BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Makanan Pendamping Air Susu Ibu (MP-ASI) adalah makanan atau minuman yang mengandung zat gizi yang diberikan kepada bayi/anak untuk memenuhi kebutuhan gizi.MP-ASI merupakan makanan transisi dari yang berbentuk cair menjadi makanan semi padat. Makanan Pendamping ASI adalah makanan yang mengandung gizi yang diberikan pada anak usia 6-24 bulan guna memenuhi kebutuhan gizi. Pemberian makanan pendamping ASI secara tepat sangat dipengaruhi perilaku ibu yang memiliki bayi. Namun masih banyak ibu yang memberikan makanan pendamping ASI kurang dari 6 bulan yang dapat menyebabkan dampak negatifterhadap kesehatan bayi seperti diare dan dapat menyebabkan kematian pada bayi (Utami, 2012). Pemberian MP-ASI terlalu dini yakni pada usia kurang dari 6 bulan adalah indikator bahwa ibu telah gagal memberikan ASI secara eksklusif,sehingga juga berdampak pada angka cakupan pemberian ASI eksklusif yang masih rendah. Pemberian MP-ASI dini erat kaitannya dengan keputusan yang dibuat oleh ibu.Pemberian MP-ASI terlalu dini banyak menimbulkan dampak bagi kesehatan bayi antara lain penyakit diare.Hal ini disebabkan karena sistem pencernaan bayi belum siap menerima makanan selain ASI sehingga menimbulkan reaksi pada sistem pencernaan. 1
Universitas Sumatera Utara
2
Secara global pada tahun 2012 angka kematian anak sebagian besar disebabkan karena infeksi berulang dan faktor gizi, terkait faktor gizi diperkirakan sebesar 45%. Sesungguhnya dengan promosi ASI eksklusif dan pemberian makanan pendamping ASI yang tepat dapat mengurangi risiko penyakit kronis, angka morbiditas dan mortalitas pada balita. ASI merupakan sumber gizi terpenting bagi bayi untuk memenuhi kebutuhannya. Angka pemberian ASI secara eksklusif di dunia hanya sekitar 38% (dari 100 bayi usia 0-6 bulan hanya 38 bayi yang mendapat ASI eksklusif). Artinya terdapat 62% praktek pemberian makanan pendamping ASI yang tidak tepat. Padahal sudah banyak organisasi didunia yang merekomendasikan pemberian ASI eksklusif namun angka cakupan pemberian ASI eksklusif masih rendah ( WHO, 2014 ). Menurut Profil Kesehatan Indonesia tahun 2012 bahwasanya tingkat kematian bayi di Indonesia masih tergolong tinggi yakni 20 bayi per 1000 kelahiran hidup jika dibandingkan dengan negara-negara anggota ASEAN, maka Indonesia berada pada titik 4,2 kali lebih tinggi dari Malaysia, 1,2 kali lebih tinggi dari Filipina, dan 2,2 kali lebih tinggi dari Thailand ( Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2013 ). Angka kematian bayi di Indonesia berdasarkan sensus penduduk pada tahun 1990 terdapat 61 per 1000 kelahiran hidup, tahun 2000 terdapat penurunan secara signifikan yakni sebesar 47 per 1000 kelahiran hidup dan pada tahun 2010 terdapat 26 per 1000 kelahiran hidup. Angka kematian bayi tertinggi di Provinsi Sumatera Utara berada di daerah Kabupaten Mandailing Natal (45,7%) dan yang terendah ada
Universitas Sumatera Utara
3
didaerah Kota Medan (14,7%), sedangkan angka kematian bayi di daerah Kota Tebing Tinggi sekitar 22% (Dinas KesehatanProvinsi Sumut, 2013). Sebelum tahun 2001, World Health Organization (WHO) merekomendasikan untuk memberikan ASI eksklusif selama 4-6 bulan. Namun pada tahun 2001, setelah melakukan telaah artikel penelitian secara sistematik dan berkonsultasi dengan para pakar, WHO merevisi rekomendasi ASI eksklusif tersebut dari 4-6 bulan menjadi6 bulan.Mereka menyatakan bahwa makanan padat tidak disarankan diberikan pada bayi sebelum usia 6 bulan. Sesudah usia 6 bulan bayi baru dapat diberikan makanan pendamping ASI (MP-ASI) dengan tetap memberikan ASI sampai minimal umur2 tahun.Pemerintah Indonesia melalui Surat Keputusan Menteri Nomor 450/SK/IV/2004 tentang pemberian ASI secara eksklusif pada bayi di Indonesia yang semula 4 bulan menjadi 6 bulan. Hasil telaah artikel tersebut menyimpulkan bahwa bayi yang disusui secara eksklusif sampai 6 bulan umumnya lebih sedikit menderita penyakit
gastrointestinal,
dan
lebih
sedikit
mengalami
gangguan
pertumbuhan(Fikawati, 2010). Pemberian gizi pada bayi menurut kelompok umur 0 bulan yang mendapatkan ASI eksklusif 39,8%, menyusui predominan 5,1%, menyusui partial 55,1%. Kelompok umur 2 bulan ASI eksklusif 32,5%,menyusui predominan 4,4%, menyusui partial 63,1%. Kelompok umur 3 bulanASI eksklusif 30,7%, menyusui predominan 4,1%, menyusui partial 65,2%. Kelompok umur 4 bulanASI eksklusif 25,2%, menyusui predominan 4,4%, menyusui partial 70,4%.Kelompok umur 5 bulanASI eksklusif 26,3%, menyusui predominan 3,0%, menyusui partial 70,7%.Kelompok
Universitas Sumatera Utara
4
umur 6 bulanASI eksklusif 15,3%, menyusui predominan 1,5%, menyusui partial 83,2%.Dari data diatas kita dapat melihat bahwasanya semakin bertambahnya usia bayi maka angka cakupan pemberian ASI eksklusif semakin rendah, salah satu penyebabnya adalah pemberian makanan tambahan yaitu MP-ASI pada usia dibawah 6 bulan (Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, 2010). Berdasarkan Riskesdas pada tahun 2010 pemberian zat gizi atau jenis makanan prelakteal yang diberikan kepada bayi baru lahir di wilayah Indonesia sebanyak 43,6% yang terdiri dari susu formula 71,1%,madu 19,8%, air putih 14,6%, sedangkan untuk daerah Sumatera Utara sebanyak 53,7% antara lain susu formula 73,5%, air putih 30,7%, madu 20,2%, nasi/bubur 7,8% (Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, 2010). Cakupan proses inisiasi menyusui dini setelah bayi lahir di Indonesia adalah sebesar 34,5%. Cakupan IMD tertinggi adalah didaerah Nusa Tenggara Barat (52,9%) dan yang terendah adalah daerah Papua Barat (21,7%), sedangkan daerah Sumatera Utara (22,9%) (Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, 2013). Masih rendahnya pemberian ASI eksklusif dari target nasional sebesar 80% dapat kita lihat dari data berikut, yakni angka cakupan pemberian ASI eksklusifdalam 24 jam terakhir dan tanpa riwayat pemberian MP-ASI dari bayi umur 0 bulan sebanyak 52,7%, umur 1 bulan 48,7%, umur 2 bulan 46%, umur 3 bulan 42,2%, umur 4 bulan 41,9%, umur 5 bulan 36,6%, umur 6 bulan 30,2%. Artinya semakin bertambahnya umur bayi maka semakin tinggi angka riwayat pemberian MP-ASI kepada bayi, yakni umur 0 bulan 47,3%,umur 1 bulan 51,3%, umur 2 bulan 54%,
Universitas Sumatera Utara
5
umur 3 bulan 57,8%, umur 4 bulan 58,1%, umur 5 bulan 63,4%, umur 6 bulan 69,8% (Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, 2013). Dari hasil penelitian Padang (2007) tentang analisa faktor-faktor yang memengaruhiibu dalam pemberian MP-ASI dini di Kecamatan Pandan Kabupaten Tapanuli Tengah tahun 2007 dengan menggunakan regresi logistik,faktor yang memengaruhinya antara lain faktor sumber informasi, faktor pekerjaan, faktor dukungan keluarga dan masyarakat, faktor dukunganpetugas kesehatan. Umur merupakan bagian dari komposisi penduduk yang dikelompokkan menurut ciri-ciri biologis. Umur termasuk dalam karakteristik penduduk yang pokok yang memiliki pengaruh penting baik terhadap tingkah laku demografis maupun sosial ekonomi. Umur tunggal adalah umur seseorang yang dihitung berdasarkan hari ulang tahun terakhirnya (Nurdin, 2007). Berdasarkan faktor umur diharapkan dengan bertambahnya umur maka pengetahuan yang dimiliki ibu semakin meningkat dan pengalaman ibu tentang mengurus anak juga semakin banyak. Faktor ibu bekerja seharusnya tidak menjadi masalah dalam hal memberikan ASI secara eksklusif meskipun cuti hamil/melahirkan hanya tiga bulan yang mengakibatkan ibu belum selesai memberikan ASI eksklusif namun harus kembali bekerja. Dalam program pemberian ASI pada pekerja wanita diharapkan setiap perusahaan mendukung dengan cara memberikan waktu pada pekerja untuk memerah ASI dan memberikan ruangan pribadi bagi ibu menyusui. Menurut penelitian Ziraluo(2009) di daerah Nias Selatan bahwasanya kesibukan ibu terhadap pekerjaan juga dijadikan alasan bahwasannya program ASI eksklusif tidak berhasil dimana
Universitas Sumatera Utara
6
sebagian besar masyarakatnya bekerja sebagai ibu rumah tangga dan petani sehingga memengaruhi intensitas pemberian ASI secara eksklusif lalu memberikan makanan pendamping ASI secara dini dan sebagai pengasuhnya adalah orangtua/neneknya. Penelitian Padang (2007) di Kecamatan Pandan Kabupaten Tapanuli Tengah didapat bahwa dari 147 responden terdapat responden yang bekerja diluar rumah sebanyak 23responden (15,7%), yang bekerja didalam rumah sebanyak20 responden (13,6%),dan responden yang tidak bekerja sebanyak 104 responden (70,7%). Walaupun banyak ibu yang tidak bekerja namun di daerah ini masih banyak terdapat praktek pemberian MP-ASI yang tidak tepat. Menurut Ziraluo (2009) faktor yang memengaruhi pemberian ASI eksklusif dan pemberian MP-ASI secara dini khususnya bagi ibu-ibu di Indonesia adalah faktor sosial budaya ibu dalam hal ini faktor sosial budaya yang dimaksud adalah nilai-nilai, norma, kebiasaan dan kepercayaan disekeliling ibu, contohnya adanya anggapan orang tua bahwasannya kebutuhan gizi bayi tidak cukup hanya dengan ASI, sehingga bayi perlu dibantu dengan memberikan makanan pendamping ASI.Kepercayaan pemberian air putih pada bayi dianggap sebagai suatu hal yang sangat penting dan sudah menjadi kebiasaan yang sudah turun menurun di masyarakat Nias Selatan. Masyarakat tidak tahu bahwa sebenarnya ASI itu adalah makanan utama yang sebagian besar komposisinya adalah air, dimana air didalam ASI secara metabolik aman/steril, gratis, mudah disiapkan, mudah dicerna oleh bayi, dan bisa mencegah reaksi alergi.
Universitas Sumatera Utara
7
Unsur-unsur budaya mampu menciptakan suatu kebiasaan makan penduduk yang kadang-kadang bertentangan dengan prinsip ilmu gizi. Faktor budaya yang secara turun menurun dan diwariskan dalam pola pemberian makanan masyarakat akhirnya akan membentuk pola konsumsi kepada anak meraka nantinya (Padang, 2007). Pengetahuan adalah hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah seseorang melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu. Hasil tahu tersebut mungkin diperoleh dari pengalaman, perasaan, akal pikiran dan intuisi setelah melakukan pengindraan terhadap suatu objek (Notoadmodjo,2003). Menurut Roesli (2007) bahwasanya hambatan utama tercapainya ASI eksklusif dan pemanfaatan MP-ASI yang benar adalah karena kurang sampainya pengetahuan yang benar tentang ASI eksklusif dan MP-ASI pada para ibu.Kehilangan pengetahuan tentang menyusui berarti kehilangan akan kepercayaan diri seorang ibu untuk dapat memberikan perawatan terbaik pada bayi. Pengetahuan yang kurang tentang ASI eksklusif dan MP-ASI dapat terlihat dari pemanfaatan susu formula secara dini diwilayah perkotaan(Ziraluo, 2009). Dukungan keluarga dan masyarakat sangat dibutuhkan dalam pengambilan keputusan oleh ibu dalam pemberian MP-ASI karena keluarga adalah lingkungan terdekat dari ibu(Muthmainnah,2010).Hasil penelitian Padang (2007) menyatakan bahwasannya dukungan keluarga dan masyarakat bersifat positif/setuju dengan pemberianASI
sampai
dengan
umur
bayi
2
tahun
sebesar
131
Universitas Sumatera Utara
8
responden(89,1%)namun masyarakat melakukan hal yang salah karena melakukan pemberian MP-ASI pada bayi umur< 6 bulan sebesar 133 responden(90,5%) pemberian MP-ASI sebagai makanan tambahan untuk bayi, padahal seharusnya pemberian MP-ASI baru dapat diberikan setelah umur bayi > 6 bulan. Dukungan petugas kesehatan juga sangat berperan karena ibu biasanya memperoleh informasi dan mempercayai apa yang disampaikan oleh petugas kesehatan, makadari itu dibutuhkan petugas kesehatan yang pro ASI dan konselor ASI agar pemberian MPASI secara dini dapat dihindari(Muthmainnah,2010). Menurut hasil penelitian Theresiana(2002) yang meneliti faktor-faktor yang berhubungan dengan praktek pemberian MP-ASI pada bayi umur 4-11 bulan di Kabupaten Tangerang dengan jenis penelitian cross sectional dengan jumlah sampel sebesar 299 responden ditemukan proporsi 59,2% praktek pemberian MP-ASI yang baik dan 40,8% yang kurang baik. Dari hasil analisis multivariat regresi logistik menunjukkan bahwasannya variabel yang paling dominan berhubungan dengan praktek pemberian MP-ASI adalah peran dari petugas kesehatan dengan nilai OR sebesar 3,6 yang berarti ibu tidak mendapatkan peran/dukungan petugas kesehatan dimana petugas kesehatan punya peluang 3,6 kali dalam pemberian MP-ASI yang kurang baik dibandingkan dengan ibu yang mendapat dukungan petugas kesehatan yang baik. Berdasarkan hasil penelitian Padang (2007) di Kecamatan Pandan Kabupaten Tapanuli Tengah ditemukan bahwa sebanyak 89,8%responden memberikan MP-ASI dini pada bayi usia kurang dari 6 bulan dan 10,2% memberikan MP-ASI pada
Universitas Sumatera Utara
9
bayinya pada usia 6 bulan. Jika diuraikan maka pemberian MP-ASI rata-rata yang dilakukan oleh masyarakat Kecamatan Pandanadalah pada usia 2 bulan sebanyak 37,8%, usia 3 bulan sebanyak 25,8% dan pada usia 4 bulan sebanyak 15,9%. Berdasarkan hasil survei awal yang dilakukan di Puskesmas Teluk Karang dari 16 ibu bayi yang diwawancarai, bayi yang mendapat ASI dan MP-ASI kurang dari 6 bulan sebanyak 10 orang (62,5%), ibu yang menggunakan PASI dan MPPASIkurang dari 6 bulan sebanyak 5 orang (31,25%) dan bayi yang diberi ASI secara eksklusif 1 orang (6,25%).Dengan kata lain diwilayah kerja puskesmas masih banyak terdapat praktek pemberian makanan pendamping terlalu dini sebanyak 15 bayi (93,75%). Hal ini sangat bertolak belakang dengan harapan pemerintah tentang pemberian ASI secara eksklusif yakni pemberian ASI pada bayi sampai usia 6 bulan tanpa pemberian makanan pendamping ASI sebesar 80%.Dari 15responden terdapat 2 orang (13,33%) yang berumur < 20 tahun, 12 orang (80,0%) yang berumur 20-35 tahun dan 1 orang (6,67%) yang berumur >35 tahun berdasarkan data diharapkan pada usia reproduktif tingkat kematangan seseorang semakin meningkat sehingga sikap dan tindakan ibu juga diharapkan bersifat mendukung praktek pemberian MPASI >6 bulan namun masih banyak terjadi praktek pemberian makanan tambahan pada bayi umur< 6 bulan. Dari segi pengetahuan ibu tentang ASI eksklusif dan pemberian MP-ASI terdapat 13 orang (86,67%) ibu berpengetahuan baik dan 2 orang (13,33%) yang berpengetahuan tidak baik namun masih banyak terdapat praktek pemberian MP-ASI yang salah. Dari segi pekerjaan terdapat 10orang (66,67%) yang bekerja dan 5 orang (33,33%) yang tidak bekerja, hal ini menyebabkan intensitas
Universitas Sumatera Utara
10
pertemuan ibu dan bayi berkurang dikarenakan ibu bekerja, dimana pemberian ASI secara eksklusif tidak berhasil sehingga untuk memenuhi kebutuhan bayi pengasuh(nenek) memberikan MP-ASI kepada bayi < 6 bulan. Dari segi sosial budaya dan dukungan keluarga menyatakan bahwasanya sudah tradisidimasyarakat pemberian makanan tambahan seperti susu formula, air putih, nasi tim pada saat umur bayi < 6 bulan. Dari segi dukungan petugas kesehatan 13 orang (86,67%) menyatakan pernah mendengar tentang ASI eksklusif namun ada juga petugas yang menganjurkan pemberian susu formula dan 2 orang (13,33%) tidak tahu tentang ASI eksklusif, dukungan petugas kesehatan yang pro ASI sangat dibutuhkankarena ibu/masyarakat biasanya mendengarkan nasehat dari petugas kesehatan. Berdasarkan hasil penjelasan pegawai Puskesmas Teluk Karang bagian gizi bahwa cakupan pemberian ASI eksklusif tahun 2013 diwilayah kerjanya sekitar 45%(dari 100 bayi usia 0-6 bulan hanya 45 bayi yang mendapat ASI eksklusif) hal ini memang diakui oleh pegawai puskesmas belum mencapai target pemerintah, disebabkan oleh banyak faktor antara lain faktor ibu bekerja, faktor dukungan tenaga kesehatan (tenaga kesehatan yang tidak pro ASI dikarenakan bekerjasama dengan produk susu formula), faktor dukungan keluarga, faktor sosial budaya (bayi menangis berarti lapar sehingga harus diberi makanan tambahan padahal dalam ilmu kesehatan makanan pendamping ASI diberikan pada saat usia bayi telah mencapai lebih dari 6 bulan karena dianggap sistem pencernaan bayi telah siap untuk menerima makanan selain ASI dan bayi telah membutuhkan zat gizi selain ASI). Faktor-faktor diatas
Universitas Sumatera Utara
11
adalah salah satu penyebab yang bisa memengaruhi ibu dalam memberikan ASI secara eksklusif. Menurut laporan kesehatan di Puskesmas Teluk Karang Tahun 2013 bahwasanya dari 10 masalah penyakit terbesar diwilayah kerja Puskesmas Teluk Karang penyakit diare terdapat diposisi kedua setelah ISPA. Dan menurut laporan bulanan pada bulan Januari tahun 2014 bahwasanya diare juga berada diposisi kedua dimana pasien diare sekitar 65,5% adalah balita. Hal ini juga sebagai data penunjang bahwasanya penyakit diare merupakan salah satu dampak dari pemberian MP-ASI terlalu dini. Berdasarkan uraian latar belakang tersebut dan mengingat pentingnya pengetahuan ibu mengenai pemberian ASI secara eksklusif dan dampak pemberian MP-ASI terlalu dini bagi tumbuh kembang bayi. Maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang faktor-faktor yang memengaruhi ibu dalam pemberian MP-ASI terlalu dinidi wilayah kerja UPTD Puskesmas Teluk Karang Kecamatan Bajenis Kota Tebing Tinggi tahun 2015. 1.2 Perumusan Masalah Berdasarkan hasil survei awal yang dilakukan menunjukkan bahwasanya masih tingginya angka pemberian MP-ASI secara dini diwilayah kerja UPTD Puskesmas Teluk Karang hal ini juga ditunjang oleh data pemberian MP-ASI terlalu dini di wilayah kerja UPTD Puskesmas Teluk Karang sebesar 67,8% maka dirumuskan masalah yaitu “faktor-faktor yang memengaruhi ibu dalam pemberian
Universitas Sumatera Utara
12
MP-ASIterlalu dini di wilayah kerja UPTD Puskesmas Teluk Karang Kecamatan Bajenis Kota Tebing Tinggi tahun 2015”.
1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum Untuk mengetahuifaktor-faktor yang memengaruhi ibu dalam pemberian MPASI terlalu dini diwilayah kerja UPTD Puskesmas Teluk Karang Kecamatan Bajenis Kota Tebing Tinggi tahun 2015. 1.3.2
Tujuan Khusus 1. Mengetahui pengaruh faktor umur ibudalam pemberian MP-ASI terlalu dini di wilayah kerja UPTD Puskesmas Teluk Karang Kecamatan Bajenis Kota Tebing Tinggi tahun 2015. 2. Mengetahui pengaruh faktor pekerjaan ibudalam pemberian MP-ASI terlalu dini di wilayah kerja UPTD Puskesmas Teluk Karang Kecamatan Bajenis Kota Tebing Tinggi tahun 2015. 3.
Mengetahui pengaruh faktor pengetahuan ibudalam pemberian MP-ASI terlalu dini di wilayah kerja UPTD Puskesmas Teluk Karang Kecamatan Bajenis Kota Tebing Tinggi tahun 2015.
4. Mengetahui pengaruh faktor sosial budaya dalam pemberian MP-ASI terlalu dini di wilayah kerja UPTD Puskesmas Teluk Karang Kecamatan Bajenis Kota Tebing Tinggi tahun 2015.
Universitas Sumatera Utara
13
5.
Mengetahui pengaruh faktor dukungan keluarga dan masyarakat dalam pemberian MP-ASI terlalu dini di wilayah kerja UPTD Puskesmas Teluk Karang Kecamatan Bajenis Kota Tebing Tinggi tahun 2015.
6. Mengetahui
pengaruh
faktor
dukungan petugas kesehatan
dalam
pemberian MP-ASI terlalu dini di wilayah kerja UPTD Puskesmas Teluk Karang Kecamatan Bajenis Kota Tebing Tinggi tahun 2015. 1.4 Manfaat Penelitian 1. Bagi Responden Dapat meningkatkan pengetahuan ibu tentang pemberian MP-ASI yang baik dan benar, sehingga ibu memiliki kesadaran tentang manfaat ASI ekslusif dan cara pemberian MP-ASI yang baik dan benar. 2. Bagi Dinas Kesehatan Diharapkan dapat memberikan informasi kepada dinas kesehatan dan instansi terkait dalam menentukan pembuatan kebijakan tentang pemberian MP-ASI terlalu dini demi tercapainya cakupan pemberian ASI eksklusif. 3. Bagi Puskesmas Dapat memberikan data objektif kepada puskesmas tentang pengetahuan ibu bayi terhadap pemberian MP-ASI terlalu dini sehingga dapat menurunkan pemberian MP-ASI terlalu dini bagi bayi dan meningkatkan keberhasilan cakupan pemberian ASI eksklusif.
Universitas Sumatera Utara
14
4. Bagi Peneliti Selanjutnya Dengan adanya hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan
pemikiran
sebagai
masukan/referensi
pada
peneliti
selanjutnya.
Universitas Sumatera Utara