BAB I
PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia di dalam kehidupan mempunyai bermacam-macam kebutuhan dalam hidupnya. Kebutuhan itu berfungsi untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya. Oleh karena itu, pemenuhan kebutuhan-kebutuhan tersebut merupakan syarat agar manusia itu bisa bertahan hidup di dunia ini. Semakin baik kebutuhan itu dipenuhi, semakin sejahtera pula hidupnya, demikian pula sebaliknya. Dalam rangka memenuhi kebutuhannya, manusia harus saling berhubungan antara satu dengan yang lainnya. Hal ini dikarenakan manusia adalah makhluk sosial dan tidak dapat memenuhi kehidupannya sendiri. Oleh karena itu untuk memenuhi kebutuhannya tersebut manusia harus melakukan hubungan atau kerja sama dengan manusia lainnya. Dalam berhubungan tersebut para pihak membuatnya secara tertulis yang disebut dengan perjanjian atau kontrak, yang telah menjadi ciri hukum modern sekarang ini. Kebutuhan manusia semakin lama semakin kompleks tidak lagi hanya sandang, pangan, dan papan. Tetapi juga kebutuhan akan aksesori-aksesori akibat perkembangan teknologi dan informasi, tidak bisa lagi mengandalkan pada pengaturan tradisi, kebiasaan, kepercayaan, atau budaya ingatan.1 Kebutuhan manusia ini diikuti dengan perkembangan hukum dan usaha di bidang asuransi. Perjanjian Asuransi itu pada dasarnya bersifat konsensual sesuai dengan Pasal 257 KUHD. Menurut Prof P.L Wery, perjanjian asuransi adalah:2 1. Asuransi merupakan perjanjian berdasarkan konsesus, dapat terjadi setelah ada kata sepakat, artinya perjanjian tanpa bentuk 2. Asuransi merupakan sifat kepercayaan yang istimewa, saling percaya mempercayai diantara para pihak adalah menentukan perjajian itu sendiri.
1
Satjipto Rahardjo, Ilmu Hukum, cetakan keenam, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2006, hlm 72. Sri Rezeki Hartono, Hukum Asuransi dan Perusahaan Asuransi, cetakan keempat, Sinar Grafika, Jakarta, 2008, hlm. 85 2
Universitas Sumatera Utara
Maksud dari perjanjian asuransi bersifat konsensual, adalah bahwa sejak terjadinya kesepakatan timbulah kewajiban dan hak kedua belah pihak. Tetapi asuransi baru berjalan jika kewajiban tertanggung membayar premi telah dipenuhi. Dengan kata lain, resiko atas benda beralih kepada penanggung sejak premi dibayar oleh tertanggung, oleh karena itu dapat dipahami bahwa ada atau tidaknya asuransi ditentukan oleh pembayaran premi.3 Namun demkian, esuai dengan Pasal 225 KUHD ayat 1 dikatakan bahwa : “Pertanggungan tersebut harus dibuat secara tertulis dalam suatu akta yang dinamakan polis”.4 Pasal 258 ayat 1 KUHD yang berbunyi “Polis ini merupakan satu-satunya alat bukti tertulis untuk membuktikan bahwa pertanggungan telah terjadi”.5 Dalam polis dicantumkan semua ketentuan dan syarat mengenai pertanggungan yang telah dibuat. Begitu pula pada polis asuransi kerugian yang didalam akta polis yang dipertanggungkan adalah kerugian dari si tertanggung. Dengan demikian asuransi terutama asuransi kerugian mempunyai tujuan memberikan jaminan proteksi kepada nasabahnya (tertanggung) apabila si tertanggung mengalami hal-hal yang tidak diharapkan. Pelaksanaan perjanjian asuransi terkadang menimbulkan banyak permasalahan dimana salah satu pihak tidak memenuhi kewajiban sesuai dengan yang disepakati dalam perjanjian atau disebut juga sebagai wanprestasi. Pihak yang merasa dirugikan dapat meminta ganti rugi sebagaimana disebutkan dalam Pasal 1243 KUHPerdata yaitu: "penggantian biaya, rugi dan bunga karena tidak dipenuhinya suatu perikatan, barulah mulai diwajibkan, apabila si berutang, setelah dinyatakan lalai memenuhi perikatannya, tetap melalaikannya, atau jika sesuatu yang harus diberikan atau dibuatnya, hanya dapat diberikan atau dibuat dalam tenggang waktu yang telah dilampaukannya”.6 Akan tetapi tidak semua tindakan wanprestasi dapat dituntut ganti kerugian, karena apabila tindakan wanprestasi yang dilakukan oleh salah satu pihak bukan karena kelalaiannya 3
Wahyu Hidayat, “Polis Asuransi Jiwa sebagai Jaminan untuk Mendapatkan Kredit pada Perbankan”, skripsi, Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, Medan, 2009, hlm.2 4 Pasal 225 ayat 1 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang 5 Pasal 258 ayat 1 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang 6 Pasal 1243 Kitab Undang-Undang Hukum perdata
Universitas Sumatera Utara
maka pihak tersebut dapat terbebas dari pembayaran ganti kerugian. Hal ini juga diatur dalam Pasal 1244 KUHPerdata dan 1245 KUHPerdata yang bunyinya sebagai berikut: Pasal 1244 KUHPerdata: "Jika ada alasan untuk itu, si berutang harus dihukum mengganti biaya, rugi dan bunga apabila ia tak dapat membuktikan bahwa hal tidak atau tidak pada waktu yang tepat dilaksanakannya perikatan itu, disebabkan suatu hal yang tak terduga, pun tidak dapat dipertanggungjawabkan padanya, kesemuanya itupun jika itikad buruk tidaklah ada pada pihaknya"7 Pasal 1245 KUHPerdata: "Tidaklah biaya rugi dan bunga, harus digantinya, apabila lantaran keadaan memaksa atau lantaran suatu kejadian tak disengaja si berutang berhalangan memberikan atau berbuat sesuatu yang diwajibkan, atau lantaran hal-hal yang sama telah melakukan perbuatan yang terlarang".8 Keadaan seperti yang tersebut diatas disebut juga keadaan memaksa (force majeure).9 Di dalam suatu polis auransi pada umumnya selalu memasukkan klausula mengenai force majeure ini agar para pihak mengerti pembatasan antara kelalaian yang disebabkan oleh para pihak itu sendiri dan kelalaian yang terjadi karena adanya keadaan yang memaksa.10 Namun seiring dengan perkembangan zaman dan kebutuhan saat ini, banyak perusahaan asuransi memberikan perlindungan terhadap kerugiaan akibat keadaan force majeure dengan memberikan perlindungan perluasan (extentsion coverge) terhadap kerugian akibat keadaan memaksa (force majeure). Akan tetapi dewasa ini banyak masyarakat tidak memahami akan keadaan memaksa (force majeure) ini. Contohnya banyak yang beranggapan bahwa bila asuransi dalam kendaraan bermotor dengan klausula all risk artinya perusahaan asuransi 7
Pasal 1244 Kitab Undang-Undang Hukum perdata Pasal 1245 Kitab Undang-Undang Hukum perdata 9 Force Majeure adalah keadaan dimana seorang debitur terhalang untuk melaksanakan prestasinya karena keadaan atau peristiwa yang tidak terduga pada saat dibuatnya kontrak, keadaan atau peristiwa tersebut tidak dapat dipertanggung jawabkan kepada debitur, sementara si debitur tersebut tidak dalam keadaan beritikad buruk (Djaja s. Meliala, Perkembangan Hukum Perdata Tentang Benda dan Hukum Perikatan, cetakankedua,Nuansa Aulia, Bandung, 2006, hlm.103). 10 Ricardo Simanjuntak, Hukum Kontrak: Teknik Perancangan Kontrak Bisnis, edisi kedua, PT. Gramedia, Jakarta, hal. 247 8
Universitas Sumatera Utara
mengganti kerugian terhadap segala kerusakan yang terjadi terhadap kendaraan bermotor yang berujung terjadi kesalahpahaman antara pihak tertanggung dan penanggung. Padahal dalam polis sudah tercantum bahwa kerugian akibat force majeure tidak menjadi tanggung jawab perusahaan asuransi. Oleh karena itu, dalam membeli polis auransi hendaknya dicermati klasula dalam polis asuransi tersebut.11 Di kalangan masyarakat terdapat kebingungan bahkan ketidakpahaman dalam memahami penanggungan asuransi. Penanggungan terhadap kerugian akibat force majeure tidak serta merta ada ketika perikatan asuransi dilakukan, karena penanggungan atas kerugian akibat force majeure harus dinyatakan secara jelas dalam suatu perjanjian apalagi terhadap perlindungan perluasan (extention coverge). Akan tetapi walaupun telah dimasukkan ke dalam suatu polis asuransi klausula mengenai perlindungan perluasan (extention coverge), tetap saja timbul masalah mengenai jangka waktu pengajuan klaim dan kategori bencana yang dialami si tertanggung, seakan perusahaan asuransi tidak memiliki itikad baik dalam melaksanakan perjanjian polis auransi dengan mencari-cari alasan untuk menghindar dari tanggung jawab seperti yang terjadi dalam perkara antara PT. WIRA PERCA melawan PT. ASURANSI WAHANA TATA. Putusan Mahkamah Agung No.1455/K/PDT/2007 PT. WIRA PERCA menganggap PT. ASURANSI WAHANA TATA melakukan tindakan wanprestasi. Pihak PT. ASURANSI WAHANA TATA menolak membayar klaim asuransi dengan alasan peristiwa yang terjadi pada tanggal 11,24 dan 26 Desember 2000 adalah pencurian dengan kekerasan bukan penjarahan atau huru-hara sesuai dengan polis asuransi tentang perlindungan perluasan sehingga PT.WIRA PERCA mengajukan gugatan perdata terhadap PT. ASURANSI WAHANA TATA kemudian kasus ini bergulir panjang dan sampai pada tingkat kasasi.
11
Tips mencermati polis asuransi kendaraan “m.merdeka.com/otomotif/tips-mencermati-polis-asuransikendaraan.html” diakses pada tanggal 28 November 2013.
Universitas Sumatera Utara
Mahkamah Agung dalam putusan No.1455/K/PDT/2007 mengabulkan pemohonan kasasi PT.WIRA PERCA. Mahkamah Agung berpendapat bahwa kejadian yang terjadi pada tanggal 11,24 dan 26 Desember 2000 merupakan penjarahan atau huru-hara bukan merupakan perampokan dengan kekerasan dan menyatakan perbuatan tergugat (PT. ASURANSI WAHANA TATA) yang tidak bersedia membayar klaim adalah perbuatan wanprestasi. Berdasarkan latar belakang tersebut, maka saya melakukan penulisan skripsi dengan judul “Tanggung Jawab Perusahaan Asuransi terhadap Pemegang Polis Akibat Kerugian yang Disebabkan oleh Keadaan Force Majeure (Studi Terhadap Putusan Mahkamah Agung No.1455/K/PDT/2007)”. B. Perumusan Masalah Bertitik tolak dari latar belakang tersebut di atas, maka permasalahan yang dikemukakan adalah : 1. Bagaimana tanggung jawab perusahaan asuransi terhadap pemegang polis apabila terjadi kerugian yang disebabkan oleh keadaan force majeure dalam Putusan Mahkamah Agung No.1455/K/PDT/2007? 2. Apa pentingnya menambahkan klausula perlindungan perluasan (extension coverge) terhadap keadaan force majeure dalam perjanjian asuransi? 3. Bagaimana bentuk penyelesaian sengketa dalam asuransi? C. Tujuan dan Manfaat Penulisan 1. Tujuan Penulisan Tujuan yang hendak dicapai dalam penulisan ini adalah: 1. Untuk mengetahui tanggung jawab perusahaan asuransi terhadap pemegang polis apabila terjadi kerugian yang disebabkan oleh keadaan force majeure dalam Putusan Mahkamah Agung No.1455/K/PDT/2007,
Universitas Sumatera Utara
2. Untuk mengetahui pentingnya menambahkan klausula perlindungan perluasan (extension coverge) terhadap keadaan force majeure dalam asuransi 3. Untuk mengetahui bentuk penyelesaian sengketa dalam asuransi. 2. Manfaat Penulisan a. Manfaat Teoritis Memberikan pengetahuan yang besar bagi penulis sendiri mengenai hal-hal yang berkaitan dengan asuransi serta memberikan pembangunan ilmu pengetahuan dalam bidang ilmu hukum asuransi, khususnya yang berkaitan dengan klausula force majeure b. Manfaat Praktis Diharapkan agar tulisan ini dapat menjadi masukan bagi para pembaca, baik di kalangan akademisi maupun peneliti yang mengkaji masalah yang sejenis ke dalam suatu pemahaman yang komprehensif tentang penerapan klausula force majeure dalam asuransi sebagai upaya perlindungan terhadap kepentingan pemegang polis asuransi. D. Metode Penulisan 1. Jenis Penelitian Penulisan ini menggunakan metode penelitian yuridis normatif. Menurut H. Zainuddin Ali, penelitian yuridis normatif mengacu kepada norma-norma hukum yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan dan putusan-putusan pengadilan serta norma-norma hukum yang ada dalam masyarakat.12 Data yang digunakan dalam penulisan ini antara lain : a. Bahan hukum primer, berupa peraturan perundang- undangan yang bersifat mengikat dan disahkan oleh pihak yang berwenang, yaitu Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa, Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Usaha Perasuransian dan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. 12
H. Zainuddin Ali, Metode Penelitian Hukum,Sinar Grafika, Jakarta, 2009, hlm. 105.
Universitas Sumatera Utara
b. Bahan hukum sekunder, bahan hukum yang menunjang bahan hukum primer seperti pendapat para ahli hukum. c. Bahan hukum tersier, yaitu bahan hukum yang memberikan petunjuk dan penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder atau dengan kata lain bahan hukum tambahan seperti; Kamus Hukum dan Kamus Bahasa Indonesia dan lain sebagainya. 2. Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah penelitian kepustakaan (library research) yaitu mempelajari, membaca, dan mencatat buku-buku, dokumen, literatur, makalah serta peraturan perundang-undangan atau keputusan yang berhubungan dengan materi skripsi yang dibahas dalam skripsi ini.13 3. Analisis Data Analisa data memiliki arti sebagai upaya mengolah data menjadi informasi, sehingga karakteristik atau sifat-sifat data tersebut dapat dengan mudah dipahami dan bermanfaat untuk menjawab masalah-masalah yang berkaitan dengan penelitian.14 Dalam penulisan skripsi ini menggunakan analisa data kualitatif, yaitu suatu analisis data secara jelas serta diuraikan dalam bentuk kalimat sehingga diperoleh gambaran yang jelas yang berhubungan dengan skripsi ini. E. Keaslian Penulisan Berdasarkan pemeriksaan yang dilakukan oleh penulis di perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, diketahui bahwa judul skripsi tentang “Tanggung Jawab Perusahaan Asuransi Terhadap Pemegang Polis Akibat Kerugian yang Disebabkan oleh Keadaan Force Majeure (Studi Terhadap Putusan Mahkamah Agung No.1455/K/PDT/2007)”
13
“Teknik pengumpulan data tesis hukum” , dalam http://www.pusattesis.com/teknik-pengumpulan-datatesis-hukum/, diakses tanggal 3 Desember 2013. 14 “Pengertian analisis data”,fattkhy.blogspot.com/2011/01/pengertian-analisis-data.html?m=1, diakses pada tanggal 28 November 2013.
Universitas Sumatera Utara
belum pernah diteliti oleh peneliti sebelumnya, oleh karena itu dapat dinyatakan bahwa isi dari tulisan ini asli, sehingga skripsi ini dapat dipertanggungjawabkan secara akademis. F. Sistematika Penulisan Secara sistematis, penulis membagi skripsi ini ke dalam beberapa bab dan tiap – tiap bab dibagi atas sub bab yang terperinci sebagai berikut : Bab I (Pendahuluan), menguraikan tentang latar belakang, perumusan masalah, tujuan dan manfaat penulisan, metode penelitian, keaslian penulisan dan sistematika penulisan Bab II (Tinjauan Umum Tentang Asuransi), menguraikan tentang istilah dan definisi asuransi, pengaturan asuransi, tujuan asuransi, sejarah asuransi, jenis-jenis asuransi, pengalihan resiko ,dan pembayaran premi asuransi Bab III (Force Majeure dalam Hukum Perdata), menguraikan tentang pengertian dan dasar hukum force majeure, klasifikasi force majeure, ruang lingkup dan jenis peristiwa force majeure, akibat hukum force majeure, pengaturan force majeure dalam hukum perdata, bagan yurispridensi dan putusan ma mengenai force majeure Bab IV (Tinjauan Yuridis Tanggung Jawab Perusahaan Asuransi terhadap Pemegang Polis apabila Terjadi Kerugian yang Disebabkan oleh Keadaan Force Majeure), menguraikan tentang tanggung jawab perusahaan asuransi terhadap pemegang polis apabila terjadi kerugian yang disebabkan oleh keadaan force majeure, pentingnya menambahkan klausula perlindungan perluasan (extension coverge) terhadap keadaan force majeure dalam asuransi, dan penyelesaian sengketa dalam asuransi Bab V (Penutup), merupakan bab terakhir di mana penulis akan memberikan ringkasan atau kesimpulan yang dapat diambil dari penulisan ini serta memberikan saran sesuai dengan pandangan penulis berserta lampiran-lampiran yang diperoleh oleh penulis.
Universitas Sumatera Utara