BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah Dalam suatu instansi pemerintah maupun swasta sangat diperlukan adanya produktivitas kerja untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Produktivitas kerja merupakan suatu akibat dari persyaratan kerja yang harus dipenuhi oleh pegawai untuk memperoleh hasil maksimal dimana dalam pelaksanaannya, produktivitas kerja terletak pada faktor manusia sebagai pelaksana kegiatan pekerjaan. Jadi faktor manusia memegang peranan penting dalam mencapai hasil agar sesuai dengan tujuan instansi tersebut, karena betapapun sempurnanya peralatan kerja tanpa adanya tenaga manusia tidak akan berhasil memproduksi barang atau jasa sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai (Saksono, 1995:114). Dalam usaha pencapaian tujuan tersebut, maka perlu adanya peningkatan produktivitas kerja pegawai. Produktivitas kerja pada hakekatnya meliputi sikap yang senantiasa mempunyai pandangan bahwa metode kerja hari ini harus lebih baik dari pada metode kerja hari kemarin, dan hasil yang dapat diraih esok hari harus lebih banyak atau lebih bermutu daripada hasil yang diraih hari ini (Sinungan, 2000:1). Produktivitas kerja sering diartikan sebagai kemampuan seseorang atau kelompok orang untuk menghasilkan barang atau jasa. Tujuan utama dari peningkatan produktivitas kerja pegawai adalah agar pegawai baik ditingkat bawah maupun ditingkat atas mampu menjadi pegawai yang efisien, efektif dan produktif.
Universitas Sumatera Utara
Seorang pegawai yang produktif adalah pegawai yang cekatan dan mampu menghasilkan barang atau jasa sesuai mutu yang ditetapkan dan waktu yang lebih singkat, sehingga akhirnya dapat tercapai tingkat produktivitas kerja pegawai yang tinggi. Dengan demikian penting bagi seorang manajer berusaha untuk meningkatkan produktivitas kerja pegawai, agar instansi dapat berkembang dan dapat mempertahankan usahanya. Untuk mendapatkan suatu hasil pekerjaan yang baik dan bermutu tinggi maka diperlukan pengawasan yang baik. Pengawasan adalah kegiatan manajer/pimpinan yang mengusahakan agar pekerjaan-pekerjaan terlaksana sesuai dengan rencana yang ditetapkan dan atau hasil yang dikehendaki (Lubis, 1985:154). Pada setiap instansi pemerintah maupun swasta memerlukan pengawasan dari pihak manajer. Pengawasan ini dilakukan oleh manajer sebagai suatu usaha membandingkan apakah yang dilakukan sesuai dengan rencana yang ditetapkan. Hal ini berarti juga pengawasan merupakan tindakan atau kegiatan manajer yang mengusahakan agar pekerjaan terlaksana sesuai dengan rencana yang ditetapkan atau hasil kerja yang dikehendaki. Pengawasan merupakan hal yang sangat penting dalam setiap pekerjaan baik dalam instansi pemerintah maupun swasta. Sebab dengan adanya pengawasan yang baik maka sesuatu pekerjaan akan dapat berjalan lancar dan dapat menghasilkan suatu hasil kerja yang optimal. Semakin lancar kerja dan disertai pengawasan yang baik maka pekerjaan itu akan berhasil dengan baik. Dengan pengawasan yang baik akan mendorong pegawai lebih giat dalam bekerja dan menghasilkan kerja yang baik pula terlebih apabila menyelesaikan pekerjaannya dengan semangat yang baik. Pada instansi pemerintah Direktorat Jenderal Bina Marga dibawah Departemen Pekerjaan Umum yang menangani pembangunan jalan dan jembatan metropolitan Medan,
Universitas Sumatera Utara
faktor pengawasan merupakan faktor yang penting bagi instansi dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Oleh karena itu manajer harus melakukan pengawasan yang efektif sehingga pegawai bisa mencapai prestasi kerja yang optimal dalam bentuk produktivitas kerja. Dengan melihat adanya kecenderungan kurangnya pengawasan dari manajer sehingga disiplin pegawaipun kurang, maka keadaan ini tidak boleh dibiarkan terus menerus karena akan mempengaruhi tingkat produktivitas kerja pegawai. Pengaruh pengawasan terhadap produktivitas kerja pegawai menjadi sangat penting untuk dibahas. Hal ini dimaksud untuk melihat apakah dengan diadakannya pengawasan maka dapat berpengaruh terhadap peningkatan produktivitas kerja pegawai pada instansi ini. Pada instansi pemerintah ini perlu ditingkatkan pengawasan yang efektif sehingga disiplin atau etos kerja pegawai dapat ditingkatkan untuk memacu produktivitas kerja pegawai yang tinggi. Apabila ada pengawasan yang efektif dari manajer maka semangat kerja akan timbul dan para pegawai akan bekerja dengan rajin dengan disiplin yang tinggi dan bertanggung jawab sehingga produktivitas kerja dapat meningkat dengan sendirinya. Fakta yang ada di Direktorat Jenderal Bina Marga SNVT Preservasi dan Pembangunan Jalan dan Jembatan Metropolitan Medan menunjukkan adanya gejala-gejala kecenderungan
penurunan produktivitas kerja para pegawai seperti kurangnya minat
menyelesaikan kerja tepat waktu, kurangnya koordinasi antar pegawai dan munculnya kebosanan kerja karena rutinitas yang berlanjut. Hal ini disebabkan karena kurangnya pengawasan yang efektif dari manajer/pimpinan serta kurangnya disiplin kerja pegawai. Untuk itu dalam meningkatkan produktivitas kerja, manajer harus melakukan pengawasan yang baik sehingga disiplin kerja dalam diri pegawai akan meningkat.
Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan adanya masalah dan latar belakang diatas maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul: “PENGARUH PENGAWASAN TERHADAP PRODUKTIVITAS KERJA PEGAWAI DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM (Studi pada Direktorat Jenderal Bina Marga SNVT Preservasi dan Pembangunan Jalan dan Jembatan Metropolitan Medan)”.
1.2 Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini yaitu “Seberapa besar pengaruh pengawasan terhadap produktivitas kerja pegawai Departemen Pekerjaan Umum Direktorat Jenderal Bina Marga SNVT Preservasi dan Pembangunan Jalan dan Jembatan Metropolitan Medan ?”.
1.3 Tujuan Penelitian Adapun yang menjadi tujuan dari penelitian ini adalah : 1. Untuk mengetahui pengawasan pada Departemen Pekerjaan Umum Direktorat Jenderal Bina Marga SNVT Preservasi dan Pembangunan Jalan dan Jembatan Metropolitan Medan. 2. Untuk mengetahui produktivitas kerja pegawai pada Departemen Pekerjaan Umum Direktorat Jenderal Bina Marga SNVT Preservasi dan Pembangunan Jalan dan Jembatan Metropolitan Medan.
Universitas Sumatera Utara
3. Untuk mengetahui pengaruh pengawasan terhadap produktivitas kerja pegawai Departemen Pekerjaan Umum Direktorat Jenderal Bina Marga SNVT Preservasi dan Pembangunan Jalan dan Jembatan Metropolitan Medan.
1.4 Manfaat Penelitian Adapun yang menjadi manfaat dari penelitian ini adalah : 1. Bagi
penulis,
penelitian
ini
bermanfaat
untuk
meningkatkan
dan
mengembangkan kemampuan berpikir dan menulis melalui karya ilmiah, sesuai dengan ilmu pengetahuan yang telah diperoleh selama kuliah di FISIP USU. 2. Sebagai bahan masukan bagi pihak-pihak yang membutuhkan khususnya bagi Departemen Pekerjaan Umum Direktorat Jenderal Bina Marga SNVT Preservasi dan Pembangunan Jalan dan Jembatan Metropolitan Medan. 3. Bagi FISIP USU, penelitian ini diharapkan dapat memberikan bahan tambahan referensi untuk digunakan dalam penelitian selanjutnya.
1.5 Kerangka Teori Dalam penelitian ini diperlukan adanya kumpulan teori-teori yang akan menjadi landasan teoritis yang akan menjadi pedoman dalam melaksanakan penelitian. Setelah masalah penelitian dirumuskan, maka langkah selanjutnya adalah mencari teori-teori, konsep-konsep dan generalisasi-generalisasi hasil penelitian yang dapat dijadikan sebagai landasan teoritis untuk pelaksanaan penelitian (Sugiyono, 2005:55).
Universitas Sumatera Utara
1.5.1 Pengawasan 1.5.1.1 Pengertian Pengawasan Dalam pengertian awam, pengawasan dapat diartikan sebagai perbuatan untuk melihat dan memonitor terhadap orang agar ia berbuat sesuai dengan kehendak yang telah ditentukan sebelumnya. Sedangkan dalam ilmu manajemen, pengawasan adalah merupakan salah satu fungsi manajemen yang merupakan faktor penentu bagi kelangsungan hidup suatu organisasi. Pengawasan mempunyai arti penting bagi setiap perusahaan. Pengawasan bertujuan agar hasil pelaksanaan pekerjaan diperoleh secara berdaya guna (efisien) dan berhasil guna (efektif), sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan sebelumnya. Pengawasan adalah kegiatan manajer yang mengusahakan agar pekerjaan-pekerjaan terlaksana sesuai dengan rencana yang ditetapkan dan atau hasil yang dikehendaki (Lubis, 1985:154). Menurut Harahap (2001:10), menyatakan bahwa pengawasan mencakup upaya memeriksa apakah semua terjadi sesuai dengan rencana yang ditetapkan, perintah yang dikeluarkan, prinsip yang dianut dan juga dimaksudkan untuk mengetahui kelemahan dan kesalahan agar dapat dihindari kejadiannya dikemudian hari. Menurut Manullang (1990:173), pengawasan adalah suatu proses untuk menetapkan pekerjaan apa yang sudah dilaksanakan, menilainya dan mengoreksi bila perlu dengan maksud supaya pelaksanaan pekerjaan sesuai dengan rencana-rencana semula. Pendapat ahli lain, pengawasan adalah suatu usaha sistematik untuk menetapkan standar pelaksanaan kerja dengan tujuan-tujuan perencanaan, merancang sistem informasi umpan balik, membandingkan kegiatan nyata dengan standar yang telah ditetapkan sebelumnya, menentukan dan mengukur penyimpangan-penyimpangan serta mengambil tindakan
Universitas Sumatera Utara
koreksi yang diperlukan untuk menjamin bahwa semua sumber daya perusahaan dipergunakan dengan cara paling efektif dan efisien dalam pencapaian tujuan-tujuan perusahaan (Handoko, 1995:360-361). Dari beberapa pendapat tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa pengawasan merupakan suatu kegiatan yang mengusahakan agar pekerjaan terlaksana sesuai dengan rencana dan standar yang telah ditetapkan serta hasil kerja yang dikehendaki.
1.5.1.2 Maksud dan Tujuan Pengawasan Adapun maksud dari pengawasan adalah untuk mencegah atau untuk memperbaiki kesalahan, penyimpangan, ketidaksesuaian dan lainnya yang tidak sesuai dengan tugas dan wewenang yang telah ditentukan. Jadi maksud pengawasan bukan mencari kesalahan terhadap orangnya, tetapi mencari kebenaran terhadap hasil pelaksanaan pekerjaan. Sedangkan tujuan dari pengawasan adalah agar hasil pelaksanaan pekerjaan diperoleh secara berdaya guna (efisien) dan berhasil guna (efektif) sesuai dengan rencana yang telah ditentukan sebelumnya (Simbolon, 2004:62). Adapun tujuan pengawasan menurut
Kadarman dan Udaya (2001:159) adalah
menemukan kelemahan dan kesalahan untuk kemudian dikoreksi dan mencegah pengulangannya. Menurut Manullang (2002:74), tujuan utama dari pengawasan adalah agar apa yang direncanakan menjadi kenyataan.
Universitas Sumatera Utara
1.5.1.3 Tipe-tipe Pengawasan Menurut Handoko (2003:361-362), ada tiga tipe dasar pengawasan yaitu : 1. Pengawasan Pendahuluan (Feedfoward Control) Pengawasan yang dirancang untuk mengantisipasi masalah-masalah atau penyimpangan-penyimpangan standar atau tujuan dan memungkinkan koreksi dibuat sebelum suatu tahap kegiatan tertentu diselesaikan. 2. Pengawasan Concurrent Pengawasan yang dilakukan bersamaan dengan pelaksanaan kegiatan. Tipe pengawasan seperti ini merupakan proses dimana aspek tertentu dari suatu prosedur harus disetujui dulu, atau syarat tertentu harus dipenuhi terlebih dahulu sebelum kegiatan tersebut dilakukan untuk mencapai suatu ketepatan dari pelaksanaan tujuan. 3. Pengawasan umpan balik (Feedback Control) Pengawasan yang dilakukan untuk mengukur hasil-hasil dari suatu kegiatan yang telah diselesaikan. Ketiga bentuk pengawasan tersebut sangat berguna bagi manajemen, khususnya pengawasan pendahuluan dan pengawasan concurrent, dimana memungkinkan manajemen untuk membuat tindakan koreksi dan tetap mencapai tujuan. Akan tetapi perlu dipertimbangkan disamping kegunaan dua bentuk pengawasan yaitu : a. Biaya keduanya mahal. b. Banyaknya kegiatan tidak memungkinkan dirinya dimonitor secara terus menerus. c. Pengawasan yang berlebihan akan menjadikan produktivitas berkurang.
Universitas Sumatera Utara
1.5.1.4 Proses Pengawasan Proses pengawasan terdiri dari beberapa tindakan (langkah pokok) tertentu yang bersifat fundamental bagi semua pengawasan manajerial. Adapun langkah-langkah pokok ini meliputi : a.
Penentuan ukuran atau pedoman baku (standar). Standar terlebih dahulu harus ditetapkan. Ini tidak lain suatu model atau suatu ketentuan yang telah diterima bersama atau yang telah ditentukan oleh pihak yang berwenang. Standar berguna antara lain sebagai alat pembanding di dalam pengawasan, alat pengukur untuk menjawab pertanyaan berapa suatu kegiatan atau sesuatu hasil telah dilaksanakan, sebagai alat untuk membantu pengertian yang lebih cepat antara pengawasan dengan yang diawasi, sebagai cara untuk memperbaiki uniformitas.
b. Penilaian atau pengukuran terhadap pekerjaan yang sudah atau senyatanya dikerjakan. Ini dapat dilakukan dengan melalui antara lain : laporan (lisan atau tertulis), buku catatan harian tentang itu tentang bagan jadwal atau grafik produksi, inspeksi atau pengawasan langsung, pertemuan/konperensi dengan petugas-petugas yang bersangkutan, survei yang dilakukan oleh tenaga staf atas badan tertentu. c. Perbandingan antara pelaksanaan pekerjaan dengan ukuran atau standar yang telah ditetapkan untuk mengetahui penyimpangan-penyimpangan yang terjadi. Ini dilakukan untuk pembandingan antara hasil pengukuran tadi dengan standar, dengan maksud untuk mengetahui apakah diantaranya terdapat suatu perbedaan dan jika ada seberapa besarnya perbedaan itu, kemudian untuk menentukan perbedaan itu perlu diperbaiki atau tidak.
Universitas Sumatera Utara
d. Perbaikan atau pembetulan terhadap penyimpangan-penyimpangan yang terjadi sehingga pekerjaan tadi sesuai dengan apa yang telah direncanakan. Bila hasil analisa menunjukkan adanya tindakan koreksi, tindakan ini harus diambil. Tindakan koreksi dapat diambil dalam berbagai bentuk. Standar mungkin diubah, pelaksanaan diperbaiki, atau keduanya dilakukan bersamaan. (Lubis, 1985:160).
1.5.1.5 Teknik Pengawasan Pengawasan dapat dilakukan dengan mempergunakan cara-cara sebagai berikut : 1. Pengawasan langsung Pengawasan dilakukan oleh manajer pada waktu kegiatan-kegiatan sedang berjalan. Pengawasan langsung dapat berbentuk : a. Inspeksi langsung b. Observasi ditempat (on the spot observation) c.Laporan ditempat (on the spot report), berarti penyampaian keputusan ditempat bila diperlukan. 2. Pengawasan tidak langsung Pengawasan dari jarak jauh melalui laporan yang disampaikan oleh para bawahan. Laporan ini dapat berbentuk : 1. Laporan tertulis 2. Laporan lisan. (Lubis, 1985: 163)
Universitas Sumatera Utara
1.5.2 Produktivitas Kerja 1.5.2.1 Pengertian Produktivitas Kerja Menurut Simanjuntak (1998:26), produktivitas kerja pegawai mengandung pengertian adanya kemampuan pegawai untuk dapat menghasilkan barang atau jasa yang dilandaasi sikap mental bahwa hari ini harus lebih baik dari hari kemarin, hari esok harus lebih baik dari hari ini. Sikap kerja yang demikian ini akan tetap melekat dalam diri pegawai yang memiliki produktivitas kerja yang tinggi. Penilaian terhadap produktivitas kerja pegawai dapat diukir melalui pelaksanaan kerja yang relatif baik, sikap kerja, tingkat keahlian dan disiplin kerja. Dan untuk mengukur produktivitas kerja pegawai itu sendiri harus mencakup aspek kuantitas dan kualitas pekerjaannya. Menurut
Siagian
(1992:54),
produktivitas
kerja
merupakan
kemampuan
memperoleh manfaat dari sarana dan prasarana yang tersedia dengan menghasilkan kerja yang optimal bahkan kalau mungkin maksimal. Kemampuan yang dimaksud dalam defenisi tersebut tidak hanya berhubungan dengan sarana dan prasarana, tetapi juga berhubungan dengan pemanfaatan waktu dan sumber daya manusia. Menurut (Nawawi, 1990:108), produktivitas kerja lebih ditekankan pada ukuran daya guna dalam melaksanakan pekerjaan, yang menyentuh aspek ketepatan, kecermatan dan sikap terhadap pekerjaan. Ketepatan dan kecermatan dihubungkan dengan keterampilan dan keahlian dalam mempergunakan metode atau cara bekerja dan peralatan yang tersedia. Sehubungan dengan itu produktivitas kerja dikatakan tinggi jika prosesnya berlangsung menurut prosedur dan mekanisme yang tepat dan cermat atau yang dinilai terbaik dalam melaksanakan suatu pekerjaan. Hasil kerja personel secara kuantitatif tidak segera dapat diamati, namun ketepatan dan kecermatan mempergunakan metode atau alat
Universitas Sumatera Utara
sebagai indikator yang dapat menjamin kualitas hasil yang akan tercapai selalu dapat diamati. Dalam keadaan seperti itu berarti daya guna (efisiensi) kerja, dapat juga berarti produktivitas kerja. Dengan kata lain pekerjaan yang dilaksanakan secara berdaya guna, merupakan juga pekerjaan yang produktif. Produktivitas erat terkait dengan hasil kerja yang dicapai oleh pegawai. Hasil kerja pegawai tersebut merupakan produktivitas kerja sebagai target yang didapat melalui kualitas kerjanya dengan melaksanakan tugas yang sesuai dengan peraturan yang ditetapkan oleh organisasi. Kemudian dalam hal ini dikemukakan beberapa faktor sebagaimana yang dinyatakan sebagai indikator dari produktivitas kerja (Agus, 1995:476) antara lain: a. Kualitas pekerjaan Kualitas pekerjaan menyangkut mutu yang dihasilkan. Seorang pegawai dituntut untuk mengutamakan kualitas dalam pelaksanaan tugas-tugasnya. Kualitas bagi hampir semua orang tampaknya berarti kualitas tinggi. Kualitas semakin tinggi berarti semakin baik. Lalu timbul pertanyaan, apakah orang-orang sesungguhnya menginginkan segala sesuatu berkualitas setinggi mungkin. Seorang pegawai sebagai sumber daya yang menjalankan dan melaksanakan manajemen di suatu organisasi harus memiliki kehidupan kerja yang berkualitas. Kehidupan kerja yang berkualitas yaitu keadaan dimana para pegawai dapat memenuhi kebutuhannya dengan bekerja di dalam organisasi. Dan kemampuan untuk hasil tersebut menurut Garry Desler yang dikutip oleh Agus Dharma bergantung apakah terdapat adanya :
Universitas Sumatera Utara
1. Perlakuan yang fair, adil dan sportif terhadap pegawai. 2. Kesempatan bagi pegawai untuk menggunakan kemampuan secara penuh dan kesempatan untuk mewujudkan diri yaitu untuk menjadi orang yang mereka rasa mampu mewujudkannya. 3. Komunikasi terbuka dan saling mempercayai diantara sesama pegawai. 4. Kesempatn bagi semua pegawai untuk berperan secara aktif dalam pengambilan keputusan-keputusan penting yang melibatkan pekerjaanpekerjaan mereka. 5. Kompensasi yang cukup fair. 6. Lingkungan yang aman dan sehat. b. Kuantitas pekerjaan Perkembangan organisasi menuntut adanya kuantitas pekerjaan. Kuantitas pekerjaan menyangkut pencapaian target, hasil kerja yang sesuai dengan rencana organisasi. Rasio kuantitas pegawai harus seimbang dengan kuantitas pekerjaan sehingga dengan perimbangan tersebut dapat menjadi tenaga kerja yang produktif untuk meningkatkan produktivitas kerja di dalam organisasi tersebut. c. Ketepatan waktu Masyarakat
berbeda-beda
dalam
menilai
waktu.
Misalnya
budaya
barat
menganggap waktu sebagai suatu sumber daya yang langka, “waktu adalah uang” dan harus digunakan secara efisien. Beberapa budaya lain mengambil suatu pendekatan yang lain lagi terhadap waktu. Mereka memfokuskan pada masa lalu misalnya mengikuti tradisi mereka dan berusaha melestarikan praktek-praktek historisnya. Pengetahuan akan orientasi waktu yang berlainan dari budaya-budaya
Universitas Sumatera Utara
tersebut dapat memberikan wawasan ke dalam pentingnya tenggang waktu, apakah perencanaan jangka panjang dan dipraktekkan secara meluas, pentingnya pengawasan kerja dan apakah yang menyebabkan keterlambatan-keterlambatan. Berangkat dari hal diatas, seorang pegawai harus memiliki paham tersebut yang memandang waktu sebagai sumber daya yang harus benar-benar dipergunakan dengan tepat dan mempraktekkan pada tugas-tugasnya yaitu menyelesaikan tugastugas yang diberikan orang tepat pada waktu yang ditentukan serta mengutamakan prinsip efisien. Disini peran pimpinan melakukan pengawasan dan mengkoordinasi pegawainya ketika dalam melaksanakan tugas serta harus peka terhadap penyebab kendala-kendala jika pegawainya melaksanakan tugas tidak tepat pada waktu yang telah ditentukan (Agus, 1995:477). d. Semangat kerja Moekijat (1997:31) menyatakan bahwa semangat kerja menggambarkan perasaan berhubungan dengan jiwa, semangat kelompok, kegembiraan, dan kegiatan. Apabila pekerja tampak merasa senang, optimis mengenai kegiatan dan tugas, serta ramah satu sama lain, maka pegawai itu dikatakan mempunyai semangat yang tinggi. Sebaliknya, apabila pegawai tampak tidak puas, lekas marah, sering sakit, suka membantah, gelisah, dan pesimis, maka reaksi ini dikatakan sebagai bukti semangat yang rendah. Semangat kerja sangat penting bagi organisasi karena (1) semangat kerja yang tinggi tentu dapat mengurangi angka absensi atau tidak bekerja karena malas, (2) dengan semangat kerja yang tinggi maka pekerjaan yang diberikan atau ditugaskan kepadanya akan akan dapat diselesaikan dengan waktu yang lebih singkat atau lebih cepat, (3) semangat kerja yang tinggi otomatis membuat pegawai akan merasa senang
Universitas Sumatera Utara
bekerja sehingga kecil kemungkinan pegawai akan pindah bekerja ke tempat lain, (4) semangat kerja yang tinggi dapat mengurangi angka kecelakaan karena pegawai yang mempunyai semangat kerja tinggi cenderung bekerja dengan hati-hati dan teliti sehingga bekerja sesuai dengan prosedur yang ada (Tohardi, 2002:55). e. Disiplin kerja Dalam melaksanakan disiplin kerja, disiplin yang baik dapat diukur dalam wujud: 1. Pimpinan atau pegawai datang dan pulang kantor tepat pada waktu yang ditentukan. 2. Menghasilkan pekerjaan baik kuantitas maupun kualitas yang memuaskan. 3. Melaksanakan tugas penuh dengan semangat. 4. Mematuhi semua peraturan yang ada. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Sinungan yang menyatakan disiplin adalah sikap kewajiban dari seseorang/kelompok orang senantiasa berkehendak untuk mengikuti/mematuhi segala aturan keputusan yang telah ditetapkan dan disiplin juga dapat dikembangkan melalui suatu latihan antara lain dengan bekerja, menghargai waktu dan biaya (Sinungan, 1991:115). Dari teori tersebut selain mematuhi peraturan-peraturan yang ada, disiplin juga dapat diwujudkan dengan menghargai waktu yaitu dengan mendisiplinkan diri untuk selalu tepat waktu, tenaga yaitu adanya usaha yang optimal dalam melaksanakan tugas, serta biaya seefisien mugkin sesuai dengan kuantitas pekerjaan yang ada.
Universitas Sumatera Utara
1.5.2.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produktivitas Kerja Banyak faktor yang dapat mempengaruhi tinggi rendahnya produktivitas kerja. Ravianto (1986:20) merinci faktor yang dapat mempengaruhi produktivitas kerja secara umum yaitu: 1. Motivasi Motivasi merupakan kekuatan atau motor pendorong kegiatan seseorang kearah pencapaian tujuan tertentu dan melibatkan segala kemampuan yang dimiliki untuk mencapainya. Pegawai sebagai manusia (individu) sudah barang tentu memiliki identifikasi tersendiri antara lain sebagai berikut: a. Tabiat/watak b. Sikap/tingkah laku/penampilan c. Kebutuhan d. Keinginan e. Cita-cita/kepentingan-kepentingan lainnya f. Kebiasaan-kebiasaan yang dibentuk oleh keadaan aslinya g. Keadaan lingkungan dan pengalaman pegawai itu sendiri Karena setiap pegawai memiliki identifikasi yang berlainan sebagai akibat dari latar belakang pendidikan, pengalaman dan lingkungan masyarakat yang beranekan ragam, maka ini akan terbawa juga dalam hubungan kerjanya sehingga akan mempengaruhi sikap dan tingkah laku pegawai tersebut dalam melaksanakan pekerjaannya. Demikian pula pimpinan juga mempunyai latar belakang budaya dan pandangan falsafah serta pengalaman
Universitas Sumatera Utara
dalam menjalankan pekerjaan yang berlain-lainan sehingga berpengaruh di dalam melaksanakan pola hubungan kerja dengan pegawai. Pada hakikatnya motivasi pegawai dan pimpinan berbeda karena adanya perbedaan kepentingan maka perlu diciptakan motivasi yang searah untuk mencapai tujuan bersama dalam rangka kelangsungan usaha dan ketenagakerjaan, sehingga apa yang menjadi kehendak dan cita-cita kedua belah pihak dapat diwujudkan. Dengan demikian pegawai akan mengetahui fungsi, peranan dan tanggung jawab dilingkungan kerjanya dan dilain pihak pimpinan perlu menumbuhkan iklim kerja yang sehat dimana hak dan kewajiban pegawai diatur sedemikian rupa selaras dengan fungsi, peranan dan tanggung jawab pegawai. 2. Kedisiplinan Disiplin merupakan sikap mental yang tecermin dalam perbuatan tingkah laku perorangan, kelompok atau masyarakat berupa kepatuhan atau ketaatan terhadap peraturan, ketentuan, etika, norma dan kaidah yang berlaku. Disiplin kerja adalah sikap kejiwaan seseorang atau kelompok yang senantiasa berkehendak untuk mengikuti atau mematuhi segala peraturan yang telah ditentukan. Kedisiplinan dapat dilakukan dengan latihan antara lain dengan bekerja menghargai waktu dan biaya akan memberikan pengaruh yang positif terhadap produktivitas kerja pegawai. Dari pengertian diatas dapat kita simpulkan bahwa disiplin mengacu pada pola tingkah laku dengan ciri-ciri sebagai berikut: a. Adanya hasrat yang kuat untuk melaksanakan sepenuhnya apa yang sudah menjadi norma, etik, dan kaidah yang berlaku dalam masyarakat.
Universitas Sumatera Utara
b. Adanya prilaku yang dikendalikan. c. Adanya ketaatan (obedience) Dari ciri-ciri pola tingkah laku pribadi disiplin, jelaslah bahwa disiplin membutuhkan pengorbanan, baik itu perasaan, waktu, kenikmatan dan lain-lain. Disiplin bukanlah tujuan, melainkan sarana yang ikut memainkan peranan dalam pencapaian tujuan. Manusia sukses adalah manusia yang mampu mengatur, mengendalikan diri yang menyangkut pengaturan cara hidup dan mengatur cara kerja. Maka erat hubungannya antara manusia sukses dengan pribadi disiplin. Mengingat eratnya hubungan disiplin dengan produktivitas kerja maka disiplin mempunyai peran sentral dalam membentuk pola kerja dan etos kerja produktif. 3. Etos Kerja Etos kerja merupakan salah satu faktor penentu produktivitas kerja, karena etos kerja merupakan pandangan untuk menilai sejauh mana kita melakukan suatu pekerjaan dan terus berupaya untuk mencapai hasil yang terbaik dalam setiap pekerjaan yang kita lakukan. Usaha untuk mengembangkan etos kerja yang produktif pada dasarnya mengarah pada peningkatan produktivitas kerja. Untuk itu dapat ditempuh berbagai langkah seperti: a. Peningkatan produktivitas kerja melalui penumbuhan etos kerja, dapat dilakukan lewat pendidikan yang terarah. Pendidikan harus mengarah kepada pembentukan sikap mental pembangunan, sikap atau watak positif sebagai manusia pemabangunan bercirikan inisiatif, kreatif, berani mengambil resiko, sistematis dan skeptis. b. Sistem pendidikan perlu disesuaikan dengan kebutuhan pembangunan yang memerlukan berbagai keahlian dan keterampilan serta sekaligus dapat meningkatkan
Universitas Sumatera Utara
kreativitas, produktivitas, kualitas dan efisiensi kerja. c. Menumbuhkan motivasi kerja, dari sudut pandang pekerja, kerja berarti pengorbanan baik untuk pengorbanan waktu senggang dan kenikmatan hidup lainnya, sementara itu upah/gaji merupakan ganti rugi dari segala pengorbanannya itu. Usaha-usaha diatas harus terus dilakukan secara teratur dan berkesinambungan untuk mendapatkan hasil seperti yang diharapkan langkah ini perlu direalisasikan apabila tujuan-tujuan yang diharapkan untuk membentuk sikap mental dan etos kerja yang produktif. 4. Keterampilan Faktor keterampilan baik keterampilan teknis maupun manajerial sangat menentukan tingkat pencapaian produktivitas kerja. Dengan demikian setiap individu selalu dituntut untuk terampil dalam penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) terutama dalam perubahan teknologi mutakhir. Seseorang dinyatakan terampil dan produktif apabila yang bersangkutan dalam satuan waktu tertentu dapat menyelesaikan sejumlah hasil tertentu. Dengan demikian menjadi faktor penentu suatu keberhasilan dan produktivitas kerja, karena dari waktu itulah dapat dimunculkan kecepatan dan percepatan yang akan sangat besar pengaruhnya terhadap keberhasilan kehidupan. Haruslah disadari sedalam-dalamnya bahwa kita dapat mewujudkannya bila kita benar-benar memiliki konsep waktu yang tepat serta mampu menguasai dan memanfaatkan waktu, dan dengan demikian dapat meningkatkan produktivitas kerja. Pada aspek tertentu apabila pegawai semakin terampil, maka akan lebih mampu bekerja serta menggunakan fasilitas kerja dengan baik. Pegawai akan lebih menjadi terampil apabila mempunyai
Universitas Sumatera Utara
kecakapan (ability) dan pengalaman (experience) yang cukup. 5. Pendidikan Tingkat pendidikan harus selalu dikembangkan baik melalui jalur pendidikan formal maupun informal. Karena setiap penggunaan teknologi hanya akan dapat kita kuasai dengan pengetahuan, keterampilan dan kemampuan yang handal. Faktor alat, cara dan lingkungan kerja sangat berpengaruh terhadap produktivitas yang tinggi, maka faktor tersebut harus betul-betul serasi terhadap kemampuan, kebolehan dan batasan manusia pekerja. 6. Lingkungan dan iklim kerja Lingkungan dan iklim kerja yang baik akan mendorong pegawai agar senang bekerja dan meningkatkan rasa tanggung jawab untuk melakukan pekerjaan dengan lebih baik. Iklim kerja yang sehat dapat mendorong sikap keterbukaan baik dari pihak pegawai maupun dari pihak pimpinan sehingga mampu menumbuhkan motivasi kerja yang searah antara pegawai dan pimpinan dalam rangka menciptakan ketentraman kerja dan kelangsungan usaha kearah peningkatan produktivitas kerja.
Universitas Sumatera Utara
1.5.3 Pengaruh Pengawasan terhadap Produktivitas Kerja Pegawai Arouf dalam Sedarmayanti (2000:185) menyatakan bahwa produktivitas kerja memiliki dua dimensi yakni efektivitas dan efisiensi penggunaan sumber masukan yaitu dimensi pertama berkaitan dengan pencapaian unjuk kerja yang maksimal, dalam arti pencapaian target yang berkaitan dengan kualitas, kuantitas dan waktu. Sedangkan dimensi kedua berkaitan dengan upaya membandingkan masukan dengan realisasi penggunaannya, atau bagaimana pekerjaan tersebut dilaksanakan. Produktivitas kerja merupakan kemampuan seseorang atau sekelompok orang untuk menghasilkan barang dan jasa dalam jangka waktu tertentu yang telah ditentukan atau sesuai dengan rencana. Untuk dapat meningkatkan produktivitas kerja pegawai, pelaksanaan pengawasan sangat diperlukan. Pengawasan dimaksudkan sebagai upaya yang sistematik untuk mengamati dan memantau apakah berbagai fungsi, aktivitas, dan kegiatan yang terjadi dalam organisasi sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan sebelumnya atau tidak. Berarti inti fungsi ini menyoroti apa yang sedang terjadi pada waktu pelaksanaan kegiatan operasional sedang berlangsung. Jika penyimpangan ditemukan, tindakan korektif dapat saja diambil sehingga dengan demikian organisasi kembali ke “rel” yang sebenarnya. Dengan kata lain sorotan perhatian menajemen dalam menyelenggarakan fungsi pengawasan ialah membandingkan isi rencana dengan kinerja nyata (actual performance). Perlu ditekankan bahwa pengawasan dimaksudkan juga sebagai instrument untuk mengubah perilaku disfungsional atau menyimpang, bukan untuk serta merta mengenakan sanksi atau hukuman, tetapi untuk mambantu yang bersangkutan mengubah atau meluruskan perilakunya. Kiatnya ialah bahwa teknik apa pun yang digunakan dalam melakukan pengawasan, sasaran utamanya adalah untuk menemukan “apa yang tidak beres
Universitas Sumatera Utara
dalam pelaksanaan berbagai kegiatan operasional dalam organisasi” dan bukan serta merta mencari “siapa yang salah”. Dengan demikian secara implisit terlihat bahwa pengawasan merupakan alat yang ampuh untuk meningkatkan produktivitas kerja. Dengan adanya pengawasan yang baik, maka tujuan yang telah direncanakan akan tercapai secara efektif dan efisien. Selanjutnya dengan adanya pengawasan juga akan memberikan suatu peningkatan pada produktivitas kerja pegawai.
1.6 Hipotesis Hipotesis adalah jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian, di mana rumusan masalah penelitian telah dinyatakan dalam bentuk kalimat pertanyaan. Dikatakan sementara, karena jawaban yang diberikan baru didasarkan pada teori yang relevan, belum didasarkan pada fakta-fakta empiris yang diperoleh melalui pengumpulan data. ( Sugiyono, 2005:70 ). Berdasarkan uraian pada kerangka teori dan pengertian-pengertian yang telah dikemukakan maka hipotesis yang diajukan penulis adalah sebagai berikut : 1. Hipotesis Nol (Ho) : Tidak ada pengaruh positif antara pengawasan terhadap produktivitas kerja pegawai Departemen Pekerjaan Umum Direktorat Jenderal Bina Marga SNVT Preservasi dan Pembangunan Jalan dan Jembatan Metropolitan Medan. 2. Hipotesis Kerja (Ha) : Ada pengaruh positif antara pengawasan terhadap produktivitas kerja pegawai Departemen Pekerjaan Umum Direktorat Jenderal Bina Marga SNVT Preservasi dan Pembangunan Jalan dan Jembatan Metropolitan Medan.
Universitas Sumatera Utara
1.7 Defenisi Konsep Menurut Singarimbun (1995:33), konsep adalah abstraksi mengenai suatu fenomena yang dirumuskan atas dasar generalisasi dari sejumlah karakteristik kejadian, keadaan, kelompok atau individu tertentu yang menjadi pusat perhatian. Untuk mendapatkan batasan yang jelas dari masing-masing konsep yang diteliti, maka dalam hal ini penulis mengemukakan defenisi dari konsep yang dipergunakan, yaitu: 1.
Pengawasan adalah proses pemeriksaan dan penilaian dengan berpedoman kepada standar kinerja yang telah ditetapkan serta mengambil tindakan koreksi yang diperlukan untuk dapat menjamin bahwa pelaksanaan seluruh kegiatan organisasi berjalan sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan agar tujuan organisasi dapat dicapai.
2.
Produktivitas kerja adalah segala hasil kerja yang diperoleh pegawai selama ia bekerja dengan menggunakan keterampilan dan kemampuan serta disiplin yang dimilikinya dan didukung dengan semangat kerja yang tinggi sehingga tujuan organisasi dapat tercapai.
1.8 Defenisi Operasional Defenisi operasional adalah unsur-unsur penelitian yang memberitahukan bagaimana cara mengukur suatu variabel. Sehingga dengan pengukuran ini dapat diketahui indikatorindikator apa saja sebagai pendukung untuk dianalisa dari variabel-variabel tersebut (Singarimbun, 1995:46).
Universitas Sumatera Utara
Dalam hal ini sehubungan dengan judul terdapat dua variabel, yaitu variabel bebas (X) dan variabel terikat (Y). Masing-masing variabel tersebut akan dijelaskan satu persatu sebagai berikut: 1. Pengawasan sebagai variabel bebas (X), dengan indikator sebagai berikut : a. Penetapan standar kerja. - Adanya penentuan waktu, pada saat kapan dimulainya kegiatan dan kapan harus selesai (jadwal kerja). - Adanya pelaksanaan tugas yang sudah ditentukan (job description). b. Pengukuran hasil kerja. - Memeriksa hasil-hasil kerja yang dilaksanakan oleh seluruh pegawai. - Tingkat kepatuhan terhadap instruksi yang diberikan. - Tingkat kesesuaian waktu yang diberikan untuk mengerjakan pekerjaan. c. Tindakan koreksi/perbaikan. - Adanya solusi yang diberikan pimpinan apabila terjadi kesalahan atau kendala pada saat pelaksanaan kegiatan. - Menegur pihak yang melakukan penyimpangan. - Adanya sanksi yang diberikan pimpinan apabila terjadi kesalahan seperti datang terlambat, tugas tidak selesai pada waktunya, tidak hadir tanpa alasan, dsb. d. Umpan balik. - Monitoring pelaksanaan kerja. - Menyampaikan umpan balik dengan cara yang tepat. 2. Produktivitas kerja sebagai variabel terikat (Y), dengan indikator sebagai berikut : a. Efektifitas kerja meliputi :
Universitas Sumatera Utara
- Kualitas kerja yaitu mutu dari pekerjaan yang dihasilkan/ baik atau tidaknya mutu yang dihasilkan. - Kuantitas kerja yaitu menyangkut pencapaian target, hasil kerja yang sesuai dengan rencana organisasi. - Ketepatan waktu yaitu penyelesaian kerja yang harus sesuai dengan target waktu yang telah ditentukan. b. Efisiensi kerja. - Banyak atau sedikitnya kesalahan yang dilakukan dalam bekerja. - Penggunaan sarana dan prasarana yang tersedia dengan baik. - Penghematan dalam melaksanakan tugas/pekerjaan. c. Semangat kerja. - Kecenderungan pegawai untuk bekerja lebih keras. - Adanya pemberian penghargaan untuk memotivasi pegawai. d. Disiplin kerja. - Kepatuhan terhadap peraturan yang telah ditetapkan. - Adanya pemberian sanksi kepada pegawai yang melanggar peraturan.
Universitas Sumatera Utara