14
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Salah satu tugas negara adalah melakukan pembangunan dengan tujuan akhir yaitu kesejahteraan rakyat yang merata. Tugas untuk melakukan pembangunan tersebut dapat terlaksana dengan adanya organisasi yang luas beserta segala cabangcabang memungkinkan negara dapat menunaikan tugasnya itu dengan sempurna, di mana tentunya untuk hal itu diperlukan biaya yang tidak sedikit. Salah satu sumber biaya untuk melakukan tugas negara tersebut berasal dari sektor pajak. Pajak sebagai sumber utama penerimaan negera dipandang sangatlah perlu untuk terus ditingkatkan sehingga pembangunan dapat dilaksanakan dengan kemampuan sendiri berdasarkan prinsip kemandirian. “Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan Undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tidak mendapat jasa timbal balik (kontra prestasi) yang langsung ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum”.1 Pajak adalah kontribusi wajib kepada Negara yang terhutang oleh orang pribadi/badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan Negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.2
1
Mardiasmo, Perpajakan, Edisi Revisi, Penerbit Andi, Yogyakarta, 2002, hal. 13 Lihat Pasal 1 Undang-Undang Nomor. Tahun 1983 sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor. 28 tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan. 2
1
Universitas Sumatera Utara
15
Pajak telah menjadi instrumen fiskal yang penting dalam perekonomian suatu negara atau pemerintah. Tanpa pajak, negara tidak mendapatkan pemasukan dan tidak akan mampu mengongkosi jalannya pemerintahan. Pendapatan negara dari pajak yang tidak didorong secara optimal akan ada lubang dalam pemasukan negara, artinya peluang terjadinya defisit akan semakin terbuka. Namun disisi lain mendorong peningkatan pemasukan pajak pada saat ini, dapat menjadi sebuah langkah yang bukan saja ’sangat berat’ melainkan juga sangat tinggi sensitivitasnya. Dalam rangka untuk lebih memberikan keadilan dan meningkatkan pelayanan kepada Wajib Pajak dan untuk lebih memberikan kepastian hukum serta mengantisipasi perkembangan di bidang teknologi informasi dan perkembangan yang terjadi dalam ketentuan-ketentuan material di bidang perpajakan perlu dilakukan perubahan terhadap Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah dengan UndangUndang Nomor 16 Tahun 2000, terakhir dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007. Dengan berpegang teguh pada prinsip kepastian hukum, keadilan, dan kesederhanaan, arah dan tujuan perubahan Undang-Undang tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan ini mengacu pada kebijakan pokok sebagai berikut: 1. Meningkatkan efisiensi pemungutan pajak dalam rangka mendukung penerimaan negara; 2. Meningkatkan pelayanan, kepastian hukum dan keadilan bagi masyarakat guna meningkatkan daya saing dalam bidang penanaman modal, dengan tetap mendukung pengembangan usaha kecil dan menengah;
Universitas Sumatera Utara
16
3. Menyesuaikan tuntutan perkembangan sosial ekonomi masyarakat serta perkembangan di bidang teknologi informasi; 4. Meningkatkan keseimbangan antara hak dan kewajiban; 5. Menyederhanakan prosedur administrasi perpajakan; 6. Meningkatkan penerapan prinsip self assessment secara akuntabel dan konsisten;dan 7. Mendukung iklim usaha ke arah yang lebih kondusif dan kompetitif.3 Dengan dilaksanakannya kebijakan pokok tersebut diharapkan dapat meningkatkan penerimaan negara dalam jangka menengah dan panjang seiring dengan meningkatnya kepatuhan sukarela dan membaiknya iklim usaha. Undang-Undang Nomor. 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan memberikan kewenangan kepada Direktorat Jenderal Pajak untuk menghimpun data perpajakan dan mewajibkan instansi pemerintah, lembaga, asosiasi dan pihak lainnya untuk memberikan data kepada Direktorat Jenderal Pajak. Ketentuan ini memungkinkan Direktorat Jenderal Pajak mengetahui ketidakbenaran pemenuhan kewajiban perpajakan yang telah dilaksanakan oleh masyarakat. Untuk menghindarkan masyarakat dari pengenaan sanksi perpajakan yang timbul apabila masyarakat tidak melaksanakan kewajiban perpajakannya secara benar, Direktorat Jenderal Pajak di tahun 2008 memberikan kesempatan seluasluasnya kepada masyarakat untuk mulai memenuhi kewajiban perpajakan secara sukarela dan melaksanakannya dengan benar. Dalam transisi pemberlakuan Undang-Undang perpajakan yang baru, yaitu pemberlakuan Undang-Undang Nomor. 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum 3
Penjelasan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2007 Tentang Perubahan Ketiga Atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 Tentang Ketentuan Umum Dan Tata Cara Perpajakan
Universitas Sumatera Utara
17
dan Tata Cara Perpajakan. Dalam ketentuan undang-undang tersebut ada keringanan yang diberikan bagi Wajib Pajak, adapun bentuk keringanan pajak tersebut adalah semacam bentuk pengampunan pajak, bentuk pengampunan pajak
tersebut
tercantum/termuat dalam Pasal 37 A, yang isinya sebagai berikut: (1) Wajib Pajak yang menyampaikan pembetulan Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan sebelum Tahun Pajak 2007, yang mengakibatkan pajak yang masih harus dibayar menjadi lebih besar dan dilakukan paling lama dalam jangka waktu 1 (satu) tahun setelah berlakunya Undang-Undang ini, dapat diberikan pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi berupa bunga atas keterlambatan pelunasan kekurangan pembayaran pajak yang ketentuannya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan. (2) Wajib Pajak orang pribadi yang secara sukarela mendaftarkan diri untuk memperoleh Nomor Pokok Wajib Pajak paling lama 1 (satu) tahun setelah berlakunya Undang-Undang ini diberikan Penghapusan sanksi administrasi atas pajak yang tidak atau kurang dibayar untuk Tahun Pajak sebelum diperoleh Nomor Pokok Wajib Pajak dan tidak dilakukan pemeriksaan pajak, kecuali terdapat data atau keterangan yang menyatakan bahwa Surat Pemberitahuan yang disampaikan Wajib Pajak tidak benar atau menyatakan lebih bayar. Ketentuan baru dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan pada Pasal 37 A memberikan fasilitas pengampunan pajak kepada Wajib Pajak, yaitu dengan Kebijakan yang dikenal sebagai Sunset Policy4. Wadiyo Asmoro mengatakan “alasan yang melatarbelakangi dirilisnya kebijakan Sunset Policy adalah Sistem Self Assessment,
dan tuntutan mengenai
transparansi pengelolaan pajak di Indonesia”5.
4
Sunset Policy adalah kebijakan pemberian fasilitas perpajakan, yang berlaku hanya di tahun 2008, dalam bentuk penghapusan sanksi administrasi perpajakan berupa bunga yang diatur dalam pasal 37A (Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007). 5 Wadiyo Asmoro, Sunset Policy Di Ambang Senja, Hukumonline.com, di akses tanggal 23 Desember 2008
Universitas Sumatera Utara
18
Hal ini terkait dengan pelaksanaan hak dan kewajiban perpajakan masa lalu yang dicurigai tidak cukup transparan. Jika wacana Tax Amnesty yang sempat bergulir beberapa tahun lalu belum terwujud karena aparat Dirjen Pajak(fiskus) dinilai belum siap, saat ini fiskus dianggap sudah siap melaksanakan Sunset Policy, dan kebijakan Sunset Policy dipandang siap untuk diberlakukan. Kewajiban pajak pada dasarnya dimulai ketika Wajib Pajak telah memenuhi persyaratan subjektif dan objektif tanpa tergantung kepada NPWP. Dengan demikian pemenuhan kewajiban pajak berlaku juga untuk tahun-tahun sebelum diperolehnya NPWP. Pemenuhan kewajiban ini bisa dilakukan sendiri dengan menyampaikan SPT ataupun bisa ditetapkan dengan Surat Ketetapan. Pasal 37 A ayat (2) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan memberikan kesempatan kepada Wajib Pajak Orang Pribadi yang telah memenuhi persyaratan subjektif dan objektif (yang berpenghasilan melebihi Pengahasilan Tidak Kena Pajak dalam setahun) untuk secara sukarela mendaftarkan diri untuk memperoleh NPWP. Permohonan NPWP yang dilakukan pada tahun 2008, terhadap Wajib Pajak diberikan penghapusan sanksi administrasi berupa bunga atas pajak yang kurang dibayar untuk tahun pajak sebelum tahun 2008 serta tidak akan dilakukan pemeriksaan untuk tahun-tahun tersebut kecuali SPTnya menyatakan lebih bayar atau ada data yang menyatakan SPT tidak benar. Ketentuan mengenai pemberian fasilitas perpajakan melalui Sunset policy, diatur dalam Pasal 37 A Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan
Universitas Sumatera Utara
19
Umum dan Tata Cara Perpajakan, memiliki masa pemberlakuan yaitu selama satu tahun mulai 1 Januari sampai 31 Desember 2008. “Setelah 6 bulan pertama diimplimentasikan, Direktorat Jenderal Pajak optimis program ini akan berhasil. Namun, dilain pihak muncul pendapat, belum adanya tanggapan yang luas dari masyarakat, rendahnya respon masyarakat lebih dikarenakan kurangnya pemahaman tentang Sunset Policy itu sendiri”6. Tujuan utama Sunset Policy adalah peningkatan penerimaan pajak dan peningkatan kepatuhan pajak (voluntary tax compliance). Dengan program ini diharapkan dapat menghasilkan tambahan bagi penerimaan pajak yang selama ini belum atau kurang dibayar untuk mendongkrak tax ratio(perbandingan antara jumlah penerimaan pajak dengan jumlah Produk Domestic Bruto) yang pada tahun 2007 selevel dengan Laos, belum beranjak dari kisaran 13,5% (Versi Bisnis Indonesia). 7 Disamping itu, pelaksanaan program Sunset Policy ini juga diharapkan dapat menaikkan kepatuhan pajak yang memprihatinkan. Wajib Pajak terdaftar sebagai salah satu indikator kepatuhan pajak, menunjukkan jumlah yang sangat kecil dibandingkan dengan jumblah penduduk. Di Indonesia, Pemegang NPWP hingga Juli 2008 baru 6 juta dari sekitar 225 juta penduduk (2,7%) atau dari sekitar 55 juta kepala keluarga (10,9%).8
6
Bastari, Sunset Policy 2008: Pengampunan Pajak Terselubung, Makalah Mata Kuliah Hukum Perpajakan, Magister Kenotariatan, SPS USU, Medan, 2009, hal .1 7 Bastari, Op. Cit, hal 2 8 Ibid
Universitas Sumatera Utara
20
Menurut Direktur Jenderal(Dirjen) Pajak Darmin Nasution, Indonesia masih ketinggalan dalam pengumpulan pajak dibanding negara-negara lain9. Harusnya penerimaan pajak itu 20-21 persen dari Produk Domestik Bruto(PDB). Artinya dibanding negara lain, Indonesia masih ketinggalan sekitar 4 persen atau setara dengan Rp 10 triliun. Untuk itulah Sunset Policy dibuat bukan merupakan jebakan melainkan murni ingin meningkatkan penerimaan Negara, karena Sunset Policy tidak berurusan dengan harta kekayaan tapi penghasilan. Dalam upaya untuk meningkatkan penerimaan Negara dari sektor perpajakan, dengan payung hukum Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan maka permberlakuan Sunset Policy diharapkan dapat meningkatkan penerimaan Negara tersebut. Oleh karena itu judul penelitian ini adalah :“Tinjauan Hukum Pelaksanaan Hapusnya Sanksi Dan Tidak Diperiksa Pajak Dengan Pemberlakuan Sunset Policy” (Studi Pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Polonia). B. Perumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang tersebut di atas, maka dapat dirumuskan beberapa permasalahan yang perlu dibahas adalah sebagai berikut : 1. Apakah Sunset Policy sama dengan Tax Amnesty? 2. Apakah manfaat yang diperoleh Wajib Pajak setelah menggunakan fasilitas Sunset Policy? 3. Apakah hambatan-hambatan dan upaya mengatasi hambatan yang dilakukan oleh fiskus dalam pelaksanaan Sunset Policy? 9
Harian Analisa, Sunset Policy Hanya Berurusan Dengan Penghasilan, Tanggal 18 Desember 2008
Universitas Sumatera Utara
21
C. Tujuan Penelitian Mengacu pada judul dan permasalahan dalam penelitian ini maka dapat dikemukakan sebagai berikut : 1. Untuk mengetahui kesamaan dan perbedaan Sunset Policy dengan Tax Amnesty. 2. Untuk mengetahui manfaat yang diperoleh Wajib Pajak setelah menggunakan fasilitas Sunset Policy. 3. Untuk mengetahui hambatan-hambatan dan upaya mengatasi hambatan yang dilakukan oleh fiskus dalam pelaksanaan Sunset Policy.
D. Manfaat Penelitian Adapun manfaat yang didapat dari hasil penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Secara teoritis hasil penelitian ini merupakan sumbangan bagi perkembangan ilmu pengetahuan hukum bidang publik khususnya bidang hukum pajak serta menambah khasanah perpustakaan. 2. Secara praktis bahwa penelitian ini adalah sebagai sumbangan pemikiran bagi ilmu pengetahuan hukum publik tentang hukum pajak dan diharapkan penelitian ini juga dapat sebagai bahan pegangan dan rujukan dalam mempelajari hukum pajak, khususnya pada pemberian fasilitas perpajakan dengan diberlakukannya Sunset Policy baik akademisi, praktisi hukum pajak, seluruh Wajib Pajak dan pihak-pihak yang terkait lainnya.
Universitas Sumatera Utara
22
E. Keaslian Penelitian Berdasarkan penelitian pada kepustakaan,
khususnya di lingkungan
Perpustakaan Hukum Program Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, belum ada penelitian yang menyangkut masalah “Tinjauan Hukum Pelaksanaan Hapusnya Sanksi Dan Tidak Diperiksa Pajak Dengan Pemberlakuan Sunset Policy (Studi Pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Polonia)”. Namun, penulis ada menemukan beberapa tesis karya mahasiswa, yang mengangkat tentang Perpajakan, namun permasalahan dan bidang kajiannya sangat jauh berbeda, yaitu : 1. Tesis atas nama Tresna Yunarsih, dengan judul, “Kajian Hukum Atas Pemberian Fasilitas Pengampunan Pajak Dalam Perspektif Hukum Pajak Indonesia” adapun permasalahan dalam tesis tersebut adalah: 1. Mengapa pemerintah selaku pemungut pajak memberikan fasilitas pengampunan pajak kepada Wajib Pajak? 2. Apakah dalam pemberian pengampunan pajak akan dapat meningkatkan penerimaan pajak bagi Negara? 3. Apakah dalam pemberian pengampunan pajak akan dapat meningkatkan kepatuhan Wajib Pajak dalam memnuhi kewajiban pajak? Dari penelusuran kepustakaan tersebut diatas, maka dengan demikian penelitian ini adalah asli, serta dapat dipertanggung jawabkan keasliannya.
Universitas Sumatera Utara
23
F. Kerangka Teori dan Konsepsi 1. Kerangka Teori Teori adalah untuk menerangkan dan menjelaskan gejala spesifik untuk proses tertentu terjadi10, dan suatu teori harus diuji dengan menghadapkannya pada faktafakta yang dapat menunjukkan ketidak benarannya11. M. Solly Lubis, yang menyebutkan: “Bahwa landasan teori adalah suatu kerangka pemikiran atau butir-butir pendapat, teori, tesis mengenai sesuatu kasus atau permasalahan (problem) yang dijadikan bahan perbandingan, pegangan teoritis, yang mungkin disetujui ataupun tidak disetujui yang dijadikan masukan dalam membuat kerangka berpikir dalam penulisan”12. Adapun teori menurut Maria S.W. Sumardjono adalah: “Seperangkat preposisi yang berisi konsep abstrak atau konsep yang sudah didefinidikan dan saling berhubungan antar variable sehingga menghasilkan pandangan sistematis dari fenomena yang digambarkan oleh suatu variable dengan variable lainnya dan menjelaskan bagaimana hubungan antar variable tersebut”13 Fungsi teori dalam penelitian tesis ini adalah untuk memberikan arahan/petunjuk dan ramalan serta menjelaskan gejala yang diamati. Karena penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif, kerangka teori diarahkan secara khas ilmu hukum. Maksudnya adalah penelitian ini berusaha untuk memahami pelaksanaan hapusnya sanksi dan tidak diperiksa pajak dengan pemberlakuan Sunset
10
J.J.J M. Wuisman, dengan penyunting M. Hisman. Penelitian Ilmu-Ilmu Sosial, Jilid. 1, Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Jakarta, 1996, hal. 203 11 Ibid, hal. 216 12 M. Solly Lubis, Filsafat Ilmu Dan Penelitian, Bandung, Mandar Madju, 1994, hal. 80 13 Maria S.W. Sumarjono, Pedoman Pembuatan Usulan Penelitian, Yogyakarta,, Gramedia, 1989, hal.12
Universitas Sumatera Utara
24
Policy secara yuridis, sebagai kaidah hukum atau sebagai isi kaidah hukum yang ditentukan dalam peraturan perundang-undangan. Teori yang dipakai dalam penulisan tesis ini adalah teori yang menjelaskan atau memberikan justifikasi pemberian hak kepada negara untuk memungut pajak. Teori-teori tersebut antara lain adalah : 1. Teori Asuransi Negara melindungi keselamatan jiwa, harta benda, dan hak-hak rakyatnya. Oleh karena itu rakyat harus membayar pajak yang diibaratkan sebagai suatu premi asuransi karena memperoleh jaminan perlindungan tersebut. 2. Teori Kepentingan Pembagian beban pajak kepada rakyat didasarkan pada kepentingan (misalnya perlindungan) masing-masing orang. Semakin besar kepentingan seseorang terhadap negara, makin tinggi pajak yang harus dibayar. 3. Teori Daya Pikul Beban pajak untuk semua orang harus sama beratnya, artinya pajak harus dibayar sesuai dengan daya pikul masing-masing orang. Untuk mengukur daya pikul dapat digunakan 2 pendekatan yaitu : • Unsur objektif, dengan melihat besarnya penghasilan atau kekayaan yang dimiliki oleh seseorang. • Unsur subjektif, dengan memperhatikan besarnya kebutuhan materiil yang harus dipenuhi 4. Teori Bakti Dasar keadilan pemungutan pajak terletak pada hubungan rakyat dengan negaranya. Sebagai warga negara yang berbakti, rakyat harus selalu menyadari bahwa pembayaran pajak adalah sebagai suatu kewajiban. 5. Teori Asas Daya Beli Dasar keadilan pada akibat pemungutan pajak. Maksudnya memungut pajak berarti menarik daya beli dari rumah tangga masyarakat untuk rumah tangga negara. Selanjutnya negara akan menyalurkannya kembali ke masyarakat dalam bentuk pemeliharaan kesejahteraan masyarakat. Dengan demikian kepentingan seluruh masyarakat lebih diutamakan.14 Dalam pembahasan mengenai tinjauan hukum pelaksanaan hapusnya sanksi dan tidak diperiksa pajak dengan pemberlakuan Sunset Policy, teori utama yang
14
Mardiasmo, Op. Cit, hal. 5
Universitas Sumatera Utara
25
dipergunakan
dalam
penelitian
ini
adalah
teori
kedaulatan
negara
(staatssouvereniteit) yang dikemukakan oleh Jean Bodin dan George Jellinek15 Teori pendukung lainnya adalah teori kedaulatan hukum dan kedaulatan rakyat. Teori kedaulatan negara berhubungan dengan teori kedaulatan hukum, hukum memiliki kekuasaan tertinggi dalam suatu negara. Negara yang menciptakan hukum, hukum merupakan penjelmaan dari kehendak dan kemauan negara.16 Menurut teori kedaulatan rakyat, kekuasaan tertinggi ada di tangan rakyat. Hukum dibuat oleh wakil-wakil rakyat dan rakyat wajib mentaati dan melaksanakan ketentuan hukum yang dibuat oleh wakil-wakil rakyat melalui organ-organ negara yang dibentuk berdasarkan hukum administrasi negara.17 “Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan Undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tidak mendapat jasa timbal balik (kontra prestasi) yang langsung ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum”.18 Pemungutan pajak sendiri merupakan perwujudan dari pengabdian dan peran serta wajib pajak untuk secara langsung dan bersama-sama melaksanakan kewajiban perpajakan yang diperlukan untuk pembiayaan negara dan pembangunan nasional.
15
Soehino, Ilmu Negara, Liberty, Yogyakarta,1998, hal.154 Ibid, hal. 14 17 Ibid, hal. 16 18 Ibid, hal. 1 16
Universitas Sumatera Utara
26
Pajak memiliki unsur-unsur yaitu: 1. Iuran dari rakyat kepada Negara yang berhak memungut pajak hanyalah Negara. Iuran tersebut berupa uang(bukan barang) 2. Berdasarkan Undang-Undang Pajak dipungut berdasarkan atau dengan kekuatan undang-undang serta aturan pelaksananya 3. Tanpa jasa timbal atau kontraprestasi dari Negara yang secara langsung dapat ditunjukkan adanya kontra prestasi individual oleh pemerintah 4. Digunakan untuk membiayai rumah tangga Negara, yakni pengeluaranpengeluaran yang bermanfaat bagi masyarakat.19 Hukum Pajak mengatur hubungan antara pemerintah (fiscus) selaku pemungut pajak dengan rakyat sebagai Wajib Pajak. Ada 2 macam hukum pajak yakni : 1. Hukum pajak materiil, memuat norma-norma yang menerangkan antara lain keadaan, perbuatan, peristiwa hukum yang dikenai pajak (objek pajak), siapa yang dikenakan pajak (subjek), berapa besar pajak yang dikenakan (tarif), segala sesuatu tentang timbul dan hapusnya utang pajak, dan hubungan hukum antara pemerintah dan Wajib Pajak.20 2. Hukum Pajak Formil, memuat bentuk / tata cara untuk mewujudkan hukum materiil menjadi kenyataan (cara melaksanakan hukum pajak materiil). Hukum ini memuat antara lain : a. Tata cara penyelenggaraan (prosedur) penetapan suatu utang pajak. b. Hak-hak fiskus untuk mengadakan pengawasan terhadap para Wajib Pajak mengenai keadaan, perbuatan dan peristiwa yang menimbulkan utang pajak. c. Kewajiban Wajib Pajak misalnya menyelenggarakan pembukuan/ pencatatan, dan hak-hak Wajib Pajak misalnya mengajukan keberatan dan banding21 Istilah penegakan hukum yang sering kali digunakan untuk menerjemahkan istilah law enforcement yang merupakan serangkaian upaya, proses, dan aktivitas untuk menjadikan hukum berlaku sebagaimana seharusnya.
19
Ibid. Ibid 21 Ibid 20
Universitas Sumatera Utara
27
Menurut Satjipto Raharjo, penegakan hukum adalah suatu proses untuk mewujudkan keinginan-keinginan hukum menjadi kenyataan. Yang disebut sebagai keinginan-keinginan hukum dalam hal ini tidak lain adalah pikiran-pikiran badan pembuat undang-undang yang dirumuskan dalam peraturan-peraturan hukum tersebut.22 Dalam bidang hukum pajak, penegakan hukum juga harus berkaitan dengan cita-cita dasar pembentukan serangkaian ketentuan dibidang pajak. ”Penegakan hukum pajak bukan hanya diartikan sebagai tindakan memaksa orang atau pihak yang tidak menaati ketentuan yang berlaku untuk menaati peraturan tersebut, dimana hal ini lebih bersifat represif. Penegakan hukum dibidang perpajakan dalam arti luas juga mencakup sosialisasi, penyuluhanm dan pendidikan pajak bagi masyarakat yang merupakan hal yang tidak terpisahkan dari penegakan hukum pajak”23. Penegakan hukum pajak dilakukan oleh fiskus, dalam hal ini, yang melakukan penegakan hukum adalah jajaran Direktorat Jenderal Pajak. Dalam Penegakan hukum pajak digunakan sanksi administrasi. Sanksi administrasi yang dapat diterapkan terhadap pelanggaran dibidang pajak, meliputi: 1. Sanksi bagi Wajib Pajak atau penanggung Pajak a. Bunga, yang meliputi 1) Bunga pembayaran 2) Bunga penagihan 3) Bunga ketetapan b. Kenaikan 50 persen dan 100 persen c. Denda
22
Satjipto Raharjo, Masalah Menegakan Hukum, Suatu Tinjauan Sosiologi, Sinar Baru, Bandung, 1984, hal. 24 23 Y. Sri Pudyatmoko, Penegakan Dan Perlindungan Hokum Dibidang Pajak, Salemba Empat, Jakarta, 2007, hal.18
Universitas Sumatera Utara
28
2. Sanksi bagi pihak ke-3 3. Sanksi bagi pihak aparatur pemerintah.24 Selain penegakan hukum administrasi yang menggunakan sanksi administrasi sebagai instrumennya dalam bidang hukum pajak juga dikenal penegakan hukum pidana. Penegakan hukum pidana dalam bidang pajak tentunya juga mempunyai tujuan, yaitu agar ketentuan hukum dibidang pajak tersebut dapat dijalankan sebagaimana mestinya sehingga dapat mewujudkan keadilan, kepastian, dan keseimbangan antara para pihak yang terlibat didalamnya. Tindak pidana yang ada dibidang pajak, adalah: 1. Tidak pidana oleh aparat pajak 2. Tindak pidana oleh wajib pajak dan penaggung pajak 3. Tidak pidana oleh pihak ke-3.25 Kondisi perpajakan yang menuntut keikutsertaan aktif Wajib Pajak, dalam menyelengarakan perpajakannya membutuhkan kepatuhan Wajib Pajak yang tinggi. Yaitu kepatuhan dalam pemenuhan kewajiban perpajakan yang sesuai dengan kebenarannya. Ada bermacam-macam sistem pemungutan pajak yang dikenal, yaitu : 1. Official Assesment System Official assesment system adalah dimana wewenang pemungutan pajak ada pada fiskus. Fiskus berhak menentukan besarnya utang pajak orang pribadi maupun badan dengan mengeluarkan Surat Ketetapan Pajak, yang merupakan bukti timbulnya 24 25
Ibid. hal. 24 Ibid, hal. 26
Universitas Sumatera Utara
29
suatu utang pajak. Jadi dalam sistem ini para Wajib Pajak bersifat pasif dan menunggu ketetapan fiskus mengenai utang pajaknya. Dilaksanankan di Indonesia sejak jaman belanda sampai dengan pada tahun 1967. 2. Semi Self Assessment System Semi self assessment siystem adalah suatu sistem pemungutan pajak dimana wewenang untuk menentukan besarnya pajak yang terutang dari Wajib Pajak berada pada kedua belah pihak, yaitu Wajib Pajak dan fiskus26. Mekanisme pelaksanaan dalam sistem ini berdasarkan suatu anggaran bahwa Wajib Pajak pada awal tahun menaksir sendiri besarnya utang pajak yang harus dibayarkan dan pada akhir tahun pajak besarnya pajak terutang yang sesungguhnya ditetapkan oleh fiskus. Penerapan semi self assesment system bersama-sama dengan withholding system, yang pada waktu itu dikenal dengan sebutan tata cara menghitung pajak sendiri(MPS) dan menghitung pajak orang(MPO) dilaksanakan pada priode 19681983. 3. Withholding System27 Withholding system adalah suatu sistem pemungutan pajak dimana pihak ketiga memungut dan menyetorkan pajak ke kas negara atas nama Wajib Pajak, kewenangan tersebut diatur dalam peraturan pajak. Sehingga pada prinsipnya withholding system telah diatur dalam undang-undang perpajakan dengan tarif yang pasti besarnya dan pembayarannya dapat sebagai angsuran pajak atau bersifat final.
26 27
Rimsky K. Judisme, Perpajakan, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 1996, hal. 3 Ibid
Universitas Sumatera Utara
30
4. Self Assessment System28 Self assessment system adalah suatu sistem pemungutan pajak dimana Wajib Pajak menghitung dan melaporkan sendiri besarnya pajak yang harus disetorkan. Penekanannya adalah wajib pajak harus aktif menghitung dan melaporkan jumlah pajak terutangnya tanpa campur tangan fiskus. Dalam sistem self assessment, Wajib Pajak diberi kepercayaan dan tanggung jawab untuk menghitung sendiri besarnya pajak terutang, membayar pajak terutang melalui mekanisme pemotongan atau pemungutan pajak dan pajak dibayar sendiri oleh Wajib Pajak. Fungsi Direktorat Jenderal Pajak adalah melakukan pembinaan, pelayanan, pengadministrasian dan pengawasan. Fungsi pengawasan dilakukan dengan pemeriksaan pajak. Pemeriksaan pajak bukan mencari kesalahan Wajib Pajak, tetapi untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dan/atau untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundangundangan perpajakan.29 Dalam sistem self assessment tidak semua Surat Pemberitahuan(SPT) dilakukan pemeriksaan pajak, kriteria SPT yang dilakukan pemeriksaan pajak adalah SPT lebih Bayar karena dalam jangka waktu paling lama 12(duabelas) bulan sejak tanda terima penerimaan SPT lebih bayar, Direktorat Jenderal Pajak harus sudah memberikan ketetapan pajak. Pengertian pemeriksaan pajak menekankan pada pemeriksaan bukti yang berupa buku-buku, dokumen dan catatan yang dilaksanakan secara objektif oleh pemeriksa pajak yang profesional berdasarkan suatu standar pemeriksaan; 28 29
Mardiasmo, Op. Cit, hal. 8 Pardiat, Pemeriksaan Pajak, Mitra Wacana Media, Jakarta, 2007, hal.1
Universitas Sumatera Utara
31
pemeriksaan pajak tidak mencari-cari kesalahan Wajib Pajak tetapi untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan Kriteria pemeriksaan pajak merupakan kebijakan pemeriksaan pajak dari Direktorat Jenderal Pajak, seperti yang dituangkan dalam Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor. SE-10/PJ.7/2004 tanggal 31 Desember 2004, kriteria pemeriksaan adalah: a. Pemeriksaan rutin b. Pemeriksaan kriteria Seleksi c. Pemeriksaan khusus d. Pemeriksaan bukti permulaan Pemeriksaan pajak yang dilakukan pemeriksa pajak Direktorat Jenderal Pajak bertujuan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dan/atau untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.30 Kepatuhan pajak diperlukan dalam Self Assessment System, dengan tujuan pada penerimaan pajak yang optimal. Kepatuhan memenuhi kewajiban perpajakan secara sukarela merupakan tulang punggung sistem self assessment, dimana Wajib Pajak bertanggung jawab menetapkan sendiri kewajiban perpajakannya dan kemudian secara akurat dan tepat waktu membayar dan melaporkan pajaknya tersebut.
30
Ibid. hal. 4
Universitas Sumatera Utara
32
Perilaku Wajib Pajak yang tidak sepenuhnya memenuhi kewajiban perpajakan, dibedakan menjadi 2, yaitu: 1. Tax avoidance Penghindaran pajak (Tax Avoidance) merupakan tindakan legal, dapat dibenarkan karena tidak melanggar undang-undang, dalam hal ini sama sekali tidak ada suatu pelanggaran hukum yang dilakukan. Tujuan penghindaran pajak adalah menekan atau meminimalisasikan jumlah pajak yang harus dibayarkan 2. Tax Evasion Wajib Pajak yang berusaha untuk membayar pajak yang terutang sekecil mungkin dan cenderung melakukan penyeludupan pajak, yang tentunya melanggar peraturan perundang-undangan perpajakan. Kondisi ini merupakan tindakan peminimalan pajak yang melanggar peraturan perundang-undangan perpajakan.31 Untuk mencapai tujuan dari pemungutan pajak, diperlukan suatu asas dari pemungutan pajak tersebut. Adapun asas pemungutan pajak menurut Adam smith dengan ajaran yang terkenal dengan “The Four Maxims”, pemungutan pajak terdiri dari beberapa asas pemungutan, yaitu: 1. Asas Equity (asas keseimbangan dengan kemampuan atau asas keadilan)32 Menurut asas ini pemungutan pajak yang dilakukan oleh negara harus sesuai dengan kemampuan dan penghasilan Wajib Pajak. Negara tidak boleh bertindak diskriminatif terhadap Wajib Pajak. 2. Asas Certainty(Asas kepastian hukum)33 Semua pemungutan pajak harus didasarkan Undang-Undang, sehingga bagi yang melanggar akan dapat dikenai saksi hukum
31
Sony Devano, dan Siti Kurnia, Perpajakan,: Konsep , Teori Dan Isu, Kencana, Jakarta, 2006, hal. 111 32 F.X Sutejo, Asas-Asas Pemungutan Pajak, Harian Neraca, Terbitan tanggal 16 Januari 2008, hal. 5 33 Ibid
Universitas Sumatera Utara
33
3. Asas Convinience of Payment34 Pajak harus dipungut pada saat yang tepat bagi Wajib Pajak(saat yang paling baik), misalnya disaat Wajib Pajak baru menerima penghasilannya atau disaat Wajib Pajak menerima hadiahnya. 4. Asas Efficiency(Asas Episiensi atau asas ekonomis)35 Menurut asas ini biaya pemungutan pajak diusahakan sehemat mungkin, jangan sampai terjadi biaya pemungutan pajak lebih besar dari hasil pemungutan pajak tersebut. 2. Konsepsi Konsepsi adalah salah satu bagian terpenting dari teori, peranan konsepsi dalam penelitian ini untuk menghubungkan teori dan observasi, antara abstraksi dan kenyataan. Konsep diartikan sebagai kata yang menyatukan abstraksi yang digeneralisasikan dari hal-hal yang khusus yang disebut definisi operasional36. Oleh karena itu untuk menjawab permasalahan dalam penelitian ini harus didefinisikan beberapa konsep dasar, agar secara operasional diperoleh hasil dalam penelitian ini yang sesuai dengan tujuan yang telah ditentukan. Konsep merupakan alat yang dipakai oleh hukum disamping yang lain-lain, seperti asas dan standar. Oleh karena itu kebutuhan untuk membentuk konsep merupakan salah satu dari hal-hal yang dirasakan penting dalam hukum. Selanjutnya, konsep atau pengertian merupakan unsur pokok dari suatu penelitian, kalau masalahnya dan kerangka konsep teoritisnya sudah jelas, biasanya sudah diketahui pula fakta mengenai gejala-gejala yang menjadi pokok perhatian, dan 34
Ibid Ibid 36 Samadi Suryabrata, Metodelogi penelitian, Raja Grafindo Persada, Jakarta,1998, hal. 3 35
Universitas Sumatera Utara
34
suatu konsep sebenarnya adalah definisi secara singkat dari kelompok fakta atau gejala itu. “Maka konsep merupakan definisi dari apa yang perlu diamati, konsep menentukan antara variabel-variabel yang ingin menentukan adanya hubungan empiris”37. Untuk menjawab permasalahan dalam penelitian tesis ini perlu didefinisikan beberapa konsep dasar dalam rangka menyamakan persepsi, yaitu sebagai berikut : Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.38 Wajib Pajak adalah orang pribadi atau badan, meliputi pembayar pajak, pemotong pajak, dan pemungut pajak, yang mempunyai hak dan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.39 Kepatuhan perpajakan adalah suatu keadaan dimana wajib pajak memenuhi semua kewajiban perpajakan dan melaksanakan hak perpajakannya.40 Pemeriksaan adalah serangkaian kegiatan menghimpun dan mengolah data, keterangan, dan/atau bukti yang dilaksanakan secara objektif dan profesional berdasarkan suatu standar pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan
37
Koentjoroningrat, Metode-Metode Penelitian Masyarakat, Edisi Ketiga, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 1997, hal. 21 38 Lihat Pasal 1 angka 1 Undang-Undang No. 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum Tata Cara Perpajakan 39 Lihat Pasal 1 angka 2 Undang-Undang No. 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum Tata Cara Perpajakan 40 Safri Nurmantu, Pengatar Perpajakan, Granit, Jakarta, 2005, hal. 148
Universitas Sumatera Utara
35
kewajiban perpajakan dan/atau untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan41 Pemberian fasilitas perpajakan merupakan pemberian kemudahan atau keringanan perpajakan dalam bentuk tidak diterapkannya undang-undang yang berlaku umum42. Pemberian fasilitas perpajakan dimaksudkan untuk memberikan intensif dan kemudahan bagi Wajib Pajak dalam menjalankan kewajiban perpajakannya. Salah satu fasillitas perpajakan yaitu pengampunan pajak(tax amnesty), adapun Jenis-jenis tax amnesty yaitu: 1. Penghapusan sanksi pidana pajak saja, pokok pajak beserta sanksi bunga dan sanksi denda harus bayar. 2. Penghapusan sanksi denda dan sanksi pidana pajak beserta sanksi bunga harus bayar 3. Penghapusan sanksi bunga, sanksi denda, dan sanksi pidana pajak, pokok pajak saja harus bayar. 4. Penghapusan pokok pajak, sanksi bunga, sanksi denda, dan sanksi pidana pajak43 Sunset Policy adalah kebijakan pemberian fasilitas perpajakan berupa penghapusan sanksi administrasi perpajakan atas bunga, sesuai Pasal 37 A UndangUndang Nomor. 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum Tata Cara Perpajakan.
41
Lihat Pasal 1 angka 25 Undang-Undang No. 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum Tata Cara Perpajakan 42 Suwarta, Fasilitas PPh Indonesia, Indonesia Tax Review, Vol.II/Nomor 10, 2006 43 Erwin Silitonga, Ekonomi Bawah Tanah, Pengampunan Pajak, dan Referendum, Majalah Berita Pajak, Nomor. 1516 Tahun XXXVIII April 2006
Universitas Sumatera Utara
36
Tujuan pengampunan pajak, antara lain: 1. Meningkatkan kesadaran bagi calon Wajib Pajak 2. Meningkatkan kepatuhan bagi Wajib Pajak untuk melaporkan atas seluruh penghasilan yang diterimanya secara benar. 3. Melaporkan kekayaan yang dimilikinya yang didapatkan berdasarkan penghasilannya 4. Membantu pemerintah atas keuangan negara melalui Anggaran Pendapatan Belanja Negara(RAPBN)44
G. Metode Penelitian 1. Sifat Penelitian Penelitian yang dalam bahasa asing disebut dengan istilah research, pada hakikatnya merupakan sebuah upaya pencarian. Lewat penelitian (research) orang mencari (search) temuan-temuan baru, berupa pengetahuan yang benar (truth, true, knowledge), yang dapat dipakan untuk menjawab suatu pertanyaan atau untuk memecahkan suatu masalah.45 Sifat penelitian ini adalah penelitian deskriptif. Penelitian yang bersifat deskriptif merupakan suatu “penelitian yang menggambarkan, menelaah, menjelaskan dan menganalisis suatu peraturan hukum baik dalam bentuk teori maupun praktek pelaksanaan dari hasil penelitian dilapangan.46 2. Pendekatan Penelitian Pendekatan dalam penelitian ini adalah pendekatan perundang-undangan (statute approach)dan pendekatan yuridis sosiologis.
44
Sony Devano, dan Siti Kurnia, Op. Cit, hal. 113 M. Syamsuddin, Operasional Penelitian Hukum, Jakarta, Raja Grafindo, 2007, hal. 1 46 Soerjono Soekamto, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta, UI Press, 1986, hal. 63 45
Universitas Sumatera Utara
37
Pendekatan perundang-undangnan (statute approach) yaitu melakukan pendekatan yang dilakukan dengan menelaah semua undang-undang dan regulasi yang bersangkut paut dengan masalah penelitian untuk mengetahui kesesuaian antara Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan dengan pelaksanaan hapusnya sanksi dan tidak diperiksa pajak dengan pemberlakuan Sunset Policy pada undang-undang tersebut.47 Sedangkan pendekatan yuridis sosiologis dimaksud untuk melihat kenyatan secara langsung mengenai kenyataan yang terjadi didalam masyarakat,48 khususnya mengenai implementasi pemberlakuan Sunset Policy. 3. Lokasi Penelitian Sesuai dengan judul penelitian ini, maka lokasi penelitian dilakukan di kota Medan. Yaitu pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Polonia. Penulis memilih Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Polonia karena merupakan Kantor Pelayanan Pajak yang melaksanakan program Sunset Policy di kota Medan, dan merupakan Kantor Pelayanan Pajak yang memiliki jumlah Wajib Pajak terbesar di Kota Medan. 4. Data Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan data primer dan data sekunder. Data primer yang dimaksud disini adalah data yang dikumpulkan dengan menggali secara langsung dilapangan dengan cara observasi dan wawancara dengan Kepala Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Polonia, Kepala Bagian Umum Kantor 47
M. Syamsuddin, Op. Cit. hal.58 Roni Hanitijo Soemitro, Metodologi Penelitian Hukum dan Jurimetri, Semarang, Ghalia Indonesia, 1998, hal. 34 48
Universitas Sumatera Utara
38
pelayanan Pajak Pratama Medan Polonia, dan informan. Sedangkan data sekunder yang dimaksud disini adalah data yang dikumpulkan dengan cara studi dokumen dan bahan pustaka. 5. Bahan Penelitian a. Hasil observasi dan hasil wawancara dengan Kepala Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Polonia, Kepala bagian umum Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Polonia, dan informan. b. Bahan hukum primer, yaitu berupa Undang-Undang Dasar Negara Repubik Indonesia tahun 1945 Amandemen ke IV(keempat), Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum Tata Cara Perpajakan yang merupakan perubahan ketiga dari Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan. c. Bahan hukum skunder, yaitu berupa bahan yang erat kaitannya dengan bahan hukum primer dan dapat membantu menganalisis dan memahami bahan hukum primer antara lain Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia, Peraturan Direktur Jenderal Pajak, Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak. Serta buku-buku rujukan yang relevan dengan penelitian ini, hasil karya tulis ilmiah, berbagai makalah yang ada kaitannya dengan pelaksanaan Sunset Policy. d. Bahan hukum tertier, yaitu kamus umum, Kamus bahasa, kamus hukum, majalah, surat kabar, artikel dan jurnal umum serta internet juga menjadi tambahan bagi penulisan tesis ini sepanjang memuat informasi yang relevan dengan pelaksanaan Sunset Policy.
Universitas Sumatera Utara
39
6. Cara Pengumpulan Data Cara pengumpulan data dalam penelitian ini adalah: a. Untuk memperoleh data primer dilakukan dengan cara studi lapangan (field research) antara lain dengan cara observasi dan wawancara dengan Kepala Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Polonia, Kepala Bagian Umum Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Polonia, dan Informan tiga orang pegawai Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Polonia, yaitu: Iman Pinem, Gerik Simbolon, Suherman. b. Untuk memperoleh data sekunder dilakukan dengan cara studi dokumen atau pustaka (library reseach) 7. Analisis Data Data primer dan data sekunder yang telah diperoleh diolah untuk kemudian dianalisis. Analisis data merupakan hal yang terpenting dalam suatu penelitian dalam rangka memberikan jawaban terhadap permasalahan yang diteliti. Analisis data adalah kegiatan pemaknaan dan penafsiran terhadap hasil pengolahan data.49 Adapun analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis data kualitatif yang lebih menekankan analisisnya pada proses penyimpulan deduktif dengan catatan bahwa kebenaran material dari data yang dianalaisis tadi diharapkan dapat menyelesaikan permasalahan mengenai pelaksanaan hapusnya sanksi dan tidak diperiksa pajak dengan pemberlakuan Sunset Policy, berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Polonia. 49
M. Syamsuddin, Op. Cit, hal120
Universitas Sumatera Utara