BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Lapangan XVII adalah lapangan penghasil migas yang terletak di Blok Sanga-sanga, Cekungan Kutai, Kalimantan Timur. Cekungan Kutai merupakan cekungan penghasil migas signifikan, dan telah berproduksi sejak 1898 (Courteney, 1991). Cekungan Kutai memiliki beberapa lapangan raksasa yang berkontribusi terhadap produksi migas Indonesia, dan ekspor LNG. Saat ini, usaha pencarian migas di cekungan-cekungan di Kalimantan masih dilakukan, termasuk Cekungan Kutai. VICO Indonesia dan Pertamina merupakan pemilik konsesi di lapangan XVII dengan pembagian batas dangkal (Pertamina Shallow Right) dimiliki oleh Pertamina, dan batas dalam dimiliki oleh VICO Indonesia (VICO Deep Right). Untuk area Lapangan XVII sendiri, sumur Louise Pertamina mampu menghasilkan minyak mencapai 8280 bopd pada uji produksi 19 April 2014 (http://www.pertamina.com/news-room/seputar-energi/uji-produksi-sumur-louisehasilkan-8280-bopd), sedangkan VICO Deep Right masih belum maksimal dieksplorasi. Meskipun telah terbukti sebagai lapangan berkembang, lapangan XVII masih menarik untuk dieksplorasi terutama pada VICO Deep Right. Pada penelitian ini, batupasir x merupakan batupasir Formasi Balikpapan, berumur Middle Miocene, terkubur pada kedalaman sekitar 3800ft. Dengan menganggap batupasir pada interval di bawah batas dalam VICO merupakan reservoar dengan kualitas bervariasi, maka reservoar batupasir x tersusun dari 1
batupasir-batupasir yang berada di bawah batas dalam VICO, hingga akhir ketersediaan data sumur. Interval di bawah batas dalam VICO selanjutnya disebut sebagai interval dalam. Banyak studi telah dilakukan pada Blok Sanga-Sanga secara geologi dan geofisika, baik untuk mendefinisikan fasies maupun untuk mengkarakterisasi reservoar. Lingkungan pengendapan Sanga-sanga berupa delta dominasi sungai dan dominasi sungai-pasang surut, dengan progradasi delta ke arah timur sejak Middle Miocene. Lapangan XVII memberikan tambahan gambaran mengenai reservoar batupasir Formasi Balikpapan di Blok Sanga-sanga. 1.2. Rumusan Masalah Salah satu permasalahan yang dapat dirumuskan dari latar belakang di atas adalah, melakukan korelasi antar batupasir berdasarkan interpretasi data seismik dan data sumur yang tersedia, yang dikombinasikan dengan informasi geologi (meliputi geologi regional, struktur dan stratigrafi) daerah telitian. Dari penelitian ini diharapkan bisa menjawab masalah utama dalam eksplorasi di Lapangan XVII, yaitu dengan data yang ada, dapat memperkirakan persebaran batupasir Formasi Balikpapan yang berpotensi sebagai reservoar. 1.3. Tujuan Penelitian Penelitian ini memiliki beberapa tujuan, sebagai berikut : 1)
Mengetahui tipe litofasies dan lingkungan pengendapan berdasarkan log GR
dan SP.
2
2)
Mengidentifikasi
reservoar
batupasir
x
interval
dalam,
dan
sifat
petrofisikanya. 3)
Mengetahui sebaran reservoar batupasir x pada daerah telitian
1.4. Daerah Penelitian Daerah penelitian masuk dalam peta Geologi Indonesia lembar Samarinda berskala 1:250.000 oleh Supriatna, dkk (1995). Area penelitian Gambar 1.1 secarara administrasi berada di Kecamatan Sanga-sanga, Kabupaten Kutai Kartanegara, 18km dan 38km arah tenggara Kota Samarinda dan Tenggarong. Berdasar kesepakatan awal dengan VICO Indonesia sebagai operator, maka lokasi penelitian tidak secara spesifik disebutkan. 60
TENGGARONG 60
Peta Geologi Indonesi Lembar Samarinda
U
30
60
N
Tr ou gh Pa la wa n
Tmbp
65
60
60
Tmbp
Qa
Tmbp
17
20
50
45 45
SAMARINDA
Qa
Tpkb
Tmbp
South China Sea Tmbp
Lu pa rL
37
ine
Tpkb
Sangkurilang
Ma Strike Slip ng ka lih Fault Hig at h
Kuching High 10
60
TENGGARONG
10
Qa Tmbp
60
Qa Qa
35
75
Schwaner Block Paternoster Strike Slip Fault
M er
atu sH igh
Tmbp
SAMARINDA 30
Tmbp
50
32
30
30
32
36
10
60
Tpkb
Qa
Tpkb
Qa
15
22
75
Qa 70
17
25
26 75
Tmbp
30 52
10 40
60
40
45 19
Qa
0
2.5
5
7
10
12.5 km Qa
22 75
Supriatna, dkk (1995)
Qa
0
2.5
5
7
10
12.5km
Qa
Gambar 1.1. Lokasi Daerah Telitian, Peta Pojok Kanan Bawah Menunjukkan Akses Jalan Darat Menuju Derah Penelitian 1.5. Batasan Penelitian Adapun batasan masalah pada penelitian ini yakni : 1)
Analisis fasies dilakukan berdasar data log sumur dan seismik 2D yang telah
distack dan dimigrasi.
3
2)
Data sumur diambil pada periode yang berbeda dengan data seismik
menyebabkan perbedaan kualitas data. 3)
Analisis petrofisika berupa saturasi air, permeabilitas, dan porositas telah
dilakukan sebelumnya. 4)
Kualitas data seismik yang tersedia kurang baik, namun digunakan
seoptimal mungkin dengan metode yang ada, sehingga diutamakan untuk korelasi sand-to sand . 5)
Penelitian difokuskan pada batupasir Formasi Balikpapan Lapangan XVII,
Cekungan Kutai, Kalimantan Timur. 6)
Sistem migas di daerah penelitian telah terbukti karena merupakan lapangan
yang sudah berkembang. 7)
Penelitian hanya fokus pada interval dalam, dengan batas yang telah
ditentukan. 8)
Peta impedansi akustik dan peta atribut seismik digunakan untuk panduan
trend sebaran batupasir dari korelasi sumur-sumur secara geostatistik. 1.6. Penelitian Terdahulu Beberapa penelitian yang telah dilakukan pada Cekungan Kutai antara lain: 1)
Allen dan Chambers (1998), meneliti sedimentasi Delta Mahakam.
Penelitian ini memaparkan bahwa pengendapan pada cekungan Kutai terbagi atas pengendapan transgresif berumur Paleogen dan pengendapan regresif berumur Neogen. Untuk endapan regresif Delta Mahakam, ada tiga kelompok waktu, Early Miocene, Middle-Upper Miocene, dan saat ini. Delta Early Miocene cenderung terpengaruh banjir sedimen aluvial energi tinggi. Delta Middle Miocene berada di
4
antara pengaruh fluvial-aluvial dan tidal. Sedangkan Delta Mahakam saat ini merupakan paduan dominasi antara fluvial dan tidal 2)
Bachtiar, dkk (1998), mengkarakterisasi reservoar lapangan Mutiara di
selatan daerah penelitian yang berada pada barisan antiklin yang sama. Peta bawah permukaan dari seismik 3D menunjukkan plunging anticline terpisah oleh struktur pelana di tengah, dibatasi thrust fault di barat dan sebagian di timur. Reservoarnya berasal dari formasi regresif Balikpapan dan Kampung Baru. Formasi Balikpapan berupa selang-seling sand-shale, dengan sisipan batubara dan carbonaceous shale. Formasi Kampung Baru didominasi batupasir tanpa batubara dengan shale yang jarang. Batupasir reservoar berupa batupasir distributary channel delta plain dan mouth bar delta front. 3)
Sidi, dkk (1999), meneliti stratigrafi dan geometri reservoar deltaik lapangan
Nilam, timur laut daerah penelitian, bersebelahan dengan struktur Sanga-sanga. Reservoar lapangan Nilam berumur Middle Miocene. Antiklin Nilam berupa lipatan lemah simetris dengan patahan tumbuh syn-sedimentation. Parasekuen Lower Middle Miocene terbentuk di lingkungan prodelta -delta front-delta plain, dengan dijumpai adanya distributary channel, crevasse splay, dan mouth bar. Parasekuen Upper Middle Miocene terbentuk di lingkungan upper delta plain, dijumpai endapan distributary channel yang dominan. 4)
McClay, dkk (2000), melakukan penelitian tektonik Blok Sanga-sanga. Hal
penting yang terdapat dalam penelitian ini yaitu adanya fase rifting pada masa Middle Eocene hingga Early Oligocene akibat pemekaran laut Sulawesi, hingga terbentuk sesar ekstensional dengan kemiringan lapisan ke arah timur. Kemudian 5
inversi cekungan Kutai pada masa Miosen menyebabkan reaktifasi suture batuan dasar Pra Tersier menjadi sesar berpasangan, dan terjadi progradasi delta ke arah timur sejak Middle Miocene. 5)
Butterworth, dkk (2001) mengklasifikasikan karakter reservoar batupasir
berdasar batuan inti Lapangan Nilam. Batuan inti bersasal dari usia Upper Middle Miocene hingga Lower Middle Miocene. Reservoar batupasir berkualitas buruk lingkungan mouth bar delta front berukuran butir halus-sangat halus, laminated bioturbated, berporositas 6-8%, dan permeabilitas <0,1mD. Reservoar batupasir berkualitas moderat lingkungan Fluvial Channel dengan gangguan tidal/marine episodik, berukuran butir medium-halus, ophiomorpha burrowed, berporositas 1013%, dan permeabilitas ±10mD. Batupasir kualitas baik lingkungan fluvial channel, silang siur, berbutir medium hingga-kasar, berporositas 12-15% dan permeabilitas >100mD. 6)
Bachtiar, dkk (2013) memetakan paleogeografi dan arah pengendapan
Cekungan Kutai dari Middle Eocene hingga Late Miocene dengan integrasi publikasi peta-peta data magnetik, gravitasi, isopah, geologi, data singkapan dan biostratigrafi. Gambar 1.2 berikut adalah peta paleogeografi dan arah pengendapan daerah penelitian pada masa Middle Miocene. Pengangkatan regional menghasilkan kelimpahan endapan silisiklastik, yang tampak pada singkapan deltaik sungai di sekitar Kota Samarinda. Pulau Kutai yang sebelumnya merupakan pulau terisolasi telah terhubung dengan daratan. Karbonat yang sebelumnya tumbuh pada masa Early Miocene terangkat dan endapan pantai Middle Miocene menjadi deposit deltaik sungai. Selama masa ini, pengendapan di 6
daerah penelitian berarah ke tenggara, dengan deposenter di arah tenggara pantai Middle Miocene.
Area Sanga-sanga
Lap.XVII Gambar 1.2. Peta Paleogeografi Middle Miocene Daerah Penelitian (Bachtiar, dkk., 2013) 1.7. Manfaat dan Keaslian Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat secara keilmuan untuk memberikan tambahan gambaran mengenai geologi bawah permukaan di Blok Sanga-sanga. Serta manfaat secara aplikasi memberikan arahan kepada para pihak yang berkepentingan terkait dengan eksplorasi pada interval x lapangan XVII, dengan data seismik 2D dan data sumur. Untuk pihak perusahaan hasil penelitian ini digunakan sebagai studi awal geologi dan geofisika dalam estimasi sumber daya migas area prospek untuk mengambil keputusan operasional.
7