BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Manusia membutuhkan kehadiran manusia lain di sekelilingnya untuk menunjukkan pertumbuhan, perkembangan, dan eksistensi kepribadiannya. Obyek sosial ataupun persepsi sosial yang didapatkan di luar dirinya akan berpengaruh terhadap perkembangan segala aspek individualnya, baik fisik, emosional, perilaku, intelektual, sosial, maupun psikologisnya, bahkan akan mampu memuaskan dan membahagiakan keinginan perkembangannya secara pribadi terhadap kemampuan dan eksistensi dirinya. Hal ini sejalan dengan pendapat Alston dan Dudley (dalam Hurlock, 1980 : 18) : “Kebahagiaan timbul dari pemenuhan kebutuhan atau harapan, dan merupakan penyebab atau sarana untuk menikmati. Kepuasan hidup merupakan kemampuan seseorang untuk menikmati pengalaman-pengalamannya yang disertai tingkat kegembiraan. Kebahagiaan adalah keadaan sejahtera dan kepuasan hati, yaitu kepuasan yang menyenangkan yang timbul bila kebutuhan dan harapan tertentu dari individu terpenuhi”. Pendapat perkembangan lainnya dikemukakan oleh Makmun (2005), bahwa perkembangan dapat diartikan sebagai suatu proses perubahan dalam diri individu atau organisme, baik fisik (jasmaniah) maupun psikis (rohaniah) menuju tingkat kedewasaan atau kematangan yang berlangsung secara sistematis, progresif, dan berkesinambungan. Mahasiswi adalah remaja putri berstatus sedang menempuh pendidikan di perguruan tinggi, yang menginjak usia sekitar 18 – 21/23 tahun yang biasanya ditandai dengan berkembangnya kemampuan untuk menjalin hubungan sosial secara lebih luas. Hal ini sesuai dengan pendapat Havigurst (dalam Makmun 2005) bahwatugas perkembangan sosial remaja, di antaranya mencapai hubungan yang lebih matang dengan teman sebaya, mencapai tingkah laku yang
1
secara sosial, mencapai peran sosial sebagai pria atau wanita, serta memperoleh seperangkat nilai dan sistem etika sebagai petunjuk atau pembimbing dalam tingkah laku. Menurut Asrori (dalam Kusmiati, 2006 : 32), ada tujuh karakteristik perilaku remaja yaitu : “1) Lebih banyak menghabiskan waktu bersama teman sebaya, 2) Kemampuan untuk memiliki dan memilih banyak rujukan/idola, 3) Keinginan berpartisipasi dalam aktivitas-aktivitas kelompok, 4) Kurang membutuhkan (penolakan) dari orang tua, 5) Cenderung bebas dalam mengeskpresikan dan menampilkan diri, 6) Membutuhkan penerimaan sosial (masyarakat), 7) Saling berbagi dengan teman sebaya mengenai keyakinan dan minat sosial”. Perilaku konsumtif pada remaja (putri) adalah salah satu bentuk perilaku sosial. Menurut Hurlock (2004), Perubahan perilaku sosial remaja berhubungan dengan penyesuaian sosial. Remaja harus menyesuaikan diri dengan lawan jenis dalam membentuk hubungan yang baru dan juga menyesuaikan diri dengan orang dewasa lainnya di luar lingkungan keluarga dan sekolah. Terkait
dengan
perubahan
ini,
Hurlock
(2004)
mengemukakan,
perubahan fisik dalam masa remaja lebih pesat daripada masa kanak-kanak, sehingga menimbulkan respon tersendiri berupa tingkah laku yang sangat memperhatikan bentuk tubuhnya. Selanjutnya Levine dan Smolak (dalam Rey, 2002) berpendapat permasalahan akibat perubahan fisik banyak dirasakan pada masa remaja seperti ketidakpuasan/keprihatinan terhadap keadaan fisik yang dimilikinya, yang biasanya tidak sesuai dengan fisik ideal yang diinginkannya. Remaja juga sering membandingkan fisiknya dengan fisik orang lain ataupun idola-idola mereka yang kemudian mengakibatkan ketidakpercayadirian. Dengan demikian, disimpulkan bahwa perkembangan sosio-psikologis mahasiswi sebagai remaja putri juga mengikuti karakteristik kecenderungankecenderungan perilaku tersebut. Hal ini sejalan dengan pendapat Syamsudin (2003), bahwa rentang usia tersebut membentuk tiga karaktersitik perilaku, yaitu
2
kognitif, afektif, dan psikomotoris. Gejala-gejala pada masa pubertas remaja, selain ditandai dengan perubahan ukuran, postur, dan proporsi tubuh, juga ditandai dengan perubahan fisik, perubahan organ reproduksi, serta perubahan perilaku sosial, di antaranya mulai berhubungan sosial dan ingin menarik/tertarik lawan jenisnya. Tanda perubahan fisik yang terakhir inilah yang kadang memunculkan permasalahan tersendiri pada remaja, khususnya remaja putri yang berstatus mahasiswi. Permasalahan yang muncul adalah ketidakpercayaan/kehilangan rasa percaya diri terhadap penampilan tubuhnya sendiri atau keadaan fisik yang dimilikinya, ada perasaan takut tidak bisa menarik perhatian lawan jenisnya, bahkan merasa tidak puas terhadap penampilan fisiknya, sehingga mereka berupaya merubah penampilan fisiknya sesuai dengan seleranya, bahkan sesuai dengan pola yang menjadi rujukannya (idolanya). Kecenderungan merasa cemas dengan penampilan fisiknya merupakan salah satu dampak psikologis dari perubahan tubuh di masa puber, sehingga membentuk citra diri mengenai kondisi tubuhnya, baik positif maupun negatif, yang disebut body image. Bagi remaja putri, kecantikan dan kesempurnaan fisik seringkali menjadi ukuran ideal bagi dirinya, sehingga banyak yang berusaha mengejar kecantikan dan kesempurnaan dengan berbagai cara untuk mengubah penampilan fisiknya, di antaranya dengan bantuan kosmetik; senam (gymnastic);fashion dan aksesorisnya yang up to date, seperti memakai sepatu dengan model dan merk tertentu; pergi ke salon untuk menata rambut; bahkan dengan melakukan koreksi pada beberapa bagian wajah dan tubuh melalui operasi plastik. Terkait dengan penelitian ini, upaya yang dilakukan remaja putri, khususnya yang berstatus mahasiswi semester 1 yang kuliah di Universitas Bina Nusantara Tahun Kuliah 2011dalam mengubah penampilannya atau body
3
image-nya melalui perilaku konsumtif terkait sepatu, di antaranya yang berjenis hak tinggi atau high-heels. Sebagaimana diketahui, tidak semua wanita, terutama remaja putri mahasiswi yang bersedia atau mau menggunakan sepatu berhak tinggi, karena alasan tidak sesuai dengan kesehatan tubuh, tidak sesuai dengan selera, tidak sesuai aturan kuliah, bahkan tidak sesuai dengan keyakinannya. Meskipun
demikian,
tidak
sedikit
pula
yang
mau
atau
bahkan
memaksakan membeli dan menggunakan sepatu high-heels tersebut, juga dengan berbagai alasan sebagaimana telah dikemukakan,
yaitu “demi
penampilan”, sehingga terkesan agak “mengada-ada”. Alasannya hampir seragam, tidak semua yang dikenakan oleh seseorang akan mampu menarik perhatian, simpati atau decak kagum orang lain, meskipun yang bersangkutan merasa lebih percaya diri dengan penampilannya. Tayangan atau
iklan
media
tertentu,
atau
karena
pengaruh
budaya
lain
dapat
mempengaruhi remaja putri merasa tidak puas dengan penampilan fisiknya dengan mengambil tindakan atau perilaku yang sebetulnya mereka juga tahu, tidak sesuai dengan kondisi tubuh (body image) yang dimilikinya, yaitu menggunakan sepatu high-heels. Fakta ini berdasarkan beberapa temuan selama ini, di antaranya Levine dan Smolak (dalam Rey, 2002), bahwa 40-70 persen remaja wanita merasakan ketidakpuasan pada dua atau lebih dari bagian tubuhnya, khususnya pada bagian pinggul, bokong, perut dan paha. Selanjutnya, dikemukan terkait dengan hal ini, peran masyarakat dan media, juga membawa pengaruh yang besar dalam mendorong seseorang untuk begitu peduli pada penampilan dan image tubuhnya. Thompson (2001), sependapat ada tiga komponen yang membentuk body
image,
yaitu
persepsi,
perkembangan,
dan
sosiokulturaldimana
sosiokultural memiliki pengaruh lebih besar terhadap nilaibody imageyang dianut
4
remaja. Bahkan menurut Papalia (2008), artikel, sinetron, dan tayangan iklan yang dimunculkan pada media cetak, televisi, maupun internet seringkali menampilkan model-model dengan kriteria tubuh ideal, yaitu memiliki bentuk tubuh yang langsing, tinggi, dan kulit yang putih, yang mendorong remaja wanita untuk mencoba tampak seperti model yang mereka saksikan di media, dan cenderung mengembangkan kepedulian yang berlebihan terhadap berat badan mereka. Upaya merubah penilaian terhadap penampilan tubuh (body image)-nya juga diyakini sebagai pengaruh dari penilaian masyarakat sendiri terhadap penampilan fisik yang ideal dari seorang wanita dengan rujukan idola masyarakat. Hal ini sesuai dengan pendapat Mostert (dalam de Villiers, 2006), yang meyakini masyarakat pada saat ini lebih menekankan pada penampilan fisik, dan media memainkan peran yang besar dalam menunjukkan pada masyarakat bagaimanaimageideal yang disebut cantik. Kehadiran media tersebut, tidak dipungkiri semakin mendorong pribadi-pribadi untuk meletakkan standar ideal pada dirinya, seperti yang dikehendaki oleh masyarakat. Dari sejumlah uraian tentang body image yang diharapkan ideal dan sempurna bagi seorang wanita (remaja putri mahasiswi) dengan berbagai alasan, latar belakang, dan faktor-faktor lain yang mempengaruhinya, dapat disimpulkan, bahwa kaum wanita, khususnya remaja putri mahasiswi, berupaya menunjukkan eksistensi dirinya untuk tampil lebih cantik, postur ideal, serta lebih percaya diri untuk dapat menarik dan tertarik lawan jenisnya, atau untuk berinteraksi dan berhubungan sosial dengan masyarakat lain. Upayaini di antaranyadenganmembelidanmenggunakansepatuberhaktinggi. Namunsayangnya,
konsumsidanpembelianbarang-
barangbarutersebuttanpabatas, sehinggamenggiringremajaputriuntuktidakhematdanmenjauhdaripolahidupsederh
5
ana,
bahkanmenjadisikapdanpolahidup
yang
sulitdihilangkan.Inilah
yang
disebutperilakukonsumtifremajaputri, yang hanyaberorientasiterhadapdirisendiri, sehinggamengalamikrisispercayadiriataukonsepdiri
yang
negatif,
bahkansecarapsikologis, beradadalamkeadaanlabildanmudahterpengaruhdalamperilakukonsumtifnya (Parma, 2007). Berdasarkan uraian diatas, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian mengenai hubungan body image dan perilaku konsumtif terkait high-heels pada remaja putri yang berstatus mahasiswi. Penelitian dilakukan terhadap remaja putri yang berstatus mahasiswi semester 1 Universitas Bina Nusantara Tahun Kuliah 2011 yang dijadikan responden (sampel) melalui studi korelasional untuk mengetahui tingkat hubungan antara variabel-variabel penelitian tersebut. 1.2
Rumusan Masalah Bagaimana hubungan antara body image dengan perilaku konsumtif terkait
high-heels pada mahasiswi semester 1 Universitas Bina Nusantara Tahun Kuliah 2011?
1.3
Tujuan Penelitian Bertitik tolak dari latar belakang dan rumusan masalah di atas, maka tujuan
dari penelitian yang dilakukan ini adalah untuk mengetahui dan mendeskripsikan tingkat hubungan antara body image dengan perilaku konsumtif terkait high-heels pada mahasiswi semester 1 Universitas Bina Nusantara Tahun Kuliah 2011
1.4
Manfaat Penelitian
6
Berkenaan dengan latar belakang permasalahan dan tujuan yang telah dikemukakan, hasil dari penelitian ini diharapkan memberi manfaat bagi : 1. Peneliti, sebagai tambahan wawasan teoretis perihal persepsi remaja putri, khususnya mahasiswi, tentang penampilan fisiknya dari berbagai aspek latar belakang sosio-psikologis melalui pencitraan diri terhadap bentuk dan proporsi tubuhnya (body image), serta keterkaitannya dengan perilaku konsumtifnya selama ini. 2. Responden, sebagai gambaran tentang upaya pencitraan dirinya terhadap penampilan fisiknya (body image) melalui perilaku konsumtif dengan harapan dapat merubah persepsinya menjadi lebih positif dan menerima bentuk dan proporsi tubuh yang dimilikinya agar memiliki pola dan gaya hidup sederhana yang terhindar dari perilaku konsumtif yang tidak perlu, tanpa harus kehilangan percaya dirinya dalam berhubungan sosial, serta tanpa harus menunjukkan ketidakpuasan terhadap kondisi fisik yang dimilikinya melalui tindakan atau perilaku yang berlebihan.
7