mungkin efisien dan efektif untuk mengendalikan jamur Fov penyebab penyakit BBV antara lain adalah dengan menggunakan kultivar yang tahan terhadap jamur tersebut. Penggunaan kultivar unggul yang tahan terhadap Fov dengan daya hasil tinggi merupakan salah satu alternatif pengendalian penyakit yang penting dan tidak menimbulkan dampak negatif seperti penggunaan pestisida. Pengembangan kultivar vanili tahan Fov tersebut dapat dilakukan antara lain dengan metode seleksi in vitro yaitu mengkulturkan eksplan berupa jaringan atau organ pada medium yang mengandung asam fusarat (AF) konsentrasi selektif. Asam fusarat merupakan metabolit yang dihasilkan oleh beberapa spesies jamur dari genus Fusarium. Secara kimia AF disebut 5-n-butylpicolinic acid. Asam ini dapat bersifat toksin (konsentrasi lebih dari 10-5 M) yang berperan
3
menghambat oksidasi sitokinin dan proses respirasi pada mitokondria, menurunkan Adenosin Tri Phosphat (ATP) pada plasma membran serta mereduksi aktivitas polifenol sehingga menghambat pertumbuhan dan regenerasi biakan (Landa et al., 2002; Bouizgarne et al., 2006), tetapi pada konsentrasi yang non toksik (di bawah 10-6 M) justru membantu mengimbas sintesis fitoaleksin, suatu bentuk respon tanaman untuk menghambat aktivitas patogen (Bouizgarne et al., 2006). Ketahanan terimbas merupakan ketahanan yang terekspresi setelah patogen menyerang (Huang, 2001). Beberapa parameter dapat menggambarkan terjadinya mekanisme ketahanan tanaman terhadap infeksi patogen antara lain peningkatan senyawa fenol, peningkatan enzim peroksidase (termasuk kelompok PR-protein), dan adanya lignifikasi (Vidhyasekaran, 1997; Agrawal et al., 1999; Lea & Leegood, 1999). Arai dan Takeuchi (1993) menyatakan bahwa ada korelasi positif antara ketahanan planlet terhadap toksin dengan ketahanan tanaman terhadap Fusarium. Penggunaan AF sebagai agens penyeleksi dalam seleksi in vitro dapat menghasilkan sel atau jaringan mutant yang insensitif terhadap AF, sehingga setelah diregenerasikan menjadi tanaman dapat menghasilkan galur yang resisten terhadap infeksi patogen. Regenerasi planlet vanili secara in vitro perlu dilakukan untuk mendahului proses seleksi dengan AF. Prinsip utama kultur in vitro adalah perbanyakan dengan menggunakan bagian meristem vegetatif tanaman (eksplan) dalam medium buatan yang mengandung zat pengatur tumbuh (ZPT) pada kondisi aseptik. Zat pengatur tumbuh yang banyak digunakan di dalam kultur in vitro
4
terdiri dari golongan auksin seperti 2,4-Dichlorophenoxy Acetic Acid (2,4-D), Naphthalene Acetic Acid (NAA), dan golongan sitokinin misalnya Benzyl Amino Purine (BAP) (Yusnita, 2003; Rout et al., 2006). Identifikasi mutan atau varian yang insensitif terhadap AF dengan seleksi in vitro pernah dilakukan pada tanaman tomat (Toyoda et al., 1984), pisang (Morpurgo et al., 1994; Matsumoto et al., 1995), gladiol (Remotti et al., 1997), dan nanas (Borras et al., 2001), menunjukkan bahwa somaklonal dari hasil regenerasi massa sel yang tahan terhadap toksin tersebut juga tahan terhadap patogen, dan sifat ini diturunkan pada generasi berikutnya. Beberapa peneliti yang pernah melakukan penelitian pada vanili dengan menggunakan AF antara lain: Kosmiatin et al. (2000) dan Inayati (2003), masing-masing menggunakan eksplan berupa embrio struktur globuler ukuran 1 cm dan tunas vanili, namun belum memberikan hasil yang memuaskan. Pada tanaman yang diperlakukan dengan AF, akan mengaktivasi gen-gen di antaranya gen peroksidase (Saravanan et al., 2004). Perbandingan pita protein yang terbentuk melalui pemisahan elektroforesis dapat dilakukan untuk mengidentifikasi produk gen yang dihasilkan selama planlet vanili diseleksi dengan menggunakan AF. Metode elektroforesis protein satu dimensi dengan Sodium Dodecyl Sulphate-Polycrylamide Gel Electrophoresis (SDS-PAGE) merupakan salah satu metode untuk menganalisis protein dengan memisahkan pita-pita protein yang ada di dalam sampel berdasarkan berat molekulnya (Maniatis et al., 1982). Selain itu, keragaman genetik pada planlet vanili akibat perlakuan dengan AF, dapat dideteksi dengan penanda molekular, salah satunya
5
adalah Random Amplified Polymorphic DNA (RAPD). Metode RAPD adalah penanda berbasis Polymerase Chain Reaction (PCR) dengan menggunakan 10 basa primer acak (Welsh & Mc Clelland, 1990; Williams et al., 1990). Penggunaan AF dalam konsentrasi yang toleran sejauh ini belum dilaporkan secara pasti dan tepat untuk pengimbasan ketahanan planlet vanili terhadap Fov. Penelitian ini dilakukan berdasarkan uraian di atas, untuk mendapatkan kandidat planlet vanili yang tahan terhadap jamur Fov dengan menggunakan AF. Dari penelitian ini kedepan diharapkan diperoleh bibit vanili tahan Fov, penyebab penyakit busuk batang, selanjutnya akan dapat meningkatkan kembali mutu dan produksi vanili di Indonesia dengan kualitas yang sesuai dengan permintaan pasar.
B. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian di atas, maka untuk memperoleh kandidat planlet vanili yang tahan F. oxysporum f. sp. vanillae, beberapa permasalahan yang perlu dipecahkan adalah: 1. a. Bagaimana kombinasi konsentrasi 2,4-D dan NAA yang tepat untuk inisiasi kalus vanili dan perkembangan tunas dari eksplan pucuk batang? b. Berapa konsentrasi BAP yang tepat untuk inisiasi tunas vanili dari eksplan nodus batang? 2. Berapa kisaran konsentrasi asam fusarat toleran untuk seleksi planlet vanili dengan pertumbuhan optimum?
6
3. Berapa konsentrasi asam fusarat optimum dalam menekan perkembangan
F.
oxysporum f.sp. vanillae secara in vitro ? 4. a. Bagaimana analisis profil protein dapat menjelaskan mekanisme ketahanan planlet vanili terhadap F. oxysporum f.sp. vanillae? b. Bagaimana pola DNA planlet vanili tahan F. oxysporum f.sp. vanillae bila dibandingkan dengan planlet vanili tanpa perlakuan asam fusarat? 5. Bagaimana karakter ekspresi yang spesifik pada planlet vanili tahan
F.
oxysporum f.sp. vanillae berdasarkan kadar fenol total, aktivitas peroksidase, ketebalan lignin, kadar klorofil total, klorofil a, dan klorofil b, serta struktur anatomi akar dan batang?
C. Tujuan Penelitian Dari permasalahan yang telah dirumuskan di atas, maka tujuan penelitian ini adalah: 1. a. Menentukan kombinasi konsentrasi 2,4-D dan NAA yang tepat untuk inisiasi kalus vanili dan perkembangan tunas dari eksplan pucuk batang. b. Menentukan konsentrasi BAP yang tepat untuk inisiasi tunas vanili dari eksplan nodus batang. 2. Mengetahui kisaran konsentrasi asam fusarat toleran untuk seleksi planlet vanili dengan pertumbuhan optimum. 3. Menentukan
konsentrasi
asam
fusarat
yang
optimum
dalam
menekan
perkembangan F. oxysporum f.sp. vanillae secara in vitro.
7
4. a. Menganalisis profil protein untuk menjelaskan mekanisme ketahanan planlet vanili terhadap F. oxysporum f.sp. vanillae. b. Menganalisis pola DNA planlet vanili tahan F. oxysporum f.sp. vanillae bila dibandingkan dengan planlet vanili tanpa perlakuan asam fusarat. 5. Mengetahui dan menganalisis karakter ekspresi yang spesifik pada planlet vanili tahan F. oxysporum f.sp. vanillae meliputi kadar fenol total, aktivitas peroksidase, ketebalan lignin, peningkatan klorofil total, klorofil a, dan klorofil b, serta struktur anatomi akar dan batang.
D. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai beberapa tahapan untuk mendapatkan planlet vanili yang tahan terhadap F. oxysporum f. sp. vanillae, penyebab penyakit busuk batang, sebagai salah satu upaya untuk meningkatkan mutu dan produksi vanili di Indonesia. Bibit vanili tahan terhadap penyakit tersebut diharapkan dalam jangka panjang dapat tersedia, sehingga mutu vanili di Indonesia dapat ditingkatkan kembali. Secara ilmiah diharapkan dapat memberikan kontribusi bagi pengembangan ilmu pengetahuan terutama di bidang pemuliaan tanaman, analisis molekular, dan ilmu terapan yang terkait.
8