1
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Memiliki anak yang baru lahir adalah sesuatu yang sangat menakjubkan perubahan kebiasaan hidup karena kehadiran anak buah hati pun terjadi, Prioritas pertama saat itu adalah memberikan ASI sebagai makanan bagi bayinya, namun ada kalanya seorang anak tidak dapat memenuhi kebutuhannya karena masalah pada payudara ibunya. Pemberian ASI merupakan tindakan yang paling efktif untuk mencegah dan mengatasi terjadinya pembengkakan payudara. Masalah payudara pada ibu menyusui salah satunya adalah mastitis (Jones, 2006). Mastitis merupakan suatu infeksi yang disebabkan adanya sumbatan pada duktus hingga puting susupun mengalami sumbatan. Untuk menghambat terjadinya mastitis ini dianjurkan untuk menggunakan bra atau pakaian dalam yang memiliki penyangga yang baik pada payudaranya. Pengurutan payudara sebelum laktasi merupakan salah satu tindakan yang sangat efektif untuk menghindari terjadinya sumbatan pada duktus, usahakan untuk selalu menyusui dengan posisi dan sikap yang benar, kesalahan sikap saat menyusui dapat menyebabkan terjadinya sumbatan duktus, menggunakan
penyangga bantal saat
menyusui
cukup
membantu
menciptakan posisi menyusui yang lebih baik. Beberapa indikasi yang menunjukkan terjadinya mastitis adalah tiba-tiba muncul rasa gatal pada puting dan berkembang menjadi adanya rasa nyeri saat bayi
1
2
menyusui, timbulnya rasa demam dan kemerahan disekitar area hisapan dapat pula disebabkan mastitis. Sisi yang mengalami sumbatan duktus akan menunjukkan warna kemerahan dibandingkan daerah lainnya. Ibu merasakan gejala menyerupai flu seperti demam, rasa dingin sementara tubuh terasa pegal dan sakit. Cara mengurangi efek mastitis , segeralah tidur bila menduga adanya mastitis dan istirahatlah dengan benar, konsumsi echinacea dan vitamin C untuk meningkatkan sistem imun dan membantu melawan infeksi, kompres daerah yang mengalami sumbatan duktus dengan air hangat, bantuan pancuran air hangat (shower hangat) untuk mandi, akan sangat membantu mempercepat menghilangkan sumbatan, tetap berikan ASI kepada bayi, terutama gunakan payudara yang sakit sesering dan selama mungkin sehingga sumbatan tersebut lama-kelamaan akan menghilang dan lakukan pemijatan ringan saat menyusui juga sangat membantu (Konoha, 2008). Penderita dengan mastitis perlu mendapatkan pengobatan yang baik dengan antibiotika dan obat simptomatis (Manuaba, 2008). Payudara yang terinfeksi menjadi meradang dan daerah cekung, seperti pinggiran kentang, lembut dan merah muncul. Mastitis juga dapat menyebabkan demam, dingin, letih, dan ngilu tubuh. Pada wanita yang menyusui, produksi susu di seimbangkan dengan baik antara kebutuhan bayi dan kapasitas payudara untuk memproduksi susu. Persediaan susu seorang wanita tergantung pada seberapa sering dia mengosongkan payudaranya. Saat sering dikosongkan, payudara memproduksi susu lagi. Bila payudara jarang dikosongkan, persediaan susu akan berkurang.
3
Mastitis dapat muncul saat seluruh payudara atau sebagian dari payudara tidak sepenuhnya kosong. Pemenuhan payudara yang berlebihan dapat terjadi kapan saja payudara memproduksi susu lebih dari yang dikeluarkan melalui penyusuan. Pemenuhan payudara dan pelambatan atau penghentian aliran susu dalam payudara (stasis) merupakan sebab-sebab paling umum mastitis. Saat payudara penuh, seluruh payudara, puting susu, dan areola membengkak. Bayi dapat menemui kesulitan saat menyusui, sehingga dia akan menghisap lebih keras. Hal ini terkadang dapat merusak puting susu. Bakteria yang biasanya ada pada puting susu ibu atau di dalam mulut bayi akan dapat memasuki payudara melalui jaringan yang rusak pada puting dan berjalan kedalam tabung susu. Tabung berisi susu menjadi tempat yang bagus untuk perkembangan bakteri. Infeksi dapat tumbuh dan menyebabkan mastitis. Mastitis biasanya muncul pada salah satu payudara pada kira-kira 2% dari seluruh wanita yang menyusui. Mastitis juga memiliki banyak sebab-sebab selain menyusui. Mastitis biasanya terjadi selama dua bulan pertama menyusui tapi dapat terjadi kapan saja bagi seorang wanita menyusui (Nisa, 2007). Menurut WHO (2000), mastitis atau peradangan payudara kadang-kadang keadaan ini dapat menjadi fatal bila tidak diberi tindakan yang adekuat. Keadaan ini menyebabkan beban penyakit yang berat dan memerlukan biaya yang sangat besar dan insiden mastitis sampai 33% wanita menyusui tetapi biasanya dibawah 10%. Kejadian mastitis pada ibu saat menyusui masih banyak terjadi, kejadian mastitis ini sangat bervariasi pada setiap negara, misalnya Amerika Serikat sebagai
4
negara maju diperkirakan 25% pada tahun 2006 ibu menyusui mengalami mastitis, kemudian Malaysia diperkirakan 27% setiap tahunnya mengalami mastitis pada ibu menyusui, sedangkan negara India sebagai negara sedang berkembang kejadian mastitis diperkirakan setiap tahunnya 30% dari seluruh ibu menyusi. Bebarapa ahli diberbagai Negara telah melakukan penelitian tentang mastitis diantaranya Kinlay (1997) yang melakukan penelitian di Australia tercatat dari 1075 ibu mneyusui terdapat 20% yang menderita mastitis periode 0-6 bulan pasca melahirkan. Pada tahun 2001 dilakukan kembali penelitian di Australia oleh Amir yang tercatat dari 98 ibu menyusui terdapat 50% yang menderita mastitis periode 1-2 tahun paska melahirkan (WHO, 2002). Kemudian di Negara sedang berkembang misalnya Indonesia mastitis biasanya muncul pada salah satu payudara pada kira-kira 24% dari seluruh wanita yang menyusui. Kejadian mastitis bisa dicegah apabila seorang ibu nifas mengetahui tentang mastitis dan tindakan pencegahan kejadian mastitis. Seorang ibu nifas sebaiknya bersifat positif terhadap keadaan kesehatan payudara agar terhindar dari mastitis. Salah satu tindakan yang sangat efektif untuk menghindari terjadinya mastitis, usahakan untuk selalu menyusui dengan posisi dan sikap yang benar, kesalahan sikap saat menyusui dapat menyebabkan terjadinya sumbatan duktus, menggunakan penyangga bantal saat menyusui cukup membantu menciptakan posisi menyusui yang lebih baik.
5
Berdasarkan survei awal yang dilakukan peneliti di Desa Delengkukusen Kecamatan Lawe Alas Kabupaten Aceh Tenggara dari 60 orang ibu yang sedang menyusui terdapat kejadian mastitis sebanyak 12 orang (20,0%). Ini menunjukkan masih banyak ibu yang menyusui yang menderita mastitis, Berdasarkan kejadian mastitis serta data yang diuraikan diatas, terlihat bahwa mastitis masih merupakan penyakit yang perlu di waspadai demi kelancaran ibu dalam memberikan ASI pada bayinya. Dan berdasarkan wawancara kepada 5 orang ibu nifas yang sedang menyusui di Desa Delengkukusen Kecamatan Lawe Alas Kabupaten Aceh Tenggara yerdapat 2 orang (40,0%) kurangnya mengetahui perawatan payudara dan mastitis, dan memiliki sikap-sikap yang berbeda-beda terhadap mastitis dan 3 orang (60.0%) mengetahui tentang mastitis dan cara mencegahnya. Berdasarkan latar belakang diatas maka penulis tertarik melalukan penelitian dengan judul ”Hubungan pengetahuan dan sikap ibu menyusui dengan kejadian mastitis pada ibu nifas di Desa Delengkukusen Kecamatan Lawe Alas Kabupaten Aceh Tenggara.”
1.2. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang diatas, maka yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah ”Bagaimana hubungan pengetahuan dan sikap ibu menyusui dengan kejadian mastitis pada ibu nifas di Desa Delengkukusen Kecamatan Lawe Alas Kabupaten Aceh Tenggara”.
6
1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan Umum Untuk mengetahui hubungan pengetahuan dan sikap ibu menyusui dengan kejadian mastitis pada ibu nifas di Desa Delengkukusen Kecamatan Lawe Alas Kabupaten Aceh Tenggara”. 1.3.2. Tujuan Khusus 1. Untuk mengetahui hubungan pengetahuan ibu menyusui dengan kejadian mastitis pada ibu nifas di Desa Delengkukusen Kecamatan Lawe Alas Kabupaten Aceh Tenggara. 2. Untuk mengetahu hubungan sikap ibu menyusui dengan kejadian mastitis pada ibu nifas di Desa Delengkukusen Kecamatan Lawe Alas Kabupaten Aceh Tenggara.
1.4. Manfaat Penelitian a.
Sebagai referensi tambahan di perpustakaan Akademi Kebidanan Audi Husada Medan, serta sebagai masukan bagi mahasiswa yang akan melakukan penelitian selanjutnya.
b.
Sebagai bahan masukan untuk meningkatkan perawatan payudara bagi ibu nifas.
c.
Dapat meningkatkan pengetahuan, pengalaman dan wawasan peneliti dalam melakukan penerapan ilmu terhadap penyebab mastitis pada ibu menyusui.
7
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengetahuan 2.1.1. Pengertian Pengetahuan adalah merupakan hasil dari tahu dan ini setelah orang melakukan penginderaan terhadap obyek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indera manusia, yakni indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagaian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telingan. Dalam wikipedia dijelaskan; pengetahuan adalah informasi atau maklumat yang diketahui atau disadari oleh seseorang. Pengetahuan tidak dibatasi pada deskripsi, hipotesis, konsep, teori, prinsip dan prosedur (Notoatmodjo, 2010). Pengetahuan bukanlah sesuatu yang sudah ada dan tersedia dan sementara orang lain tinggal menerimanya. Pengetahuan adalah sebagai suatu pembentukan yang terus menerus oleh seseorang yang setiap saat mengalami reorganisasi karena adanya pemahaman-pemahaman baru. Dalam pengertian lain, pengetahuan adalah berbagai gejala yang ditemui dan diperoleh manusia melalui pengamatan akal. Pengetahuan muncul ketika seseorang menggunakan akal budinya untuk mengenali benda atau kejadian tertentu yang belum pernah dilihat atau dirasakan sebelumnya. Misalnya ketika seseorang mencicipi masakan yang baru dikenalnya, ia akan mendapatkan pengetahuan tentang bentuk, rasa, dan aroma masakan tersebut.
8
2.1.2. Kategori Pengetahuan Menurut Arikunto (2006), pengetahuan dibagi dalam 3 kategori, yaitu: a. Baik : Bila subyek mampu menjawab dengan benar 76-100% dari seluruh petanyaan b. Cukup : Bila subyek mampu menjawab dengan benar 56-75% dari seluruh pertanyaan c. Kurang : Bila subyek mampu menjawab dengan benar 40-55% dari seluruh pertanyaan 2.1.3. Tingkat Pengetahuan Dalam Domain Kognitif Menurut Notoatmodjo (2003) pengetahuan yang tercakup dalam domain kognitif mempunyai 6 tingkatan, yaitu: a. Tahu (Know) Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Termasuk kedalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali (recall) sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Oleh sebab itu tahu ini merupakan tingkat pengatahuan yang paling rendah b. Memahami (Comprehension) Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar. Orang telah faham terhadap objek atau materi harus dapat
9
menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan, dan sebagainya terhadap objek yang dipelajari. c. Aplikasi (Aplication) Aplikasi dapat diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi real (sebenarnya). d. Analisis Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek kedalam komponen-komponen, tetapi masih didalam satu struktur organisasi, dan masih ada kaitannya satu sama lain. e. Sintesis Menunjukkan pada suatu kemampuan untuk meletakkan atau menyambungkan bagian-bagian didalam suatu bentuk keseluruhan yang baru, dengan kata lain sintesis adalah kemampuan untuk menyusun suatu formulasi baru dari formulasiformulasi yang ada. f. Evaluasi Berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek
2.2. Sikap 2.2.1. Pengertian Sikap merupakan reaksi atau respons yang masih tertutup dari seseorang terhadap stimulus atau obyek, sehingga manifestasi sikap tidak langsung dapat
10
dilihat, tetapi hanya dapat ditafsirkan (Notoadmojo, 2003). Sikap secara nyata menunjukkan konotasi adanya kesesuaian reaksi terhadap stimulus tertentu, dalam kehidupan sehari-hari merupakan reaksi yang bersifat emosional terhadap stimulus sosial. 2.2.2. Tingkatan Sikap 1. Menerima (receiving). Menerima diartikan bahwa orang atau subjek mau dan memperhatikan stimulus yang diberikan. 2. Merespons (responding) Memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan dan menyelesaikan tugas yang diberikan adalah suatu indikasi sikap tingkat dua. 3. Menghargai (valuing) Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan suatu masalah adalah suatu indikasi sikap tingkat tiga. 4. Bertanggung jawab (responsible) Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilih dengan segala risiko merupakan sikap yang paling tinggi (Azwar, 2005). 2.2.3. Komponen Pokok Sikap Mengikuti skema triadik, struktur sikap terdiri atas tiga komponen yang saling menunjang, yaitu komponen kognitif (cognitive), komponen afektif (Affective) dan komponen konatif (conative). Komponen kognitif merupakan representasi apa yang
11
dipercayai oleh individu pemilik sikap, komponen afektif merupakan perasaan yang menyangkut aspek emosional dan komponen konatif yang merupakan aspek kecenderungan berperilaku tertentu sesuai dengan sikap yang dimiliki seseorang (Azwar, 2005). 2.2.4. Interaksi Komponen-Komponen Sikap Menurut Azwar (2005), para ahli psikologi sosial banyak yang beranggapan bahwa ketiga komponen adalah selaras dan konsisten, dikarenakan apabila dihadapan dengan satu obyek sikap yang sama maka ketiga komponen itu harus mempolakan sikap yang beragam. Dan apabila salah satu saja diantara komponen sikap (cognitive, affective, conative) tidak konsisten dengan yang lain, maka akan terjadi ketidakselarasan yang menyebabkan timbulnya perubahan sikap sedemikian rupa sehingga konsistensi itu tercapai kembali. Prinsip ini banyak dimanfaatkan dalam manipulasi sikap guna mengalihkan bentuk sikap tertentu menjadi bentuk yang lain, yaitu dengan memberikan informasi berbeda mengenai objek sikap yang dapat menimbulkan inkonsistensi antara komponen-komponen sikap pada diri seseorang. 2.2.5. Faktor yang Mempengaruhi Sikap Banyak faktor yang dapat mempengaruhi pembentukan sikap, sebagaimana yang diungkapkan oleh Azwar (2005) dalam bukunya Sikap Manusia, Teori dan Pengukurannya yaitu dalam interaksi sosialnya, individu bereaksi membentuk pola sikap tertentu terhadap berbagai obyek psikologis yang dihadapinya. Berbagai faktor yang dapat mempengaruhi pembentukan sikap antara lain:
12
1. Pengalaman pribadi Hal-hal yang telah dan sedang dialami akan ikut membentuk dan mempengaruhi penghayatan terhadap stimulus. Pengalaman pribadi yang memberik kesan kuat merupakan dasar pembentukan sikap (Azwar, 2005). 2. Pengaruh lingkungan sosial Individu cenderung untuk memiliki sikap searah dengan orang-orang yang berpengaruh terhadap dirinya, hal ini dimotivasi oleh keinginan untuk bergabung dan menghindari konflik dengan orang yang di anggap penting (Azwar, 2005). 3. Pengaruh kebudayaan Pengaruh kebudayaan dimana individu hidup dan dibesarkan mempunyai pengaruh besar (Azwar, 2005). 4. Media massa Media massa sebagai sarana komunikasi mempunyai pengaruh besar dalam pembentukan dan kepercayaan individu. Informasi baru yang disampaikan memberi landasan kognitif baru, pesan sugestif yang kuat akan memberi dasar afektif dalam menilai suatu hal sehingga terbentuklah arah sikap tertentu (Azwar, 2005). Media audiovisual secara psikis dapat menggelorakan dorongan seksual (Sakti dan Kusuma, 2006). 5. Institusi, atau lembaga pendidikan dan lembaga agama Di dalam kedua lembaga tersebut meletakkan dasar pengertian dan konsep moral dalam diri individu. Pemahaman akan baik dan buruk, garis pemisah antara
13
sesuatu yang boleh dan tidak boleh dilakukan, diperoleh dari pendidikan dan pusat keagamaan serta ajaran-ajarannya (Azwar, 2005). 6. Jenis kelamin Jenis kelamin akan menentukan sikap seseorang, karena reproduksi dan hormonal berbeda, yang diikuti perbedaan proses fisiologi tubuh. Kadar hormon testosteron laki-laki lebih tinggi dibanding wanita, tetapi wanita lebih sensitif terhadap hormon testosteron (Sakti dan Kusuma, 2006). 7. Pengetahuan Sikap seseorang terhadap suatu obyek menunjukkan pengetahuan orang tersebut terhadap objek yang bersangkutan (Walgito, 2003). 8. Faktor emosi dalam individu (Azwar, 2005). 2.2.6. Ciri-ciri Sikap 1. Sikap bukan dibawa sejak lahir melainkan dibentuk atau dipelajari. 2. Sikap dapat berubah-rubah karena itu sikap dapat dipelajari dan sikap dapat berubah bila terdapat keadaan-keadaan dan syarat-syarat tertentu. 3. Sikap tidak berdiri sendiri, tapi senantiasa mempunyai hubungan tertentu terhadap suatu objek. 4. Objek sikap merupakan suatu hal tertentu tetapi dapat juga merupakan kumpulan suatu hal. 5. Sikap mempunyai segi-Segi motivasi dan segi-segi perasaan (Azwar, 2005).
14
2.2.7. Sifat Sikap Sikap dapat pula bersifat positif dan dapat pula bersifat negatif (Azwar, 2005). 1. Sikap
positif
kecenderungan
tindakan
adalah
mendekati,
menyenangi,
mengharapkan obyek tertentu. 2. Sikap negatif terdapat kecenderungan untuk menjauhi, menghindari, membenci, tidak menyukai obyek tertentu. 2.2.8. Cara Pengukuran Sikap. Pengukuran sikap dapat dilakukan secara langsung maupun tidak langsung. Secara langsung dapat dinyatakan bagaimana pendapat dan pernyataan responden terhadap suatu obyek. Secara tidak langsung dapat dilakukan dengan pernyataanpernyataan hipotesis kemudian dinyatakan pendapat responden melalui kuesioner (Notoadmojo, 2003).
2.3. Menyusui Menyusui adalah suatu yang alami dan segala sesuatu yang alami adalah yang terbaik bagi semua orang. Menyusui yang sukses membutuhkan dukungan yang baik dari orang yang telah mengalaminya atau dari sesorang yang perofesional. Dibuktikan tanpa keraguan bahwa ASI saja sudah cukup bagi 6 (enam) bulan pertama dalam kehidupan bayi. Selama waktu itu bayi tidak membutuhkan air tambahan bahkan pada cuaca yang sangat panas. Memberikan hanya beberapa sendok air kepada bayi anda dapat mengurangi konsumsi ASI oleh bayi. Menyusui eksklusif mengurangi resiko bayi terkena penyakit seperti diare dan infeksi pernafasan.
15
Menyusui eksklusif juga mencegah penurunan berat badan yang di asosiasikan dengan sakit pada bayi (Savitri, 2005). 2.3.1. Cara Menyusui Menyusui yang sukses memiliki 6 (enam) panduan yaitu : a. Mulai menyusui dalam waktu setengah jam setelah melahirkan. Walaupun belum memproduksi ASI pada waktu ini, isapan bayi pada puting akan merangsang produksi ASI pada payudara. b. Ibu duduk, punggungnya harus lurus dan pengkuannya hampir mendatar dengan lutut ibu agak meninggi. Kepala bayi harus berada pada lengan bawah tidak pada lipatan siku yang terlalu jauh dari payudara dan puting susu. c. Jangan memberikan makanan atau minuman lain selain ASI kepada bayi, kecuali ada alasan medis untuk tidak menyusui bayi. d. Berikan bayi ibu bersama ibu sepanjang hari dan malam hari segera setelah melahirkan. e. Susui bayi pada saat ia membutuhkannya. f. Jangan berikan dot atau apapun pada bayi yang minum ASI 2.3.2. Manfaat Menyusui Menyusui bermanfaat baik bagi ibu dan bayi. Bahkan ketika ibu tidak sehat, kurang gizi atau hamil, payudara ibu akan mengeluarkan ASI yang terbaik bagi bayi. ASI mengandung semua nutrien yang dibutuhkan bayi dalam jumlah yang benar dan tidak pernah basi. Manfaat paling penting dari menyusui adalah perlindungan
16
terhadap infeksi. Bahkan ketika ibu mengidap suatu infeksi, bayi ibu terlindungi. Hal ini terjadi karena segera setelah penyakit apapun memasuki tubuh ibu, ibu memproduksi antibodi untuk melawannya. Antibodi ini juga dikeluarkan melalui ASI. Menyusui memiliki beberapa manfaat psikologis dan memberikan ibu kesempatan yang lebih besar untuk berhubungan secara intim dengan bayi dan mengembangkan relasi yang penuh kasih sanyang dalam jangka panjang. Ibu harus mulai menyusui dalam waktu setengah jam setelah persalinan normal. Kontak kulit dengan kulit secara teratur dengan baik akan meolong ibu untuk memperhatikan bayi secara lebih baik menyusui lebih lama, dan menolong bayi mengisap dengan posisi yang benar (Savitri, 2005).
2.4. Mastitis 2.4.1. Pengertian Mastitis Mastitis adalah peradangan payudara yang dapat disertai atau tidak disertai infeksi. Penyakit ini biasanya menyertai laktasi, sehingga disebut juga mastitis laktasional atau mastitis puerperalis. 2.4.2. Penyebab Mastitis Dua penyebab utama dari mastitis adalah : 1. Stasis (terhenti) ASI biasanya merupakan penyebab primer yang dapat disertai atau berkembang menjadi infeksi.
17
2. Infeksi yaitu disebabkan oleh kuman stapylococcus aureus. Bakteri biasanya masuk melalui puting susu yang pecah-pecah atau terluka. Atau bisa juga karena adanya sumbatan pada saluran ASI (WHO, 2000). 2.4.3. Indikasi Yang Menunjukkan Mastitis Beberapa indikasi yang menunjukkan terjadinya mastitis adalah : a. Tiba-tiba muncul rasa gatal pada puting dan berkembang menjadi adanya rasa nyeri saat bayi menyusui b. Timbulnya rasa demam dan kemerahan disekitar area hisapan dapat pula disebabkan mastitis. Sisi yang mengalami sumbatan duktus akan menunjukkan warna kemerahan dibandingkan daerah lainnya c. Ibu merasakan gejala menyerupai flu seperti demam, rasa dingin sementara tubuh terasa pegal dan sakit. 2.4.4. Tanda dan Gejala Mastitis Gejala Mastitis Non Infeksius adalah : a. Adanya bercak panas atau area nyeri tekan yang akut. b. Adanya bercak kecil yang keras di daerah nyeri tekan tersebut c. Tidak mengalami demam dan merasa baik-baik saja Gejala mastitis infeksius adalah : a. Mengeluh mengeluh lemah dan sakit-sakit pada otot seperti flu. b. Mengeluh sakit kepala. c.
Demam dengan suhu di atas 340C
18
d. Terdapat area luka yang terbatas atau lebih luas pada payudara. e.
Kulit pada payudara dapat tampak kemerahan atau bercahaya (tanda-tanda akhir).
f. Kedua payudara mungkin terasa keras dan tegang pembengkakan (Widia, 2007). Jika sudah terinfeksi, payudara akan bengkak dan terasa nyeri, terasa keras saat diraba dan tampak memerah. Permukaan kulit dari payudara yang terkena infeksi juga tampak seperti pecah-pecah. Badan demam seperti terserang flu. Namun bila karena sumbatan tanpa infeksi, biasanya badan tidak terasa nyeri dan tidak demam. Pada payudara juga tidak teraba bagian yang keras dan nyeri, serta merah (Rius, 2008). 2.4.5. Klasifikasi Mastitis Klasifikasi mastitis adalah sebagai berikut : 1. Mastitis berdasarkan jenisnya Mastitis berdasarkan jenisnya ada 2 macam yaitu: a. Mastitis non infeksiosa Mastitis jenis ini terjadi akibat penyumbatan saluran ASI ( statis ASI), hal ini dapat terjadi bila payudara terbendung segera setelah melahirkan atau setiap saat bila bayi tidak menghisap ASI yang dihasilkan dari sebagian atau seluruh payudara.
19
b. Mastitis infeksiosa Mastitis terjadi bila statis ASI tidak sembuh dan proteksi imun serta respon dari inflasimasi. Pengeluaran ASI yang tidak efisien yang menyebabkan akumulasi ASI membuat suatu keadaan yang kondusif untuk pertumbuhan bakteri dan proses anti infeksi menjadi lemah ( WHO, 2000 ). 2. Mastitis berdasarkan penyebab Mastitis berdasarkan penyebab ada 3 macam yaitu: a. Mastitis Penductal Jenis ini biasanya muncul pada wanita diusia menjelang menopouse, keadaan ini disebut juga mamary duct ectasia yang berarti pelebaran saluran karena adanya penyumbatan pada saluran payudara. Usia 45 tahun ke atas atau pada usia memasuki menopouse beberapa reaksi pemicu perdangan adalah perubahan hormonal dan aktivitas menyusui masa lalu. Faktor penyebab penyumbatan yang utama adalah jaringan yang mati dan air susu itu sendiri. b. Mastitis Puerperalis atau Lactacional Mastitis Jenis ini banyak diidap wanita hamil dan menyusui 90% penyebab utama mastitis jenis ini adalah akibat kuman yang menginfeksi payudara ibu. Hal ini dikarenakan
air
susu
merupakan
pengembangbiakan berbagai jenis kuman.
media
yang
subur
lagi
bagi
20
c. Mastitis Suprativa Mastitis ini paling sering ditemui mirip dengan jenis sebelumnya kuman penyebabnya yaitu staphylokoccus selain itu bisa juga disebabkan oleh jamur, kuman, TBC dan siffilis ( Samuel, 2006 ). 3. Mastitis berdasarkan tempatnya Mastitis berdasarkan tempatnya dapat dibedakan yaitu : a. Mastitis yang menyebabkan abses dibawah areola mamae b. Mastitis ditengah-tengah mamae yang menyebabkan abses ditempat itu c. Mastitis pada jaringan dibawah borsal dari kelenjar-kelenjar
yang
menyebabkan abses antara mamae dan otot-otot dibawahnya (Prawirahardjo, 2002). 2.4.6. Pengaruh ASI pada Bayi oleh Ibu penderita Mastitis Pada mastitis infeksius ASI dapat terasa asin kadar natrium dan klorida yang tinggi dan merangsang penurunan aliran pada keadaan ini bayi menjadi malas menghisap payudara ibunya (Riordan, 2000) Resiko terjadinya infeksi pada bayi sangat dikhawatirkan terutama bila ASI mengandung nanah. Pada tahap ini sebaiknya ASI jangan dibuang karena sejumlah studi menunjukkan bahwa terus menyusui aman secara umum, bahkan bila ASI mengandung staphyulococcus aereus. Hanya bila ibu HIV positif harus berhenti menyusui (WHO, 2000).
21
2.4.7. Penanganan Mastitis Penangan mastitis perlu dilakukan dengan cepat dan adekuat, bila penanganan ditunda dan peyembuhan kurang memuaskan, terdapat peningkatan resiko abses payudara dan kekambuhan. Prinsip utama penangan mastitis adalah : a. Mastitis adalah infeksi yang disebabkan adanya sumbatan pada duktus hingga puting susu pun mengalami sumbatan. Untuk menghambat terjadinya mastitis ini dianjurkan untuk menggunakan bra atau pakaian dalam yang memiliki penyangga yang baik pada payudaranya. b. Selalu pastikan tindakan menyusui dengan posisi dan sikap yang benar. c. Kesalahan sikap saat menyusui menyebabkan terjadinya sumbatan duktus. d. Pengurutan payudara sebelum laktasi adalah salah satu tindakan yang sangat efektif untuk menghindari terjadinya sumbatan pada duktus. e. Menggunakan penyangga bantal saat menyusui dapat pula membantu membuat posisi menyusui menjadi lebih baik. Beberapa indikasi yang memungkinkan terjadinya mastitis pada setiap ibu menyusui yang seharusnya dapat dihindari, beberapa diantaranya adalah: a. Dimulai dengan adanya rasa gatal pada puting dan berkembang menjadi adanya rasa nyeri saat bayi menyusui, ini dapat disebut mastitis. Namun tidak semua kasus mastitis ada keluhan nyeri, sehingga ibu sebaiknya mengetahui indikasi lainnya.
22
b. Adanya rasa demam dan kemerahan disekitar area hisapan dapat pula disebabkan mastitis. c. Sisi yang mengalami sumbatan duktus akan menunjukkan warna kemerahan yang lenih jelas dibandingkan daerah lainnya, umumnya disertai dengan rasa nyeri yang hebat terutama bila tersentuh hingga tidak dapat menggendong bayi pada sisi yang mengalami mastitis karena sensasi rasa sakitnya. d.
Ibu akan tampak seperti sedang mengalami flu, dengan gejala demam, rasa dingin dan tubuh terasa pegal dan sakit.
2.4.8. Cara Mengurangi Efek Mastitis Cara mengurangi efek mastitis: a. Untuk memperpendek durasi mastitis, segeralah tidur bila menduga adanya mastitis dan istirahatlah dengan benar b. Konsumsi echinacea dan vitamin C untuk meningkatkan sistem imun dan membantu melawan infeksi c. Kompres daerah yang mengalami sumbatan duktus dengan air hangat d. Bantuan pancuran air hangat (shower hangat) untuk mandi, akan sangat membantu mempercepat menghilangkan sumbatan e. Tetap berikan ASI kepada bayi, terutama gunakan payudara yang sakit sesering dan selama mungkin sehingga sumbatan tersebut lama-kelamaan akan menghilang f. Lakukan pemijatan ringan saat menyusui juga sangat membantu
23
g. Cepat curiga akan adanya mastitis. h. Segeralah tidur bila menduga adanya mastitis dan istirahatlah dengan benar. Duduk lama selama beberapa jam tanpa melakukan aktifitas dapat membantu memperpendek durasi mastitis. i.
Jika infeksi terjadi hingga berhari-hari konsultasikan kepada dokter.
j. Bila gagal gunakan pompa sedot (Salomo, 2004).
2.5. Kerangka Konsep
Pengetahuan Kejadian Mastitis
Sikap
2.6. Hipotesis Penelitian 1.
Ada hubungan pengetahuan ibu menyusui dengan kejadian mastitis pada ibu nifas di Desa Delengkukusen Kecamatan Lawe Alas Kabupaten Aceh Tenggara.
2.
Ada hubungan sikap ibu menyusui dengan kejadian mastitis pada ibu nifas di Desa Delengkukusen Kecamatan Lawe Alas Kabupaten Aceh Tenggara.
24
BAB III METODE PENELITIAN
3.1. Jenis Penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif analitik dengan pendekatan cross sectional yaitu untuk menganalisis hubungan pengetahuan dan sikap ibu menyusui dengan kejadian mastitis pada ibu nifas di Desa Delengkukusen Kecamatan Lawe Alas Kabupaten Aceh Tenggara.
3.2.Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2.1. Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di Desa Delengkukusen Kecamatan Lawe Alas Kabupaten Aceh Tenggara. 3.2.2. Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan bulan Juni 2015
3.3. Populasi dan Sampel 3.3.1. Populasi Populasi dalam penelitian ini adalah semua ibu yang menyusui di Desa Delengkukusen Kecamatan Lawe Alas Kabupaten Aceh Tenggara yang berjumlah 37 orang.
24
25
3.3.2. Sampel Yang menjadi sampel dalam penelitian ini adalah seluruh populasi dijadikan menjadi sampel (total sampling) yaitu sebesar 37 orang
3.4. Jenis dan Cara Pengumpulan Data a. Jenis data yang dikumpulkan Jenis data yang dikumpulkan adalah data primer yang meliputi : pengetahuan, sikap dan kejadian mastitis. b. Cara Pengumpulan Data Dalam pelaksanaan pengumpulan data dilakukan dengan wawancara dengan menggunakan kusioner penelitian.
3.5. Variabel dan Definisi Operasional 3.5.1. Variabel Bebas 1. Pengetahuan adalah segala sesuatu yang diketahui oleh ibu tentang mastitis yang terjadi pada saat menyusui dengan pengukuran skala ordinal. Kategori Pengetahuan ibu : 0. Baik 1. Buruk Untuk mengetahui pengetahuan responden disusun 10 pertanyaan dengan jawaban masing-masing dari setiap pertanyaan tertinggi nilai 1 dan terendah 0 maka total skore adalah 10, maka pengetahuan responden dibagi menjadi 2 yaitu :
26
0. Baik : Apabila total score > 50% dari 10 = 6-10 1. Buruk : Apabila total score ≤ 50% dari 10 = 1-5 2. Sikap adalah suatu reaksi atau respon ibu nifas terhadap kejadian mastitis. Pengukuran variabel sikap disusun 8 pertanyaan yang diajukan dengan jawaban ”sangat setuju (bobot nilai 4 )”, “setuju (bobot nilai 3 )”, “tidak setuju (bobot nilai 2 )”, dan “sangat tidak setuju (bobot nilai 1 )”, dan dikategorikan menjadi 2, yaitu: 0. Baik, jika jawaban responden memiliki total skor ≥ 76% dari 32 = 25-32 (Nursalam, 2011). 1. Buruk, jika jawaban responden memiliki total skor < 76 % dari 32 = 0-24 3.5.2. Varibel Terikat 1. Mastitis adalah peradangan payudara yang dapat disertai atau tidak disertai infeksi dengana skala pengukuran ordinal. Kategori Mastitius : 0. Mastitis 1. Tidak mastitis.
27
3.6. Metode Pengukuran Tabel 3.1. Variabel, Cara, Alat, Skala dan Hasil Ukur Variabel Variabel Bebas 1. Pengetahuan 2. Sikap Variabel Terikat Kejadian Mastitis
Cara dan Alat Ukur
Skala Ukur
Wawancara (kuesioner) Wawancara (kuesioner)
Ordinal
Wawancara (kuesioner)
Ordinal
Ordinal
Hasil Ukur
0. Baik 1. Buruk 0. Positif 1. Negatif 0. Mastitis 1. Tidak Mastitis
3.7. Metode Analisis Data 3.7.1. Analisis Univariat Analisis data secara univariat dilakukan untuk mendapatkan gambaran distribusi frekuensi responden. Analisa ini digunakan untuk memperoleh gambaran variabel pengetahuan dan sikap dan variabel dependen adalah kejadian mastitis. 3.7.2. Analisis Bivariat Analisis bivariat dilakukan untuk menguji ada tidaknya hubungan pengetahuan dan sikap ibu menyusui dengan kejadian mastitis pada ibu nifas di Desa Delengkukusen Kecamatan Lawe Alas Kabupaten Aceh Tenggara dengan menggunakan statistik uji chi-square kemudian hasilnya dinarasikan.
28
BAB IV HASIL PENELITIAN
4.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian Desa Delengkukusen terletak di Kecamatan Lawe Alas Kabupaten Aceh Tenggara. Desa Delengkukusen ini merupakan salah satu desa yang terletak di daerah dataran rendah. Secara geografis Desa Delengkukusen Kecamatan Lawe Alas Kabupaten Aceh Tenggara mempunyai luas wilayah 18.261 km2.
4.2. Karakteristik Responden Karakteristik responden yang diteliti dalam penelitian ini meliputi: umur dan pendidikan. 4.2.1. Distribusi Umur Responden di Desa Delengkukusen Kecamatan Lawe Alas Kabupaten Aceh Tenggara Untuk melihat umur responden di Desa Delengkukusen Kecamatan Lawe Alas Kabupaten Aceh Tenggara dapat dilihat pada tabel 4.1 : Tabel 4.1. Distribusi Frekuensi Umur Responden di Desa Delengkukusen Kecamatan Lawe Alas Kabupaten Aceh Tenggara No Umur 1 < 19 dan > 35 tahun 2 19-35 tahun Jumlah
f 16 21 37
% 43,2 56,8 100
Berdasarkan tabel diatas, dapat dilihat bahwa umur ibu di Desa Delengkukusen Kecamatan Lawe Alas Kabupaten Aceh Tenggara lebih banyak
28
29
dengan umur 19-35 tahun sebanyak 21 orang (56,8%) dan lebih sedikit dengan umur < 19 dan > 35 tahun sebanyak 16 orang (43,2%). 4.2.2. Distribusi Pendidikan Responden di Desa Delengkukusen Kecamatan Lawe Alas Kabupaten Aceh Tenggara Untuk melihat pendidikan responden di Desa Delengkukusen Kecamatan Lawe Alas Kabupaten Aceh Tenggara dapat dilihat pada tabel 4.2 : Tabel 4.2. Distribusi Frekuensi Pendidikan Responden di Desa Delengkukusen Kecamatan Lawe Alas Kabupaten Aceh Tenggara No 1 2 3 4
Pendidikan SD SMP SMA PT Jumlah
f 13 16 6 2 37
% 35,1 43,2 16,2 5,4 100
Berdasarkan tabel diatas, dapat dilihat bahwa pendidikan ibu di Desa Delengkukusen Kecamatan Lawe Alas Kabupaten Aceh Tenggara lebih banyak dengan pendidikan SMP sebanyak 16 orang (43,2%), pendidikan SD sebanyak 13 orang (35,1%), pendidikan SMA sebanyak 6 orang (16,2%) dan lebih sedikit dengan pendidikan PT sebanyak 2orang (5,4%).
4.3. Analisis Univariat Analisis univariat yang diteliti dalam penelitian ini meliputi: pengetahuan, sikap dan sikap ibu nifas dan kejadian mastitis.
30
4.3.1. Pengetahuan Ibu Nifas tentang Mastitis di Desa Delengkukusen Kecamatan Lawe Alas Kabupaten Aceh Tenggara Untuk melihat pengetahuan ibu nifas tentang mastitis di Desa Delengkukusen Kecamatan Lawe Alas Kabupaten Aceh Tenggara dapat dilihat pada Tabel 4.3 : Tabel 4.3. Distribusi Frekuensi Pengetahuan Ibu Nifas tentang Mastitis Desa Delengkukusen Kecamatan Lawe Alas Kabupaten Aceh Tenggara No Pengetahuan 1 Baik 2 Buruk Jumlah
f 21 16 37
% 46,8 43,2 100,0
Berdasarkan tabel di atas, dapat dilihat bahwa pengetahuan ibu nifas tentang mastitis di Desa Delengkukusen Kecamatan Lawe Alas Kabupaten Aceh Tenggara mayoritas dengan baik sebanyak 21 orang (46,8%) dan minoritas buruk sebanyak 16 orang (43,2%). 4.3.2. Sikap Ibu Nifas Terhadap Mastitis di Desa Delengkukusen Kecamatan Lawe Alas Kabupaten Aceh Tenggara Untuk melihat sikap ibu nifas terhadap mastitis di Desa Delengkukusen Kecamatan Lawe Alas Kabupaten Aceh Tenggara dapat dilihat pada Tabel 4.4 : Tabel 4.4. Distribusi Frekuensi Sikap Ibu Nifas Terhadap Mastitis di Desa Delengkukusen Kecamatan Lawe Alas Kabupaten Aceh Tenggara No Sikap 1 Positif 2 Negatif Jumlah
f 20 17 37
% 54,1 45,9 100,0
Berdasarkan tabel di atas, dapat dilihat bahwa sikap ibu nifas terhadap kejadian mastitis di Desa Delengkukusen Kecamatan Lawe Alas Kabupaten Aceh
31
Tenggara mayoritas dengan bersikap positif sebanyak 20 orang (54,1%) dan minoritas bersikap negatif sebanyak 17 orang (45,9%). 4.3.3. Kejadian Mastitis pada Ibu Nifas di Desa Delengkukusen Kecamatan Lawe Alas Kabupaten Aceh Tenggara Untuk melihat kejadian mastitis pada ibu nifas di Desa Delengkukusen Kecamatan Lawe Alas Kabupaten Aceh Tenggara dapat dilihat pada Tabel 4.5 : Tabel 4.5. Distribusi Frekuensi Kejadian Mastitis pada Ibu Nifas di Desa Delengkukusen Kecamatan Lawe Alas Kabupaten Aceh Tenggara No Kejadian Mastitis 1 Tidak Mastitis 2 Mastitis Jumlah
f 25 12 37
% 67,6 32,4 100,0
Berdasarkan tabel di atas, dapat dilihat bahwa sikap ibu nifas terhadap kejadian mastitis di Desa Delengkukusen Kecamatan Lawe Alas Kabupaten Aceh Tenggara mayoritas dengan tidak mengalami mastitis sebanyak 25 orang (67,6%) dan minoritas mengalami mastitis sebanyak 12 orang (32,4%). 4.4. Analisis Bivariat Analisis bivariat digunakan untuk mengidentifikasi hubungan variabel pengetahuan dan sikap dengan kejadian mastitis. Berdasarkan hasil analisis bivariat antara variabel hubungan pengetahuan dan sikap ibu menyusui dengan kejadian mastitis pada ibu nifas di Desa Delengkukusen Kecamatan Lawe Alas Kabupaten Aceh Tenggara dapat dilihat seperti dibawah ini :
32
4.4.1. Hubungan Pengetahuan Ibu Menyusui dengan Kejadian Mastitis pada Ibu Nifas di Desa Delengkukusen Kecamatan Lawe Alas Kabupaten Aceh Tenggara Untuk melihat hubungan pengetahuan ibu menyusui dengan kejadian mastitis pada ibu nifas di Desa Delengkukusen Kecamatan Lawe Alas Kabupaten Aceh Tenggara dapat dilhat pada Tabel 4.6 : Tabel 4.6. Hubungan Pengetahuan Ibu Menyusui dengan Kejadian Mastitis pada Ibu Nifas di Desa Delengkukusen Kecamatan Lawe Alas Kabupaten Aceh Tenggara
No Pengetahuan 1 2
Baik Buruk
Kejadian Mastitis Tidak Mastitis Mastitis n % n % 18 85,7 3 14,3 7 43,8 9 56,3
Total n 21 16
% 100 100
P value 0,019
Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat bahwa dari 21 orang pengetahuan ibu dengan kategori baik terdapat tidak mastitis sebanyak 18 orang (85,7%) dan mastitis sebanyak 3 orang (14,3%). Kemudian dari 16 orang pengetahuan ibu dengan kategori buruk terdapat tidak mastitis sebanyak 7 orang (43,8%) dan mastitis sebanyak 9 orang (56,3%). Hasil uji statistik chi square diperoleh nilai < 0,05 maka dapat disimpulkan ada hubungan pengetahuan ibu nifas dengan pemberian ASI kolostrum pada bayi baru lahir di Desa Sukarejo Kecamatan Aceh Singkil.
33
4.4.2. Hubungan Sikap Ibu Menyusui dengan Kejadian Mastitis pada Ibu Nifas di Desa Delengkukusen Kecamatan Lawe Alas Kabupaten Aceh Tenggara Untuk melihat hubungan sikap ibu menyusui dengan kejadian mastitis pada ibu nifas di Desa Delengkukusen Kecamatan Lawe Alas Kabupaten Aceh Tenggara dapat dilhat pada Tabel 4.7 : Tabel 4.7. Hubungan Sikap Ibu Menyusui dengan Kejadian Mastitis Pada Ibu Nifas di Desa Delengkukusen Kecamatan Lawe Alas Kabupaten Aceh Tenggara
No Sikap 1 2
Positif Negatif
Kejadian Mastitis Tidak Mastitis Mastitis n % n % 19 95,5 1 5,0 6 35,3 11 64,7
Total n 20 17
% 100 100
P value 0,000
Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat bahwa dari 20 orang sikap ibu dengan kategori positif terdapat tidak mengalami mastitis sebanyak 19 orang (95,5%) dan mengalami mastitis sebanyak 1 orang (5,0%). Kemudian dari 17 orang sikap ibu dengan kategori negatif terdapat tidak mengalami mastitis sebanyak 6 orang (35,3%) dan mengalami mastitis sebanyak 11 orang (64,7%). Hasil uji statistik chi square diperoleh nilai < 0,05 maka dapat disimpulkan ada sikap ibu menyusui dengan kejadian mastitis pada ibu nifas di Desa Delengkukusen Kecamatan Lawe Alas Kabupaten Aceh Tenggara.
34
BAB V PEMBAHASAN
5.1. Hubungan Pengetahuan Ibu Menyusui dengan Kejadian Mastitis pada Ibu Nifas di Desa Delengkukusen Kecamatan Lawe Alas Kabupaten Aceh Tenggara Hasil penelitian diperoleh bahwa pengetahuan ibu dengan kategori baik terdapat tidak mastitis sebanyak 18 orang (85,7%) dan mastitis sebanyak 3 orang (14,3%). Kemudian dari 16 orang pengetahuan ibu dengan kategori buruk terdapat tidak mastitis sebanyak 7 orang (43,8%) dan mastitis sebanyak 9 orang (56,3%). Hasil uji statistik chi square diperoleh nilai < 0,05 maka dapat disimpulkan ada hubungan pengetahuan ibu nifas dengan pemberian ASI kolostrum pada bayi baru lahir di Desa Sukarejo Kecamatan Aceh Singkil. Mengacu pada hasil uji tersebut dapat dijelaskan bahwa tingkat pengetahuan berbanding lurus dengan kejadian mastitis, artinya semakin rendah pengetahuan responden maka kejadian mastitis semakin tinggi. Demikian juga sebaliknya jika pengetahuan responden tinggi maka kejadian mastitis semakin menurun. Pengetahuan ibu yang baik tentang mastitis akan memengaruhi mereka dalam merawat payudara. Untuk menghambat terjadinya mastitis ini ibu menggunakan bra atau pakaian dalam yang memiliki penyangga yang baik pada payudaranya, mengurut payudara sebelum laktasi merupakan salah satu tindakan yang sangat efektif untuk menghindari terjadinya sumbatan pada duktus, menyusui dengan posisi dan sikap yang benar, kesalahan sikap saat menyusui dapat menyebabkan terjadinya sumbatan
35
duktus, menggunakan
penyangga bantal saat
menyusui
cukup
membantu
menciptakan posisi menyusui yang lebih baik. Hal ini sesuai dengan pendapat Blum yang dikutip oleh Notatmodjo (2010) yang menyatakan bahwa tindakan seseorang individu termasuk kemandirian dan tanggung jawabnya dalam berperilaku sangat dipengaruhi oleh domain kognitif atau pengetahuan. Pada dasarnya, pengetahuan merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang. Perilaku yang didasari dengan pengetahuan akan lebih baik daripada perilaku yang tidak didasari dengan pengetahuan. Salah satu faktor yang mempengaruhi perilaku seseorang adalah pengetahuan. Namun, pembentukan perilaku itu sendiri tidak semata-mata berdasarkan pengetahuan, tetapi masih dipengaruhi oleh banyak faktor yang sangat kompleks. (Notoatmodjo, 2007). Pengetahuan adalah hasil tahu setelah seseorang melakukan penginderaan terhadap objek tertentu. Penginderaan ini melalui panca indera manusia yaitu penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba (Notoadmodjo, 2003). Pengetahuan melandasi seseorang untuk berperilaku sehat atau tidak seperti perilaku pemberian kolostrum sangat ditentukan oleh pengetahuan yang dimiliki. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Ragil (1998), tentang hubungan pengetahuan ibu dengan kejadian mastitis, menunjukkan hasil bahwa pengetahuan ibu tentang mastitis mempunyai hubungan yang bermakna dengan kejadian mastitis (p<0,05).
36
Penelitian lain yang sesuai adalah penelitian yang dilakukan oleh Siregar (2004), dalam penelitiannya mengatakan bahwa kurangnya pengertian dan pengetahuan ibu tentang mastitis menyebabkan ibu kurang melakukan perawatan payudara. Penelitian yang sama yang dilakukan oleh Sylvia pada tahun 2009 mengenai hubungan pengetahuan ibu post partum dengan kejadian mastitis, yaitu dari 30 responden, diperoleh yang berpengetahuan baik sebanyak 17 responden (56,67%), kemudian diuji dengan Chi Square diperoleh hasil ada hubungan antara pengetahuan ibu post partum dengan kejadian mastitis. Menurut asumsi peneliti bahwa pengetahuan ibu yang baik mastitis akan memengaruhi mereka dalam perawatan payudara, pemahaman tentang mastitis akan menimbulkan kesadaran yang tinggi untuk merawat payudara sehingga mengurangi kejadian mastitis.
5.2. Hubungan Sikap Ibu Menyusui dengan Kejadian Mastitis pada Ibu Nifas di Desa Delengkukusen Kecamatan Lawe Alas Kabupaten Aceh Tenggara Hasil penelitian diperoleh bahwa sikap ibu dengan kategori positif terdapat memberikan ASI kolostrum sebanyak 19 orang (95,5%) dan tidak memberikan sebanyak 1 orang (5,0%) dan sikap ibu dengan kategori negatif terdapat memberikan ASI kolostrum sebanyak 6 orang (35,3%) dan tidak memberikan ASI kolostrum sebanyak 11 orang (64,7%). Hasil uji statistik chi square diperoleh nilai < 0,05 maka dapat disimpulkan ada hubungan sikap ibu nifas dengan pemberian ASI kolostrum pada bayi baru lahir di Desa Sukarejo Kecamatan Aceh Singkil.
37
Mengacu pada hasil uji tersebut dapat dijelaskan bahwa sikap berbanding lurus dengan kejadian mastitis, artinya semakin rendah sikap responden maka kejadian mastitis semakin tinggi. Demikian juga sebaliknya jika sikap responden tinggi maka kejadian mastitis akan semakin rendah. Sikap merupakan proses merespon seseorang terhadap objek tertentu dan mengandung penilaian suka-tidak suka, setuju-tidak setuju, atau mengambil keputusan positif atau negatif (Sobur, 2003). Terdapat tiga komponen dari sikap yakni kognitif (keyakinan), afektif (emosi/perasaan), dan konatif (tindakan). Penelitian ini sejelan dengan penelitian yang dilakukan Yefrida (1997), tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian mastitis menunjukkan hasil bahwa faktor kognitif atau keyakinan adalah faktor yang paling berpengaruh terhadap perilaku ibu dalam pencegahan mastitis yaitu adalah sikap sebesar 75,63%. Berdasarkan hasil penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Fahriyati (2007) bahwa dari 26 responden yang memiliki sikap tidak mendukung terhadap pencegahan mastitis sebanyak 16 responden (61,54%) sehingga dapat disimpulkan bahwa sebagian besar sikap ibu terhadap pencegahan mastitis tidak mendukung. Sikap tidak mendukung tersebut kemungkinan disebabkan karena masih adanya responden yang berumur dibawah 20 tahun, umur yang tergolong muda kemungkinan pengalamannya masih kurang sehingga menyebabkan ibu kurang memahami pentingnya pencegahan mastitis.
38
Sama halnya dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Sylvia pada tahun 2009, mengenai hubungan sikap ibu post partum dengan kejadian mastitis yaitu dari 30 responden yang diteliti, diperoleh sikap mendukung sebanyak 18 responden (60%), dan setelah diuji menggunakan Chi Square didapatkan hasil ada hubungan antara sikap ibu post partum dengan kejadian mastitis. Menurut asumsi peneliti bahwa sikap yang dimiliki ibu terhadap kejadian mastitis sangat berbanding lurus dengan kejadian mastitis, artinya semakin rendah sikap responden maka kejadian mastitis akan meningkat. Demikian juga sebaliknya jika sikap responden tinggi maka kejadian mastitis akan menurun.
39
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN
6.1. Kesimpulan 1. Terdapat hubungan pengetahuan ibu menyusui dengan kejadian mastitis pada ibu nifas di Desa Delengkukusen Kecamatan Lawe Alas Kabupaten Aceh Tenggara 2. Terdapat hubungan sikap ibu menyusui dengan kejadian mastitis pada ibu nifas di Desa Delengkukusen Kecamatan Lawe Alas Kabupaten Aceh Tenggara 6.2. Saran 1.
Kepada Desa Delengkukusen Kecamatan Lawe Alas Kabupaten Aceh Tenggara untuk meningkatkan sumber informasi tentang mastitis sehingga kejadian mastitis menurun pada ibu nifas.
2.
Kepada ibu nifas untuk meningkatkan pengetahuan dan bersikap tentang perawatan payudara untuk mencegah terjadinya mastitis.
40
KUESIONER PENELITIAN
HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN SIKAP IBU MENYUSUI DENGAN KEJADIAN MASTITIS PADA IBU NIFAS DI DESA DELENGKUKUSEN KECAMATAN LAWE ALAS KABUPATEN ACEH TENGGARA
A. Indentitas Responden 1. Nomor 2. Umur 3. Pendidikan 4. Pekerjaan
: ……………. : ……………. : ……………. : …………….
B. Pengetahuan Tentang Matitis Berilah tanda (√) pada jawaban yang sesuai menurut saudara pada kolom disamping dimana : Pernyataan 1. Mastitis adalah peradangan payudara yang dapat disertai atau tidak disertai infeksi. 2. Tanda dan gejala mastitis adalah adanya bercak kecil yang keras di daerah nyeri tekan tersebut 3. Tanda dan gejala mastitis adalah kedua payudara mungkin terasa keras dan tegang pembengkakan. 4. Jika sudah terinfeksi, payudara akan bengkak dan terasa nyeri, terasa keras saat diraba dan tampak memerah. 5. Permukaan kulit dari payudara yang terkena infeksi tampak seperti pecah-pecah. 6. Resiko terjadinya infeksi pada bayi sangat dikhawatirkan terutama bila ASI mengandung nanah. 7. Untuk menghambat terjadinya mastitis dianjurkan menggunakan bra atau pakaian dalam yang memiliki penyangga yang baik pada payudaranya. 8. Selalu pastikan tindakan menyusui dengan posisi dan sikap yang benar. 9. Pengurutan payudara sebelum laktasi adalah salah satu tindakan yang sangat efektif untuk menghindari terjadinya sumbatan pada duktus. 10. Menggunakan penyangga bantal saat menyusui dapat pula membantu membuat posisi menyusui menjadi lebih baik.
Ya
Tidak
41
C. Sikap Pernyataan 1. Untuk menghambat terjadinya mastitis dianjurkan menggunakan bra atau pakaian dalam yang memiliki penyangga yang baik pada payudaranya. 2. Selalu pastikan tindakan menyusui dengan posisi dan sikap yang benar. 3. Pengurutan payudara sebelum laktasi adalah salah satu tindakan yang sangat efektif untuk menghindari terjadinya sumbatan pada duktus. 4. Menggunakan penyangga bantal saat menyusui dapat pula membantu membuat posisi menyusui menjadi lebih baik. 5. Untuk memperpendek durasi mastitis, segeralah tidur bila menduga adanya mastitis dan istirahatlah dengan benar 6. Konsumsi echinacea dan vitamin C untuk meningkatkan sistem imun dan membantu melawan infeksi 7. Kompres daerah yang mengalami sumbatan duktus dengan air hangat 8. Bantuan pancuran air hangat (shower hangat) untuk mandi, akan sangat membantu mempercepat menghilangkan sumbatan 9. Melakukan pemijatan ringan saat menyusui juga sangat membantu 10. Bila gagal gunakan pompa sedot
C. Kejadian Mastitis 1. Apakah ibu mengalami mastitis? a. Ya b. Tidak 2. Sudah berapa lama …………………….
Setuju
Tidak Setuju
42
MASTER DATA PENELITIAN
No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37
1 1 1 0 1 0 1 0 1 0 1 0 1 1 1 1 0 1 0 1 1 1 0 1 0 1 0 1 0 1 0 0 1 0 1 0 1 0
2 0 1 0 1 2 1 0 2 1 0 1 1 3 1 0 2 2 2 1 0 2 1 1 1 0 0 0 1 1 0 1 0 3 0 1 1 0
1 1 1 0 1 1 0 1 1 0 1 1 1 1 1 1 0 1 1 0 1 1 0 1 1 0 1 1 0 1 1 1 0 1 1 0 1 1
2 1 1 1 0 1 1 0 1 0 1 1 0 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 0 1 1 0 1 0 1 1 1 1 0 1 0 1 1
3 1 0 0 1 1 0 1 1 0 0 1 0 1 1 0 0 1 1 0 1 0 0 1 1 0 1 1 0 0 0 1 0 1 1 0 0 0
Pengetahuan 4 5 6 1 0 1 1 1 1 0 1 0 1 0 1 0 1 0 1 0 0 0 0 1 1 1 1 0 1 1 1 0 0 0 1 1 1 1 0 1 0 1 1 0 1 1 1 1 0 1 0 1 0 1 0 1 0 1 0 0 1 0 1 1 1 1 0 1 0 1 0 1 0 1 0 1 0 0 0 0 1 1 1 1 0 1 1 1 0 0 0 1 1 0 1 0 1 0 0 0 0 1 1 1 1 0 1 1 1 0 0 0 1 1
7 0 0 1 0 1 1 0 1 0 1 0 1 0 0 0 1 0 1 1 0 0 1 0 1 1 0 1 0 1 0 1 1 0 1 0 1 0
8 1 0 0 1 1 0 1 1 0 1 1 0 0 1 0 0 1 1 0 1 0 0 1 1 0 1 1 0 1 0 1 0 1 1 0 1 0
9 1 0 1 1 1 0 0 1 1 0 0 1 0 1 0 1 1 1 0 1 0 1 1 1 0 0 1 1 0 0 1 0 0 1 1 0 0
10 1 1 0 0 1 0 1 1 0 1 1 0 1 1 1 0 0 1 0 1 1 0 0 1 0 1 1 0 1 1 1 0 1 1 0 1 1
PTOT 8 6 4 6 8 3 5 10 3 6 7 5 6 8 6 4 6 8 3 8 6 4 6 8 3 5 10 3 6 5 8 3 5 10 3 6 5
PK 0 0 1 0 0 1 1 0 1 0 0 1 0 0 0 1 0 0 1 0 0 1 0 0 1 1 0 1 0 1 0 1 1 0 1 0 1
43
No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37
1 1 1 0 1 0 0 1 1 1 0 1 0 1 1 1 0 1 0 0 1 1 0 1 0 0 1 1 1 0 1 0 0 1 1 1 0 1
2 0 0 1 0 1 1 0 1 0 1 0 1 0 0 0 1 0 1 1 0 0 1 0 1 1 0 1 0 1 0 1 1 0 1 0 1 0
3 1 0 0 1 1 0 1 1 0 1 1 0 0 1 0 0 1 1 0 1 0 0 1 1 0 1 1 0 1 1 1 0 1 1 0 1 1
4 1 0 1 1 1 0 0 1 1 0 0 1 0 1 0 1 1 1 0 1 0 1 1 1 0 0 1 1 0 0 1 0 0 1 1 0 0
Sikap 5 6 1 1 1 1 0 0 0 1 1 0 0 0 1 1 1 1 0 1 1 0 1 1 0 0 1 1 1 1 1 1 0 0 0 1 1 0 0 0 1 1 1 1 0 0 0 1 1 0 0 0 1 1 1 1 0 1 1 0 1 1 1 0 0 0 1 1 1 1 0 1 1 0 1 1
7 0 0 1 0 1 1 0 1 0 1 0 1 0 0 0 1 0 1 1 0 0 1 0 1 1 0 1 0 1 0 1 1 0 1 0 1 0
8 1 0 0 1 1 0 1 1 0 1 1 0 0 1 0 0 1 1 0 1 0 0 1 1 0 1 1 0 0 1 1 0 1 1 0 0 1
9 1 0 1 1 1 0 0 1 1 0 0 1 0 1 0 1 1 1 0 1 0 1 1 1 0 0 1 1 0 0 1 0 0 1 1 0 0
10 1 1 0 0 1 0 1 1 0 1 1 0 1 1 1 0 0 1 0 1 1 0 0 1 0 1 1 0 1 1 1 0 1 1 0 1 1
STOT 8 4 4 6 8 2 6 10 4 6 6 4 4 8 4 4 6 8 2 8 4 4 6 8 2 6 10 4 5 6 8 2 6 10 4 5 6
SK 0 1 1 0 0 1 0 0 1 0 0 1 1 0 1 1 0 0 1 0 1 1 0 0 1 0 0 1 1 0 0 1 0 0 1 1 0
Kejadian Mastitis 0 1 1 0 0 1 0 0 1 0 0 1 1 1 0 1 0 0 1 0 0 1 0 0 1 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0
44
Frequencies Umur
Valid
Frequency 16 21 37
< 20 tahun dan > 35 tahun > 35 tahun Total
Percent 43.2 56.8 100.0
Valid Percent 43.2 56.8 100.0
Cumulative Percent 43.2 100.0
Pendidikan Frequency Valid
SD SMP SMA PT Total
13 16 6 2 37
Percent 35.1 43.2 16.2 5.4 100.0
Valid Percent 35.1 43.2 16.2 5.4 100.0
Cumulative Percent 35.1 78.4 94.6 100.0
Valid Percent 27.0 73.0 100.0
Cumulative Percent 27.0 100.0
Valid Percent 27.0 73.0 100.0
Cumulative Percent 27.0 100.0
Valid Percent 51.4 48.6 100.0
Cumulative Percent 51.4 100.0
p1 Frequency Valid
0 1 Total
10 27 37
Percent 27.0 73.0 100.0
p2 Frequency Valid
0 1 Total
10 27 37
Percent 27.0 73.0 100.0
p3 Frequency Valid
0 1 Total
19 18 37
Percent 51.4 48.6 100.0
45
p4 Frequency Valid
0 1 Total
16 21 37
Percent 43.2 56.8 100.0
Valid Percent 43.2 56.8 100.0
Cumulative Percent 43.2 100.0
Valid Percent 45.9 54.1 100.0
Cumulative Percent 45.9 100.0
Valid Percent 40.5 59.5 100.0
Cumulative Percent 40.5 100.0
Valid Percent 51.4 48.6 100.0
Cumulative Percent 51.4 100.0
Valid Percent 45.9 54.1 100.0
Cumulative Percent 45.9 100.0
Valid Percent 45.9 54.1 100.0
Cumulative Percent 45.9 100.0
p5 Frequency Valid
0 1 Total
17 20 37
Percent 45.9 54.1 100.0
p6 Frequency Valid
0 1 Total
15 22 37
Percent 40.5 59.5 100.0
p7 Frequency Valid
0 1 Total
19 18 37
Percent 51.4 48.6 100.0
p8 Frequency Valid
0 1 Total
17 20 37
Percent 45.9 54.1 100.0
p9 Frequency Valid
0 1 Total
17 20 37
Percent 45.9 54.1 100.0
46
p10 Frequency Valid
0 1 Total
14 23 37
Percent 37.8 62.2 100.0
Valid Percent 37.8 62.2 100.0
Cumulative Percent 37.8 100.0
Valid Percent 56.8 43.2 100.0
Cumulative Percent 56.8 100.0
Valid Percent 40.5 59.5 100.0
Cumulative Percent 40.5 100.0
Valid Percent 51.4 48.6 100.0
Cumulative Percent 51.4 100.0
Valid Percent 40.5 59.5 100.0
Cumulative Percent 40.5 100.0
Valid Percent 45.9 54.1 100.0
Cumulative Percent 45.9 100.0
Pengetahuan Frequency Valid
Baik Buruk Total
21 16 37
Percent 56.8 43.2 100.0
s1 Frequency Valid
0 1 Total
15 22 37
Percent 40.5 59.5 100.0
s2 Frequency Valid
0 1 Total
19 18 37
Percent 51.4 48.6 100.0
s3 Frequency Valid
0 1 Total
15 22 37
Percent 40.5 59.5 100.0
s4 Frequency Valid
0 1 Total
17 20 37
Percent 45.9 54.1 100.0
47
s5 Frequency Valid
0 1 Total
14 23 37
Percent 37.8 62.2 100.0
Valid Percent 37.8 62.2 100.0
Cumulative Percent 37.8 100.0
Valid Percent 40.5 59.5 100.0
Cumulative Percent 40.5 100.0
Valid Percent 51.4 48.6 100.0
Cumulative Percent 51.4 100.0
Valid Percent 45.9 54.1 100.0
Cumulative Percent 45.9 100.0
Valid Percent 45.9 54.1 100.0
Cumulative Percent 45.9 100.0
Valid Percent 37.8 62.2 100.0
Cumulative Percent 37.8 100.0
s6 Frequency Valid
0 1 Total
15 22 37
Percent 40.5 59.5 100.0
s7 Frequency Valid
0 1 Total
19 18 37
Percent 51.4 48.6 100.0
s8 Frequency Valid
0 1 Total
17 20 37
Percent 45.9 54.1 100.0
s9 Frequency Valid
0 1 Total
17 20 37
Percent 45.9 54.1 100.0
s10 Frequency Valid
0 1 Total
14 23 37
Percent 37.8 62.2 100.0
48
Sikap Frequency Valid
Positif
20
Percent 54.1
Valid Percent 54.1
Cumulative Percent 54.1
Negatif Total
17 37
45.9 100.0
45.9 100.0
100.0
Kejadian Mastitis
Valid
Frequency 25 12 37
Tidak Mastitis Mastitis Total
Percent 67.6 32.4 100.0
Cumulative Percent 67.6 100.0
Valid Percent 67.6 32.4 100.0
Crosstabs Pengetahuan * Pemberian ASI Kolostrum
Crosstab
Pengetahuan
Baik
Buruk
Total
Kejadian Mastitis Tidak Mastitis Matitis 18
Count
Total 3
21
Expected Count % within Pengetahuan Count Expected Count % within Pengetahuan Count
14.2 85.7% 7 10.8 43.8% 25
6.8 14.3% 9 5.2 56.3% 12
21.0 100.0% 16 16.0 100.0% 37
Expected Count % within Pengetahuan
25.0 67.6%
12.0 32.4%
37.0 100.0%
Chi-Square Tests
Pearson Chi-Square Continuity Correction Likelihood Ratio
1
Asymp. Sig. (2-sided) .007
5.508
1
.019
7.471
1
.006
Value a 7.298 b
df
Fisher's Exact Test Linear-by-Linear Association
Exact Sig. (2sided)
.012 7.100
1
.008
Exact Sig. (1sided)
.009
49
N of Valid Cases
37
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 5.19. b. Computed only for a 2x2 table
Sikap * Pemberian ASI Kolostrum
Crosstab
Sikap
Positif
Kejadian Mastitis Tidak Mastitis Mastitis 19 1 13.5 6.5 95.0% 5.0% 6 11 11.5 5.5 35.3% 64.7% 25 12 25.0 12.0 67.6% 32.4%
Count Expected Count % within Sikap Count Expected Count % within Sikap Count Expected Count % within Sikap
Negatif
Total
Total 20 20.0 100.0% 17 17.0 100.0% 37 37.0 100.0%
Chi-Square Tests
Pearson Chi-Square Continuity Correction Likelihood Ratio
1
Asymp. Sig. (2-sided) .000
12.348
1
.000
16.611
1
.000
14.544
1
.000
Value a 14.948 b
df
Fisher's Exact Test Linear-by-Linear Association N of Valid Cases
Exact Sig. (2sided)
.000
37
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 5.51. b. Computed only for a 2x2 table
Exact Sig. (1sided)
.000
50
ABSTRAK
Perilaku seks pranikah pada siswa SMA Negeri 2 Ketanjo Raya tergolong tinggi sebesar 32,8%. Keadaan ini terkait dengan dan Kontrol diri yang lemah dan gaya hidup berisiko siswa. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis hubungan kontrol diri dan gaya hidup siswa dengan perilaku seks pranikah di SMA Negeri 2 Ketanjo Raya. Jenis penelitian ini adalah survei yang bersifat analitik dengan pendekatan cross sectional. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswi SMA Negeri 2 Ketanjo Raya kelas X yang berjumlah 106 orang. Sampel sebanyak 106 orang, diambil dengan teknik total sampling. Data diperoleh dengan wawancara menggunakan kuesioner, dianalisis dengan uji chi square pada α = 5%. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan kontrol diri dengan perilaku seks pranikah di SMA Negeri 2 Ketanjo Raya dan terdapat hubungan gaya hidup siswa dengan perilaku seks pranikah di SMA Negeri 2 Ketanjo Raya Disarankan kepada siswa SMA Negeri 2 Ketanjo Raya untuk meningkatkan kontrol diri dan mampu menahan keinginan atau dorongan sesaat yang bertentangan dengan tingkah laku yang tidak sesuai dengan norma sosial dan kepada siswa SMA Negeri 2 Ketanjo Raya untuk meningkatkan gaya hidup tidak berisiko terhadap perilaku seksual sehingga perilaku seksual pada siswa menurun. \ Kata Kunci : Kontrol Diri, Gaya Hidup, Perilaku Seks
51
HUBUNGAN KOMUNIKASI ORANGTUA DAN ANAK SERTA KONTROL DIRI DENGAN PERILAKU SEKS PRANIKAH DI SMA PRAYATNA MEDAN
KARYA TULIS ILMIAH
Oleh RIA ANGGRAINI 1170321
AKADEMI KEBIDANAN AUDI HUSADA MEDAN 2015