BAB I PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang Dewasa ini masalah keamanan pangan sudah merupakan masalah global,
sehingga mendapat perhatian utama dalam penetapan kebijakan kesehatan masyarakat. Letusan penyakit akibat pangan (food borne diseases) dan kejadiankejadian pencemaran pangan tidak hanya terjadi di negara berkembang dimana kondisi sanitasi dan higiene umumnya buruk tetapi juga terjadi di negara-negara maju. Diperkirakan satu dari tiga orang penduduk di negara maju mengalami keracunan pangan setiap tahunnya bahkan di Eropa keracunan pangan merupakan penyebab kematian kedua terbesar setelah penyakit infeksi saluran pernapasan atas (BPOM, 2005). Keracunan pangan berarti penyakit yang terjadi setelah menyantap makanan mengandung racun yang dapat berasal dari jamur, kerang, pestisida, susu, bahan beracun yang terbentuk akibat pembusukan makanan, dan bakteri. Pada dasarnya, racun ini mampu merusak semua organ tubuh manusia, tetapi yang paling sering terganggu adalah saluran cerna dan sistem saraf. Central of disease control dan prevalention (CDC) sebuah lembaga pengawasan penyakit menular di Amerika Serikat, pada tahun 1994 melaporkan 14 faktor yang dapat menyebabkan keracunan makanan. Faktor-faktor tersebut adalah pendingin yang adekuat 63%, makanan terlampau cepat disajikan 29 %, kondisi tempat mempertahankan panas yang tidak baik 27%, higiene yang buruk pada pengonsumsi makanan, atau telah terinfeksi 26%, pemanasan ulang yang tidak adekuat 25%, alat pembersih yang tidak baik 9%, mengonsumsi makanan yang basi 7%, kontaminasi silang 6%, memasak atau 1
2
memanaskan makanan secara tidak adekuat: 5%, wajan berlapis bahan kimia berbahaya 4%, bahan mentah tercemar 2%, penggunaan zat aditif secara berlebihan 2%, tidak sengaja menggunakan zat aditif kimia 1%, sumber bahan makanan yang memang tidak aman: 1%. (Arisman, 2009 dalam Kamtikawati, 2015). Permasalahan serius yang sering muncul jika terjadinya kasus keracunan pada makanan adalah kasus keracunan makanan tersebut akan menimbulkan Kejadian Luar Biasa (KLB). Dari hasil monitoring Badan POM RI terhadap Kejadian Luar Biasa (KLB) keracunan pangan di Indonesia pada tahun 2008 menunjukkan bahwa telah terjadi KLB keracunan pangan sebanyak 153 kejadian di 25 propinsi dengan jumlah kasus yang dilaporkan sebanyak 7.347 orang termasuk 45 orang meninggal (Kusnoputranto, 2009). Penyebab KLB keracunan pangan di indonesia berasal dari masakan rumah tangga sebesar 27.38 %, pangan jasa boga 16.67 %, pangan olahan sebesar 14.38 %. Pangan jajanan sebesar 16.67 % ,dan tidak diketahui sumber penyebarannya sebesar 4.17% (BPOM RI, 2013). Selain itu data Kejadian Luar Biasa (KLB) keracunan pangan menunjukkan bahwa 19 % kasus keracunan terjadi di sekolah dan sekitar 78.57% menimpa anak sekolah dasar (Kristianto, 2013). Terjadinya keracunan dilingkungan sekolah antara lain disebabkan oleh ditemukannya produk makanan dilingkungan sekolah yang tercemar bahan berbahaya, kantin dan pangan siap saji yang belum memenuhi syarat higiene dan sanitasi yang baik (Kusnoputranto, 2009). Anak-anak merupakan kelompok yang berisiko tinggi tertular penyakit melalui makanan maupun minuman. Anak-anak sering menjadi korban penyakit bawaan makanan akibat konsumsi makanan yang disiapkan di rumah sendiri atau di kantin sekolah atau yang dibeli di penjaja kaki lima (Handoyo, 2014). Dalam
3
jurnal Skala Husada tahun 2013 terdapat KLB keracunan makanan pada anak-anak SD di SD 3 Sangeh, sebanyak 33 orang anak mengalami gejala mual, muntah, sakit perut dan pusing, serta diare yang dirasakan setelah mengkonsumsi makanan yang dibeli dari kantin sekolah. Berdasarkan analisis multivariat dengan regresi ganda didapatkan faktor yang paling berpengaruh terhadap kejadian keracunan makanan dengan OR tertinggi adalah nasi kuning 48.22 dan tempe bacem 41.24. Hasil pemeriksaan laboratorium menunjukkan bahwa kemungkinan terbesar penyebab keracunan tersebut adalah bakteri vibrio cholerae dan salmonella sp. Sekitar 80% penyakit yang tertular melalui makanan disebabkan oleh bakteri pathogen. Beberapa jenis bakteri yang sering menimbulkan penyakit antara lain Salmonella, Staphylocokkus, E. coli, Vibrio, clostridium, Shigella dan Pseudomonas Cocovenenous. Hal ini menunjukkan bahwa anak-anak sekolah dasar sangat rentan untuk mengalami keracunan makanan. Kejadian serupa juga terjadi di Kabupaten Gianyar pada tanggal 5 November 2015, bagian Surveilans Dinas Kesehatan Kabupaten Gianyar menerima laporan dari Puskesmas II Sukawati bahwa telah terjadi kasus Kejadian Luar Biasa (KLB) keracunan makanan yang dialami oleh 25 orang anak di SDN II Singapadu Tengah dengan gejala mual, muntah, diare, dan pusing
yang dirasakan setelah
mengonsumsi makanan nasi goreng, nasi kuning, dan air yang dibeli di kantin sekolah (Dinkes, 2015). Apabila keadaan tersebut tidak ditindaklanjuti, maka tidak menutup kemungkinan dapat terjadi kejadian luar biasa lagi pada keracunan makanan yang dijual oleh pedagang yang berada di kantin sekolah. Oleh karena itu, peneliti ingin mencoba melihat “Kualitas Mikrobiologis Makanan dan Sikap Penjamah Makanan
4
tentang Higiene Sanitasi Pengolahan Makanan Pada Kantin Sekolah Dasar di Wilayah Kerja Puskesmas Sukawati II Gianyar”. 1.2. Rumusan Masalah Dari latar belakang di atas maka penulis dapat merumuskan masalah, sebagai berikut : Bagaimanakah Kualitas Mikrobiologis Makanan dan Sikap Penjamah Makanan Higiene Sanitasi Pengolahan Makanan Pada Kantin Sekolah Dasar di Wilayah Kerja Puskesmas Sukawati II Gianyar. 1.3. Pertanyaan Penelitian 1. Bagaimanakah kualitas mikrobiologis makanan yang dijual pada kantin Sekolah Dasar di wilayah kerja Puskesmas Sukawati II Gianyar? 2. Bagaimanakah sikap penjamah makanan tentang higiene sanitasi pengolahan makanan pada kantin Sekolah Dasar di wilayah kerja Puskesmas Sukawati II Gianyar? 1.4.Tujuan Penelitian 1.4.1. Tujuan Umum Untuk mengetahui kualitas mikrobiologis makanan dan sikap higiene sanitasi pengolahan makanan penjamah makanan pada kantin Sekolah Dasar di wilayah kerja Puskesmas Sukawati II Gianyar. 1.4.2. Tujuan Khusus Adapun tujuan khusus dari penelitian ini yaitu sebagai berikut: 1. Untuk mengetahui kualitas mikrobiologis E.coli dan Coliform pada makanan yang dijual di kantin Sekolah Dasar wilayah kerja Puskesmas Sukawati II Gianyar.
5
2. Untuk mengetahui sikap penjamah makanan tentang higiene sanitasi pengolahan makanan pada kantin Sekolah Dasar di wilayah kerja Puskesmas Sukawati II Gianyar. 3. Untuk mendeskripsikan kualitas mikrobiologis makanan dan sikap penjamah makanan tentang higiene sanitasi pengolahan makanan pada kantin Sekolah Dasar di wilayah kerja Puskesmas Sukawati II Gianyar. 1.5. Manfaat Penelitian 1.5.1. Manfaat Teoritis Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan informasi bagi instansi mengenai higiene sanitasi pada penjamah makanan di kantin Sekolah Dasar wilayah kerja Puskesmas Sukawati II Gianyar. Selain itu, penelitian ini juga dapat memperkaya khasanah ilmu pengetahuan. 1.5.2. Manfaat Praktis 1. Dapat memberikan motivasi kepada pengelola kantin Sekolah Dasar di wilayah kerja Puskesmas Sukawati II Gianyar untuk meningkatkan sikap tentang higiene sanitasi pengolahan makanan yang baik, sehingga kualitas mikrobiologis makanan memenuhi syarat kesehatan yang baik. 2. Hasil studi ini dapat dijadikan kajian dalam mengambil tindakan untuk mengurangi kejadian akibat kurangnya higiene sanitasi makanan yang di terapkan oleh pedagang pada kantin Sekolah Dasar di wilayah kerja Puskesmas Sukawati II Gianyar. 1.6. Ruang Lingkup Studi Ruang lingkup penelitian ini adalah penulis meneliti kualitas mikrobiologis makanan dan sikap penjamah makanan tentang higiene sanitasi pengolahan
6
makanan pada kantin Sekolah Dasar di wilayah kerja Puskesmas Sukawati II Gianyar. Sedangkan jenis makanan yang diambil sebagai sampel adalah nasi bungkus pada kantin Sekolah Dasar di wilayah kerja Puskesmas Sukawati II Gianyar.