BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Dimensi masalah ketenagakerjaan bukan hanya sekedar keterbatasan
lapangan atau peluang kerja serta rendahnya produktivitas, namun jauh lebih serius dengan penyebab yang berbeda-beda, misalnya masalah produk domestik regional bruto (PDRB), upah dan investasi yang akan dibahas dalam penelitian ini. Pada dasawarsa yang lalu, masalah pokoknya tertumpu pada kegagalan penciptaan lapangan kerja yang baru pada tingkat yang sebanding dengan laju pertumbuhan output industri. Seiring dengan berubahnya lingkungan makro ekonomi mayoritas negara-negara berkembang, angka pengangguran yang meningkat pesat terutama disebabkan oleh terbatasnya permintaan tenaga kerja, yang selanjutnya semakin diciutkan oleh faktor-faktor eksternal seperti memburuknya kondisi neraca pembayaran, meningkatnya masalah utang luar negeri dan kebijakan lainnya, yang pada gilirannya telah mengakibatkan kemerosotan pertumbuhan industri, tingkat upah, dan akhirnya, penyedian lapangan kerja (Todaro, 2000). Pasar tenaga kerja, seperti pasar lainnya dalam perekonomian dikendalikan oleh kekuatan penawaran dan permintaan, namun pasar tenaga kerja berbeda dari sebagian besar pasar lainnya karena permintaan tenaga kerja merupakan tenaga kerja turunan (derived demand) permintaan akan tenaga kerja sangat tergantung dari permintaan akan output yang dihasilkannya (Mankiw, 2006). 1
Di Provinsi Bali, masalah ketenagakerjaan masih merupakan fenomena pelik (BPS Provinsi Bali, 2014). Apalagi pasar tenaga kerja di Bali diperkirakan akan semakin terintegrasi di masa mendatang. Bali merupakan wilayah yang mudah dijangkau, akibatnya arus migrasi maupun urbanisasi menjadi tak terhindari yang dibentuk untuk pembentukan tenaga kerja yang lebih baik. Dengan situasi seperti ini, bagaimanapun akan memberikan pengaruh pada struktur ketenagakerjaan, yakni kemungkinan menggelembungnya penduduk usia produktif (usia kerja). Tabel 1.1 menunjukkan pertumbuhan penduduk yang bekerja di Provinsi Bali tahun 1993-2013. Tabel 1.1 Pertumbuhan Penduduk yang Bekerja Usia 15 Tahun Keatas Provinsi Bali Tahun 1993-2013 Tahun
Jumlah (Orang)
Pertumbuhan (%)
1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003
1.501.418 1.527.632 1.558.686 1.644.827 1.683.408 1.597.287 1.612.941 1.712.954 1.714.240 1.715.452 1.765.317
-
1,75 2,03 5,53 2,35 -5,12 0,98 0,06 0,08 0,07 2,91
Tahun
Jumlah (Orang)
2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 -
1.835.165 1.895.741 1.870.288 1.982.134 2.029.730 2.057.118 2.177.358 2.204.874 2.268.708 2.273.897 -
Pertumbuhan (%) 3,96 3,30 -1,34 5,98 2,40 1,35 5,85 1,26 2,90 0,23 -
Sumber : BPS Provinsi Bali, 2014
Berdasarkan Tabel 1.1 terlihat bahwa secara absolut terjadi peningkatan penyerapan tenaga kerja di Provinsi Bali setiap tahunnya. Namun, jika dilihat dari pertumbuhannya, penyerapan tenaga kerja di Provinsi Bali cukup fluktuatif. Tidak ada peningkatan yang cukup tinggi dan beberapa kali mengalami penurunan 2
persentase dalam pertumbuhannya. Pertumbuhan penyerapan tenaga kerja sempat mengalami angka negatif pada tahun 1998 pada saat krisis moneter dan tahun 2006 pada saat bom Bali 2 (dua). Menurut hasil Sensus Penduduk pada tahun 1990-2000 penyerapan tenaga kerja mengalami pertumbuhan dengan rata-rata 2,67 persen per tahun, sedangkan tahun 2000 – 2010 hanya mengalami pertumbuhan 1,92 persen per tahun. Angka tersebut tergolong rendah jika dibandingkan dengan pertumbuhan penyerapan tenaga kerja Indonesia yakni sebesar 8 persen. Menurut Amassoma, Ditimi, and Nwosa (2013), terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi penyerapan tenaga kerja antara lain PDB, upah, dan suku bunga. Di sisi lain, munculnya teknologi baru dalam jangka panjang pada gilirannya akan menggantikan tenaga kerja dalam meningkatkan produktivitas, sehingga membuat perusahaan dan ekonomi pada umumnya menjadi lebih kompetitif. Jika ada hubungan antara pekerja dan hasil, maka ada kecenderungan bahwa hubungan tersebut dapat berubah dari waktu ke waktu karena perubahan tingkat pertumbuhan produktivitas. Namun, salah satu yang mungkin keliru bahwa sisi permintaan tenaga kerja atau kesempatan kerja yang ditawarkan oleh perusahaan adalah sebagai penggerak tingkat pengangguran. Masalah
ketenagakerjaan
salah
satunya
dapat
dikurangi
dengan
meningkatkan pertumbuhan ekonomi yang merupakan salah satu indikator keberhasilan pembangunan. Makin tingginya pertumbuhan ekonomi biasanya makin tinggi pula kesejahteraan masyarakat, meskipun terdapat indikator yang lain yaitu distribusi pendapatan. Masalah pertumbuhan ekonomi di suatu daerah 3
tergantung kepada banyak faktor, salah satunya adalah kebijakan pemerintah itu sendiri. Kondisi harus dikenali dan diidentifikasi secara tepat agar faktor tersebut dapat mempengaruhi laju pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi suatu daerah dapat diukur dengan melihat Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) atas dasar harga konstan. Pertumbuhan ekonomi juga diperlukan oleh suatu negara dalam rangka meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan masyarakat, serta cara mengembangkannya dari semua bidang kegiatan yang ada di suatu negara. Pertumbuhan ekonomi sebagai kenaikan jangka panjang dalam kemampuan suatu negara untuk menyediakan semakin banyak barang kepada penduduknya. Meningkatnya pertumbuhan ekonomi daerah yang dicerminkan oleh PDRB diharapkan juga mampu meningkatkan penciptaan lapangan kerja di daerah. Pertumbuhan PDRB Provinsi Bali disajikan pada Tabel 1.2 berikut ini. Tabel 1.2 Pertumbuhan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Atas Dasar Harga Konstan di Provinsi Bali Tahun 1993-2013 PDRB Pertumbuhan PDRB Pertumbuhan Tahun (jutaan Rp) % (jutaan Rp) % 13.082.082 19.963.244 4,62 1993 2004 14.064.526 7,5 21.072.445 5,56 1994 2005 15.179.988 7,93 23.084.300 9,55 1995 2006 16.419.291 8,16 24.449.886 5,92 1996 2007 17.372.850 5,8 25.910.326 5,97 1997 2008 16.670.295 -4,04 27.290.946 5,33 1998 2009 16.781.693 0,67 28.882.494 5,83 1999 2010 17.293.089 3,04 30.757.776 6,49 2000 2011 17.879.875 3,4 32.804.381 6,56 2001 2012 18.423.861 3,04 34.787.627 6,65 2002 2013 19.080.896 3,57 2003 Sumber : BPS Provinsi Bali, 2014 Tahun
4
Pada Tabel 1.2 terlihat bahwa pertumbuhan PDRB dari tahun 1993 sampai 2002 cukup fluktuatif dan pertumbuhan terendah terjadi pada tahun 1998 saat krisis moneter yakni sebesar -4,04. Pada tahun 2003 sampai tahun 2013 pertumbuhan PDRB mulai meningkat dengan adanya kegiatan ekonomi yang lebih baik sehingga menghasilkan nilai tambah barang dan jasa dalam kontribusi terhadap PDRB. PDRB mempunyai pengaruh terhadap jumlah angkatan kerja yang bekerja dengan asumsi apabila nilai PDRB meningkat, maka jumlah nilai tambah output dalam seluruh unit ekonomi disuatu wilayah akan meningkat. Output yang jumlahnya meningkat tersebut akan menyebabkan terjadinya peningkatan terhadap jumlah penyerapan tenaga kerja yang diminta. Artinya, peningkatan terhadap sisi penawaran tenaga kerja akan terjadi bila sisi permintaan juga mengalami peningkatan atau dengan kata lain, kesempatan kerja akan tercipta bila terjadi peningkatan pada sisi permintaan dan penawaran agregat (Boediono, 1999). Meningkatnya pertumbuhan ekonomi daerah yang tercermin dalam PDRB diharapkan juga mampu meningkatkan penciptaan lapangan kerja di daerah. Pada upah, hubungannya berbanding terbalik, sehingga apabila upah meningkat akan mengurangi penyerapan tenaga kerja (Wicaksono, 2010). Jumlah penyerapan tenaga kerja di Provinsi Bali salah satunya dipengaruhi oleh naiknya upah minimum provinsi. Penetapan kebijakan upah minimum akhir-akhir ini telah menghambat perkembangan sejumlah perusahaan, sehingga menghambat peningkatan penyerapan tenaga kerja di sektor modern (SMERU, 2001). Sedangkan Klein dan Dompe (2007) berpendapat bahwa upah minimum, 5
membantu menyamakan ketidakseimbangan dalam daya tawar pekerja upah rendah yang dihadapi dalam pasar tenaga kerja. Upah minimum juga merupakan alat penting dalam memerangi kemiskinan karena dengan adanya upah minimum, masyarakat pendapatan rendah dapat merasakan hidup dengan upah yang layak. Tabel 1.3 Pertumbuhan Upah Minimum Provinsi (UMP) Bali Tahun 1993-2013 Tahun 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003
UMP (Rp/bln) 75.000 99.000 117.000 127.000 141.500 162.500 176.500 202.300 329.950 363.000 421.600
Pertumbuhan (%) 32,00 18,18 8,55 11,42 14,84 8,62 14,62 62,95 6,04 10,09
Tahun 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 -
UMP (Rp/bln) 425.000 447.500 510.000 622.000 682.650 760.000 829.316 890.000 967.500 1.181.000
-
Pertumbuhan (%) 24,63 5,29 13,97 21,96 9,75 11,33 9,12 7,32 8,71 22,07 -
Sumber : BPS Provinsi Bali, 2014 Tabel 1.3 menunjukkan pertumbuhan upah minimum di Provinsi Bali yang mengalami peningkatan setiap tahunnya. Peningkatan upah minimum setiap tahunnya dikhawatirkan akan menurunkan penyerapan tenaga kerja. Kenaikan UMP tahun terakhir pada Tabel 1.3 menjadi persentase yang cukup besar yaitu UMP 2012-2013 sebesar 22,07 persen (Rp. 967.500 menjadi Rp. 1.181.000) serta berdasarkan data tambahan kenaikan tahun 2013-2014 mencapai 30,6 persen (Rp. 1.181.000 menjadi Rp. 1.524.872) juga menunjukkan kenaikan yang tinggi. Kebijakan ini menimbulkan banyak usaha kecil yang membayar upah di bawah UMK (Upah Minimum Kabupaten/Kota) dan dikhawatirkan akan berdampak pada pemutusan hubungan kerja, sehingga menuju tahun 2015 kenaikan UMP hanya dipatok 5,5 persen dari tahun sebelumnya. UMP Bali diperkirakan akan 6
lebih kecil dibandingkan dengan upah minimum kabupaten/kota (UMK) Badung dan Denpasar. Hal tersebut terjadi karena Kebutuhan Hidup Layak (KHL) dua wilayah itu lebih tinggi dibandingkan daerah lain, sehingga dua daerah tersebut memiliki UMK tertinggi di Provinsi Bali. Disisi lain, kedua daerah tersebut juga menjadi daerah yang penawaran tenaga kerjanya tinggi. Disinilah pentingnya peran investasi dalam menciptakan lapangan kerja baru guna memperluas kesempatan kerja bagi para pencari kerja di Provinsi Bali dalam mengatasi masalah penyerapan tenaga kerja. Menurut Alghofari (2010) ditinjau dari sisi pengusaha, kenaikan upah akan meningkatkan biaya yang dikeluarkan oleh perusahaan sehingga pengusaha mengambil kebijakan pengurangan tenaga kerja guna mengurangi biaya produksi. Dalam pasar yang kompetitif, pengaruh dari peningkatan upah yang jelas terjadi adalah upah rata-rata meningkat dan permintaan tenaga kerja menurun (Ham, 2013). Nicholson dan College (1995) berasumsi bahwa setiap perusahaan akan
berusaha
untuk
memaksimumkan
keuntungan
atau
laba
dengan
memperbanyak tenaga kerja untuk dipekerjakan. Hal ini berdasarkan dua alasan; pertama, apabila input lain relatif lebih mahal akan diganti dengan tenaga kerja yang lebih murah. Kedua, apabila terjadi penurunan upah bisa mengurangi biaya marjinal yang memungkinkan perusahaan untuk meningkatkan output dan menaikkan penggunaan seluruh input termasuk tenaga kerja. Sementara itu, upah minimum telah memperhitungkan efek yang akan terjadi pada industri besar, tidak ada satupun yang berfokus pada pekerja khususnya pekerja berketerampilan rendah secara lebih luas di seluruh sektor 7
(Sabia, 2008). Pengusaha akan dipaksa membuat keputusan sulit untuk menekan biaya produksi. Hal ini sering berakibat pada perekrutan menurun atau jam kerja berkurang, yang berefek negatif dalam pasar kerja yang sudah sulit saat ini. Menaikkan upah minimum sangat dinikmati bagi mereka yang sudah memiliki pekerjaan dengan mengorbankan pengangguran. Sementara, beberapa pekerja menerima tambahan marjinal upah mereka pada kondisi tersebut. Pekerja yang biasanya kurang berpendidikan atau kurang berpengalaman yang tersisa tidak dapat menemukan pekerjaan (ALEC, 2014). Peningkatan upah minimum akan memiliki dua efek utama pada pekerja terutama pada pekerja berupah rendah. Sebagian besar dari mereka akan menerima gaji yang lebih tinggi yang akan meningkatkan penghasilan keluarga mereka, dan beberapa dari keluarga akan melihat kenaikan pendapatan mereka di atas garis kemiskinan (CBO, 2014). Menurut Cahyadi (2013) terdapat pengaruh secara positif antara upah minimum terhadap tingkat pengangguran terbuka serta sesuai pula dengan Teori Kekakuan upah (Wage rigidity) keynesian baru yaitu gagalnya upah melakukan penyesuaian sampai penawaran tenaga kerja sama dengan permintaannya akibat pemberlakuan peningkatan upah minimum. Sedangkan Simanjuntak (1985) juga berasumsi bahwa pengusaha akan menambah tenaga kerjanya tergantung dari pertambahan permintaan masyarakat terhadap barang yang diproduksinya, dan itu disebut “derived demand”. Setiap daerah otonom memiliki keleluasaan untuk mengembangkan potensi dan aset-aset yang dimiliki, terutama potensi sumber daya alam daerah yang dapat dijadikan sebagai andalan dalam pengembangan ekonomi daerah 8
secara umum. Dalam pengembangan aset sumber daya alam di daerah, diperlukan adanya anggaran atau dana dalam pelaksanaan pengelolaan sumber daya alam, agar pengembangannya dapat berjalan sesuai dengan rencana pemanfaatan dan pengelolaan sumber daya alam yang optimal. Sehingga peran kesempatan kerja yang terbuka luas bagi para pencari kerja tidak luput dari masalah investasi. Menawarkan
cara
untuk
memanfaatkan
modal
baru
dan
menciptakan
kemungkinan-kemungkinan baru bagi masyarakat yang melalui siklus positif dari kegiatan ekonomi dan penciptaan lapangan kerja (Burkett, 2012). Investasi adalah pengeluaran atau pembelanjaan penanaman modal atau perusahaan untuk membeli barang-barang modal dan perlengkapan-perlengkapan produksi untuk menambah kemampuan produksi barang dan jasa yang tersedia dalam perekonomian. Pertambahan jumlah barang modal ini memungkinkan perekonomian untuk menghasilkan lebih banyak barang dan jasa di masa yang akan datang. Adakalanya penanaman modal dilakukan untuk menggantikan barang-barang modal lama yang harus didepresiasikan (Sukirno, 2008). Besar kecilnya investasi yang terjadi di masyarakat akan sangat mempengaruhi besar kecilnya kesempatan kerja yang tercipta dalam masyarakat tersebut. Adanya investasi akan meningkatkan kegiatan produksi sehingga akan membuka kesempatan kerja baru (Sucitrawati, 2012). Dalam rangka mengejar pertumbuhan ekonomi dan penyerapan tenaga kerja diperlukan investasi untuk membiayai pembangunan. Investasi merupakan motor penggerak pertumbuhan ekonomi, sehingga untuk menumbuhkan perekonomian, pemerintah berupaya menciptakan iklim yang dapat menarik investasi (Mariana, 2014). 9
Gambar 1.1 Jumlah Penduduk dan Penduduk yang Bekerja di Provinsi Bali Tahun 1993-2013 (orang) 4500000 4000000 3500000 3000000 2500000 Penduduk
2000000
Penduduk yg bekerja
1500000 1000000 500000 0
Sumber: BPS Provinsi Bali, 2014
Berdasarkan Gambar 1.1 dapat dilihat bahwa jumlah penduduk di Provinsi Bali yang semakin meningkat dan penduduk bekerja yang semakin bertambah, apabila hal tersebut tidak diimbangi dengan tersediaanya lapangan kerja atau permintaan tenaga kerja yang cukup akan dapat mengakibatkan terjadinya pengangguran. Hasil Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas) Februari 2013 menunjukkan tingginya jumlah penduduk yang bekerja serta penurunan tingkat pengangguran. Terdapat 3.036,77 ribu penduduk usia kerja, dan sebanyak 2.396,37 ribu orang tergolong sebagai angkatan kerja, dengan kata lain tingkat partisipasi angkatan kerja (TPAK) mencapai 78,91 persen. Sementara itu, sebanyak 640,40 ribu orang lainnya tergolong sebagai bukan angkatan kerja, yaitu mereka yang hanya memiliki kegiatan bersekolah dan mengurus rumah tangga serta lainnya. Angkatan kerja terbagi dalam kelompok penduduk yang bekerja dan penganggur. Pada Februari 2013 jumlah penduduk yang bekerja mencapai 10
2.350,99 ribu orang atau sebesar 98,11 persen dari jumlah angkatan kerja, dan hanya 1,89 persen lainnya yang tidak terserap lapangan kerja. Permasalahan penduduk yang mencari pekerjaan di Bali menjadi sangat penting karena ditunjang dengan industri pariwisata yang sangat berkembang. Pertumbuhan penduduk yang mencari kerja tidak hanya disumbang oleh penduduk lokal tetapi juga pendatang terutama dari Pulau Jawa. Peran investasi di Provinsi Bali menjadi suatu faktor penting dalam masalah ketenagakerjaan. Dengan peningkatan investasi sangat diharapkan terjadi peningkatan pada penyerapan tenaga kerja. Pertumbuhan investasi di Provinsi Bali yang ditunjukkan oleh nilai pembentukan modal tetap domestik bruto (PMTDB) dari tahun 1993-2013 dapat dilihat pada Tabel 1.4. Tabel 1.4 Pertumbuhan Pembentukan Modal Tetap Domestik Bruto (PMTDB) Atas Dasar Harga Konstan Tahun 1993-2013 Tahun
PMTDB (Jutaan Rp)
Pertumbuhan (%)
Tahun
PMTDB (Jutaan Rp)
Pertumbuhan (%)
1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003
2.649.556 3.008.041 3.295.008 4.009.895 3.609.185 3.131.741 2.435.516 2.454.079 2.483.342 2.541.211 2.573.899
13,53 9,54 21,70 -9,99 -13,23 -22,23 0,76 1,19 2,33 1,29
2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 -
2.757.231 2.831.923 2.894.194 4.560.361 5.616.494 6.062.070 7.374.880 8.393.310 10.082.070 11.123.140 -
7,12 2,71 2,20 57,57 23,16 7,93 21,66 13,81 20,12 10,33 -
Sumber: BPS Provinsi Bali, 2014
11
Berdasarkan Tabel 1.4 dapat dijelaskan pertumbuhan PMTDB di Provinsi Bali cukup fluktuatif. Pertumbuhan investasi yang negatif paling tinggi terjadi pada tahun 1999 setelah terjadinya krisis moneter. Namun, kondisi tersebut cepat pulih dengan mulai meningkatnya investasi pada tahun-tahun selanjutnya. Beberapa tahun terakhir pertumbuhan PMTDB di Provinsi Bali sudah menunjukkan kenaikan diatas 10 persen. Pertumbuhan ekonomi Provinsi Bali juga didorong oleh tumbuhnya seluruh komponen pembentuk PDRB dengan pertumbuhan tertinggi untuk komponen PMTDB, sehingga dengan meningkatnya investasi riil yang ditunjukkan dengan peningkatan PMTDB diharapkan mampu meningkatkan penyerapan tenaga kerja di Provinsi Bali meskipun dengan keadaan upah minimum provinsi yang semakin meningkat. Namun pada kenyataannya, peningkatan PMTDB tidak diikuti dengan penyerapan tenaga kerja. Meskipun dari persentase tingkat pengangguran terbuka Provinsi Bali menurun, tetapi tidak membuktikan penyerapan tenaga kerjanya meningkat. Untuk mempertahankan laju pertumbuhan ekonomi Provinsi Bali yang sudah tinggi dibutuhkan investasi yang besar, sedangkan kemampuan investasi pemerintah terbatas sehingga untuk memenuhi kebutuhan tersebut diperlukan peningkatan investasi oleh masyarakat, khususnya dunia usaha. Sehubungan dengan itu, Provinsi Bali harus mampu menarik dunia usaha agar menanamkan modal untuk mengembangkan potensi berbagai sumber daya pembangunan di provinsi ini, terutama dalam sektor pariwisata. Dengan demikian, Provinsi Bali dihadapkan pada masalah untuk menciptakan iklim usaha yang menarik bagi investasi masyarakat dan dunia usaha kepariwisataan agar berperan serta lebih besar 12
lagi dalam pembangunan daerah. Untuk itu, tantangannya adalah meningkatkan upaya dalam mengembangkan kawasan-kawasan baru yang dapat menampung kegiatan kepariwisataan lanjutan, lebih memperluas lapangan kerja, dengan selalu memperhatikan fungsi pelestarian budaya dan fungsi pelestarian lingkungan hidup. Menurut Dewi (2012) berpendapat bahwa permasalahan kesempatan kerja bukan hanya tentang ketersediaan lapangan kerja bagi angkatan kerja, tetapi juga apakah lapangan kerja yang ada cukup mampu memberi imbal balik yang cukup bagi para pekerja. Ketersediaan lapangan kerja tidak terlepas dari pembangunan yang dapat dilihat dari kegiatan investasi baik dari dalam negeri maupun investasi asing yang dari tahun ke tahun terjadi peningkatan. Investasi berpengaruh besar terhadap kesempatan kerja dan pendapatan. Besarnya nilai investasi akan menentukan besarnya permintaan tenaga kerja. Semakin besar investasi menyebabkan semakin besar pula tambahan penggunaan tenaga kerja. Dengan bertambahnya barang-barang modal akibat kegiatan investasi akan mendorong terjadinya perluasan kesempatan kerja. Fokus setiap pemerintahan harus menciptakan peluang lapangan pekerjaan melalui berbagai kegiatan produktif dengan menggunakan semua faktor-faktor produksi (Shahid, Tahir dan Bhalli, 2013). Untuk melihat permasalahan lebih dalam lagi, berikut ini adalah Tabel 1.5 yang membandingkan keempat variabel yang diangkat dalam tulisan ini.
13
Tabel 1.5 Pertumbuhan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB), Upah Minimum Provinsi (UMP), Investasi, dan Penyerapan Tenaga Kerja (PTK) di Provinsi Bali Tahun 1994-2013 (persen) Tahun
PDRB
UMP
Investasi
PTK
1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013
7,5 7,93 8,16 5,8 -4,04 0,67 3,04 3,4 3,04 3,57 4,62 5,56 9,55 5,92 5,97 5,33 5,83 6,49 6,56 6,65
32,00 18,18 8,55 11,42 14,84 8,62 14,62 62,95 6,04 10,09 24,63 5,29 13,97 21,96 9,75 11,33 9,12 7,32 8,71 22,07
13,53 9,54 21,70 -9,99 -13,23 -22,23 0,76 1,19 2,33 1,29 7,12 2,71 2,20 57,57 23,16 7,93 21,66 13,81 20,12 10,33
1,75 2,03 5,53 2,35 -5,12 0,98 0,06 0,08 0,07 2,91 3,96 3,30 -1,34 5,98 2,40 1,35 5,85 1,26 2,90 0,23
Sumber: BPS Provinsi Bali, 2014 Selaras dengan yang telah dipaparkan dalam latar belakang diatas, dapat disimpulkan bahwa permasalahan yang terjadi di Provinsi Bali adalah tingginya upah minimum provinsi menjadi biaya produksi dari sisi pelaku usaha terutama usaha kecil yang menyebabkan profit usaha menurun, sehingga membayar upah dibawah upah yang seharusnya bahkan melakukan pemutusan hubungan kerja yang menimbulkan penyerapan tenaga kerja cenderung menurun. Kondisi tersebut juga diikuti peningkatan PDRB dalam 10 tahun terakhir. Dalam kondisi yang seharusnya ketika PDRB meningkat akan meningkatkan investasi dan penyerapan tenaga kerja, serta upah minimum provinsi yang meningkat akan diikuti dengan penurunan investasi dan penurunan penyerapan tenaga kerja. Namun, yang terjadi di Provinsi Bali, meningkatnya PDRB tidak diikuti peningkatan penyerapan 14
tenaga kerja dan tingginya penetapan upah minimum provinsi dengan investasi yang meningkat menimbulkan penurunan penyerapan tenaga kerja. Sehingga perlu dikaji apakah investasi mempunyai peranan sebagai mediasi dalam PDRB dan upah minimum provinsi terhadap penyerapan tenaga kerja. Berdasarkan uraian latar belakang diatas, peneliti tertarik untuk mengadakan suatu penelitian yang berjudul “Pengaruh Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) dan Upah Minimum Provinsi Terhadap Penyerapan Tenaga Kerja Melalui Mediasi Investasi di Provinsi Bali” tahun 1993 sampai 2013. 1.2
Rumusan Masalah Penelitian Berdasarkan uraian latar belakang yang telah dikemukakan, yang menjadi
pokok permasalahan dalam penelitian ini adalah: 1.
Bagaimana pengaruh Produk Domestik Regional Bruto terhadap Investasi di Provinsi Bali?
2.
Bagaimana pengaruh Upah Minimum Provinsi terhadap Investasi di Provinsi Bali?
3.
Bagaimana pengaruh Produk Domestik Regional Bruto terhadap Penyerapan Tenaga Kerja di Provinsi Bali?
4.
Bagaimana pengaruh Upah Minimum Provinsi terhadap Penyerapan Tenaga Kerja di Provinsi Bali?
5.
Bagaimana pengaruh Investasi terhadap Penyerapan Tenaga Kerja di Provinsi Bali?
6.
Bagaimana pengaruh Produk Domestik Regional Bruto terhadap Penyerapan Tenaga Kerja melalui Investasi di Provinsi Bali? 15
7.
Bagaimana pengaruh Upah Minimum Provinsi terhadap Penyerapan Tenaga Kerja melalui Investasi di Provinsi Bali?
1.3
Tujuan Penelitian Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah yang telah diuraikan
diatas adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Untuk menganalisis pengaruh Produk Domestik Regional Bruto terhadap Investasi di Provinsi Bali. 2. Untuk menganalisis pengaruh Upah Minimum Provinsi terhadap Investasi di Provinsi Bali. 3. Untuk menganalisis pengaruh Produk Domestik Regional Bruto terhadap Penyerapan Tenaga Kerja di Provinsi Bali. 4. Untuk menganalisis pengaruh Upah Minimum Provinsi terhadap Penyerapan Tenaga Kerja di Provinsi Bali. 5. Untuk menganalisis pengaruh Investasi terhadap Penyerapan Tenaga Kerja di Provinsi Bali. 6. Untuk menganalisis pengaruh Produk Domestik Regional Bruto terhadap Penyerapan Tenaga Kerja melalui Investasi di Provinsi Bali. 7. Untuk menganalisis pengaruh Upah Minimum Provinsi terhadap Penyerapan Tenaga Kerja melalui Investasi di Provinsi Bali. 1.4
Kegunaan Penelitian Berdasarkan tujuan penelitian, penelitian ini diharapkan dapat memberikan
manfaat sebagai berikut :
16
1. Manfaat Teoritis Secara teoritis diharapkan penelitian ini dapat memberikan informasi mengenai dampak dari pertumbuhan PDRB dan kebijakan upah minimum provinsi
terhadap
perkembangan
investasi
yang
berpengaruh
pada
perkembangan penyerapan tenaga kerja di Provinsi Bali, serta mampu memberikan wawasan bagi mahasiswa serta dapat sebagai referensi apabila ingin membahas permasalahan yang sama dan juga dapat memberikan gambaran dan penerapan dari konsep PDRB, konsep upah minimum provinsi, konsep investasi, konsep penyerapan tenaga kerja, teori kekakuan upah, teori Keynes, dan teori Harrod Domar yang telah diperoleh pada masa perkuliahan. 2. Manfaat Praktis Dengan mengetahui pengaruh PDRB dan upah minimum provinsi terhadap investasi serta penyerapan tenaga kerja di Provinsi Bali diharapkan mampu memberikan kontribusi pemikiran kepada pemerintah dalam menentukan kebijakan-kebijakan yang berkaitan dengan PDRB, upah minimum provinsi, investasi serta penyerapan tenaga kerja. Diharapkan pemerintah lebih mempertimbangkan penetapan upah minimum dari sisi pelaku usaha agar para pengusaha tidak memandang upah minimum sebagai biaya produksi yang memberatkan usahanya. Pemikiran tersebut bertujuan agar kesempatan kerja yang tersedia tetap dapat menyerap penawaran tenaga kerja yang tinggi di Provinsi Bali. Tentunya pemerintah tetap harus memperhatikan penetapan upah minimum pada Kebutuhan Hidup Layak (KHL). Hal tersebut tentunya
17
diharapkan akan memberikan kontribusi yang lebih terhadap PDRB Provinsi Bali. 1.5
Sistematika penyajian Skripsi ini terdiri dari lima bab yang saling berhubungan antara bab yang
satu dengan yang lain dan disusun secara terperinci serta sistematis untuk memberikan gambaran yang lebih jelas dari masing-masing bab skripsi ini, dapat dilihat dalam sistematika penyajian berikut. BAB I
:
PENDAHULUAN Pada bab ini akan diuraikan mengenai latar belakang masalah, rumusan masalah penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian serta sistematika penyajian.
BAB II
:
KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN Pada bab ini diuraikan mengenai teori-teori yang relevan sebagai acuan dan landasan memecahkan permasalahan penelitian, serta hipotesis penelitian.
BAB III :
METODE PENELITIAN Pada bab ini diuraikan mengenai penelitian yang meliputi desain penelitian, lokasi atau ruang lingkup wilayah penelitian, objek penelitian, identifikasi variabel, definisi operasional variabel, jenis dan sumber data, metode pengumpulan data dan teknik analisis data yang digunakan.
18
BAB IV :
PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN Pada bab ini diuraikan mengenai gambaran umum wilayah penelitian, pengujian hipotesis serta pembahasan penelitian.
BAB V
:
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan dari pembahasan pada bab sebelumnya merupakan isi dari bab ini, disamping itu disertakan pula beberapa saran yang diharapkan mampu memberikan wawasan kepada pembaca dan dapat bermanfaat bagi pihak-pihak yang berkepentingan.
19