BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Masalah Karakteristik manusia sebagai makhluk sosial mengharuskan manusia
selalu memerlukan keterlibatan orang lain guna memenuhi kebutuhan hidupnya. Kebutuhan hidup yang beranekaragam tersebut menghendaki adanya proses dan aktivitas guna pemenuhannya. Bentuk dari proses tersebut ada bermacammacam, salah satunya melalui pembangunan rumah. Bentuk aktifitas guna p emenuhan kebutuhan hidup melalui jual-beli yang terkadang secara langsung maupun tidak langsung manusia melakukan sebuah perjanjian di dalamnya. Aturan-aturan hukum yang menjaga keseimbangan dalam kehidupan manusia secara garis besar dapat digolongkan atas aturan hukum tertulis dan hukum tidak tertulis. Hukum tertulis merupakan aturan hukum yang telah dituangkan dalam suatu kitab undang-undang sedangkan hukum tidak tertulis merupakan hukum yang ada, hidup dan dilaksanakan di dalam masyarakat. Diantara aturan-aturan yang ada didalam masyarakat, aturan yang paling sering dan diperlukan dalam lalu lintas kehidupan masyarakat untuk memenuhi kebutuhannya adalah hukum perjanjian. Perjanjian-perjanjian yang dibuat oleh masyarakat dalam hubungan interaksi untuk memenuhi kepentingan mereka dapat dilakukan secara tertulis maupun secara lisan, kebebasan untuk melakukan perjanjian baik secara tertulis
maupun secara lisan ini tidak terlepas dari sifat hukum perjanjian itu sendiri yang bersifat terbuka (openbaar system). Selain bersifat terbuka hukum perjanjian juga disebut hukum pelengkap.
1
Sebagai hukum pelengkap mengandung arti
ketentuan-ketentuan dalam Buku III KUHPerdata tersebut hanyalah bersifat melengkapi, apabila sesuatu hal para pihak tidak mengaturnya secara lengkap. 2 Jual beli sudah lazim dilakukan oleh masyarakat, untuk mendapatkan barang maupun jasa yang diinginkan. KUHPerdata perjanjian jual-beli diatur di dalam buku III Pasal 1457 BW yang menyebutkan bahwa jual beli adalah suatu perjanjian, dengan mana pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk menyerahkan suatu kebendaan dan pihak yang lain untuk membayar harga yang telah dijanjikan. Pada perjanjian jual beli maka barang atau jasa berhadapan dengan uang. Barang disini harus diartikan luas baik barang (benda) berwujud maupun tidak berwujud (jasa).
3
Apabila di definisi dari perjanjian jual beli itu
menimbulkan kewajiban-kewajiban pada kedua belah pihak. Satu pihak adalah kewajiban menyerahkan barang dan pihak yang lain untuk membayar harganya. Perjanjian jual beli menurut Burgelijk Wetboek tidak diperlukan lagi kecuali persesuaian kehendak antara para pihak mengenai barang (zaak) dan harga. 4 Walaupun hukum perjanjian bersifat terbuka akan tetapi terdapat pengaturan-pengaturan mengenai perjanjian yang harus diikuti oleh kedua belah pihak yang berkepentingan dimana ketentuan-ketentuan tersebut merupakan
1
Hartono Hadisoeprapto, 1984, Pokok-pokok Hukum Perikatan dan Hukum Jaminan, Liberty, h. 3 2 A Qirom Syamsudin Meliala, 1985, Pokok-pokok Hukum Perjanjian beserta Perkembangannya, Liberty, h. 1 3 Hartono Soerjopratikno, 1982, Aneka Perjanjian Jual Beli, Cetakan Pertama, Seksi Notariat Fakultas Hukum Universitas Gajah Mada, Yogyakarta, h. 1 4 Ibid, h.3
syarat mutlak yang harus di penuhi sebagaimana dinyatakan oleh pihak-pihak yang berkepentingan, baru dapat dikatakan sah apabila telah memenuhi syaratsyarat sahnya suatu perjanjian. Perjanjian-perjanjian yang telah dibuat oleh para pihak yang memenuhi syarat-syarat sahnya perjanjian sebagaimana dinyatakan dalam ketentuan pasal 1320 KUHPerdata mengikat kedua belah pihak tersebut untuk melaksanakan perjanjian yang telah di sepakatinya, dimana apabila pemenuhan perjanjian tidak dilakukan maka akan menimbulkan akibat hukum terhadap pihak yang tidak memenuhi perjanjian tersebut. Pihak yang tidak memenuhi perjanjian disebut telah melakukan perbuatan wanprestasi sehingga melahirkan hak baru kepada pihak yang memiliki hak atas pemenuhan perjanjian tersebut, yaitu: 1. Hak untuk meminta pemenuhan perjanjian dan/atau disertai permintaan ganti rugi 2. Hak untuk membatalkan perjanjian dan/ disertai ganti rugi. Perumahan merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia (basic nee d) yang telah ada, seiring dengan keberadaan manusia itu sendiri. Media Perumahan menjadi sarana bagi manusia guna melakukan berbagai macam aktifitas
hidup
dan sarana untuk memberikan perlindungan utama terhadap adanya ganggua n gangguan eksternal, baik terhadap kondisi iklim maupun terhadap gangguan lainnya. Saat ini konsep Perumahan telah mengalami penggeseran, tidak hanya sebag
ai kebutuhan dasar saja, ataupun sebagai media yang memberikan perlindun gan.
Namun
Perumahan
telah
menjadi
gaya
hidup
(lifestyle),
memberikan kenyamanan dan menunjukkan karakteristik atau jati diri, yang merupakan
salah
satu
pola
pengembangan
diri
serta
sarana
private,
sebagaimana dibutuhkan pada masyarakat global. Dalam suatu pelaksanaan perjanjian jual beli rumah, karena salah sat u syarat sahnya perjanjian antara kedua belah pihak sepakat dan mengikat diantara kedua belah pihak maka dapat dituntut secara hukum. Prestasi adalah
kewajiban
pihak
yang sesuai
harus
dipenuhi
oleh
dengan
pihaksyarat-
syarat perjanjian sehingga pemenuhan prestasi adalah suatu esensi daripada perjanjian, apabila esensi ini tercapai dalam arti terpenuhi oleh para pihak, maka perjanjian berakhir. 5 Permasalahan dalam perjanjian jual-beli rumah ini penting di bahas, karena di dalam prakteknya masyarakat banyak yang tidak mengetahui atau kurang paham mengenai proses dalam jual beli rumah. Dalam membeli rumah masalah bisa saja terjadi tidak hanya dari segi konsumen saja, akan tetapi masalah bisa terjadi pada Developer (Pengembang) Perumahan, untuk itu
sebagai
konsumen
juga perlu waspada dalam jual beli rumah dan
pengembang juga perlu waspada dalam beberapa masalah yang mungkin terjadi. Mengenai perbuatan wanprestasi ini yang terjadi dalam perkara No. 68/Pdt.G/2012/PN.Slmn, yang merupakan perkara gugatan wanprestasi jual beli yang diajukan oleh Dr.Yanri Wijayanti SH, yang bertindak sebagai Penggugat 5
Abdul Kadir Muhammad, 1986, Hukum Perikatan, Penerbit Alumni, Bandung, h.7
mengajukan gugatan terhadap Bambang Sudarmanto sebagai Direktur Utama PT. Sarwo Indah. Salah satu permasalahan yang terjadi dalam jual beli rumah adalah terkait dengan pembayaran secara anggsuran yang dilakukan oleh beberapa para pembeli dari Perumahan Merapi Regency Kabupaten Sleman yang mana dar i pihak developer dan pihak pihak yang terkait dengan pembangunan Perumahan Merapi Regency Kabupaten Sleman belum memberikan kepastian hukum me ngenai sertifikat hak milik atas tanah dan bangunan pada Perumahan Merap i Regency Kabupaten Sleman, yang mana untuk beberapa pembeli sudah m elakukan pembayaran secara lunas tetapi belum mendapatkan hak milik seba gaimana mestinya, sebelum adanya putusan No:96/Pdt.G/2011/PN.Sleman ya ng diputus pada tanggal 23 Agustus 2011 terdapat pembeli yang berbeda yang mengajukan perkara pada Pengadilan Niaga Semarang dan PT Sarwo Indah telah dinyatakan pailit oleh Pengadilan Niaga Semarang pada tanggal 3 Mei 2011 dengan No.02/P.Niaga/2011/PN Semarang, dalam hal ini masih berada pada kurator dan masih dilakukan pemberesan, berdasarkan hasil wawancara dengan deng an Ibu Tutut Rokhayatun selaku kurator pada tanggal 7 Juni 2013. Sebagai konsumen
perlu
untuk
menanyakan
sertifikat
tanahnya
sudah
atas nama Pengembang atau belum dan sudah ada izin mendirikan banguna n atau belum untuk Perumahan yang akan dibangun nanti. Ini menjadi pent ing karena konsumen sering kali tertipu oleh aksi pengembang yang selalu memanfaatkan ketidaktahuan konsumen dalam proses jual beli rumah.
Setiap kegiatan pembangunan atau jual beli rumah Pengembang harus mentaati peraturan yang telah ditetapkan oleh Pemerintah dan Pemerintah d aerah. untuk membangun sebuah Perumahan maka Pengembang memiliki kewajiban-kewajiban
yang
harus
dilakukan sehingga keberadaan Perumahan yang dimaksud sesuai dengan
p
eraturan yang berlaku. Dalam hal ini telah ada peraturan terkait dengan jual beli Perumahan yang diatur di dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang
Perumahan
dan
Kawasan
Permukiman.
Dalam penegakan hukum perdata, lembaga pengadilan sebagai tempat harapa n terakhir bagi para pencari keadilan, ketika para pihak dalam suatu perseli sihan tidak dapat menyelesaikan sendiri, maka para pihak tersebut dapat me ngajukan perkara ke pengadilan. Terkait dengan PutusanNomor:96/Pdt.G/2011/PN.Sleman dalam perkara ini adalah menyangkut jual beli tanah dan rumah maka menjadi kewajiban bagi tergugat sesuai dengan kesepakatan untuk memproses penerbitan sertifi kat kepemilikan rumah dan tanah yang telah dibeli oleh para penggugat ters ebut setelah para penggugat menyelesaikan kewajibannya yaitu membayar harga sesuai dengan kesepakatan diantara kedua belah pihak mengenai barang dan harga tetapi pihak dari tergugat tidak melaksanakan kewajibannya atau tidak menyelesaikam proses penerbitan sertifikat kepemilikan rumah dan tanah yang telah
dibeli
oleh para penggugat tersebut. Kemudian juga telah diberikan teguran namun tetapi tetap tidak melaksanakan kewajibannya, maka pihak yang demikian dikatakan wanprestasi (ingkar janji).
Di dalam sidang pengadilan, majelis Hakim akan menentukan dasar pertimbangan dalam menentukan seorang wanprestasi dan hal-hal apa saja yang bisa dikabulkan atau yang tidak. Sehingga tidak semua tuntutan oleh penggugat dalam perkara wanprestasi dalam perjanjian jual beli dapat dikabulkan seluruhnya oleh Majelis Hakim. Atas dasar Latar Belakang di atas, maka menarik untuk diteliti tentang Penerapan dari Gugatan Wanprestasi dan Pertimbangan Hakim dalam Putusannya, dalam bentuk skripsi DALAM
dengan judul “DASAR PERTIMBANGAN HAKIM
PENGAMBILAN
68/Pdt.G/2012/PN.Slmn
PUTUSAN
MENGENAI
PERKARA
NOMOR
WANPRESTASI
DALAM
PERJANJIAN JUAL BELI DI PENGADILAN NEGERI.” 1.2
Rumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang di atas maka timbul permasalahan sebagai berikut : 1. Bagaimanakah Penerapan Hukum Dalam Penyelesaian Sengketa Wanprestasi dalam Perjanjian Jual Beli Melalui Pengadilan? 2. Bagaimana Dasar Pertimbangan Hakim dalam Pengambilan Putusan pada Perkara Wanprestasi Perjanjian jual beli di Pengadilan Negeri?
1.3
Ruang Lingkup Masalah Dalam penelitian ini ruang lingkup masalah yang dikaji oleh penulis
adalah Dasar Pertimbangan Hakim dalam pengambilan putusan perkara wanprestasi jual beli melalui Pengadilan Negeri yaitu meliputi proses dan syarat
pengajuan gugatan perkara perdata melalui pengadilan, penerapan penetapan adanya wanprestasi dalam perjanjian jual beli di Pengadilan, hukum pembuktian yang dilakukan hakim sebagai dasar pertimbangan dalam putusan perkara nomor 68/Pdt.G/2012/PN.Slmn mengenai wanprestasi perjanjian jual beli, dan kekuatan hukum terhadap alat-alat bukti yang digunakan sebagai pertimbangan hakim untuk memutus perkara wanprestasi dalam perjanjian jual beli. 1.4
Tujuan Penulisan Sebagai tahap akhir dari mahasiswa yang akan menyelesaikan studinya
ditingkat perguruan tinggi khususnya Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Udayana, diperlukan adanya suatu karya tulis yang bersifat ilmiah dalam suatu bidang tertentu, baik bersifat penelitian kepustakaan maupun penelitian lapangan yang merupakan karya nyata atas kemampuan akademis selama mengikuti pendidikan. Adapun yang menjadi tujuan dalam penulisan skripsi ini adalah : a. Tujuan Umum 1. Untuk melatih diri agar dapat menuangkan pikiran-pikirtan ilmiah dari ilmu hukum secara tertulis 2. Untuk melaksanakan TRI DARMA Perguruan Tinggi, khususnya pada bidang penelitian 3. Sebagai karya nyata untuk memenuhi kewajiban yang bersifat akademis dalam menyelesaikan studi di Program Strata Satu (S1) di Fakultas Hukum Universitas Udayana. b. Tujuan Khusus
Adapun yang menjadi tujuan khusus penyusunan skripsi ini adalah untuk memahami permasalahan yang di angkat dan diperoleh dari suatu penelitian. 1. Untuk mengetahui pengetahuan di bidang hukum acara, khususnya di bidang hukum acara perdata dan pemeriksaan gugatan dalam perkara perdata pada umumnya 2. Untuk mengetahui landasan serta pertimbangan hukum dari Hakim dalam memberikan putusan terhadap perkara wanprestasi dalam perjanjian jual beli Nomor : 68/Pdt.G/2012/PN.Slmn.
1.5
Manfaat Penulisan a. Manfaat Teoritis Hasil penelitian ini secara teoritis akan bermanfaat sebagai pengembangan ilmu hukum khususnya mengenai dasar pertimbangan hakim dalam pengambilan putusan atas perkara wanprestasi dalam perjanjian jual beli di Pengadilan
b. Manfaat Praktis Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat bagi para pembeli wanprestasi dan pihak terkait lainnya yang berhubungan erat dalam perjanjian jual beli dan terutama di bidang peradilan perdata.
1.6
Landasan Teoritis 1. Tinjauan tentang perjanjian pada umumnya
Perjanjian merupakan terjemahan dari kata onvereenkomst (belanda) yang terjemahannya sama dengan persetujuan atau kesepakatan. Menurut Prof. Subekti, SH menyebutkan nahwa “perjanjian adalah suatu peristiwa di mana seorang berjanji kepada seorang lain atau dimana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan sesuatu hal. 6 Sedangkan dalam pasal 1313 Kitab Undang-undang Hukum Perdata, perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana bsatu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih. Walaupun terdapat berbagai pengertian mengenai perjanjian, namun menurut PNH Simanjuntak, bahwa dalam setiap perjanjian mengandung unsurunsur sebagai berikut : a) Ada para pihak b) Ada persetujuan antara pihak-pihak tersebut c) Ada tujuan yang akan dicapai d) Ada prestasi yang akan dilaksanakan e) Ada bentuk tertentu, baik lisan maupun tulisan f) Ada syarat-syarat tertentu. 7 Hukum Perjanjian secara umum dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata terdapat pada Buku III bab kedua tentang perikatan-perikatan yang dilahirkan dari kontrak atau perjanjian, sedangkan untuk perjanjian lebih khusus diatur dalam bab V sampai bab XVIII dan perjanjian akan menimbulkan suatu perikatan yang dalam kehidupan sehari-hari sering diwujudkan dengan janji atau 6 7
Subekti, 1990, Hukum Perjanjian, Cetakan XVI, Jakarta, Intermasa, h. 1 Simanjuntak, Hukum Perjanjian, Binacipta, Bandung, h.7
kesanggupan yang diucap atau sah perjanjian ditulis hubungan hukum perjanjian bukanlah hubungan hukum yang dilakukan oleh pihak-pihak yang berkeinginan untuk menimbulkan hubungan hukum tersebut. 8 Ada beberapa syarat sahnya jual beli menurut pasal 1467 KUHPerdata, diantaranya harus ada mata uang dan barang, barang yang dijual adalah milik sendiri, dan jual itu bukan antara suami istri yang masih dalam perkawinan. Dalam perjanjian berlaku suatu asas yang di namakan asas Konsensualisme. Perkataan ini berasal dari perkataan latin consensus yang berarti sepakat. Asas konsensualisme bukanlah berarti untuk suatu perjanjian diisyaratkan adanya kesepakatan, ini sudah semestinya suatu perjanjian juga dinamakan persetujuan, berarti dua pihak sudah setuju atau bersepakat mengenai sesuatu hal. Arti asas konsensualisme ialah pada dasarnya perjanjian dan perikatan yang timbul karenanya itu sudah dilahirkan sejak detik tercapainya kesepakatan dengan perkataan lain perjanjian itu sudah ada apabila sudah sepakat mengenai hal-hal yang pokok dan tidaklah diperlukan sesuai formalitas. Asas konsensualisme lazimnya dapat disimpulkan dari pasal 1320 Kitab Undang-undang Hukum Perdata yang berbunyi; “untuk sahnya suatu perjanjian diperlukan empat syarat” yaitu : 1) Kesepakatan mereka yang mengikatkan diri 2) Kecakapan untuk membuat suatu perikatan 3) Suatu hal tertentu 4) Suatu sebab yang halal. 9 8
http;//www.russellbedford.co.id/downloads/publications/f3b73_naskah, 2009, pdf, diakses tanggal 5 September 2014
Kedua poin pada poin pertama dan kedua di atas dinamakan syarat subyektif, karena kedua syarat tersebut mengenai subyek perjanjian. Apabila terjadi pelanggaran terhadap kedua syarat atau salah satu dari kedua syarat tersebut maka perjanjian tersebut dapat dibatalkan dan kedua syarat terakhir disebutkan syarat obyektif karena mengenai obyek. Apabila kedua syarat atau salah satu dari syarat tersebut tidak terpenuhi maka perjanjian tersebut harus batal demi hukum. Barang yang diperdagangkan menurut pasal 1332 KUHPerdata menyatakan bahwa, hanya barang-barang yang diperdagangkan saja dapat menjadi pokok suatu perjanjian. 10 Bentuk dari perjanjian tersebut bermacam-macam, salah satunya adalah perjanjian jual-beli. KUHPerdata perjanjian jual-beli diatur dalam buku III pasal 1457, yang menyebutkan bahwa jual-beli adalah suatu perjanjian, dengan mana pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk menyerahkan suatu kebendaan, dan pihak yang lain untuk membayar harga yang telah dijanjikan. Pada perjanjian jualbeli maka barang atau jasa berhadapan dengan uang. Barang disini harus diartikan luas baik barang (benda) berwujud maupun tidak berwujud (jasa). Apabila definisi dari perjanjian jual-beli dari pasal 1457 KUHPerdata diperhatikan, maka tampaklah bahwa perjanjian jual beli itu menimbulkan kewajiban-kewajiban pada kedua belah pihak, yaitu membebankan pada dua kewajiban, yaitu : a) Kewajiban pihak penjual, menyerahkan barang yang dijual kepada pembeli
9
Subekti, 1979, Hukum Perjanjian, cetakan I, intermasa, Jakarta, h.15 Ibid, h. 20
10
b) Kewajiban pihak pembeli, membayar harga barang yang dibeli kepada penjual dengan tepat waktu. 11
2. Tinjauan tentang Wanprestasi Pada umumnya debitur dikatakan wanprestasi manakala ia karena kesalahannya sendiri tidak melaksanakan prestasi, atau melakukan sesuatu yang menurut perjanjian tidak diperbolehkan untuk dilakukan. Menurut Subekti, melakukan prestasi tetapi tidak sebagaimana mestinya juga dinamakan wanprestasi. 12
Menurut Subekti, wanprestasi dapat terjadi dalam 4 (empat) macam bentuk : a) Tidak melakukan apa yang disanggupi akan dilakukan b) Melaksanakan
apa
yang
dijanjikannya
tetapi
tidak
sebagaimana
dijanjikannya c) Melakukan apa yang dujanjikannya tetapi terlambat d) Melakukan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukan 13 Menurut Setiawan, wanprestasi adalah apabila seorang debitur lalai tidak memenuhi kewajibannya atau terlambat memenuhinya atau memenuhinya tetapi tidak seperti yang diperjanjikan dan melakukan sesuatu yang menurut perjanjian tidak diperbolehkan. Menurut Setiawan, ada 3 bentuk wanprestasi yaitu : 11
M. Yahya Harahap, 1986, Segi-segi Hukum Perjanjian, penerbit alumni, Bandung, h. 18 Subekti, op.cit, h. 45 13 Ibid, h.46 12
1) Tidak memenuhi prestasi sama sekali 2) Terlambat memenuhi prestasi 3) Memenuhi prestasi tapi tidak baik Apabila debitur melakukan wanprestasi, maka dia dapat dituntut untuk : 1) Pemenuhan perjanjian 2) Pemenuhan perjanjian ditambah ganti rugi 3) Ganti rugi 4) Pembatalan perjanjian timbal balik 5) Pembatalan dengan ganti rugi 14 Kewajiban membayar ganti rugi tersebut tidak timbul seketika terjadi kelalaian, melainkan baru efektif setelah debitur dinyatakan lalai (ingebreke steliing) dan tetap tidak melaksanakan prestasinya. Hal ini diatur dalam pasal 1243 KUHPerdata yang pada pokoknya menyatakan : 1. Pernyataan lalai tersebut harus berbentuk surat perintah atau akta lain uang sejenis, yaitu suatu salinan daripada tulisan yang telah dibuat lebih dahulu oleh jurusita dan diberikan kepada yang bersangkutan 2. Berdasarkan kekuatan perjanjian itu sendiri 3. Jika teguran kelalaian sudah dilakukan barulah menyusul peringatan atau aanmaning yang biasa disebut sommasi. Selanjutnya, diisyaratkan kerugian yang dapat dituntut haruslah kerugian yang menjadi akibat langsung dari wanprestasi. Artinya, antara kerugian dan
14
Setiawan, 1999, Pokok – pokok Hukum Perikatan, Bandung, Binacipta, h. 28
wanprestasi harus ada hubungan sebab akibat. Dalam hal ini kreditur harus dapat membuktikan : a) Besarnya kerugian yang dialami b) Bahwa faktor penyebab kerugian tersebut adalah wanprestasi karena kelalaian kreditur, bukan karena faktor diluar kemampuan debitur. 15
1.7
Metode Penelitian a. Jenis Penelitian Berdasarkan pada rumusan masalah dan tujuan penelitian maka jenis penelitian yang digunakan adalah yang bersifat hukum empiris. Sehubungan dengan jenis penelitian yang digunakan tersebut penelitian dilakukan dengan cara meneliti peraturan-peraturan, perundang-undangan, teori-teori hukum dan pendapat-pendapat para sarjana hukum yang merupakan data sekunder, kemudian dikaitkan dengan keadaan yang sebenarnya. Sedangkan pendekatan empirisnya mempergunakan sumber data primer, yakni data yang langsung diperoleh dari informasi responden. b. Jenis Pendekatan Jenis pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan perundang-undangan dimana data yang diperoleh darii studi pustaka akan dikembangkan dengan data yang diperoleh di lapangan. Pendekatan 15
Subekti, op.cit, h. 14-15
perundang-undangan dilajukan dengan menelaah semua undang-undang dan regulasi yang bersangkut paut dengan masalah hukum yang sedang ditangani. c. Data dan Sumber Data 1. Sumber data primer Sumber data primer dalam penelitian ini berupa data yang diperoleh di lapangan. Dalam hal ini, data primer yang bersumber dari lapangan diperoleh dari hasil wawancara dengan para hakim.
2. Sumber data sekunder Sumber data sekunder dalam penelitian ini bersumber pada Kitab Undangundang Hukum Perdata (KUHPerdata), HIR/RBG, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman dan beberapa literatur-literatur yang terdiri dari buku-buku, makalah, jurnal, dan referensi-referensi lain yang terkait dengan permasalahan. d. Teknik Pengumpulan Data a) Teknik Pengumpulan Data Sekunder dengan cara : -
Studi Pustaka/dokumen
Studi pustaka/dokumen yaitu kegiatan menelusuri dan mengkaji berbagai peraturan perundang-undangan yang relevan dengan permasalahan penelitian seperti : Kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUHPerdata). Studi Pustaka dilakukan melalui tahap-tahap identifikasi, pustaka sumber data, identifikasi bahan hukum yang diperlukan, dan inventarisasi bahan hukum (data) yang diperlukan tersebut.
b) Teknik Pengumpulan Data Primer dengan cara : -
Wawancara
Wawancara yaitu metode pengumpulan bahan hukum dengan bertanya secara langsung kepada informan atau pihak yang berkompeten dalam suatu permasalahan.
16
Dalam hal ini penulis melakukan wawancara
dengan para Hakim yang bertugas di Pengadilan Negeri Denpasar.
e. Pengolahan dan Analisis Data Setelah data terkumpul dari hasil penelitian kemudian data-data tersebut akan diolah dan dianalisa dengan menggunakan teknik pengolahan data secara sistematis dan deskriptif kualitatif. Yang dimaksud dengan teknik pengolahan data secara kualitatif, yaitu dengan memilih data dengan kualitasnya untuk dapat menjawab permasalahan yang diajukan. 17 Untuk pengajiannya dilakukan secara deskriptif analisa yaitu suatu cara analisa data yang dilakukan dengan jalan menyusun secara sistematis sehingga diperoleh kesimpulan.
16
Sugiarto, Dergibson, et. all, 2001, Teknik Sampling, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, h.17 Ronny Hanitijo Soemitro, 1990, Metodelogi Penelitian Hukum dan Jurimetri, cetakan IV, Ghalia Indonesia, Jakarta, h. 47 17