BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Interaksi sesama manusia dapat disebabkan oleh adanya perbedaan tingkat kelebihan atau adventage masing-masing sebagai akibat dari letak geografis, kondisi alam yang membentuk dan hal-hal lainnya. Adanya perbedaan adventage tersebut yang didukung dengan adanya tuntutan untuk memenuhi keinginan dan kebutuhan menciptakan hasrat untuk saling mempertukarkan masing-masing Perdagangan diperdagangkan
adventage-nya tidak
dapat
terutama
sehingga
berdiri
sendiri
berupa
barang
terjadilah karena
perdagangan.
adventage
berwujud
yang
membutuhkan
pengangkutan untuk memindahkan barang tersebut ke pihak yang akan menerima. Pengangkutan berfungsi untuk memindahkan barang atau orang dari suatu tempat ke tempat lain yang dimaksud untuk meningkatkan daya guna dan nilai barang tersebut. Peningkatan daya guna dan nilai merupakan tujuan dari pengangkutan, yang berarti bila daya guna dan nilai barang di tempat baru tidak naik, maka pengangkutan itu merupakan suatu tindakan yang merugikan. Subyek dari pengangkutan adalah pengangkut, yang dimaksud dengan pengangkut adalah orang yang mengikatkan diri untuk menyelenggarakan pengangkutan barang atau orang, yang seluruhnya atau sebagian melalui darat, udara maupun laut.
1
Definisi tersebut dapat
dipersempit jika kita ingin mendefinisikan pengangkutan laut secara khusus yaitu, pengangkut laut (ocean carrier) adalah orang yang mengikatkan diri 1
H.M.N. Purwosutjipto, S.H., Pengertian Pokok Hukum Dagang Indonesia III, Djambatan, Cetakan VII, 2008. Hlmn. 1.
1
untuk menyelenggarakan pengangkutan barang atau orang, yang seluruhnya atau sebagian melalui laut. Bill of Lading adalah surat yang diterbitkan oleh pengangkut (ocean carrier) kepada Pengangkut (shipper) kepada siapa pengangkut (carrier) terikat kontrak untuk mengangkut barang. Bill of Lading merupakan suatu instrumen yang diterbitkan oleh pengangkut kepada pihak yang menyuruh mengangkut yang berfungsi sebagai tanda terima untuk barang yang dikapalkan, sebagai bukti dari perjanjian pengangkutan dan sebagai dokumen kepemilikan barang. Mengacu kepada pengertian tersebut, salah satu fungsi B/L adalah sebagai kontrak perjanjian antara pengirim dan pengangkut. 2 Perjanjian multirateral yang mengatur B/L adalah International Convention for the Unification of Certain Rules of Law Relating to Bills of Lading. Perjanjian ini dikenal dengan The 1921 Hague Rules karena pada awalnya diajukan oleh International Law Assosiation pada pertemuan di Hague tahun 1921 dan Brussels
Convention
tahun
1924
karena
direkomendasikan
untuk
mengadopsi konfrensi diplomatik yang diadakan di Brussels tahun 1924. Hague Rules telah direvisi secara intensif pada tahun 1968 oleh Brussels Protocol, dan diamandemen pada tahun yang sama dan dikenal dengan Hague Visby Rules. Bill of Lading (B/L) atau konosemen adalah dokumen pengangkutan barang yang didalamnya memuat informasi lengkap mengenai nama pengirim, nama kapal, data muatan, pelabuhan muat dan pelabuhan bongkar, rincian freight dan cara pembayaran, jumlah B/L yang harus ditandatangani dan tanggal dari penandatanganan.3 B/L merupakan dokumen
2
Ray August, Don Mayer, Michael Bixby, International Business Law, Edisi V, Pearson Education, Inc., New Jersey, 2009. Hlmn. : 585
3
Capt. R. P. Suyono, M.Mar, Shipping, Pengangkutan Intermodal Ekspor Impor Melalui Laut, Edisi IV, Jakarta 2007. Hlmn. : 413.
2
yang sangat penting pada industri tranportasi atau distribusi barang, pengangkutan barang melalui laut menggunakan Ocean Bill of Lading (Ocean B/L) dan pengangkutan barang melalui udara menggunakan Airway Bill of Lading (Air Way B/L) sebagai dokumen yang melindungi barang yang diangkut. Halaman depan B/L memuat semua yang terkait dengan informasi barang yang antara lain; siapa Shipper (pengirim), Consignee (penerima), Notify Party atau address of arrival notice to (siapa saja yang ditetapkan dalam L/C jika pembayaran menggunakan L/C), Carrier (pengangkut atau perusahaan
pelayaran),
nama
kapal
yang
mengangkut,
tanggal
keberangkatan, pelabuhan pemuatan, dan informasi-informasi lainnya yang berkaitan dengan barang.4 Konosemen adalah akta bertanggal dalam mana si pengangkut menerangkan, bahwa dia telah menerima barang-barang tertentu untuk diangkut ke suatu tempat tertentu dengan alamat tertentu pula, selanjutnya menyerahkan barang-barang tersebut kepada seorang tertentu (penerima), dengan disertai janji-janji (syarat-syarat) untuk menyerahkan barang-barang itu. Dimana akta adalah surat yang ditandatangani, sengaja dibuat untuk tanda bukti tentang adanya perbuatan tertentu.5 Bill of Lading mempunyai fungsi sebagai:6 1. Tanda terima barang atau muatan (document of receipt) Bill of Lading berfungsi sebagai tanda terima barang untuk menyatakan bahwa barang telah dimuat diatas kapal
4
John Sinyal, Shipping, Lembaga Pendidikan Dan Pelatihan Kepabeanan, 2005. Hlmn.: 20
5
H.M.N. Purwosutjipto, S.H., Ibid III. Hlmn. 208.
6
Capt. R. P. Suyono, M.Mar, Ibid III. Hlmn. : 413.
3
2. Dokumen Bukti Kepemilikan (document of title) Bill of Lading berfungsi bagi siapa yang dapat mengambil barang di pelabuhan pembongkaran 3. Kontrak Pengangkutan (contract of carriage) Bill of Lading berfungsi sebagai kontrak perjanjian bahwa barang atau muatan akan dimuat diatas kapal hingga tempat tujuan. Dikaitkan dengan fungsi B/L sebagai kontrak pengangkutan, halaman belakang B/L memuat semua syarat dan ketentuan yang berlaku bagi semua pihak yang terkait, juga memuat kondisi-kondisi tertentu yang menjadi acuan para pihak saat mengapalkan atau mengirimkan barang melalui laut ketika menuntut hak dan kewajibannya atau membatasi hak dan kewajibannya. Menurut Purwosutjipto, perjanjian pengangkutan adalah perjanjian timbal balik antara pengangkut dengan pengirim, dimana pengangkut mengikatkan dirinya untuk menyelenggarakan pengangkutan barang dan atau orang dari suatu tempat ke tempat tujuan tertentu dengan selamat, sedangkan pengirim mengikatkan diri untuk membayar uang angkutan.
7
Jelas bahwa dari
pengertian tersebut menyatakan adanya hak dan kewajiban yang timbul sebagai akibat dari adanya kesepakatan untuk mengikatkan diri yang dibuktikan dengan adanya B/L sebagai akta kontrak antara pengangkut dengan pengirim yang mana akta tersebut berisikan syarat dan ketentuan yang mengandung hak dan kewajiban bagi para pihak yang harus dipatuhi dan dilaksanakan oleh para pihak selama masa kontrak berlangsung. B/L sebagai kontrak pengangkutan juga mengatur hal-hal yang berkaitan dengan kerugian pengangkutan laut karena pengangkutan laut tidak terlepas
7
H.M.N. Purwosutjipto, S.H., Ibid. Hlmn. 2.
4
dari risiko-risiko yang berpotensi akan dihadapi pada saat perjalan dari pelabuhan pemuatan menuju pelabuhan tujuan. Potensi risiko yang dihadapi pengangkutan laut jauh lebih tinggi dibanding jenis pengangkutan lainnya karena transportasi laut membutuhkan waktu yang lebih lama dalam melakukan pengiriman barang sehingga frekuensi peluang kemungkinan terjadinya hal-hal yang tidak dikehendaki semakin besar. Resiko tersebut dapat berupa adanya kemungkinan kejadian-kejadian alam berupa badai, atau gejala alam lainnya, demikian pula adanya kejahatan-kejahatan manusia yang berupa perompakan atau pembajakan di laut atau risiko-risiko lain yang dapat terjadi dalam pengangkutan barang melalui laut yang menyebabkan kapal gagal menghantarkan barang ke pelabuhan tujuan. Perjanjian pengangkutan berupa B/L secara jelas telah mengatur risiko-risiko dan dampaknya terhadap hak dan kewajiban serta pembatasan hak dan kewajiban para pihak. Ketentuan-ketentuan dalam B/L menjadi acuan para pihak untuk melakukan dan atau untuk tidak melakukan sesuatu ketika terjadinya suatu kejadian atau risiko pengangkutan laut terjadi. Dalam praktiknya, penulis menemukan kejadian dimana syarat dan ketentuan dalam B/L tidak sepenuhnya dijadikan acuan dalam menuntut hak dan kewajibannya atau membatasi hak dan kewajibannya pada saat terjadi suatu kerugian pengangkutan laut. Disatu sisi ada pertimbangan lain bagi pihak carrier untuk tidak secara sahih mengikuti syarat dan ketentuan dalam B/L, disisi lain ada kekuatan lain selain kekuatan kepastian hukum dan mengikat pada ketentuan B/L yang digunakan oleh shipper untuk menuntut hak dan kewajiban atau untuk tidak membatasi hak dan kewajiban para pihak terkait. Begitu pentingnya fungsi B/L dalam proses pengiriman barang melalui laut khusunya fungsi B/L sebagai kontrak pengangkutan laut dan adanya praktik
5
di lapangan yang ternyata tidak sepenuhnya mengindahkan ketentuan B/L sebagai kekuatan hukum yang mengikat mengundang minat penulis untuk melihat lebih jauh eksistensi B/L tersebut dalam aktual pelaksanaanya pada industri pelayaran yang difokuskan pada fungsi B/L sebagai kontrak pengangkutan.
B. Perumusan Masalah Sesuai dengan judul yang telah dirumuskan yaitu “Bill of Lading Sebagai Acuan Dasar Dalam Pelaksanaan Tanggung Jawab Pengangkut Terhadap Kerugian Pengirim Dalam Pengangkutan Laut” dan latar belakang yang telah dijabarkan sebelumnya maka dapat dirumuskan permasalahan yang diangkat dalam penulisan ini adalah sebagai berikut: 1. Apakah Bill of Lading dijadikan sebagai dasar acuan bagi pengangkut dalam pelaksanaan tanggung jawab terhadap kerugian pengirim dalam pengangkutan laut? 2. Bagaimana legitimasi penyelesaian tanggung jawab pengangkut terhadap kerugian pengirim dalam pengangkutan laut?
C. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian dalam penulisan ini adalah: 1. Untuk mengetahui bahwa Bill of Lading dijadikan atau tidak dijadikan sebagai dasar acuan bagi pengangkut dalam pelaksanaan tanggung jawab terhadap kerugian pengirim dalam pengangkutan laut. 2. Untuk mengetahui legitimasi penyelesaian tanggung jawab pengangkut terhadap kerugian pengirim dalam pengangkutan laut.
6
D. Manfaat Penelitian Penulis berharap kedepannya penulisan ini dapat dimanfaatkan sebagai: 1. Secara teoritis diharapkan dapat menambah informasi atau wawasan yang lebih kongkrit bagi penegak hukum khusunya dalam menangani permasalahan hukum yang berkaitan dengan pertanggungjawaban para pihak dalam proses pengangkutan laut, juga diharapkan dapat menjadi sumbangan pemikiran terhadap hukum dagang Indonesia dan lebih khusus
lagi
kedepannya
dapat
memberikan
kontribusi
dalam
pembentukan hukum maritim di Indonesia. 2. Secara praktis diharapkan sebagai sumbangan pemikiran bagi praktisi pelayaran, baik carrier, shipper, owner ataupun consignee maupun pihak lainnya, yang dapat dijadikan sebagai masukan dalam membantu proses pelaksanaan kerja pada praktik di lapangan.
7