BAB I PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang Kabupaten Simalungun merupakan salah satu daerah otonom tingkat II
yang berada di wilayah Provonsi Sumatera Utara.Kabupaten Simalungun secara demografi berada di tepi Danau Toba yang tidak terkenal hanya di Indonesia saja melainkan sampai mancanegara.Kondisi tanah di Kabupaten Simalungun terkenal sangat subur untuk pertanian, sehingga pertanian sangat baik di Simalungun dan keadaan ini mengundang banyak pendatang sejak dulunya.Sejak
awal
terbentuknya, ibukota Simalungun adalah Pematangsiantar. Tetapi sejak tahun 2008 ibukota Simalungun dipindahkan ke Pematang Raya dan Pematangsiantar tetap menjadi daerah otonom dengan status sebagai kota, dengan nama Kota Pematangsiantar. Berdasarkan hasil sensus penduduk tahun 2010, jumlah penduduk Kabupaten Simalungun adalah sebanyak 818.104 orang.Angka tersebut terdiri atas 407.771 laki-laki dan 410.333 perempuan 1. Dari survei tersebut tercatat juga bahwa yang paling padat penduduknya adalah Kecamatan Bandar sebanyak 63.561 jiwa atau setara dengan 7,77 persen dari total penduduk Kabupaten Simalungun. Kabupaten Simalungun dengan luas wilayah 4.386,6 kilometer persegi yang didiami oleh 818.104 orang, berarti rata-rata tingkat kepadatan penduduk Kabupaten Simalungun adalah sebanyak 186 orang perkilometer
1
Diperoleh dari: Saodoran, Tim Lima. 2013. Mengenal Nusantara Kabupaten Simalungun. Medan: Cv. Mitra
1
Universitas Sumatera Utara
persegi. Penduduk Simalungun sebagian besar bekerja pada sektor pertanian dan perkebunan.Kemudian ada yang berprofesi sebagai wiraswasta, karyawan dan sebagian lagi adalah pegawai negeri sipil. Dalam
mendefinisikan
kelompok
masyarakat
Simalungun,
Etnis
Simalungun merupakan salah satuEtnis dengan identitas dan budayanya yang terbentuk dalam proses sejarah perkembangannya sendiri.Secara identitas, Etnis Simalungun dapat dibedakan dari etnis-etnis lainnya.Baik dalam hal adat, budaya, kebiasaan, sejarah dan segala aspek kehidupannya. Demikianlah sehingga orang dapat mengenal Etnis Simalungun dari yang lain maupun keberadaannya dari etnis-etnis lain 2. Dari segi bahasa, Simalungun mempunyai bahasa asli yang merupakan satu sub bahasa daerah yang terdapat di Sumatera Utara dan bahasa ibu yang dituturkan oleh etnis yang mendiami daerah Kabupaten Simalungun juga sebagian daerah Kabupaten Deli Serdang.Menurut fakta dan historis, pengaruh dan penyebaran bahasa Simalungun pada hakekatnya hampir ke seluruh daerah di Sumatera Utara terutama di wilayah bagian timur bahkan sampai ke Riau. Pernyataan ini didasari oleh banyaknya bukti-bukti yang mengindikasikan hal tersebut, antara lain banyaknya nama-nama atau tempat daerah yang berbahasakan Simalungun, seperti Parbaungan, Pamatang Ganjang, Parhutaan Silou, dan sebagainya. Berdasarkan pernyataan diatas dapat diketahui bahwa Etnis Simalungun pada beberapa puluh tahun lalu masih merupakan salah satu etnis yang memiliki indentitas dan pengaruh yang besar bagi daerah sekitar batas wilayah 2
Diperoleh dari: Saodoran, Tim Lima. 2013. Mengenal Nusantara Kabupaten Simalungun. Medan: Cv. Mitra (hal.37-39)
2
Universitas Sumatera Utara
adatnya.Namun keadaan ini tidak bertahan lama dikarenakan migrasi yang terjadi di daerah Simalungun itu sendiri. Pembauran dengan etnis-etnis lain menyebabkan keberadaan dan identitas Etnis Simalungun menjadi semakin memudar, terkhusus dengan suku-suku tetangga dari pulau Samosir, Silalahi, Karo dan Pakpak yang menyababkan timbulnya kelompok-kelompok (marga) baru di Simalungun. Kemudian peran penyebaran agama juga sangat mempengaruhi pergeseran budaya dan identitas Etnis Simalungun, ditambah lagi dengan masuknya berbagai pendatang dari luar Simalungun dengan misi Agama dan juga mencari peruntungan kehidupan untuk bekerja di Simalungun.Hal ini tentunya menyebabkan Etnis Simalungun menjadi sangat toleran dan bahkan nyaris “hilang” karena terlalu terbukanya dengan para pendatang. Belum lagi dengan beberapa Etnis Simalungun yang masuk islam sejak abad ke XV di daerah perbatasan Asahan seperti daerah Sei Mangkei, tempat penelitian ini dan Deli Serdang yang mengaku dirinya adalah “melayu dan menghilangkan
“Ahap”
Simalungun,
identitas
aslinya
sebagai
Suku
Simalungun” 3.
Daerah Sei Mangkei merupakan salah satu daerah perbatasan wilayah Simalungun. Pada zaman kerajaan dahulu hingga saat ini, Sei Mangkei termasuk dalam daerah kekuasaan Raja Sinaga (Tuan Sinaga) yang oleh Raja pada saat itu diberikan kepada Koloni Belanda untuk dijadikan daerah perkebunan. Perjanjian
3
Sumber: http://www.davidpurba.com/ahap-simalungun/
3
Universitas Sumatera Utara
dengan Koloni tersebut mengakibatkan banyaknya pendatang dari luar Etnis Simalungun untuk mengisi posisi pekerja di perkebunan. Saat ini terjadi pembangunan besar-besaran di daerah Sei Mangkei, yang dilakukan oleh pemerintah Kabupaten Simalungun.Daerah Sei Mangkei saat ini dalam tahap menuju Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) yang pastinya mengundang minat migrasi dari berbagai daerah untuk bekerja di KEK tersebut. Jadi alasan saya mengambil topik ini adalah untuk melihat bagaimana Etnis Simalungun mengatur strategi adaptasi, komunikasi dan sosialisasi kelompok masyarakat Etnis Simalungun dengan pendatang. Ditambah lagi dalam proses pembauran dan persaingan di era globalisasi 4 saat ini. Dalam hal ini saya ingin melihat dan mengamati Boundeed System 5 yang terjadi di Desa Sei Mangkei serta melihat peran politik masyarakat Etnis Simalungun di salah satu daerah perbatasan di Simalungun. Dari kedekatan peneliti dengan lingkungan lokasi penelitian tersebut membuat peneliti semakin tertarik untuk melakukan penelitian.Mencari tahu sedikit lebih dalam tentang penyebab kekalahan atau tersingkirnyaEtnis Simalungun dari daerah tersebut sekaligus melihat eksistensi Etnis Simalugun saat ini. Apakah hal tersebut disebabkan oleh beberapa faktor acuan yang sebelumnya sudah didapatkan peneliti dari beberapa pendapat kelompok masyarakat atau ada hal lain yang menjadi penyebabnya. Melalui penelitian ini, peneliti berusaha mencari titik terang akan keadaan yang berlangsung sudah cukup lama ini. 4
Globalisasi adalah Suatu proses dimana batas-batas suatu negara menjadi semakin sempit karena kemudahan interaksi antara negara baik berupa pertukaran informasi, perdagangan, teknologi, gaya hidup dan berbagai bentuk interaksi yang lain. 5 Boundeed System “yaitu pengaburan batas-batas wilayah suatu tatanan/ kelompok masyarakat.
4
Universitas Sumatera Utara
1.2.
Tinjauan Pustaka Dalam bahasa Etnis Simalungun “budaya” dapat juga diartikan dalam
kata “Ahap” atau “Ahap” berada dalam “budaya”. Bagi masyarakat Simalungun, “Ahap” merupakan suatu dasar penjiwaan terhadap kedirian dan kesukuan seseorang dalam kehidupannya 6. Budaya bukan keadaan yang statis, budaya tidak pasif tetapi budaya itu dinamis dan aktif.Baik karena pengaruh dari dalam masyarakatnya, maupun dari luar masyarakat pendukung budaya tersebut. Hal yang membedakan satu budaya dengan budaya yang lainnya adalah: ada budaya yang cepat merespon lingkungan danada budaya yang lambat dalam merespon lingkungan (Sudarma, 2014: 108). Bagi peneliti hal ini merupakan fenomena menarik dan penting untuk
dipahami
dalam
melihat
dinamika
budaya
dalam
suatu
masyarakat.Khususnya untuk menetapkan keputusan, pola tindakan yang perlu dilakukan dalam berinteraksi dengan masyarakat satu budaya dan berbeda budaya. Kebudayaan oleh (Marvin Harris 1968: 16) 7 ditampakan dalam berbagai pola tingkah laku yang dikaitkan dengan kelompok-kelompok tertentu seperti adat (custom), atau cara hidup masyarakat.Kebudayaan digunakan untuk membentuk pola hidup menyikapi perubahan-perubahan sosial yang terjadi. Perubahan sosial adalah perubahan dalam struktur sosial dan dalam polapola hubungan sosial yang antara lain mencakup sistem status, hubungan-
6
Diperoleh dari: Saodoran, Tim Lima. 2013. Mengenal Nusantara Kabupaten Simalungun. Medan: Cv. Mitra 7
Diperoleh dari: Spradley, James P. 2007. Metode Etnografi. Yogyakarta: Tiara Kencana. (hal: 5)
5
Universitas Sumatera Utara
hubungan dalam keluarga, sistem-sistem politik dan kekuatan serta persebaran penduduk. Perubahan kebudayaan adalah perubahan yang terjadi dalam sistem ide yang
dimiliki
bersama
oleh
sejumlah
warga
masyarakat
yang
bersangkutan.Kemudian, perubahan kebudayaan mencakup aturan-aturan yang digunakan sebagai pegangan dalam kehidupan warga masyarakat, nilai-nilai, teknologi, selera dan rasa keindahan atau kesenian dan bahasa 8. Perubahan sosial dan perubahan kebudayaan ini tidak dapat dipisahkan karena permasalahan-permasalahan mengenai perubahan sosial tidak akan dapat mencapai pengertian yang benar tanpa mengaitkannya dengan perubahan kebudayaan yang terwujud dalam masyarakat yang bersangkutan. Untuk menjelaskan proses perubahan, diskriminasi hingga pada tahap marginalisasi yang terjadi dalam masyarakat etnis Simalungun ini, peneliti akan menggunakan pendekatan prosesual 9. Dahrendolf (dalam Haryanto, 2012:49), melihat bahwa “masyarakat terdiri dari karakteristik yang saling berdampingan, yakni unit yang statis dan unit dinamis selain integrasi dan konflik.Elemen-eleiemen variabel dinamik yang mempengaruhi konstruksi struktur sosial bukan berasal dari luar sistem, melainkan berasal dari dalam sistem itu sendiri. Koentjaranigrat (2010: 34), mengaitkan berbagai aktivitas manusia yang dilakukan dimuka bumi, atau yang berkaitan dengan kehidupan di bumi semuanya disebut sebagai bagian dari kebudayaan.Artinya budaya merupakan keseluruhan yang kompleks dalam kehidupan manusia.Kebudayaan didalamnya 8
Diperoleh dari: catatan penulis semasa kuliah dalam bidang studi Teori Perubahan Sosial Budaya Prosesual merupakan pendekatan dimana aspek yang perlu diperhatikan dalam proses ini adalah aspek historisnya.
9
6
Universitas Sumatera Utara
meliputi pengetahuan, kepercayaan, kesenian, kesusilaan atau moral, hukum adat istiadat, pola hidup dan interaksi hingga pada kesanggupan atau kebiasaan lainnya yang dapat dipelajari manusia. Kemudian Manusia adalah makhluk hidup yang tidak bisa dilepaskan dengan alam dan lingkungannya. Kedua variabel ini saling terkait satu sama lainnya. Manusia tidak bisa hidup tanpa alam di sekelilingnya.Lingkungan alam fisik adalah salah satu fakor utama bagi manusia untu dapat memepertahankan hidupnya.Manusia adalah makhluk yang memiliki akal, dengan akal yang dimiliknya inilah manusia mampu mengolah alam di sekitarnya untuk mempertahankan hidupnya. Dalam
hal
ini
Antropologi
ekologi 10digunakan
untuk
mengkaji
permasalahan manusia dan lingkungan dengan menggunakan konsep-konsep antropologi, dikarenakan permasalahan lingkungan selalu saling mempengaruhi dengan kebudayaan yang dimiliki oleh suatu masyarakat.Dalam Antopologi ekologi, keadaan masa kini kemungkinan mempengaruhi kehidupan yang akan datang, beitu pula keadaan masa kini yang dipengaruhi kehidupan masa lalu 11. Jadi, hal-hal yang menjadi pokok kajiannya adalah manusia, lingkungan dan kebudayaan yang dimiliki masyarakat yang menghasilkan pola pikir dan pola perilaku adaptasi untuk mempertahankan hidup di lingkungannya 12. Secara etimoloogi “marginalisasi” berasal dari kata “marginal” yang berarti berhubungan dengan tepi, pinggir, dan batas. Menurut Fakih 10
Antropologi ekologi adalah suatu kajian di dalam ilmu antropologi yang mengkaji khusus tentang ekologi manusia, yaitu manusia, lingkungan dan kebudayaan yang dimiliki oleh masyarakat 11 Diperoleh dari: catatan peneliti selama mengikuti perkuliahan antopologi ekologi 12 Sumber: http://thacozant.blogspot.com/2013/01/v-behaviorurldefaultvmlo.html
7
Universitas Sumatera Utara
“Marginalisasi berarti proses menjadikan kelompok tertentu berada pada posisi tepi, terpinggirkan, atau tidak berdaya berekspresi. Proses
marginalisasi
hampir
sama
dengan
proses
pemiskinan
ataupundiskriminasi. Hal ini terjadi karena pihak yang termarjinalkan tidak diberikan kesempatan mengembangkan dirinya 13. Artinya, peminggiran oleh sekelompok orang dan merupakan sebuah proses sosial yang membuat masyarakat menjadi marjinal, baik terjadi secara alamiah maupun dikreasikan sehingga masyarakat memiliki kedudukan sosial yang terpinggirkan atau tidak dapat berkembang. Marginalisasi adalah suatu posisi korban dalam hubungan oposisi biner (binary oposision) dari paham modernisme.Dalam kenyataan “ia” atau “mereka” yang terpinggirkan atau tidak dapat mengembangkan diri adalah orang yang dianggap kalah.Dalam dunia kehidupan masa kini yang penuh ketidakadilan terdapat banyak korban dan posisi marjinal.Dalam paradigma keilmuan lainnya marjinalisasi dianggap sebagai penyakit atau penyimpangan (patologi). Marjinalisasi disebut dengan berbagai penamaan, dalam studi Kajian Budaya sering disebut dengan “the other” (sang liyan atau yang lain). Ia yang mengalami proses marjinalisasi, ia juga disebut subaltern 14(Anthonio Gramsci dan Gayatri Chakravotry Spivak) 15. Kata sub melekat dalam keterpinggiran karena kenyataan “ia” tersubordinasi. Marjinalisasi dalam hal ini merujuk pada posisi dan keberadaan masyarakat Etnis Simalungun yang di daerah tersebut
13
dalam hal ini saya melihat pada lokasi yang akan dilakukan penelitian prosesnya lebih dari itu, karena orang-orang Simalungun tidak dapat berkembang di wilayah kekuasaannya sendiri. 14 Subaltern dalam kamus bahasa Indonesia artinya bawahan 15 Nezar Patria dan Andi Anif, 2003.Anthonio Gramsci Negara dan Hegemoni Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
8
Universitas Sumatera Utara
tertepikan, termarjinal, tidak berdaya, kalah, dan tidak dapat berkembang maupun
bersaing
dengan
kelompok-kelompok
masyarakat
etnis
lain
(pendatang). Dalam menganalisis penelitian ini, digunakan beberapa teori yang relevan dengan permasalahan yang dikaji.Teori yang digunakan adalah teori yang erat kaitannya dengan perspektif sosial budaya, seperti teori Hegemoni Gramsci. Teori hegemoni pertama kali diperkenalkan oleh Anthonio Gramsci (1891-1937) seorang filsuf Marxis dari Italia. Kata hegemoni berasal dari bahasa Yunani “hegeistai” yang berarti pemimpin, kepemimpinan, kekuasaan yang melebihi kekuasaan lain. Jadi titik awal tentang hegemonial adalah bahwa suatu kelas dan anggotanya menjalankan keberadaannya berkuasa terhadap kelas-kelas dibawahnya dengan berbagai cara 16. Menurut Gramsci, agar pihak yang dikuasai mematuhi penguasa, maka yang dikuasai tidak hanya harus merasa mempunyai dan menginternalisasi nilainilai serta norma-norma penguasa, tetapi juga harus memberikan persetujuan atas subordinasi mereka 17. Terkait dengan hal ini hegemoni bukanlah hubungan dominasi dengan menggunakan kekuasaan melainkan hubungan persetujuan dengan menggunakan eksistensi, kepemimpinan, politik dan ideologis.Teori ini dapat diaplikasikan untuk membedah masalah terjadinya marjinalisasi etnis asli di Simalungun terlebih dengan adanya KEK Sei Mangkei yang sedang dalam tahap pembangunan dan pengembangan. Dalam proses marginalisasi, hubungan
16
Nezar Patria dan Andi Anif, 2003.Anthonio Gramsci Negara dan Hegemoni.Yogyakarta: Pustaka Pelajar 17 Nezar Patria dan Andi Anif.2003.Anthonio Gramsci Negara dan Hegemoni.Yogyakarta: Pustaka Pelajar.(Hlm: 117)
9
Universitas Sumatera Utara
antar agama, etnisitas, serta konflik-konflik politik juga menjadi salah satu perhatian penyebab utama. Menurut teori Identitas sosial (Coser 1956: 4) 18, diskriminasi dan konflik dipicu oleh persaingan antar kelompok didalam masyarakat untuk merebut sumberdaya yang terbatas.Pada pandangan lain (Tajfel dan Turner 1986: 7) yang mengatakan bahwa “proses psikologis antar individu maupun antarkelompok mendorong terciptanya konflik dan permusuhan melalui prasangkadan perilaku diskriminatif hingga memarjinalkan kelompok lain”. Dengan demikian, kontestasi 19, kompetisi dan konflik kepentingan bukan kondisi yang diperlukan untuk membuat seseorang atau sekelompok bertentangan dengan kelompok atau orang lain, tetapi terutama oleh kategorisasi sosial, yakni perpektif yang menganggap bahwa ssetiap orang adalah anggota kelompok. Identitas(Stella Ting Toomey) merupakan refleksi diri atau cerminan diri yang berasal dari keluarga, gender, budaya, etnis dan proses sosialisasi 20. Identitas pada dasarnya merujuk pada refleksi dari diri kita sendiri dan persepsi orang lain terhadap diri kita. Sementara itu, (Gardiner W. Harry dan Kosmitzki Corinne) melihat identitas sebagai pendefinisian diri seseorang sebagai individu yang berbeda dalam perilaku, keyakinan dan sikap. Dalam topik penelitian ini, Teori Identitas Sosial dalam Ilmu Antropologi digunakan untuk menjawab hal-hal terkait mengapa orang lebih memiliki
18
Teori Identitas Sosial, dikutip dari buku Masyarakat Indonesia, Vol 40 (I) 2014 Kontestasi dalam kamus besar bahasa indonesia artinya persaingan atau pertarungan atau sistem memperebutkan dukungan 20 https://id.wikipedia.org/wiki/Identitas 19
10
Universitas Sumatera Utara
preferensi 21 terhadap kelompoknya sendiri, dan tidak terhadap kelompok yang lain. Identitas sosial ditempatkan sebagai bagian dari individu (citra) yang berasal dari proses kategorisasi dan perbandingan sosial. Kemudian individu akan berupaya untuk memperjuangkan positive in group distinctiveness 22, dimana konsep diri yang positif kemudian menggunakan sikap-sikap positif dari kelompoknya dan mengemukakan sikap-sikap negative dari kelompok lain. Dalam teori struktural-fungsional seperti (Durkheim 1933), (Parsons 1951), dan (Merton 1957) mengemukakan pandangan bahwa setiap orang adalah bagian atau representasi dari suatu kelompok, baik disadari ataupun tidak disadari.Menurut teori (Gijsberts dkk. 2004: 8), sikap dan perilaku bermusuhan antar kelompok sosial berawal dari proses psikologis yang menekankan pembentukan identitas kelompok, dan merupakan dampak dari identifikasi terhadap perilaku kelompok.
Sementara (Tajfel dan Turner1986: 8) mengatakan bahwa keanggotaan dalam suatu kelompok adalah syarat yang mencukupi untuk menciptakan identifikasi dengan kelompok, dan untuk menyalurkan perilaku yang disukai terhadap kelompoknya (In-group favotirism) dan diskriminasi terhadap kelompok lain. Dalam hal ini terdapat pula pandangan terhadap kebebasan manusia dalam mengembangkan identitas yang juga merupakan pesoalan yang cukup actual dalam topik ini.Dimana ketika kelompok Etnis dalam hal ini Simalungun
21
Preferensi dalam kamus besar bahasa Indonesia artinya selera, pilihan realitas dan kepuasan Positive group distinctiveness, adalah dimana setiap individu akan mewujudkan identitas sosial positif, dan menentukan status dan nilai kelompoknya melalui perbandingan sosial dengan kelompok lain. 22
11
Universitas Sumatera Utara
mulai menyadari dan merasakan perkembangan teknologi, migrasi, dan persaingan membuat eksistensinya 23menjadi terancam. Dalam mempertahankan eksistensi identitas bangsa, suatu bangsa siap bertempur mempertarukan nyawanya 24.Termasuk bagaimana Etnis Simalungun dalam mempertahankan identitasnya.Pada topik ini teori Eksistensialisme25 digunakan untuk mecari pengetahuan lebih mendalam tentang pertahanan identitas Etnis Simlaungun.
1.3.
Rumusan Masalah Persaingan,
kontestasi,
diskriminasi,
hingga
pada
marjinalisasi
merupakan hal yang tidak dapat terlepas dari kehidupan sosial.Bagi Etnis Simalungun hal ini juga lebih terasa lagi, dikarenakan adanya faktor-faktor antar budaya yang saling mempengaruhi satu sama lainnya dalam proses interaksi sosial. Terkhusus dalam hal mempertahankan dan mengembangkan identitas budaya antar individu masyarakat. Kemudian kehadiran pendatang dalam sebuah tatanan daerah kekuasaan kelompok tertentu akan lebih menampakan peranperan budaya pendatang dan tuan rumah dalam persaingan yang jika ada kesalahan maintense dapat berujung pada diskriminasi, marjinalisasi dan konflik seperti yang disebutkan diatas.
23
Eksistensi dalam kamus besar bahasa Indonesia artinya adalah Keberadaan Dikutip dari: Drs. Muzairi H, MA, 2002. Eksistensialisme. Pustaka Pelajar, Yogyakarta (hal:2) 25 Eksistensialisme adalah Suatu pandangan Antropologi yang menekankan pada eksistensi manusia yang bebas dan bertanggung jawab. 24
12
Universitas Sumatera Utara
Arah dari penelitian ini adalah bagaimana masyarakat Etnis Simalungun yang merupakan host cultural 26 di daerahnya mengalami bounded system27 secara perlahan hingga saat ini. Artinya, melihat mengapa masyarakat Etnis Simalungun yang seharusnya menjadi penguasa atas wilayah secara adat mengalami marjinalisasi atau tidak dapat berkembang di wilayah kekuasaannya sendiri. Secara fisik daerah penelitian ini sebelumnya adalah areal perkebunan kelapa sawit milik PTPN dan kini di daerah tersebut sedang dalam tahap pembangunan menuju Kawasan Ekonomi Khusus (KEK).Pada dasarnya tujuan pembangunan KEK bermagsud untuk meningkatkan mutu perekonomian masyarakat yang ada di daerah Kabupaten Simalungun, akan tetapi terjadi kesalahpahaman baik antara masyarakat dengan sesama masyarakat juga antara masyarakat dengan pemerintah. Secara kebudayaan (ahap), dari bahasa hingga pengetahuan adat asli Etnis Simalungun yang juga oleh masyarakatEtnis asli Simalungun disanasudah semakin memudar.Hal ini juga berkaitan dengan semakin banyaknya pendatang dari
luar
Simalungun
yang
bekerja
di
perkebunan
dan
KEK
Sei
Mangkei.Kemudian kemudian hal lain yang diteliti adalah mengapa masyarakat Simalungun sebagai masyarakat penerima dapat mengalami asimilasi tarhadap pendatang.
26
“host cultural” ialah sebuah kebudayaan yang dimiliki oleh kelompok masyarakat di daerahnya sendiri atau dengan kata lain adalah kebudayaan dari penduduk asli, dikutip dari buku “Urbanisasi dan Adaptasi” oleh Prof. Usman Pelly 27 ”Bounded System” merupakan pengaburan batas-batas wilayah. “Konstruksi dan Reproduksi Kebudayaan” oleh Prof. Dr. Irwan Abdulah
13
Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan pendapat dari beberapa anggota gerakan masyarakat dari etnis lain
menyatakan bahwa hal ini dikarenakan Etnis Simalungun adalah
“etnis yang memiliki sifat tertutup”. Menyikapi pernyataan tersebut dalam penelitian ini saya ingin menjawab kebenarannya. Permasalahan yang telah saya jabarkan pada penelitian ini saya fokuskan dalam beberapa pertanyaan inti, yaitu: •
Bagaimana proses interaksi antara Etnis Simalungun terhadap pendatang di Sei Mangkei?
•
1.4.
Bagaimana proses marjinalisasi Etnis Simalungun di Sei Mangkei?
Lokasi Penelitian Penelitian ini akan dilakukan di daerah Sei Mangkei, Kecamatan Bosar
Maligas, Kabupaten Simalungun. Alasan pemilihan lokasiini adalah karena dari sejarahnya wilayah, lokasi ini termasuk dalam kekuasaan Raja Sinaga.Itu berarti secara adat lokasi ini berada pada kekuasaan Etnis Simalungun dengan penguasanya Raja Sinaga. Saat ini wilayah Sei Mangkei sedang melakukan pembangunan Kawasan Ekonomi Khusus yang semakin mengundang pendatang dari berbagai daerah diluar Simalungun dan lokasi inipenulis melihat maysarakat Etnis Simalungun termarjinalkan
dari
jumlah
dan
posisi
penting
di
daerah
tersebut.
Kemudianmenurut penulis disana terjadi proses pembentukan dan perubahan yang cepat dalam bentuk visual maupun budaya.
14
Universitas Sumatera Utara
Lokasi penelitian berada berdekatan dengan daerah perdagangan, tidak jauh dari kota Medan dan kota Pematangsiantar. Lokasi tersebut dapat dijangkau dengan mudah baik dari Pematangsiantar maupun tempat studi penulis di Medan.Lokasi tersebut dapat di tempuh menggunakan transportasi pribadi dan juga transportasi umum.
1.5.
Tujuan dan Manfaat Adapun tujuan dari penelitian yang dilakukan ini adalah untuk menggali
bagaimana proses peran budayaEtnis Simalungun dalam berinteraksi dan mempertahankan identitas. Kemudian keadaan dan suasana yang baru dirasakan oleh masyarakat, terutama masyarakat lokal yaitu Etnis Simalungun.Baik dari visualisasi keadaan daerah, kualitas interaksi sosial, kualitas lingkungan, hingga pada taraf kehidupan masyarakat semuanya mengalami perubahan. Penelitian
ini
nantinya melihat
bagaimana
proses
marjinalisasi
dankebudayaan Etnis Simalungun dalam mempengaruhi pola hidup, tingkah laku dan kebiasaan dalam kehidupannya sehari-hari. Kemudian, manfaat dari penelitian ini tidak lain adalah sebagai tambahan bahan referensi bagi masyarakat dikalangan akademis, mahasiswa, aktivis, LSM, instansi pengembangan masyarakat, bahkan setiap kecil lembaga-lembaga kekeluargaan dan lain sebagainya. Terkhusus pula pada ilmu yang menjadi latar belakang dari penelitian ini, yaitu ilmu Antropologi. Dan bagi peneliti sendiri, penelitian ini diharapkan dapat menjadi tambahan referensi dalam pengetahuan yang menunjang skill individual peneliti
15
Universitas Sumatera Utara
terkait objek penelitian dan ilmu yang berkaitan.Juga diharapkan dapat menjadi bekal keprofesionalan sewaktu mengabdikan diri pada masyarakat secara luas dan profesionalitas dalam bidang pekerjaan yang sesuai. Selain itu juga diharapkan dapat menjadi sebuah sarana diri untuk lebih paham akan ruang lingkup Ilmu Antropologi dan tentunya dapat menjadi acuan dalam penelitian Ujian Skripsi Sarjana Antropologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sumatera Utara.
1.6.
Metode Penelitian Metode penelitian dalam (koentjananingrat, 1981: 30)merupakan cara-
cara dan prosedur yang dilakukan untuk mengumpulkan data secara bertanggungjawab sesuai dengan masalah yang diteliti dan disiplin ilmu pengetahuan yang bersangkutan. Sehingga dalam melihat bagaimana proses marjinalisasi yang terjadi terhadap Etnis Simalungun di Sei Mangkei ini diarahkan menjadi penelitian kualitatif bersifat deskriptif.Yaitu data akan menjelaskan dan menggambarkan makna serta proses-proses suatu fenomena atau gejala sosial masyarakat yang diteliti dengan tujuan akhir dari pada penelitian ini adalah etnografi.
16
Universitas Sumatera Utara
Metode penelitian ini akan mengaambarkan: •
Tipe penelitian yang akan dilakukan
•
Dimana penelitian tersebut dilakukan
•
Populasi dan sampel dari penelitian yang akan dilakukan
•
Teknik penarikan sampel yang digunakan dalam penelitian
•
Teknik pengumpulan data yang akan dilakukan
•
Analisis data yang akan digunakan dalam penelitian Dalam penelitian ini, penelitian lebih bersifat interpretifis 28 agar
informasi yang diperoleh dapat bercerita banyak tentang topik masalah ini dan memberikan hasil yang lebih baik. Dengan pendekatan Kualitatif (Bungin 2007:5), peneliti yang memiliki tingkat kritisme yang lebih dalam semua proses penelitian. Kekuatan kritisme peneliti adalah senjata utama menjalankan semua proses penelitian. Untuk mengumpulkan data akurat dan rinci yang mendeskripsikan fokus topik penelitian maka dilakukan penelitian lapangan (field research) dalam waktu
beberapa
bulan.Melalui
penelitian
lapangan
tersebut,
peneliti
mengharapkan dapat melakukan observasi 29secara langsung sehingga dapat mempelajari fokus penelitian.Dalam hal ini, peneliti mencoba bukan hanya sekedar mengamati saja tetapi juga ikut terlibat langsung dengan objek yang diteliti.Teknik obesrvasi ini dilakukan penulis guna melihat, mendengarkan, dan
28
Interpretifis adalah paradigma penelitian yang mencari tahu sampai ke akar suatu topik permasalahan, secara langsung, tidak hanya melihat tetapi mendalami 29 Observasi (pengamatan) adalah suatu tindakan untuk melihat gejolak (tindakan atau peristiwa atau peninjauan langsung dilapangan atau lokasi penelitian dengan cara mengamati.
17
Universitas Sumatera Utara
mencatat kejadian serta aktivitas di lokasi penelitian.Seperti melihat bagaimana interaksi soaial dalam kelompok masyarakat yang dilakukan secara seksama. Selain dengan observasi, peneliti juga melakukan wawancara 30 terhadap beberapa informan di lokasi penelitian.Wawancara dilakukan untuk mendapatkan informasi dari para informan, dalam hal ini pewawancara dengan informan diharapkan dapat terlibat dalam kehidupan sosial dalam beberapa waktu yang relative sehingga dapat menjadi wawancara mendalam (indepth interview). Wawancara dianggap lebih efisien untuk memperoleh informasi yang lebih akurat mengenai apa yang terjadi dilapangan terkait dengan bagaimana interaksi sosial menggunakan identitas lokal (Simalungun) dan juga tentang peran budaya Etnis Simalungun dalam kehidupan dilokasi penelitian. Metode wawancara memberikan keleluasaan kepada penulis untuk bertanya tentang apa yang belum dipahami terkait penelitian yang dilakukan. Adapun jenis-jenis wawancara sebagai berikut 31 : • Wawancara berstruktur: hal-hal yang ditanyakan telah terstruktur, telah ditetapkan sebelumnya secara terinci. • Wawancara tidak berstruktur: hal-hal
yang ditanyakan belum
diretapkan secara rinci, rincian topik pertanyaan pada wawancara ini disesuaikan dengan pelaksanaan wawancara di lapangan. Didalam wawancara tidak berstruktur terdapat wawancara mendalam (indepth interview), wawancara mendalam adalah wawancara yang berusaha
30
Wawancara adalah suatu proses penelitian melalui Tanya jawab sambil bertatap muka antara pewawancara dengan informan atau orang yang diwawancarai. 31 http://asuhankeprawatanonline.blogspot.in/2012/03/melakukan-wawancara-mendalam-in-depth .html (Diakses pada hari Senin, tanggal 11/04/2016,pukul 09:11:12)
18
Universitas Sumatera Utara
menggali sedalam-dalamnya dan mendapat pengertian seluas-luasnya dari jawaban yang diberikan informan • Wawancara bebas/informal: wawancara yang dilakukan dengan topik bebas dan bisa diakukan dimana saja dan kapan saja, serta dapat pula secara sambil lalu. Dalam menggali informasi yang akurat demi keperluan pengumpulan data dalam penelitian, penulis melakukan penelitian mendalam.Peneliti berusaha menjalin rapport 32 dengan informan agar informasi yang diperlukan peneliti dapat menjadi maksimal. Pengembangan rapport ini dilakukan peneliti dengan cara hidup beradaptasi sehingga ketika melakukan wawancara, data yang diperoleh benar-benar atau setidaknya mendekati fakta sesungguhnya. Kemudian dalam memeperoleh informasi yang akurat peneliti mencari informan yang tepat. Dalam pemilihan informan ini, banyak cara atau teknik yang dapat ditawarkan. Seperti teknik sampling sistematis, sampling kuota, sampling incidental, sampling purposive, sampling jenuh (sensus), sampling snowball (bola salju) 33.Dalam penelitian ini penulis menggunakan sampling jenuh (sensus) atau sampling bola salju. Kemudianpeneliti menggunakan data sekunder yang dipakai sebagai bahan perbandingan dalam memahami sudut pandang masyarakat sekitar yang mengalami perubahan budaya.Data sekunder merupakan bahan referensi yang sangat berguna bagi peneliti.Oleh sebab itu peneliti mengunjungi kedinasan Kota atau pemerintahan Kabupaten Simalungun guna memperoleh data sekunder 32
Rapport adalah hubungan antara peneliti dengan pihak subjek yang sudah melebur sehingga seolaholah tidak ada lagi dinding pemisah diantara keduanya. 33 Dipeoleh dari: Spradley, James P. 2007. Metode Penelitian Antropologi. Jakarta: Tiara Wacana
19
Universitas Sumatera Utara
terkait dengan fokus penelitian. Dengan menggunakan data sekunder yang telah diperoleh, peneliti akan menguji banding data tersebut dengan keadaan di lapangan secara etnosentris 34.
1.7.
Analis Data Data-data yang diperoleh dari lapangan ditranskripkan atau dipindahkan
dalam bentuk field note (catatan lapangan). Data-data lapangan berupa observasi, rekaman wawancara secara mendalam. Catatan lapangan yang ditulis merupakan catatan yang lebih rinci, luas, cermat dan pasti. Setelah itu data-data tersebut diklasifikasikan berdasarkan tema. Penulis juga menggunakan data kepustakaan guna melengkapi informasi yang berkaitan dengan penelitian. Data-data kepustakaan berupa sumber-sumber tertulis seperti buku-buku, koran, majalah dan sumber-sumber elektronik seperti televisi dan internet.
1.8.
Pengalaman Penelitian Penelitian ini dilakukan di Sei Mangkei Kecamatan Bosar Maligas
Kabupaten Simalungun. Sebelum judul penelitian peneliti disetujui untuk diteliti dan tulis menjadi skripsi, penulis sudah melihat lokasi penelitian dan pernah melakukan research tentang hal yang berbeda.Namun bukan berarti hal itu mempermudah penelitian skripsi ini.Peneliti berulang kali mencoba mencari tempat-tempat
34
ramai
yang
sering
dikunjungi
oleh
masyarakat
Sei
Etnosentris ialah mengangkat realita keadaan suatu masyarakat dengan apa adanya
20
Universitas Sumatera Utara
Mangkei.Setelah itu peneliti berusaha membangun hubungan dan komunikasi yang baik kepada beberapa masyarakat yang menurut peneliti cocok untuk dijadikan sebagai informan. Awalnya peneliti merasa sedikit kesulitan dalam mencari informan, karena tidak banyak masyarakat asli Etnis Simalungun dan yang mengetahui tentang hasimalungunon 35, tetapi peneliti berusaha menjelaskan maksud dari penelitan ini kepada setiap sasaran informan secara mendalam. Dalam hal ini peneliti tidak memaksakan seorang masyarakat yang ditemui tersebut untuk menjadi informan karena peneliti menginginkan ada seseorang yang tertarik dan bersedia menjadi informan peneliti dengan senang hati dan tidak merasa adanya keterpaksaan dalam memberikan informasi. Setelah peneliti berusaha beberapa waktu menjelaskan dan mencari informan yang tepat, akhirnya ada beberapa orang yang bersedia menjadi informan peneliti. Informan peneliti terbagi menjadi dua yaitui informan kunci yaitu masyarakat yang beretnis Simalungun asli dan mengerti tentang Simalungun dan informan biasa peneliti yaitu masyarakat yang bukan rtnis Simalungun tetapi sudah tinggal selama tiga (3) generasi di sekitaran lokasi penelitian. Pertama-tama peneliti fokus dengan informan yang beretnis asli Simalungun. Informan kunciyang merupakaninforman tetap peneliti berjumlah enam orang. Informan kunci peneliti terdiri dari beberapa profesi seperti karyawan PTPN III, guru SD, ibu rumah tangga, penatua adat Simalungun, dan pengamat budaya Simalungun.
35
“Hasimalungunon” mengarah pada pengetahuan tentang kebudayaan Etnis Simalungun
21
Universitas Sumatera Utara
Menyenangkan ketika informan tersebut bersedia menjadi informan kunci atau informan tetap peneliti. Informan kunci yang sebagian adalah orang yang peneliti kenal kini menjadi semakin dekat karena adanya hubungan komunikasi yang timbul dikarenakan penelitian ini. Selama melakukan proses penelitian di lapanganpeneliti tidak menemukan kesulitan hanya saja butuh kesabaran untuk menunggu waktu yang tepat dari setiap informan didalam penyampaian informasi karena sebagian informan adalah seorang pekerja. Wawancara yang peneliti hadapi kali ini berbeda sekali dibandingkan penelitian-penelitian yang pernah dihadapi sebelumnya. Berbeda dikarenakan pada penelitian yang dilakukan peneliti beberapa waktu lalu di berbagai tepat bersama tim survey dilakukan secara terstruktur dan formal. Untuk penelitian kali ini lebih kepada berbincang, diskusi, bercerita dan tertawa apa adanya sambil juga melakukan pengamatan. Sebelum melakukan wawancara peneliti membuat interview guide atau pedoman wawancara. Namun ketika berada dilapangan interview guide itu hanya sebagian ditanyakan karena kebanyakan pertanyaan yangakandiajukan muncul dengan sendirinya dari jawaban-jawaban informan. Dalam membangun hubungan atau komunikasi yang baik peneliti meminta nomor hp dari informan. Di zaman yang maju seperti saat ini sudah banyak aplikasi sosial yang ditawarkan agar kita tetap terhubung dengan orang lain.Namun dikarenakan informan peneliti semuanya adalah orang tua sehingga tidak semua yang memiliki akun media sosial selain nomor hp saja. Ketika melakukan wawancara peneliti juga pernah diajak untuk ikut dalam aktivitas nya sehari seperti pergi memanen di kebun sawit PTPN III, pergi ke
22
Universitas Sumatera Utara
kandang lembu, ke sekolah, bersantai di tanah lapang desa dan lain-lain. Sungguh pengalaman yang luar biasa bagi peneliti yang dimana sebelumnya tidak pernah kenal tetapi informan mau membawa dalam aktivitasnya sehari-hari. Kemudian tidak jarang peneliti diajak untuk makan bersama, sambil makan peneliti dan informan membahas tentang topik penelitian dan tidak jarang juga membahas soal pembangunan, pemerintahan, kritik-kritik terhadap perkembangan zaman dan bahkan sampai kepada hal yang lebih privasi. Wawancara yang pertama sekali dilakukan adalah kepada ibu Sariah Damanik yang juga adalah istri dari kepala desa Sei Mangkei. Ibu Sariah berusia 50 Tahun dan bekerja sebagai guru. Wawancara dilakukan dirumah ibu Sariah. Sebelum memulai wawancara satu hari sebelumnya peneliti dan ibu Sariah Damanik membuat janji jam berapa dan dimana dilakukan wawancara dan hasilnya wawancara dilakukann di rumahnya pada jam 15.00 WIB setelah selesai bekerja. Wawancara ini dilakukan ketika ibu Sariah atau yang saat penelitian peneliti panggil nanturang 36sedang melakukan beberapa pekerjaan rumah tangga. Saya menanyakan beberapa hal kepadananturang Sariah terkait sepengetahuan beliau terhadap hasimalungunan 37 dan hal-hal yang berkaitan dengan Etnis Simalungun. Selama saya menanyakan hal yang berkaitan tentang pengetahuan Etnis Simalungun terhadap nanturang Sariah,beliau sama sekali tidak merasa keberatan dalam hal memberikan jawaban berdasarkan pengetahuan dan kepribadiannya sebagai Etnis Simalungun di Sei Mangkei. Wawancara yang kami lakukan tidak 36
“Nanturang” adalah panggilan kepada seseorang yang bermarga sama dengan orang tua perempuan dari bapak. 37 “Hasimalungunan” mengarah pada pengetahuan seseorang terhadap kebudayaan Simalungun
23
Universitas Sumatera Utara
selalu dalam kondisi yang serius kita juga mau sambil tertawa karena nanturang Sariah yang adalah guru lebih sering melakukan canda gurau saat berkomunikasi baik di sekolah, kepada tetangga dan kepada saya sebagai peneliti. Wawancara yang kedua adalah kepada Bapak Tuan Saragih seorang pensiunan dari PTPN III yang berusia 56 Tahun. Bapak Tuan Saragih yang dalam partuturan Etnis Simalungun peneliti panggil dengan sebutan “pak tua” adalah salah satu informan peneliti yang sangat tertarik dengan topic penelitian ini. Dari hasil wawancara dengan pak tua 38 ini peneliti juga banyak mendapatkan bantuan dan tambahan data. Pak tua Saragih juga tidak merasa keberatan dalam hal memberikan data atau jawaban kepada peneliti tentang hal yang ditanyakan kepadanya. Wawancara ini dilakukan di warung tempat berkumpulnya masyarkat Sei Mangkei dan pada jam 14.00 WIB kemudian dilanjutkan dirumah Pak Tua Saragih pada jam 16.20 WIB. Peneliti dan pak tua Saragih sudah kenal sebelum penelitian ini ada.Sewaktu peneliti melakukan research sebelumnya di Sei Mangkei kemudian bertemu dan saling mengenal sehingga kita tidak ada pengenalan kembali pada saat melakukan wawancara untuk penelitian skripsi. Wawancara berikutnya peneliti mewawancarai sepasang keluarga yang berasal dari Etnsi Simalungun.Yaitu bapak Candra marga Damanik dan ibu Anita boru Girsang.Bapak Candra dan ibu Anita ini adalah pasangan suami-istri yang
38
“Pak tua” adalah panggilan dalam Etnis Simalungun kepada seseorang yang bermarga sama dengan peneliti dan usianya lebih tua dari usia orang tua peneliti
24
Universitas Sumatera Utara
baru pindah ke Sei Mangkei dari Kerasaan karena Bapak Candra bekerja sebagai karyawan PTPN III. Peneliti mewawancarai mereka diwaktu yang sama kerena menurut Bapak Candra pengetahuan mereka sama.Peneliti menanyakan tentang pendapat mereka terhadap eksistensi Etnis Simalungun di Sei Mangkei dan mereka menyambut baik dengan menjawab berdasarkan pengetahuan dan pendapat mereka. Saya mewawancarai mereka dirumahnya pada jam 17.00WIB setelah pulang bekerja. Dari hasil wawancara ini peneliti mendapatkan informasi yaitu adanya pendapat positif dan pendapat negatif tentang kebudayaan Simalungun. Selama peneliti melakukan wawancara,informan tidak merasa keberatan dalam hal memberikan jawaban dan lebih terbuka memberikan jawaban kepada peneliti. Dalam skripsi saya ini peneliti juga mempunyai beberapa informan lainnya yaitu masyarakat Desa Sei Mangkei dan dari luar Desa Sei Mangkei yang mengeluarkan pendapat dan jawaban terkait topik penelitian ini. Informan peneliti tersebut antara lain: 1. Bapak Drs. Djoman Purba (ketua yayasan museum Simalungun sekaligus penatua adat Simalungun) 2. Bapak Drs. Sony Purba (antropolog UI angkatan 81 yang juga mengamati Kebudayaan Simalungun) 3. Bapak Drs. Mardan Saragih (antropolog USU angkatan 82 yang juga orang tua peneliti dan banyak membantu peneliti dalam memberikan pendapat)
25
Universitas Sumatera Utara
4. Ibu Sofia Saragih (yang tinggal di huta III daerah perumahan PTPN III) 5. Ibu Imawati Damanik (yang tinggal di huta I daerah perumahan PTPN III) 6. Bapak Sardi Siregar (yang tinggal di huta V daerah perumahan PTPN III) 7. Bapak Romel Sihombing (yang tinggal di huta II daerah perumahan PTPN III) 8. Bapak Oni Suriono (yang tinggal di huta I daerah perumahan PTPN III) 9. Bapak Hairul Sani Damanik (yang tinggal di huta IV daerah pemukiman sipil) 10. Jon Purba (penjaga sekaligus guide di museum istana Raja Pematang Purba) 11. Endi Ginting (anggota LPM SULUH Pematangsiantar dan Simalungun) 12. Bapak Bonar Simanjuntak (Dewan Daerah WALHI Sumatera Utara yang berasal dari Tapanuli Utara) Selama melakukan proses penelitian, peneliti mendapatkan pengalaman yang baik dan buruk. Mulai dari tempat penelitian yang tergolong sepi masyarakat, karena daerah yang aktif dengan pekerja.Kemudian adanya beberapa masyarakat yang kurang respect terhadap penelitian ini, ditambah peneliti sempat tidak diterima di PT. Unilever selaku perusahaan pertama yang berdiri di KEK Sei
26
Universitas Sumatera Utara
Mangkei.tetapi pada akhirnya peneliti berusaha melakukan pendekatan dan kembali setelah menyempatkan mengurus surat penelitian resmi dari kampus. Dalam melakukan wawancara begitu banyak pandangan atau pendapat yang peneliti dengar. Baik dari Etnis Simalungun maupun yang bukan Etnis Simalungun. Dari proses wawancara dan diskusi-diskusi dengan informan ada beberapa pendapat atau pandangan yang positif terhadap kebudayaan Simalungun, sifat-sifat orang Simalungun, keberadaan, serta eksistensinya. Tetapi ada juga beberapa informan yang memberi pendapat negatif terhadap beberapa hal yang dipertanyakan, dikarenakanmenurut mereka beberapa sifat Etnis Simalungun adalah penyebab keadaan seperti topik penelitian ini dan bukan akibat dari orang luar (pendatang).
27
Universitas Sumatera Utara