BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang ASI adalah suatu emulsi lemak dalam larutan protein, laktosa, dan garamgaram organic yang disekresi oleh kedua belah kelenjar payudara ibu, sebagai makanan utama bagi bayi. ASI pertama yang keluar disebut kolostrum yang mengandung banyak immunoglobulin IgA yang baik untuk pertahanan tubuh bayi melawan penyakit. Pemberian ASI Eksklusif merupakan cara pemberian makanan yang sangat tepat dan kesempatan terbaik bagi kelangsungan hidup bayi di usia 6 bulan, dan melanjutkan pemberian ASI sampai umur 2 tahun. Dalam kenyataannya, pemberian ASI eksklusif selama enam bulan tidak sesederhana yang dibayangkan. Banyak kendala yang timbul dalam upaya memberikan ASI eksklusif selama enam bulan pertama kehidupan bayi. Beberapa kendala yang sering menjadi alasan ibu malas untuk menyusui segera, yaitu produksi ASI kurang, faktor persalinan : persalinan Sectio Caesaria, Vaccum, forceps, ibu kurang memahami tata laksana laktasi yang benar, kelainan ibu: puting ibu lecet, puting ibu luka, payudara bengkak, engorgement, mastitis dan abses, ibu hamil lagi, ibu bekerja, dan kelainan bayi: bayi sakit, berat bayi kurang dari normal, abnormalitas bayi. Pemberian air susu ibu (ASI) sangat penting bagi tumbuh kembang yang optimal baik fisik maupun mental dan kecerdasan bayi. Oleh karena itu, pemberian ASI perlu mendapat perhatian para ibu dan tenaga kesehatan agar
1
proses menyusui dapat terlaksana dengan benar . Selain itu, pemberian ASI dapat menurunkan risiko kematian bayi. Pemberian ASI eksklusif adalah langkah awal bagi bayi untuk tumbuh sehat dan terciptanya sumber daya manusia yang tangguh, karena bayi tidak saja akan lebih sehat & cerdas, tetapi juga akan memiliki emotional quotion (EQ) dan social quotion (SQ) yang lebih baik. Berdasarkan laporan 500 penelitian, The Agency for Healthcare Research and Quality menyatakan bahwa pemberian ASI berhubungan dengan pengurangan resiko terhadap otitis media, diare, infeksi saluran pernafasan bawah, dan enterokolitis nekrotikans. Pemberian ASI secara eksklusif dapat menekan angka kematian bayi hingga 13%. Menurut hasil penelitian , pemberian ASI Eksklusif berpengaruh pada kualitas kesehatan bayi. Semakin sedikit jumlah bayi yang mendapat ASI Eksklusif, maka kualitas kesehatan bayi dan anak balita akan semakin buruk. Ibu pada umunya kurang paham akan kesehatan bayinya yang baru lahir. Bayi baru lahir mengalami kuning atau dalam ilmu keperawatan disebut ikterus. Ikterus adalah warna kuning yang dapat terlihat pada sclera, selaput lendir, kulit , atau organ lain akibat penumpukan bilirubin. Ikterus fisiologi adalah ikterus yang terjadi karena metabolisme normal bilirubin pada bayi baru lahir usia minggu pertama. Kadar bilirubin meningkat pada hari ke-2 dan ke-3 dan mencapai puncaknya pada hari ke-5 sampai hari ke-7, kemudian menurun kembali pada hari ke-10 sampai hari ke-14. Ikterus pada bayi baru lahir merupakan keadaan yang relatif tidak berbahaya, tetapi pada usia inilah kadar bilirubin yang tinggi dapat menjadi toksik dan berbahaya terhadap sistim saraf pusat bayi.
2
Ikterus masih merupakan masalah pada bayi baru lahir yang sering dihadapi tenaga kesehatan terjadi pada sekitar 25-50% bayi cukup bulan dan lebih tinggi pada neonatus kurang bulan. Pemeriksaan ikterus pada bayi harus dilakukan pada waktu melakukan kunjungan neonatal/pada saat memeriksa bayi diklinik. Kadar bilirubin yang meningkat pada neonatal merupakan kondisi yang normal pada 50% bayi cukup bulan dan pada 80% bayi prematur. Menurut Linn,dkk bahwa 49,2% bayi Asia, 20% bayi kulit putih, dan 12,1% bayi AmerikaAfrika yang baru lahir memiliki kadar bilirubin 10 mg/dL atau lebih. Bayi baru lahir Asia dan Amerika asli memiliki ikterus fisiologis yang lebih tinggi dan tergantung dari metode pemberian makan. Di Amerika Serikat, dari 4 juta bayi yang lahir setiap tahunnya, sekitar 65% mengalami ikterus. Di Malaysia, hasil survei di rumah sakit pemerintah dan pusat kesehatan di bawah Departemen Kesehatan mendapatkan 75% bayi baru lahir menderita ikterus dalam minggu pertama kehidupannya. Penelitian yang dilakukan oleh Novie E. Mauliku dan Ade Nurjanah pada tahun 2009 di Rumah Sakit Dustira CImahi Jawa Barat terhadap 32 bayi baru lahir, didapatkan dari 21 bayi baru lahir prematur (umur kehamilan >37 minggu) 20 bayi tersebut mengalami hiperbilirubinemia. Penelitian ini membuktikan bahwa
umur
kehamilan
prematur
merupakan
faktor
resiko
terjadinya
hiperbilirubinemia pada bayi baru lahir. Hiperbilirubinemia adalah kadar bilirubin yang dapat menimbukan efek patologi. Tingginya kadar bilirubin yang dapat menimbulkan efek patologi pada
3
setiap bayi berbeda-beda, efek patologi ini akibat dari penumpukan bilirubin. Penumpukan bilirubin akan menyebabkan terjadinya kuning pada bayi baru lahir.8 Untuk mengendalikan kadar bilirubin pada bayi baru lahir dapat dilakukan pemberian minum sedini mungkin dengan jumlah cairan dan kalori yang mencukupi. Pemberian minum sedini mungkin akan meningkatkan motilitas usus dan juga menyebabkan bakteri introduksi ke usus. Bakteri dapat mengubah bilirubin direk menjadi urobilin yang tidak dapat diabsorpsi kembali. Dengan demikian, kadar bilirubin serum akan turun. Pemberian minum yang cukup dapat membantu pemenuhan kebutuhan glukosa pada neonatus. Makanan yang terbaik bagi neonatus adalah ASI karena ASI mempunyai manfaat yang besar bagi neonatus pada periode transisi. Kandungan yang dibutuhkan neonatus dalam ASI adalah antibodi, protein, karbohidrat, lemak dan vitamin. Sebagian bahan yang terkandung dalam ASI yaitu beta glukoronidase akan memecah bilirubin menjadi bentuk yang larut dalam lemak, sehingga bilirubin indirek akan meningkat dan kemudian akan diresorbsi oleh usus. Selain itu meletakkan bayi dibawah sinar matahari selama 15-20 menit, dapat dilakukan setiap hari antara pukul 06.3008.00 selama ikterus masih terlihat. Menurut penelitian di RSB Adiguna Surbaya tahun 2011 dilakukan penelitian pada 32 bayi ikterus didapatkan hasil bahwa ada hubungan antara frekuensi pemberian ASI terhadap kejadian ikterus neonatorum. Penelitiaan serupa dilakukan di RS Zainal Abidin tahun 2013 dilakukan kepada 35 responden bayi dengan ikterus neonatus 0-7 hari dengan hasil ada hubungan pemberian ASI dengan kejadian ikterus neonatus.
4
Dari survei awal yang dilakukan oleh peneliti Kecamatan Rupat Kabupaten Bengkalis Riau diperoleh bahwa dari 59 bayi yang berusia 0-7 bulan diberikan ASI terdapat kejadian ikteris sebanyak 16 orang (22,7%). Hasil survei pendahuluan yang dilakukan di Kecamatan Rupat Kabupaten Bengkalis Riau tersebut, menunjukkan beberapa faktor bayi mengalami icterus antara lain terkait dengan pemberian ASI terlalu dini. Berdasarkan latar belakang diatas maka penulis tertarik ingin melakukan penelitian dengan judul “Hubungan pemberian ASI dengan kejadian ikterus pada bayi baru lahir 0-7 hari di Kecamatan Rupat Kabupaten Bengkalis Riau.
1.2. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang diatas yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagimana hubungan pemberian ASI dengan kejadian ikterus pada bayi baru lahir 0-7 hari di Kecamatan Rupat Kabupaten Bengkalis Riau. 1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan Umum Untuk mengetahui hubungan pemberian ASI dengan kejadian ikterus pada bayi baru lahir 0-7 hari di Kecamatan Rupat Kabupaten Bengkalis Riau. 1.3.2.Tujuan Khusus 1. Untuk mengetahui pemberian ASI pada bayi baru lahir 0-7 hari di Kecamatan Rupat Kabupaten Bengkalis Riau. 2. Untuk mengetahui kejadian ikterus pada bayi baru lahir 0-7 hari di Kecamatan Rupat Kabupaten Bengkalis Riau
5
3. Untuk mengetahui hubungan pemberian ASI dengan kejadian ikterus pada bayi baru lahir 0-7 hari di Kecamatan Rupat Kabupaten Bengkalis Riau.
1.4. Manfaat Penelitian 1.4.1 Bagi Peneliti Meningkatkan pengetahuan peneliti tentang hubungan pemberian ASI dengan kejadian ikterus pada bayi baru lahir 0-7 hari di Kecamatan Rupat Kabupaten Bengkalis Riau dan menerapkan ilmu yang telah diperoleh dari pendidikan selama mengikuti perkuliahan. 1.4.2 Bagi Tempat Penelitian Sebagai masukan informasi mengenai hubungan pemberian ASI dengan kejadian ikterus pada bayi baru lahir 0-7 hari di Kecamatan Rupat Kabupaten Bengkalis Riau 1.4.3 Bagi Institusi Pendidikan Sebagai bahan masukan dan perbandingan bagi mahasiswa yang akan melakukan penelitian selanjutnya.
6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Air Susu Ibu (ASI) 2.1.1 Pengertian ASI Air Susu Ibu (ASI) merupakan makanan alamiah atau susu terbaik bernutrisi dan berenergi tinggi yang mudah dicerna dan mengandung komposisi nutrisi yang seimbang dan sempurna untuk tumbuh kembang bayi (Wiji, 2013). Air Susu Ibu (ASI) merupakan makanan yang paling cocok untuk bayi serta mempunyai nilai yang paling tinggi dibandingkan dengan makanan bayi yang dibuat manusia ataupun susu hewan (Suhardjo, 2010). Secara alamiah, kedua belah kelenjar payudara ibu mampu menghasilkan ASI. Dengan demikian, ASI merupakan makanan yang telah disiapkan untuk calon bayi saat ibu mengalami kehamilan. Selama hamil, payudara ibu mengalami perubahan untuk menyiapkan produksi ASI tersebut sehingga jika telah tiba waktunya ASI dapat digunakan sebagai pemenuhan nutrisi bayi (Wiji, 2013). Para ahli anak diseluruh dunia telah mengadakan penelitian terhadap keunggulan ASI. Hasil penelitian tersebut menjelaskan keunggulan ASI dibandingkan dengan susu sapi atau susu buatan lainnya. Penelitian lain juga menunjukkan bahwa bayi yang diberi ASI secara khusus terlidung dari serangan penyakit system pernafasan dan pencernaan. Hal itu disebabkan kekebalan tubuh di dalam ASI memberikan perlindungan langsung melawan serangan penyakit. Tambahan lagi, telah dibuktikan pula bahwa di dalam ASI terdapat unsure-unsur
7
yang dapat mmebentuk sistem kekebalan melawan penyakit-penyakit menular dan membantunya agar bekerja dengan benar (Wiji, 2013). 2.1.2. Komposisi ASI Komposisi ASI tidak dapat disamakan dengan komposisi yang ada pada susu formula ataupun makanan padat lainnya. Adapun beberapa komposisi ASI adalah sebagai berikut (Wiji, 2013) : 1. Karbohidarat Laktosa (gula susu) merupakan bentuk utama karbohidrat dalam ASI dimana keberadaannya lebih besar jumlahnya dari pada susu sapi. Laktosa membantu bayi menyerap kalsium dan yang diperlukan bagi pertumbuhan otak. 2. Protein Protein utama dalam ASI adalah air dadih. Mudah dicerna, air dadih menjadi kerak lembut dari bahan-bahan gizi siap diserap ke dalam aliran darah bayi yang memiliki peranan penting dalam melindungi bayi dari penyakit dan infeksi. 3. Lemak Lemak mengandung separuh dari kalori ASI. Salah satu dari lemak tersebut, kolesterol diperlukan bagi perkembangan normal system saraf bayi yang meliputi otak. 4. Vitamin ASI mengandung vitamin A yang berfungsi untuk kesehatan mata, mendukung pembelahan sel, kekebalan tubuh dan pertumbuhan. Vitamin D mencegah bayi menderita penyakit tulang. Vitamin E yang berfungsi penting untuk ketahanan
8
dinding sel darah merah. Vitamin K berfungsi sebagai faktor pembekuan darah dan Vitamin yang larut dalam ASI diantaranya adalah vitamin B, vitamin C, asam folat. 5. Mineral Mineral dalam ASI memiliki kualitas baik, mudah diserap dibandingkan dengan mineral yang terdapat dalam susu sapi yang berfungsi mempercepat pertumbuhan anak. 6. Air Air merupakan bahan pokok terbesar dalam ASI (sekitar 87%). Air membantu bayi memelihara suhu tubuh mereka. Bahkan pada iklim yang sangat panas, ASI mengandung semua air yang dibutuhkan bayi. 7. Kartinin Kartinin dalam ASI sangat tinggi berfungsi membantu proses pembentukan energy yang diperlukan untuk mempertahankan metabolisme tubuh.
2.2. Pemberian ASI Esklusif 2.2.1. Pengertian Pemberian ASI Esklusif Pemberian ASI Esklusif adalah menyusui bayi secara murni, bayi hanya diberi ASI tanpa makanan dan cairan tambahan lainnya selama enam bulan (Danuatmaja, 2009). Bayi yang mendapat ASI Esklusif sangat kecil resikonya kekurangan zat besi, meskipun kadar zat besi dalam ASI rendah, tetapi lebih mudah diserap daripada yang terdapat dalam susu sapi. Pemberian ASI Esklusif adalah suatu pemberian ASI dari ibunya terhadap bayinya, yang mana bayi hanya
9
diberikan ASI saja tanpa minuman atau makanan lainnya termasuk air putih, maupun vitamin lainnya (Widuri, 2013). WHO
dan
UNICEF
merekomendasikan
kepada
para
ibu,
bila
memungkinkan memberikan ASI Esklusif sampai 6 bulan dengan menerapkan (Wiji, 2013) : a.
Inisiasi Menyusui Dini (IMD) selama lebih kurang 1 jam segera setelah kelahiran bayi.
b.
ASI Esklusif diberikan pada bayi hanya ASI saja tanpa makanan tambahan atau minuman.
c.
ASI diberikan secara on demand atau sesuai kebutuhan bayi, setiap hari selama 24 jam.
d.
ASI sebaiknya diberikan tidak menggunakan botol, cangkir, ataupun dot.
2.2.2. Manfaat Pemberian ASI Esklusif Keuntungan ASI Esklusif secara Umum (Maryunani, 2009) : 1.
Memberikan nutrisi yang optimal dalam hal kualitas dan kuantitas bagi bayi.
2.
Meningkatkan kecerdasan secara a.
Asuh (fisik) ASI mengandung zat gizi dengan fungsi spesifik untuk pertumbuhan otak
b. Asah (stimulasi/pendidikan) Menyusui Esklusif merupakan stimulasi awal dimana pandangan, belaian, usapan, kata-kata ibu waktu menyusui memenuhi kebutuhan awal dari pendidikan/ kebutuhan stimulasi atau kebutuhan rangsangan.
10
c. Asih (fisik-biomedis) 1.
Bayi yang disusui esklusif, dipijat, sering di dekap, dibelai membuat bayi merasa nyaman, terlindung dan dicintai.
2.
Bayi tumbuh menjadi manusia mencintai sesamanya/ spiritual yang baik
3.
Menyusui dini merupakan latihan bersosialisasi diri membentuk emosional stabil.
Manfaat pemberian ASI secara esklusif (Danuatmaja dan Meiliasari, 2009): 1.
ASI merupakan nutrisi dengan kualitas dan kuantitas yang terbaik.
2.
ASI dapat meningkatkan daya tahan tubuh.
3.
ASI dapat meningkatkan kecerdasan.
4.
Pemberian ASI dapat meningkatkan jalinan kasih saying atau bonding.
2.2.3. Jenis ASI Berdasarkan Faktor Produksi Jika dilihat dari waktu produksinya, ASI dapat dibedakan menjadi 3 jenis yaitu (Wiji, 2013) : 1.
Kolostrum Merupakan ASI yang dihasilkan pada hari pertama sampai hari ketiga setelah bayi lahir. Kolostrum adalah susu pertama yang dihasilkan oleh payudara ibu berbentuk cairan berwarna kekuningan atau sirup bening yang mengandung protein lebih tinggi dan sedikit lemak daripada susu yang matang. Bentuknya agak kasar karena mengandung butiran lemak dan sel-sel epitel, dengan khasiat:
11
a. Sebagai pembersih selaput usus BBL sehingga saluran pencernaan siap untuk menerima makanan. b. Mengandung kadar protein yang tinggi terutama gamaglobulin sehingga dapat memberikan perlindungan tubuh terhadap infeksi. c. Mengandung zat antibody sehingga mampu melindungi tubuh bayi dari berbagai penyakit infeksi untuk jangka waktu sampai dengan 6 bulan. 2. Air Susu Masa Peralihan (Masa Transisi) Merupakan ASI yang dihasilkan mulai hari keempat sampai hari kesepuluh. Pada masa ini, susu transisi mengandung lemak dan kalori yang lebih tinggi dan protein yang lebih rendah daripada kolostrum. 3. ASI Mature ASI mature merupakan ASI yang dihasilkan mulai hari kesepuluh sampai seterusnya. ASI mature merupakan nutrisi bayi yang terus berubah disesuaikan dengan perkembangan bayi sampai usia 6 bulan. ASI tidak berwarna putih kebiru-biruan (seperti susu krim) dan mengandung lebih banyak kalori daripada susu kolostrum ataupu transisi. 2.2.4. Tanda- tanda Bayi Menyusui Secara Efektif Untuk mengetahui apakah seorang bayi sudah menyusui secara efektif, terdapat tanda-tanda yang bisa ibu lihat secara langsung, yaitu (Wiji, 2013): a. Bayi terbuka matanya lebar-lebar seperti menguap, dengan lidahnya kebawah dan ke depan persis sebelum ia merapatkan mulutnya di payudara ibu. b. Ia menarik putting dan sebagian besar areola masuk kedalam mulutnya. c. Dagunya melekuk pada payudara ibu dan hidungnya menyentuh susu ibu.
12
d. Bibirnya di pinggir dan lidahnya menjulur di atas gusi bawahnya. e. Rahangnya bergerak secara ritmis ketika bayi disusui f. Bayi mulai disusui dengan singkat dan cepat. Begitu susu mengendur, ia menyelesaikan ke dalam corak yang lambat dengan penuh susu dan jeda waktu yang singkat. g. Ibu akan merasa mendengar bayi menelan susu ibu. Pada hari-hari pertama sebelum susu penuh, bayi mungkin butuh disusui 5 hingga 10 kali sebelum bayi mendapatkan susu yang cukup untuk ditelan. Begitu susu penuh, ibu bisa mendengarnya menelan setiap saat bayi menghisap. 2.2.5. Posisi Menyusui Agar proses menyusui berjalan dengan lancar, maka seorang ibu harus mempunyai keterampilan menyusui agar ASI dapat mengalir dari payudara ibu ke bayi secara efektif. Ada beberapa posisi menyusui, yaitu (Wiji, 2013): 1. Posisi berdiri Bila ingin menyusui dengan posisi berdiri diusahakan bayi merasa nyaman selama menyusui. Adapun cara menyusui dengan posisi berdiri: a. Bayi digendong dengan kain, atau alat penggendong bayi b. Saat menyusui sebaiknya tetap disangga dengan lengan ibu agar bayi merasa tenang dan tidak terputus saat menyusu. c. Lekatkan badan bayi ke dada ibu dengan meletakkan tangan bayi dibelakang atau samping ibu agar tubuh tidak terganjal saat menyusui.
13
2. Posisi rebahan Posisi menyusui dengan rebahan dapat dilakukan dengan cara: a. Ibu dapat duduk di atas tempat tidur
dan punggung bersandar pada
sandaran tempat tidur atau dapat diganjal dengan bantal. b. Kedua kaki ibu berada lurus di atas tempat tidur. c. Bayi diletakkan mengahdap perut ibu/payudara. d. Ibu menyangga bayi serasa merata dari kepala, bahu, hingga pantatnya. e. Posisikan paha ibu turut membantu menyangga tubuh bayi, namun kalau kurang dapat ditambah dengan bantal. 3. Posisi duduk Adapun posisi menyusui dengan posisi duduk yaitu: a. Gunakan bantal atau selimut untuk menopang bayi ditidurkan diatas pangkuan ibu. b. Bayi dipegang satu lengan, kepala bayi diletakkan pada lengkug siku ibu dan bokong bayi diletakkan pada lengan. Kepala bayi tidak boleh tertengadah atau bokong bayi ditahan dengan telapak tangan ibu. c. Satu tangan bayi diletakkan dibelakang badan ibu dan yang satu di depan. d. Telinga dan lengan bayi terletak pada satu garis lurus. 4. Posisi menggendong Posisi ini juga disebut dengan posisi menyusui klasik. Adapun cara menyusui bayi dangan posisi menggendong: a. Peluk bayi dan kepala bayi pada lekuk siku tangan
14
b. Jika bayi menyusu pada payudara kanan, letakkan kepalanya pada lekuk siku tangan kanan dan bokongnya pada telapak tangan kanan. c. Arahkan badan bayi sedemikian rupa sehingga kuping bayi berada pada satu garis lurus dengan tangan bayi yang ada di atas. d. Tangan bayi yang lain di biarakan seolah-olah merangkul badan ibu sehingga mempermudah mulut bayi mencapai payudara. e. Tangan kiri ibu memegang payudaranya jika diperlukan. 5. Posisi menggendong menyilang Posisi ini dapat dipilih bila bayi memiliki kesulitan menempelkan mulutnya ke putting susu karena payudara ibu yang besar sementara mulut bayi kecil. Posisi ini juga baik untuk bayai yang sakit. Cara menyusui bayi dengan posisi menggendong menyilang: a. Tidak menyangga kepala bayi dengan lekuk siku, melainkan dengan telapak tangan. b. Jika menyusui pada payudara kanan maka menggunakan tangan kiri untuk memegang bayi. c. Peluk bayi sehingga kepala, dada dan perut bayi menghadap ibu. d. Lalu arahkan mulutnya ke putting susu dengan ibu jari dan tangan ibu dibelakang kapala dan bawah telinga bayi. e. Ibu menggunakan tanan sebelahnya untuk memengang payudara jika diperlukan.
15
6. Posisi football (mengepit) Posisi ini dapat dipilih jika ibu menjalani operasi Caesar. Selain itu posisi ini juga digunakan jika bayi baru lahir kecil atau memiliki kesulitan dalam menyusu, putting susu ibu datar, atau ibu menpunyai bayi kembar. Adapun cara menyususi bayi dengan posisi football atau mengepit: a. Telapak tangan menyangga kepala bayi sementara tubuhnya diselipkan dibawah tangan ibu seperti memegang bola atau tas tangan. b. Jika menyusui dengan payudara kanan maka memegangnya dengan tangan kanan,, demikian pula sebaliknya. c. Arahkan mulutnya ke putting susu, mula-mula dagunya d. Lengan bawah dan tangan ibu menyangga bayi dan ia menggunakan tangan sebelahnya untuk memegang payudara jika diperlukan. 7. Posisi berbaring miring Posisi ini baik untuk pemberian ASI yang pertama kali atau bila ibu merasakan lelah atau nyeri.pada posisi ini kesukaran perlekatan yang lazim apabila berbarig adalah bila bayi terlalu tinggi dan kepala bayi harus mengarah ke depan untuk mencapai putting. Adapun cara menyusui dengan posisi berbaring miring: a. Posisi ini dilakukan sambil berbaring ditempat tidur. b. Mintalah bantuan pasangan untuk meletakkan bantal dibawah kepala dan bahu, serta diantara lutut. Hal ini akan membuat punggung dan panggul pada posisi yang lurus.
16
c. Muka ibu dan bayi tidur berhadapan dan bantu menempelkan mulutnya ke putting susu. d. Jika perlu letakkan bantal kecil atau lipatan selimut dibawah kepala bayi agar bayi tidak perlu menegangkan lehernya untuk mencapai putting dan ibu tidak perlu membungkukan badan kea rah bayinya, sehinggga tidak cepat lelah. 8. Posisi menyusui dengan kondisi khusus Ada posisi menyusui secara khusus yang berkaitan dengan situasi tertentu seperti menyusui pasca operasi Caesar, menyusui pada bayi kembar dan menyusui dengan ASI yang berlimpah. a. Menyusui pasca operasi Caesar b. Posisi menyusui bayi kembar c. Kedua tangan ibu memeluk masing-masing satu kepala bayi, seperti memegang bola. d. Letakkan tepat di bawah payudara ibu. e. Posisi kaki boleh dibiarkan menjuntai keluar. f. Untuk memudahkan, kedua bayi dapat diletakkan pada satu bidang datar yang memiliki ketinggian kurang lebih sepinggang ibu. g. Dengan demikian, ibu cukup menopang kepala kedua bayi kembarnya saja. h. Cara lain adalah meletakkan bantal di atas pangkuan ibu.
17
9.
Posisi menyusui dengan ASI berlimpah Pada ibu-ibu yang memiliki ASI berlimpah dan memancar dan aliranya deras, terdapat posisi khusus untuk menghindari agar bayi tidak tersedak dengan cara: ibu tidur telentang lurus, sementara bayi di atas perut ibu dalam posisi berbaring lurus dengan kepala menghadap ke payudara, atau bayi ditengkurapkan di atas dada ibu, tangan ibu sedikit menahan kepala bayi.
2.2.6. Langkah Keberhasilan Menyusui Keputusan Menteri Kesehatan Nomor : 450/Menkes/SK/IV/2004 1.
Sarana Pelayanan Kesehatan (SPK) mempunyai kebijakan Peningkatan Pemberian Air Susu Ibu (PPASI): tertulis yang secara rutin dikomunikasikan kepada semua petugas.
2.
Melakukan pelatihan bagi petugas dalam hal pengetahuan dan ketrampilan untuk menerapkan kebijakan tersebut.
3.
Menjelaskan kepada semua ibu hamil tentang manfaat menyusui dan penatalaksanaannya dimulai sejakmasa kehamilan, masa bayi lahir sampai umur 2 tahun, termasuk cara mengatasi kesulitan menyusui.
4.
Membantu ibu mulai menyusui bayinya dalam 30 menit setelah melahirkan , yang dilakukan diruang bersalin. Apabila ibu mendapat operasi Caesar, bayi disusui setelah 30 menit ibu sadar.
5.
Membantu
ibu
bagaimana
cara
menyusui
yang
benar,
dan
cara
mempertahankan menyusui meski ibu dipisah dari bayi atas indikasi medis. 6.
Tidak memberikan makanan atau minuman apapun selain ASI kepada bayi baru lahir.
18
7.
Melaksanakan rawat gabung dengan mengupayakan ibu bersama bayi 24 jam sehari.
8.
Membantu ibu menyusui semua bayi semau bayi, tanpa pembatasan terhadap lama dan frekuensi menyusui.
9.
Tidak memberikan dot atau kempeng kepada bayi yang diberi ASI.
10. Mengupayakan terbentuknya Kelompok Pendukung ASI (KP-ASI) dan rujuk ibu kepada kelompok tersebut ketika pulang dari Rumah Sakit/ Rumah Bersalin/Sarana Pelayanan Kesehatan. 2.2.7. Tanda Bayi Cukup ASI Tanda bayi cukup mendapatkan ASI (Yetti, 2010) : 1.
Bayi kencing setidaknya 6 kali dalam 24 jam dan warnanya jernih sampai kuning muda.
2.
Bayi menyusu sering, tiap 2-3 jam atau 8-12 kali dalam sehari.
3.
Bayi tampak puas, sewaktu waktu merasa lapar bangun dan tidur cukup.
4.
Bayi tampak sehat, warna kulit dan turgor baik, anak cukup aktif.
5.
Bayi bertambah berat badannya rata-rata 500 gram/ bulan.
2.2.8. Tanda Bayi tidak Cukup ASI Tanda yang menunjukkan bayi kurang mendapat cukup ASI (Widuri, 2013): 1.
Air seni bayi berwarna kuning pekat, berbau, tajam dan jumlahnya sedikit. Bayi buang air kecil kurang dari 6 kali sehari.
2.
Perkembangan berat badan bayi kurang dari 500 gram/bulan.
3.
Tidur bayi tidak tenang/nyenyak dan mudah bangun.
19
2.2.9. Cara lain dalam Memberikan ASI Cara lain yang dapat dilakukan ketika ibu bekerja yaitu (Saleha, 2009): a. Memerah ASI Setidaknya sebulan sebelum masuk kerja, mulailah memerah ASI dengan tangan. Cara memerah ASI adalah sebagai berikut: 1. Perah areola dengan ibu jari, telunjuk dan jari tengah. 2. Selanjutnya tekan areola dengan ritme persis seperti ritme bayi yang mengisap. 3. Arahkan aliran ASI ke gelas bersih 4. Tuliskan tanggal pemerahan pada kantong plastic gula dengan spidol permanent. 5. Masukkan ASI dalam kantung plastik, ikat dan simpan dalam freezer. b. Mencairkan ASI beku Berikut ini adalah cara untuk mencairkan ASI yang beku. 1. Siapkan air hangat suam kuku di dalam rantang atau panic kecil. 2. Taruhlah plastik berisi ASI beku dalam air hangat tersebut. ASI akan mencair dalam waktu kurang dari 5 menit. c. Penyimpanan ASI ASI yang dikeluarkan dapat disimpan untuk beberapa saat dengan syarat berikut ini : 1. Di udara bebas/ terbuka
: 6-8 jam
2. Di lemari es (4ºc)
: 24 jam
3. Di lemari pendingin/beku (-18ºc)
:6 bulan
20
2.3. Icterus 2.3.1. Definisi Hiperbilirubinemia Hiperbilirubinemia adalah ikterus dengan konsentrasi bilirubin serum yang menjurus ke arah terjadinya kern ikterus atau ensefalopati bilirubin bila kadar bilirubin tidak dikendalikan (Mansjoer, 2008). Hiperbilirubinemia fisiologis yang memerlukan terapi sinar, tetap tergolong non patologis sehingga disebut ‘Excess Physiological Jaundice’. Digolongkan sebagai hiperbilirubinemia patologis (Non Physiological Jaundice) apabila kadar serum bilirubin terhadap usia neonatus >95% menurut Normogram Bhutani (Etika, 2006). Ikterus pada bayi atau yang dikenal dengan istilah ikterus neonatarum adalah keadaan klinis pada bayi yang ditandai oleh pewarnaan ikterus pada kulit dan sklera akibat akumulasi bilirubin tak terkonjugasi yang berlebih (Sukadi, 2008). Pada orang dewasa, ikterus akan tampak apabila serum bilirubin > 2 mg/dl (>17μmol/L) sedangkan pada neonatus baru tampak apabila serum bilirubin >5mg/dl (86μmol/L) (Etikal, 2006). Ikterus lebih mengacu pada gambaran klinis berupa pewaranaan kuning pada kulit, sedangkan hiperbilirubinemia lebih mengacu pada gambaran kadar bilirubin serum total. 2.3.2 Klasifikasi 1. Ikterus fisiologi Ikterus fisiologi adalah ikterus yang timbul pada hari kedua dan hari ketiga serta tidak mempunyai dasar patologi atau tidak mempunyai potensi menjadi karena ikterus. Adapun tanda-tanda sebagai berikut : a. Timbul pada hari kedua dan ketiga
21
b. Kadar bilirubin indirek tidak melebihi 10 mg% pada neonatus cukup bulan. c. Kecepatan peningkatan kadar bilirubin tidak melebihi 5% per hari. d. Kadar bilirubin direk tidak melebihi 1 mg%. e. Ikterus menghilang pada 10 hari pertama. f. Tidak terbukti mempunyai hubungan dengan keadaan patologis. 2. Ikterus Patologi Ikterus patologis adalah ikterus yang mempunyai dasar patologis atau kadar bilirubin mencapai suatu nilai yang disebut hiperbilirubinemia. Adapun tandatandanya sebagai berikut : a. Ikterus terjadi dalam 24 jam pertama b. Kadar bilirubin melebihi 10 mg% pada neonatus cukup bulan atau melebihi 12,5% pada neonatus kurang bulan. c. Pengangkatan bilirubin lebih dari 5 mg% per hari. d. Ikterus menetap sesudah 2 minggu pertama. e. Kadar bilirubin direk melebihi 1 mg%. f. Mempunyai hubungan dengan proses hemolitik (Arief ZR, 2009). 2.3.2. Etiologi Penyebab ikterus pada bayi baru lahir dapat berdiri sendiri ataupun dapat disebabkan oleh beberapa faktor. Secara garis besar, ikterus neonatarum dapat dibagi:
22
1. Produksi yang berlebihan Hal ini melebihi kemampuan bayi untuk mengeluarkannya, misalnya pada hemolisis yang meningkat pada inkompatibilitas Rh, ABO, golongan darah lain, defisiensi G6PD, piruvat kinase, perdarahan tertutup dan sepsis. 2. Gangguan dalam proses uptake dan konjugasi hepar Gangguan ini dapat disebabkan oleh imaturitas hepar, kurangnya substrat untuk konjugasi bilirubin, gangguan fungsi hepar, akibat asidosis, hipoksia dan infeksi atau tidak terdapatnya enzim glukorinil transferase(Sindrom Criggler-Najjar). Penyebab lain adalah defisiensi protein Y dalam hepar yang berperanan penting dalam uptake bilirubin ke sel hepar. 3. Gangguan transportasi Bilirubin dalam darah terikat pada albumin kemudian diangkut ke hepar. Ikatan bilirubin dengan albumin ini dapat dipengaruhi oleh obat misalnya salisilat, sulfarazole. Defisiensi albumin menyebabkan lebih banyak terdapatnya bilirubin indirek yang bebas dalam darah yang mudah melekat ke sel otak. 4. Gangguan dalam eksresi Gangguan ini dapat terjadi akibat obstruksi dalam hepar atau di luar hepar. Kelainan di luar hepar biasanya diakibatkan oleh kelainan bawaan. Obstruksi dalam hepar biasanya akibat infeksi atau kerusakan hepar oleh penyebab lain. (Hassan, 2005).
23
2.3.4. Patofisiologi Bilirubin adalah produk penguraian heme. Sebagian besar (85-90%) terjadi dari penguraian hemoglobin dan sebagian kecil (10-15%) dari senyawa lain seperti mioglobin. Sel retikuloendotel menyerap kompleks haptoglobin dengan hemoglobin yang telah dibebaskan dari sel darah merah. Sel-sel ini kemudian mengeluarkan besi dari heme sebagai cadangan untuk sintesis berikutnya dan memutuskan cincin heme untuk menghasilkan tertapirol bilirubin, yang disekresikan dalam bentuk yang tidak larut dalam air(bilirubin tak terkonjugasi, indirek). Karena ketidaklarutan ini, bilirubin dalam plasma terikat ke albumin untuk diangkut dalam medium air. Sewaktu zat ini beredar dalam tubuh dan melewati lobulus hati, hepatosit melepas bilirubin dari albumin dan menyebabkan larutnya air dengan mengikat bilirubin ke asam glukoronat (bilirubin terkonjugasi, direk) (Sacher,2004). Dalam bentuk glukoronida terkonjugasi, bilirubin yang larut tersebut masuk ke sistem empedu untuk diekskresikan. Saat masuk ke dalam usus ,bilirubin diuraikan oleh bakteri kolon menjadi urobilinogen. Urobilinogen dapat diubah menjadi
sterkobilin
dan diekskresikan sebagai
feses.
Sebagian
urobilinogen direabsorsi dari usus melalui jalur enterohepatik, dan darah porta membawanya kembali ke hati. Urobilinogen daur ulang ini umumnya diekskresikan ke dalam empedu untuk kembali dialirkan ke usus, tetapi sebagian dibawa oleh sirkulasi sistemik ke ginjal, tempat zat ini diekskresikan sebagai senyawa larut air bersama urin (Sacher, 2004).
24
Pada dewasa normal level serum bilirubin <1mg/dl. Ikterus akan muncul pada dewasa bila serum bilirubin >2mg/dl dan pada bayi yang baru lahir akan muncul ikterus bila kadarnya >7mg/dl (Cloherty, 2008). Hiperbilirubinemia dapat disebabkan oleh pembentukan bilirubin yang melebihi kemampuan hati normal untuk ekskresikannya atau disebabkan oleh kegagalan hati (karena rusak) untuk mengekskresikan bilirubin yang dihasilkan dalam jumlah normal. Tanpa adanya kerusakan hati, obstruksi saluran ekskresi hati juga akan menyebabkan hiperbilirubinemia. Pada semua keadaan ini, bilirubin tertimbun di dalam darah dan jika konsentrasinya mencapai nilai tertentu (sekitar 2-2,5mg/dl), senyawa ini akan berdifusi ke dalam jaringan yang kemudian menjadi kuning. Keadaan ini disebut ikterus atau jaundice (Murray, 2009). 2.3.5. Manifestasi klinis Bayi baru lahir (neonatus) tampak kuning apabila kadar bilirubin serumnya kira-kira 6 mg/dl (Mansjoer, 2007). Ikterus sebagai akibat penimbunan bilirubin indirek pada kulit mempunyai kecenderungan menimbulkan warna kuning muda atau jingga. Sedangkan ikterus obstruksi (bilirubin direk) memperlihatkan warna kuning-kehijauan atau kuning kotor. Perbedaan ini hanya dapat ditemukan pada ikterus yang berat (Nelson, 2007). Gambaran klinis ikterus fisiologis: 1. Tampak pada hari 3,4 2. Bayi tampak sehat (normal) 3. Kadar bilirubin total <12mg% 4. Menghilang paling lambat 10-14 hari
25
5. Tak ada faktor resiko 6. Sebab: proses fisiologis (berlangsung dalam kondisi fisiologis) (Sarwono, 1994) Gambaran klinik ikterus patologis: 1. Timbul pada umur < 36 jam 2. Cepat berkembang 3. Bisa disertai anemia 4. Menghilang lebih dari 2 minggu 5. Ada faktor resiko 6. Dasar: proses patologis (Sarwono, 1994) 3.3.6. Penatalaksanaan Pada dasarnya, pengendalian bilirubin adalah seperti berikut: a. Stimulasi proses konjugasi bilirubin menggunakan fenobarbital. Obat ini kerjanya lambat, sehingga hanya bermanfaat apabila kadar bilirubinnya rendah dan ikterus yang terjadi bukan disebabkan oleh proses hemolitik. Obat ini sudah jarang dipakai lagi. b. Menambahkan bahan yang kurang pada proses metabolisme bilirubin (misalnya menambahkan glukosa pada hipoglikemi) atau (menambahkan albumin untuk memperbaiki transportasi bilirubin). Penambahan albumin bisa dilakukan tanpa hipoalbuminemia. Penambahan albumin juga dapat mempermudah proses ekstraksi bilirubin jaringan ke dalam plasma. Hal ini menyebabkan kadar bilirubin plasma meningkat, tetapi tidak berbahaya karena
26
bilirubin tersebut ada dalam ikatan dengan albumin. Albumin diberikan dengan dosis tidak melebihi 1g/kg BB, sebelum maupun sesudah terapi tukar. c. Mengurangi peredaran enterohepatik dengan pemberian makanan oral dini d.
Memberi terapi sinar hingga bilirubin diubah menjadi isomer foto yang tidak toksik dan mudah dikeluarkan dari tubuh karena mudah larut dalam air.
e. Mengeluarkan bilirubin secara mekanik melalui transfusi tukar (Mansjoer, 2007) Pada umunya, transfusi tukar dilakukan dengan indikasi sebagai berikut: 1. Pada semua keadaan dengan kadar bilirubin indirek ≤ 20 mg% 2. Kenaikan kadar bilirubin indirek yang cepat yaitu 0,3-1 mg %/jam 3. Anemia yang berat pada neonatus dengan gejala gagal jantung Bayi dengan kadar hemoglobin tali pusat < 14 mg% dan uji Coombs direct positif (Hassan, 2005). f. Menghambat produksi bilirubin. Metalloprotoporfirin merupakan kompetitor inhibitif terhadap heme oksigenase. Ini masih dalam penelitian dan belum digunakan secara rutin. g. Menghambat hemolisis. Immunoglobulin dosis tinggi secara intravena (5001000mg/Kg IV>2) sampai 2 hingga 4 jam telah digunakan untuk mengurangi level bilirubin pada janin dengan penyakit hemolitik isoimun. Mekanismenya belum diketahui tetapi secara teori immunoglobulin menempati sel Fc reseptor pada sel retikuloendotel dengan demikian dapat mencegah lisisnya sel darah merah yang dilapisi oleh antibody, 2008).
27
Terapi sinar pada ikterus bayi baru lahir yang di rawat di rumah sakit. Dalam perawatan bayi dengan terapi sinar,yang perlu diperhatikan sebagai berikut : a. Diusahakan bagian tubuh bayi yang terkena sinar dapat seluas mungkin dengan membuka pakaian bayi. b. Kedua mata dan kemaluan harus ditutup dengan penutup yang dapat memantulkan cahaya agar tidak membahayakan retina mata dan sel reproduksi bayi. c. Bayi diletakkan 8 inci di bawah sinar lampu. Jarak ini dianggap jarak yang terbaik untuk mendapatkan energi yang optimal. d. Posisi bayi sebaiknya diubah-ubah setiap 18 jam agar bagian tubuh bayi yang terkena cahaya dapat menyeluruh. e. Suhu bayi diukur secara berkala setiap 4-6 jam. f. Kadar bilirubin bayi diukur sekurang-kurangnya tiap 24 jam. g. Hemoglobin harus diperiksa secara berkala terutama pada bayi dengan hemolisis. 3.3.7. Komplikasi Terjadi kern ikterus yaitu kerusakan otak akibat perlengketan bilirubin indirek pada otak. Pada kern ikterus, gejala klinis pada permulaan tidak jelas antara lain: bayi tidak mau menghisap, letargi, mata berputar-putar, gerakan tidak menentu, kejang tonus otot meninggi, leher kaku dan akhirnya opistotonus. Bayi yang selamat biasanya menderita gejala sisa berupa paralysis serebral dengan atetosis, gangguan pendengaran, paralysis sebagian otot mata dan dysplasia dentalis.
28
2.4. Kerangka Konsep Variabel Independen
Variabel Dependen
Pemberian ASI
Kejadian Ikterus
Gambar 2.1. Kerangka Konsep
2.5. Hipotesa Penelitian 1. Terdapat hubungan pemberian ASI dengan kejadian ikterus pada bayi baru lahir 0-7 hari di Kecamatan Rupat Kabupaten Bengkalis Riau.
29
BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis penelitian Jenis penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah penelitian survei analitik dengan desain cross sectional, yaitu variabel independen dan variabel dependen diteliti secara bersamaan dan dalam satu waktu yang bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya hubungan yang terdapat antara kedua variabel tersebut.
3.2. Lokasi Penelitian dan Waktu Penelitian 3.2.1. Lokasi Penelitian Penelitian dilakukan di Kecamatan Rupat Kabupaten Bengkalis Riau. 3.2.2 . Waktu Penelitian
Waktu penelitian dimulai pada bulan Mei – Juni 2015 yaitu mulai pengajuan judul sampai dengan penggandaan laporan.
3.3. Populasi dan Sampel Penelitian 3.3.1. Populasi Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh bayi usia 0-6 bulan di Kecamatan Rupat Kabupaten Bengkalis Riau sebanyak 59 bayi. 3.3.2. Sampel Sebagai sampel dalam penelitian ini adalah seluruh populasi dijadikan menjadi sampel (total samling) yaitu sebanyak 59 bayi.
30
3.4. Jenis dan Cara Pengumpulan Data 3.4.1. Jenis Data Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer yang diambil langsung menggunakan kuesioner. 3.4.2. Cara Pengumpulan Data Pengumpulan data dilakukan dengan cara meminta kesediaan responden yang berobat dan pada jadwal imunisasi di Kecamatan Rupat Kabupaten Bengkalis Riau sampai batas sampel terpenuhi. Peneliti terlebih dahulu menjelaskan cara pengisian kuesioner, menayakan apakah ada hal-hal yang tidak dimengerti oleh responden. Apabila ada maka harus dijelaskan kembali setelah itu hasil kuesioner dikumpulkan kembali.
3.5. Definisi Operasional 3.5.1. Pemberian ASI Pemberian ASI adalah memberikan ASI pada bayi sejak bayi berumur 0-2 tahun, dengan kategori: 1. Tidak Sering : Apabila bayi tidak sering diberikan ASI. 2. Sering : Apabila bayi sering diberikan ASI. Alat ukur
: Kuesioner
Skala ukur
: Ordinal
2.5.2. Ikterus Ikterus adalah warna kuning yang terjadi pada kulit dan selaput mata bayi karena penumpukan kadar bilirubin dalam darah, dengan kategori :
31
1. Positif : bila warna kuning terlihat pada 24 jam pertama setelah bayi lahir 2. Negatif : bila terlihat warna kuning tidak dalam waktu 24 jam pertama setelah bayi lahir Alat ukur
: Pemeriksaan
Skala ukur
: Ordinal
3.6. Pengolahan dan Analisis Data 3.6.1. Pengolahan data Data yang telah dikumpulkan selanjutnya diolah dengan langkah-langkah sebagai berikut : a.
Pengeditan (Editing) Pada tahap pengeditan data dilakukan dengan memeriksa kelengkapan dari data rekam medik yang bertujuan agar data yang diperoleh dapat diolah benar sehingga pengolahan data memberikan hasil yang menggambarkan masalah yang diteliti.
b.
Pengkodean (Coding) Setelah data diperoleh, penulis melakukan pengkodean untuk mempermudah analisis data
c.
Pemasukan data (Entering) Pemasukan data merupakan kegiatan memasukkan data yang telah selesai di coding dari dummy tabel ke dalam program komputer.
32
d.
Pembersihan (Cleaning) Pembersihan data merupakan kegiatan pengecekan kembali data yang sudah dimasukan ke dalam komputer apakah ada kesalahan atau tidak. Apabila ada data yang salah maka dilakukan editing data.
3.6.2. Analisis data Dalam penelitian ini analisis data yang dilakukan adalah analisa data univariat dan bivariat. Analisis univariat untuk bertujuan untuk menjelaskan atau mendeskripsikan karakteristik setiap variabel penelitian dan digunakan untuk menghasilkan distribusi frekuensi dan persentase dari tiap variabel sedangkan analisis bivariat ini digunakan untuk melihat hubungan pemberian ASI dengan kejadian ikterus pada bayi baru lahir 0-7 hari di Kecamatan Rupat Kabupaten Bengkalis Riau dengan menggunakan uji statistik Chi-square. Adapun rumus Chisquare yang digunakan adalah sebagai berikut :
Dimana : ² = Chi-square O = Nilai hasil observasi E = Nilai yang diharapkan Untuk melihat adanya hubungan antara variabel independen dan variabel dependen maka dilakukan uji statistic chi-square dengan α = 0,05. Jika hasil perhitungan statistik dengan bantuan perangkat lunak komputer nilai ρ < 0,05 maka terdapat hubungan yang signifikan antara variabel independen dengan variabel dependen.
33
BAB IV HASIL PENELITIAN
4.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian Kecamatan Rupat terdapat di Kabupaten Bengkalis Propinsi Riau. Kecamartan Rupat ini merupakan salah satu dusun yang terletak di daerah dataran rendah. Secara geografis Kecamatan Rupat terdapat di Kabupaten Bengkalis Propinsi Riau mempunyai luas wilayah 14.461 km2.
4.2. Analisis Univariat Analisis univariat digunakan untuk melihat distribusi frekuensi dari variabel dependen dan variabel independen, yaitu: 4.2.1. Pemberian ASI Untuk melihat pemberian ASI pada bayi usia 0-7 hari di Kecamatan Rupat Kabupaten Bengkalis Propinsi Riau adalah seperti tabel dibawah ini: Tabel 4.1. Distribusi Frekuensi Pemberian ASI pada Bayi Usia 0-7 Hari di Kecamatan Rupat Kabupaten Bengkalis Propinsi Riau No 1 2
Pemberian ASI Tidak sering Sering Jumlah
Jumlah 15 44 59
Persentase 25,4 74,6 100
Berdasarkan tabel 4.1 diatas dapat dilihat bahwa pemberian ASI lebih banyak dengan sering memberikan ASI sebanyak 44 orang (74,6%) dan lebih sedikit dengan tidak sering memberikan ASI sebanyak 15 orang (25,4%).
34
4.2.2. Kejadian Ikterus Untuk melihat distribusi frekuensi kejadian ikterus pada bayi usia 0-7 tahun di Kecamatan Rupat Kabupaten Bengkalis Propinsi Riau dilihat pada tabel berikut: Tabel 4.2. Distribusi Frekuensi Kejadian Ikterus Pada Bayi Usia 0-7 Tahun di Kecamatan Rupat Kabupaten Bengkalis Propinsi Riau No 1 2
Kejadian Ikterus Positif Negatif Jumlah
Jumlah 21 38 59
Persentase 35,6 64,4 100
Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat bahwa kejadian ikterus di Kecamatan Rupat Kabupaten Bengkalis Propinsi Riau lebih banyak dengan negatif sebanyak 38 orang (64,4%) dan lebih sedikit dengan positif sebanyak 21 orang (35,6%).
4.3. Analisa Bivariat Analisa bivariat untuk mengetahui hubungan pemberian ASI dengan kejadian ikterus pada bayi baru lahir 0-7 hari di Kecamatan Rupat Kabupaten Bengkalis Riau dapat dilihat pada tabel berikut ini: 4.3.1. Hubungan Pemberian ASI dengan Kejadian Ikterus pada Bayi Baru Lahir 0-7 Hari di Kecamatan Rupat Kabupaten Bengkalis Riau Untuk melihat hubungan pemberian ASI dengan kejadian ikterus pada bayi baru lahir 0-7 hari di Kecamatan Rupat Kabupaten Bengkalis Riau dapat dilihat pada tabel berikut:
35
Tabel 4.3. Hubungan Pemberian ASI dengan Kejadian Ikterus pada Bayi Baru Lahir 0-7 Hari di Kecamatan Rupat Kabupaten Bengkalis Riau
Pemberian ASI Tidak Sering Sering Total
Kejadian Ikterus Positif Negatif n % n % 11 73,3 4 26,7 10 22,7 34 77,3 21 35,6 38 64,4
Total ρ n 15 44 59
% 100 100 100
0,001
Berdasarkan tabel 4.3 diatas, dapat dilihat bahwa hasil analisis hubungan antara pemberian ASI dengan kejadian ikterus pada bayi baru lahir 0-7 hari diperoleh bahwa ada sebanyak 11 dari 15 orang (73,3%) dengan tidak sering memberikan ASI positif mengalami ikterus dan negatif sebanyak 4 orang (26,7%). Sedangkan diantara yang sering memberikan ASI ada 10 dari 44 orang (22,7%) positif ikterus dan negatif ikterus sebanyak 34 orang (77,3%). Hasil uji statistik chi square diperoleh nilai ρ=0.001< α (0,05) maka dapat disimpulkan ada hubungan kejadian ikterus antara sering memberikan ikterus dan tidak sering memberikan ikterus (ada hubungan yang signifikan antara pemberian ASI dengan kejadian ikterus pada Bayi Baru Lahir 0-7 Hari di Kecamatan Rupat Kabupaten Bengkalis Riau).
36
BAB V PEMBAHASAN
5.1. Hubungan Pemberian ASI dengan Kejadian Ikterus pada Bayi Baru Lahir 0-7 Hari di Kecamatan Rupat Kabupaten Bengkalis Riau Hasil penelitian tentang variabel pemberian ASI ditemukan dengan bayi yang tidak sering diberikan ASI Eksklusif sebesar 73,3% positif mengalami ikterus. Uji statistik chi square menunjukkan variabel pemberian ASI dengan nilai p value < α (0,05) maka terdapat hubungan pemberian ASI dengan kejadian ikterus pada bayi baru lahir 0-7 hari di Kecamatan Rupat Kabupaten Bengkalis. Mengacu pada hasil uji tersebut dapat dijelaskan semakin sering bayi mendapat ASI akan menurun kejadian ikterus pada bayi usia 0-7 hari. ASI adalah suatu emulasi lemak dalam larutan protein, laktosa, dan garam organik yang disekresi oleh kedua kelenjar payudara ibu dan merupakan makan terbaik untuk bayi. Selain memenuhi segala kebutuhan makanan bayi baik gizi, imunologi, atau lainnya sampai pemberian ASI memberi kesempatan bagi ibu mencurahkan cinta kasih serta perlindungan kepada anaknya (Bahiyatun, 2009). Hasil penelitian ini sesuai dengan teori yang di sampaikan oleh Sunar (2009) yaitu salah satu manfaat pemberian ASI bagi bayi adalah menjadikan bayi yang diberi ASI lebih mampu menghadapi efek penyakit kuning (ikterus). Jumlah bilirubin dalam darah bayi banyak berkurang seiring diberikannya kolostrum yang dapat mengatasi kekuningan, asalkan bayi tersebut disusui sesering mungkin dan tidak diberi pengganti ASI.
37
Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Fitriani (2012) yang berjudul faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan ibu tentang ikterus neonatorum di wilayah kerja puskesmas Pidie Kabupaten Pidie tahun 2012 yang menunjukkan bahwa responden yang berumur dewasa akhir ternyata memiliki pengetahuan yang kurang tentang ikterus neonatorum yaitu sebanyak 75%. Berdasarkan analisa statistik menggunakan uji chisquare didapatkan p value 0,003 yang artinya p = 0,05 sehingga dapat disimpulkan Ha diterima atau ada pengaruh antara umur terhadap pengetahuan ibu tentang ikterus neonatorum. Penelitian lain yang serupa adalah penelitian oleh Khairunnisak (2013) bahwa dari 35 responden yang sering melakukan pemberian ASI ternyata mayoritas negatif mengalami ikterus (68,6%) dan dari 16 responden yang tidak sering melakukan pemberian ASI mayoritas 87,5% positif mengalami ikterus dan terdapat ada hubungan pemberian ASI dengan kejadian ikterus pada bayi baru lahir 0-7 hari di Rumah Sakit Umum Daerah dr. Zainoel Abidin Banda Aceh Tahun 2013. Menurut peneliti, ASI adalah sumber makanan terbaik bagi bayi selain mengandung komposisi yang cukup sebagai nutrisi bagi bayi, Pemberian ASI juga dapat meningkatkan dan mengeratkan jalinan kasih sayang antara ibu dengan bayi serta meningkatkan kekebalan tubuh bagi bayi itu sendiri. Ikterus merupakan penyakit yang sangat rentang terjadi pada bayi baru lahir, terutama dalam 24 jam setelah kelahiran, dengan pemberian ASI yang sering, bilirubin yang dapat menyebabkan terjadinya ikterus akan dihancurkan dan dikeluarkan melalui urine.
38
Oleh sebab itu, pemberian ASI sangat baik dan dianjurkan guna mencegah terjadinya ikterus pada bayi baru lahir.
39
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Kesimpulan 1. Pemberian ASI lebih banyak dengan sering memberikan ASI sebanyak 44 orang (74,6%) dan lebih sedikit dengan tidak sering memberikan ASI sebanyak 15 orang (25,4%). 2. Kejadian ikterus di Kecamatan Rupat Kabupaten Bengkalis Propinsi Riau lebih banyak dengan negatif sebanyak 38 orang (64,4%) dan lebih sedikit dengan positif sebanyak 21 orang (35,6%). 3. Ada hubungan yang signifikan antara pemberian ASI dengan kejadian ikterus pada Bayi Baru Lahir 0-7 Hari di Kecamatan Rupat Kabupaten Bengkalis Riau.
6.2. Saran 1. Diharapkan bagi Petugas Kesehatan Kecamatan Rupat Kabupaten Bengkalis Riau agar terus meningkatkan pelayanan pada bayi baru lahir yang mengalami ikterus serta mengadakan konseling dan penyuluhan-penyuluhan kepada ibu hamil tentang manfaat ASI untuk mencegah ikterus. 2. Diharapkan dengan adanya penelitian ini, sebagai pengembangan ilmu pengetahuan untuk menambah informasi tentang ikterus pada bayi baru lahir dan sebagai bahan acuan untuk penelitiaan lebih lanjut mengenai hubungan pemberian ASI dengan kejadian ikterus. 3. Diharapkan bagi mahasiswa dan sebagai bahan bacaan diperpustakaan atau referensi untuk mahasiawa.
40
DAFTAR PUSTAKA
Arini. 2012. Mengapa Seorang Ibu Harus Menyusui ?. Yogyakarta. Flash Books Bahiyatun, (2009). Buku Ajar Asuhan Kebidanan Nifas Normal. Jakarta: EGC Budiarto, (2002). Biostatistik untuk kedokteran dan kesehatan Masyarakat. Jakarta: EGC. Fitriani, (2012). Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pengetahuan Ibu Tentang Ikterus Neonatorum Di Wilayah Kerja Puskesmas Pidie Kabupaten Pidie. Penerbit Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan U’Budiyah Indonesia. Banda Aceh. Guslihan, (2009). Dasa Tjipta, Kuning Pada Bayi Baru Lahir. Kapan Harus Ke Dokter?. Medan, Devisi Perinatologi Departemen Ilmu Kesehatan Anak FK USU. HTA Indonesia, (2004). Tatalaksana Ikterus Neonaturum. Sunar, Dwi, Prasetyono, (2009). Buku Pintar ASI Ekslkusif. Jogjakarta: DIVA Press. Khairunnisak, 2013, Hubungan Pemberian Asi Dengan Kejadian Ikterus Pada Bayi Baru Lahir 0 - 7 Hari Di Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Zainoel Abidin Banda Aceh, Stikes U’budiyah Banda Aceh Suradi, Rulina, (2009). Ikterus Pada Bayi Baru Lahir, http://www.idai. or.id/asi/ artikel .asp?q=20109693639 (Dikutip tanggal 8 Mei 2013).
41
KUESIONER PENELITIAN
HUBUNGAN PEMBERIAN ASI DENGAN KEJADIAN IKTERUS PADA BAYI BARU LAHIR 0-7 HARI DI KECAMATAN RUPAT KABUPATEN BENGKALIS RIAU
PETUNJUK PENGISIAN 1. Isilah identitas anda terlebih dahulu dengan mengisi nama, alamat, umur, pekerjaan, jumlah anak dan beri tanda cheks list (√ ) pada pertanyaan yang telah disediakan kolom (
).
2. Jawaban diisi dengan memilih salah satu jawaban yang dianggap benar 3. Beri tanda silang (x) pada jawaban yang dianggap benar dan apabila ingin memperbaiki jawaban, coret jawaban yang salah dengan tanda (=) dan ganti dengan jawaban yang benar
IDENTITAS RESPONDEN No. Responden
:
1.
Nama
:
2.
Alamat
:
3.
Umur
:
DATA KHUSUS 1. Apakah sering memberikan ASI pada bayi sejak bayi ibu lahir? a. Ya b. Tidak
42
2. Warna badan dan mata bayi a.
Kuning
b.
Tidak kuning
43
MASTER TABEL DATA PENELITIAN No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41
Pemberian ASI 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 1 2 2 1 1 2 2 2 2 1 2 1 2 2 2 1 2 1 2 2 2 2 2 1 1 2 2 1 2 2 1
Kejadian Ikterus 2 2 1 2 2 2 1 2 2 2 1 2 2 1 1 2 2 2 2 1 2 1 2 2 2 1 2 1 2 2 2 1 1 2 2 1 2 1 2 2 1
44
42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54 55 56 57 58 59
1 1 2 2 1 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 1 2
2 1 2 2 1 2 1 2 2 1 1 2 2 2 1 2 2 1
45
Frequencies
Pemberian ASI Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
Tinggi
15
25.4
25.4
25.4
Rendah
44
74.6
74.6
100.0
Total
59
100.0
100.0
Kejadian Ikterus Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
Ya
21
35.6
35.6
35.6
Tidak
38
64.4
64.4
100.0
Total
59
100.0
100.0
46
Crosstabs Pemberian ASI * Kejadian Ikterus Crosstab Kejadian Ikterus Ya Pemberian Tidak ASI Sering
Sering
Total
Tidak
Total
Count
11
4
15
Expected Count
5.3
9.7
15.0
% within Umur
73.3%
26.7%
100.0%
10
34
44
Expected Count
15.7
28.3
44.0
% within Umur Count Expected Count % within Umur
22.7% 21 21.0 35.6%
77.3% 38 38.0 64.4%
100.0% 59 59.0 100.0%
Count
Chi-Square Tests Value
df
Asymp. Sig. Exact Sig. (2-sided) (2-sided)
a
Exact Sig. (1-sided)
Pearson Chi-Square 12.497 1 .000 Continuity 10.387 1 .001 Correctionb Likelihood Ratio 12.261 1 .000 Fisher's Exact Test .001 .001 Linear-by-Linear 12.285 1 .000 Association N of Valid Casesb 59 a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 5.34. b. Computed only for a 2x2 table
47