BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Manusia membutuhkan interaksi dengan manusia lain sebagai makhluk sosial. Interaksi antara manusia satu dengan yang lainnya tersebut tidak selalu berjalan dengan baik dan lancar. Adakalanya interaksi antar sesama manusia tersebut terkendala oleh hal-hal tertentu, seperti adanya perbenturan kepentingan, terlanggarnya hak yang dimiliki oleh seseorang, dan lain sebagainya. Sebagai penyelesaian dari adanya kendala-kendala tersebut, biasanya seseorang akan mencari sebuah keadilan. Keadilan itu didapat dari sebuah lembaga peradilan yang memang mempunyai tugas memberikan keadilan bagi para pencari keadilan. Fungsi lembaga peradilan adalah menjamin terpenuhinya rasa keadilan yang ada di dalam masyarakat dan memberikan kepastian hukum bagi masyarakat. Sehingga tuujuan para pencari keadilan yang sesungguhnya adalah suatu putusan hakim. Pengertian putusan Hakim sendiri tidak diatur dalam undang-undang, namun dalam beberapa literatur dikemukakan pengertian putusan hakim oleh para ahli, seperti Sudikno Mertokusumo, yang memberikan definisi “putusan hakim sebagai suatu pernyataan yang oleh hakim, sebagai penjabat yang diberi wewenang itu, diucapkan di persidangan dan bertujuan mengakhiri atau menyelesaikan suatu perkara atau suatu sengketa antara para pihak”3. Menurut
3
Sudikno Mertokusumo, 2010, Hukum Acara Perdata, Universitas Atma Jaya, hlm.227.
1
2
Sudikno, putusan hakim itu adalah yang diucapkan di depan persidangan. Sebenarnya putusan yang diucapkan di persidangan (uitspraak) memang tidak boleh berbeda dengan yang tertulis (vonnis). Namun apabila memang ada perbedaan diantara keduanya, yang sah dipakai adalah yang diucapkan karena lahirnya putusan adalah sejak diucapkan. Setelah hakim memutus suatu perkara dan membacakan putusan, tidak berarti suatu perkara menjadi selesai begitu saja. Adakalanya para pihak yang berperkara di pengadilan merasa tidak puas dan mengajukan upaya hukum atas suatu putusan hakim. Dalam hal putusan hakim yang sudah dibacakan diterima oleh para pihak yang berperkara dan tidak dimintakan upaya hukum oleh para pihak ataupun memang tidak dapat dimintakan upaya hukum lagi, maka putusan hakim tersebut dinyatakan berkekuatan hukum tetap (in kracht). Putusan hakim yang telah berkekuatan hukum tetap tersebut kemudian akan dilaksanakan oleh pihak yang berwenang atau biasa dikenal dengan istilah eksekusi. Pihak yang berwenang melaksanakan putusan hakim tersebut adalah Jaksa. Hal tersebut sesuai dengan bunyi Pasal 1 angka 1 Undang-undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia (UU Kejaksaan), Jaksa adalah pejabat fungsional yang diberi wewenang oleh undang-undang untuk bertindak sebagai penuntut umum dan pelaksana putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap serta wewenang lain berdasarkan undang-undang. Tugas dan kewenangan Jaksa dalam bidang pidana diatur dalam Pasal 30 ayat (1) UU Kejaksaan, antara lain melakukan penuntutan ;melaksanakan penetapan hakim dan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap ;melakukan
3
pengawasan terhadap pelaksanaan putusan pidana bersyarat, putusan pidana pengawasan, dan keputusan lepas bersyarat ;melakukan penyidikan terhadap tindak pidana tertentu berdasarkan undang-undang ;dan melengkapi berkas perkara tertentu dan untuk itu dapat melakukan pemeriksaan tambahan sebelum dilimpahkan ke pengadilan yang dalam pelaksanaannya dikoordinasikan dengan penyidik. Jadi, tugas dan kewenangan Jaksa adalah sebagai penuntut umum dan pelaksana (eksekutor) putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap dalam perkara pidana. Jaksa merupakan organ yang berada di lingkungan Kantor Kejaksaan. Untuk dapat mengetahui bagaimana prosedur seorang Jaksa dalam melaksanakan putusan hakim yang telah berkekuatan hukum tetap, penulis harus melakukan observasi langsung di tempat di mana seorang Jaksa bertugas. Dalam hal ini penulis melakukan observasi di Kejaksaan Negeri Sleman. Alasan penulis mengambil tempat di Kantor Kejaksaan Negeri Sleman seperti yang telah dikemukakan di atas, yaitu karena penulis akan melakukan observasi terhadap wewenang Jaksa melaksanakan putusan hakim yang telah berkekuatan hukum tetap, khususnya dalam tindak pidana pencurian. Sedangkan alasan penulis tertarik untuk mengobservasi pelaksanaan putusan hakim yang telah berkekuatan hukum tetap adalah karena selama ini tidak banyak disinggung mengenai proses pelaksanaan putusan hakim yang telah berkekuatan hukum tetap. Biasanya yang banyak disinggung hanyalah proses penuntutan yang dilakukan oleh Jaksa Penuntut Umum maupun proses pra penuntutan. Penulis ingin lebih mendalami aspek-aspek dan prosedur pelaksanaan putusan hakim yang telah berkekuatan
4
hukum tetap dalam tindak pidana pencurian. Selain itu, alasan Penulis memilih studi kasus terhadap tindak pidana pencurian karena di wilayah Kabupaten Sleman yang merupakan ruang lingkup Kejaksaan Negeri Sleman marak terjadi tindak pidana pencurian.
B. Tujuan Tujuan dilaksanakannya Praktik Kerja Lapangan di Kejaksaan Negeri Sleman ini ada 2 (dua), yaitu: 1. Tujuan Subyektif dari pelaksanaan Praktik Kerja Lapangan ini bagi penulis adalah untuk memenuhi syarat kelulusan dari Program Diploma 3 Hukum Sekolah Vokasi Universitas Gadjah Mada dan untuk mendapatkan gelar Ahli Madya Hukum. 2. Tujuan obyektif dari pelaksanaan Praktik Kerja Lapangan ini adalah untuk mengaplikasikan ilmu yang didapat selama berada di bangku kuliah ke dalam kegiatan riil di instansi yang berwenang. Kedua, dapat dijadikan sarana untuk membandingkan kesesuaian teori dengan pelaksanaan di lapangan, khususnya di Kejaksaan Negeri Sleman untuk kemudian dapat di evaluasi demi perkembangan ilmu hukum dan praktik penerapan ilmu hukum yang lebih baik. Penulis akan membahas prosedur pelaksanaan putusan hakim yang telah berkekuatan hukum tetap dalam tindak pidana pencurian yang ditangani oleh Kejaksaan Negeri Sleman.
5
C. Manfaat Manfaat dari pelaksanaan Praktik Kerja Lapangan ini diantaranya adalah menambah wawasan dan pengalaman kerja bagi penulis, menambah pengetahuan bagi penulis tentang prosedur pelaksanaan putusan hakim yang telah berkekuatan hukum tetap, dan dapat dijadikan bahan evaluasi ke depan bagi perkembangan ilmu hukum dan penerapannya dalam kegiatan peradilan.
D. Keaslian Penulisan Dalam Laporan Tugas Akhir milik Penulis yang berjudul PROSEDUR EKSEKUSI PADA TINDAK PIDANA PENCURIAN (STUDI KASUS) DI KEJAKSAAN NEGERI SLEMAN, akan dipaparkan bahwa dalam tindak pidana pencurian, pidana yang dijatuhkan berupa pidana pokok kurungan dan tambahan berupa pengembalian barang bukti kepada saksi. Peran jaksa juga sebagai eksekutor juga sangat penting dalam kasus ini, terlihat dari setelah dikeluarkannya petikan putusan oleh Pengadilan Negeri untuk kemudian diberikan kepada Jaksa Penuntut Umum, kemudian Kepala Kejaksaan Negeri Sleman menunjuk jaksa eksekutor dengan mengeluarkan P-48 (Surat Perintah Pelaksanaan Putusan Pengadilan) sebanyak rangkap 4 untuk diberikan kepada Ketua Pengadilan Negeri, Kepala Kepolisian Resor Depok timur, Kepala Lembaga Pemasyarakatan Sleman, dan sebagai arsip Kejaksaan Negeri Sleman. Setelah berkas P-48 diserahkan, kemudian Jaksa Eksekutor segera menyerahkan terpidana ke Lembaga Pemasyarakatan Sleman untuk melaksanakan putusan pengadilan. Lalu, Jaksa menerbitkan BA-8 (Berita Acara Pelaksanaan Putusan Pengadilan) untuk
6
diserahkan kepada Ketua Pengadilan Negeri, Kepala Kejaksaan Negeri, Kepala Kepolisian Resor Depok, Kepala Lembaga Pemasyarakatan Sleman, dan sebagai arsip Kejaksaan Negeri Sleman. Untuk barang bukti berupa 1 (satu) buah handphone, dikembalikan oleh Jaksa kepada saksi, kemudian Jaksa menerbitkan Berita Acara Pengembalian Barang Bukti. 1. Dalam laporan Tugas akhir milik Anisa Aslami Permata tahun 2013 yang berjudul PROSEDUR EKSEKUSI PIDANA DENDA (STUDI KASUS TERHADAP
EKSEKUSI
PELANGGARAN
LALU
PUTUSAN LINTAS
DALAM Nomor
PERKARA Putusan
148/Pid.Sus/2012/PN.YK) dituliskan bahwa dalam perkara pelanggaran lalu lintas, pidana pokok yang dijatuhkan kepada terdakwa pelanggaran lalu lintas adalah berupa pidana denda. Dalam hal eksekusi pidana denda tersebut juga terlihat peran jaksa yang sangat penting sebagai eksekutor pidana denda dimana kewenangannya diatur dalam peraturan perundang-undangan. Selain jaksa, staf keuangan di instansi Kejaksaan pun mempunyai peran yang sangat penting untuk melaksanakan tugasnya dengan sebaik-baiknya agar tidak terjadi kesalahpahaman di kemudian hari, dengan menyetorkan sejumlah uang denda langsung kepada instansi yang berwenang untuk dimasukkan ke dalam Kas Negara sebagai PNBP (Penerimaan Negara Bukan Pajak) dengan jangka waktu pembayaran yang telah ditentukan. Dari penjabaran diatas, dapat diketahui bahwa antara refleksi yang ditulis oleh Penulis dengan refleksi yang ditulis oleh Penulis lain, terdapat kesamaan yaitu berupa tema pokok yang mengangkat tentang eksekusi pidana. Namun,
7
antara refleksi Penulis dengan yang penulis lain jabarkan, terdapat perbedaan dalam hal prosedur eksekusi, dimana dalam refleksi milik penulis lain hanya dijabarkan prosedur mengenai eksekusi pidana denda saja, sedangkan dalam refleksi Penulis, dijabarkan prosedur mengenai eksekusi pidana kurungan dan pengembalian barang bukti. Selain itu, tindak pidana yang dijadikan bahan studi kasus pun berbeda, dimana dalam refleksi milik Anisa Aslami Permata menggunakan studi kasus pelanggaran lalu lintas, sedangkan refleksi milik Penulis menggunakan studi kasus dalam tindak pidana pencurian. 2. Dalam Laporan Tugas Akhir milikRiswandha Permata Indira pada tahun 2014 yang berjudul PERAN KEJAKSAAN NEGERI SLEMAN DALAM PENYELESAIAN TINDAK PIDANA PENCURIAN dituliskan bahwa peran Kejaksaan Negeri Sleman dalam memberantas tindak pidana pencurian pada saat terjadinya bencana alam berupa gunung Merapi meletus pada tahun 2010. Dari penjabaran diatas, dapat diketahui bahwa antara refleksi yang ditulis oleh Penulis dengan refleksi yang ditulis oleh Penulis lain, terdapat kesamaan yaitu berupa tema pokok yang mengangkat tentang tindak pidana pencurian. Namun, antara refleksi Penulis dengan yang penulis lain jabarkan, terdapat perbedaan yaitu pasal yang dijatuhkan berbeda karena pada kasus penulis dijatuhkan pasal 362 KUHP sedangkan dalam kasus yang di tulis oleh Riswandha Pramarta Indira tindak pidana pencurian termasuk dalam pasal 363 KUHP karena melakukan tindak pidana pencurian pada saat terjadinya bencana alam. Perbedaan lain adalah Penulis mengangkat tema eksekusi pada
8
tindak pidana pencurian sedangkan pada tulisan Riswandha Pramarta Indira mengangkat tema tentang peran Kejaksaan penyelesaian tindak pidana pencurian.
Negeri Sleman dalam