BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah Manusia adalah mahluk sosial, dalam kehidupan sehari-hari manusia tidak dapat hidup sendiri. Manusia membutuhkan orang lain. Untuk dapat hidup berdampingan, manusia membutuhkan adanya interaksi sosial. Sama halnya dengan dunia pendidikan, semua elemen dalam pendidikan membutuhkan adanya interaksi sosial untuk dapat menjalin hubungan yang baik, antara Kepala sekolah dengan staf dan karyawan, guru dengan guru, dan murid dengan murid. Menurut Prasetyo, dkk (2008) para sosiolog pendidikan menggunakan teori interaksi sosial untuk mengkaji interaksi sosial antargroup sampai antar peer group. Interaksi sosial itu sendiri merupakan dasar proses sosial yang terjadi karena adanya hubungan-hubungan sosial yang dinamis mencakup hubungan antar individu, antar kelompok, atau antara individu dan kelompok (Soekanto, 1990). Dalam satu hubungan interaksi sosial dalam kelompok teman sebaya, biasanya satu sama lain dapat saling mempengaruhi. Hal ini sesuai dengan pendapat H. Bonner (dalam Santoso, 1992) bahwa interaksi sosial adalah suatu hubungan antara dua atau lebih individu manusia dimana kelakuan individu yang satu mempengaruhi, mengubah atau memperbaiki kelakuan individu yang lain atau sebaliknya. Menurut Kutoyo, dkk (2004) menyatakan bahwa interaksi sosial
1
adalah hubungan timbal balik atau saling mempengaruhi di antara aneka gejala kehidupan yang dilakukan oleh manusia. Teman sebaya memang sering menyumbang pengaruh paling besar pada kelompoknya. Ini dikarenakan rata-rata dalam kelompok teman sebaya memiliki usia maupun tujuan yang sama. Santrock (2007) mengatakan bahwa kawan-kawan sebaya (peers) adalah anak-anak atau remaja yang memiliki tingkat usia atau tingkat kedewasaan yang sama. Dalam kamus konseling, Sudarsono (1997) mendefinisikan teman sebaya berarti teman-teman yang sesuai dan sejenis; perkumpulan atau kelompok pra puberteit yang mempunyai sifat-sifat tertentu dan terdiri dari satu jenis. Demikian dapat disimpulkan bahwa interaksi sosial kelompok teman sebaya adalah sekelompok anak yang memiliki usia yang sama, tujuan serta minat yang membentuk perilaku yang sama pula dimana terjadi interaksi dalam kelompok tersebut sehingga mereka dapat saling mempengaruhi satu sama lain. Interaksi dalam kelompok teman sebaya diperlukan siswa untuk dapat bersosialisasi dengan baik satu dengan yang lainnya. Melalui sosialisasi, individu belajar dan menyesuaikan diri dengan kelompoknya, agar dapat berperan dan berfungsi dalam kelompoknya sehingga dapat diterima oleh kelompok tersebut. Dengan kata lain, interaksi sosial dalam kelompok teman sebaya dapat membentuk suatu kemampuan sosialisasi yang dapat digunakan oleh siswa untuk saling bergaul dan berhubungan baik satu dengan yang lainnya. Kemampuan merupakan daya untuk melakukan suatu tindakan sebagai hasil dari pembawaan dan latihan (Utami, 1985). Kamus Besar Bahasa Indonesia
2
Pusat Bahasa edisi keempat (2008) mengartikan kemampuan adalah kesanggupan, kecakapan, kekuatan dan kekayaan. Sosialisasi itu sendiri diartikan sebagai suatu proses interaksi antara seseorang dengan nilai yang hidup dalam masyarakat (Kutoyo dkk, 2004). Scott (2012) menyatakan bahwa sosialisasi adalah proses yang dilakukan oleh individu untuk memperoleh kemampuan berkomunikasi secara efektif dan kemudian mempengaruhi satu sama lain. Menurut kamus istilah konseling dan terapi, sosialisasi dalam psikologi perkembangan menunjuk pada proses pertumbuhan dan perkembangan anak menjadi mahluk sosial dimana anak melewati proses imitasi dan identifikasi peran untuk penataan identitas diri (Mappiare, 2006). Dapat disimpulkan bahwa kemampuan sosialisasi adalah kecakapan yang dimiliki seorang individu dalam berbaur dan berkomunikasi dengan individu lainnya dalam suatu pola interaksi terhadap suatu nilai yang ada dalam masyarakat yang diperoleh melalui proses belajar atau latihan dalam rangka untuk penataan identitas diri. Sesuai definisi-definisi tersebut, dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi interaksi sosial yang terjadi dalam kelompok teman sebaya, maka semakin tinggi pula kemampuan sosialisasi yang dimiliki oleh siswa, begitupun sebaliknya. Dalam arti
bahwa seorang siswa yang tidak dapat berinteraksi dengan baik
kepada kelompok teman sebayanya, maka siswa tersebut akan mengalami kesulitan dalam bersosialisasi dengan temannya sehingga dapat menimbulkan suatu kesenjangan sosial dimana siswa tersebut tidak dapat diterima dan diasingkan oleh kelompok teman sebayanya.
3
Ormrod (2008) menyebutkan bahwa teman sebaya juga memegang peran penting ketiga dalam perkembangan pribadi dan sosial : Teman sebaya berperan sebagai agen sosialisasi yang membantu membentuk perilaku dan keyakinan anak. Selanjutnya Ormrod (2008) menyebutkan bahwa teman sebaya mendukung satu sama lain saat temannya berperilaku dalam cara – cara yang dianggap tepat sesuai usia, jenis kelamin, atau kelompok etnik. Disisi lain, teman sebaya menghukum satu sama lain atas perilaku yang dianggap yang dianggap melanggar batas, misalnya melalui olok – olok, gosip, atau ostrasisme (pengucilan). Hal ini sesuai dengan pengalaman peneliti saat melakukan Program Pengalaman Lapangan Bimbingan dan Konseling pada salah satu Sekolah Menengah Atas di Salatiga, dimana ada seorang peserta didik yang selalu mendapatkan perlakuan yang berbeda dari teman-teman sekelasnya sejak pertama kali peneliti melakukan praktik mengajar dikelas tersebut. Setelah ditelusuri lebih lanjut, peneliti menemukan bahwa anak tersebut hampir tidak pernah melakukan interaksi dengan teman sekelasnya yang lain sehingga itu membuat teman sekelasnya menganggap siswa tersebut aneh sehingga siswa tersebut tidak memiliki satu teman pun di kelasnya. Menurut teman-temannya, setiap kali mereka mencoba untuk melakukan interaksi dengan siswa tersebut, respon yang diberikan sangat minimum, sehingga mereka merasa canggung setiap kali ingin berinteraksi. Karena pendiam di dalam kelas dan jarang melakukan interaksi dengan teman lainnya, siswa tersebut sering menjadi bahan ejekan oleh teman lain di kelasnya dan dia seperti diasingkan di kelasnya karena tidak ada satupun siswa yang mau mendekai atau bahkan sekedar
4
duduk sebangku pun tidak ada yang mau. Selain itu, setiap ada tugas kelompok, kebanyakan temannya yang lain hanya merasa terpaksa harus menerimanya dalam satu kelompok. Rendahnya interaksi yang dilakukan siswa tersebut dengan teman dikelasnya membuat siswa ini sulit untuk dapat bersosialisasi dengan temantemannya sehingga sulit untuk bergaul dan berhubungan baik dengan teman yang lainnya. Selanjutnya didukung oleh pra penelitian yang dilakukan peneliti pada siswa kelas IX A SMP N 2 Pabelan dengan menggunakan teknik analisa Kendall’s Tau yang dapat dilihat pada tabel berikut : Tabel 1.1 Hasil Korelasi Pra Penelitian di Kelas IX A Correlations VAR0000 VAR0000 1 2 Kendall's tau_b VAR0000 1
VAR0000 2
Correlation Coefficient
1.000
.103
Sig. (2-tailed)
.
.529
N
32
32
Correlation Coefficient
.103
1.000
Sig. (2-tailed)
.529
.
N
32
32
Dari tabel tersebut dapat dilihat bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara interaksi sosial dalam kelompok teman sebaya dengan kemampuan sosialisasi siswa kelas IX A SMP N 2 Pabelan Tahun Pelajaran
5
2014/2015, dengan hasil koefisien korelasi r = 0,103 pada taraf signifikan (2tailed) p = 0,529 > 0,05. Hasil penelitian ini tidak relevan dengan teori yang dikemukakan oleh Santoso (1992) yang menyatakan bahwa secara kronologis, peer group adalah lembaga kedua yang utama untuk sosialisasi. Sehingga individu mencari kelompok yang sesuai dengan keinginannya, dimana individu bisa saling berinteraksi satu sama lain dan merasa diterima dalam kelompoknya. Selanjutnya menurut Zanden (dalam Damsar, 2011) yang menyatakan bahwa sosialisasi sebagai suatu proses interaksi sosial dengan mana orang memperoleh pengetahuan, sikap, nilai, dan perilaku esensial untuk keikutsertaan (partisipasi) efektif dalam masyarakat. Sehingga hasil pra penelitian ini juga tidak relevan dengan teori menurut Zanden. Semakin diperkuat dengan wawancara yang telah dilakukan peneliti dengan guru BK di SMP N 2 Pabelan yang mengatakan bahwa fenomena mengenai masalah anak yang tidak dapat bersosialisasi dengan baik terhadap kelompok teman sebayanya sering dijumpai di sekolah tersebut terlebih pada anak-anak kelas VIII yang sekarang sudah naik ke kelas IX dimana ada cukup banyak anak-anak yang memiliki kemampuan sosialisasi yang kurang. Ada beberapa anak perempuan yang pendiam serta ada juga anak laki-laki. Anak-anak tersebut membutuhkan waktu yang lama untuk bisa memiliki teman walaupun hanya satu teman dekat saja. Berdasar pada latar belakang tersebut, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dalam rangka membuktikan apakah benar-benar ada hubungan yang
6
signifikan antara interaksi sosial dalam kelompok teman sebaya dengan kemampuan sosialisasi siswa dengan mengangkat judul “Hubungan Interaksi Sosial Dalam Kelompok Teman Sebaya Dengan Kemampuan Sosialisasi Siswa kelas IX SMP Negeri 2 Pabelan Tahun Pelajaran 2014 / 2015”.
1.2 Rumusan Masalah Dari latar belakang diatas, rumusan masalah dalam penelitian ini adalah “Apakah ada signifikansi hubungan antara interaksi sosial dalam kelompok teman sebaya dengan kemampuan sosialisasi siswa kelas IX SMP Negeri 2 Pabelan?”
1.3 Tujuan Penelitian Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui signifikansi hubungan antara interaksi sosial dalam kelompok teman sebaya dengan kemampuan sosialisasi siswa kelas IX SMP Negeri 2 Pabelan.
1.4 Manfaat Penelitian Adapun manfaat dari penelitian ini adalah: 1.4.1
Secara Teoritis Secara teoritis, manfaat penelitian ini adalah untuk menambah khasanah
keilmuwan mengenai hubungan antara interaksi sosial dalam kelompok teman sebaya dengan kemampuan sosialisasi.
7
1.4.2
Secara Praktis Secara praktis, hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai masukan
bagi guru Bimbingan dan Konseling di SMP Negeri 2 Pabelan untuk membantu mengembangkan kemampuan interaksi sosial dalam kelompok teman sebaya siswa sehingga siswa dapat memiliki kemampuan sosialisasi yang baik. Sedangkan untuk siswa SMP Negeri 2 Pabelan penelitian ini dapat membantu dalam meningkatkan kemampuan sosialisasi melalui interaksi yang lebih intensif dengan kelompok teman sebayanya. Bagi orang tua siswa, penelitian ini dapat membantu dalam hal pengukuran sejauh mana kemampuan sosialisasi yang dimiliki oleh anak mereka melalui keaktifan interaksi yang dilakukan anak dengan kelompok sebayanya sehingga apabila dirasa kemampuan sosialisasi anak rendah, orang tua dapat ikut serta membantu anak dalam hal meningkatkan kemampuan sosialisasi anaknya sehingga anak tersebut dapat memiliki interaksi yang baik pula dengan kelompok teman sebayanya.
1.5 Sistematika Penulisan Dalam skripsi ini, peneliti menggunakan sistematika sebagai berikut : BAB I
Pendahuluan Bab ini meliputi uraian mengenai latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika penulisan.
BAB II
Kajian Pustaka Bab ini menjelaskan tentang kajian pustaka mengenai interaksi sosial dalam kelompok teman sebaya dan kemampuan sosialisasi serta hipotesis.
8
BAB III
Metode Penelitian Bab ini menguraikan jenis penelitian, subjek penelitian, variabel penelitian, teknik pengumpulan data, uji validitas dan reliabilitas, dan teknik analisa data.
BAB IV
Hasil Penelitian Dan Pembahasan Bab ini menjelaskan mengenai analisa deskriptif, uji hipotesis, dan pembahasan.
BAB V
Penutup Kesimpulan dan saran.
9