3
TINJAUAN PUSTAKA Makanan Pendamping Air Susu Ibu (MP-ASI) Makanan pendamping ASI (MP-ASI) adalah makanan yang diberikan kepada bayi setelah berumur 4-6 bulan (Krisnatuti & Yenrina 2006). Menurut SNI 01-7111.42005, MP-ASI adalah makanan bergizi yang diberikan disamping ASI kepada bayi berusia 6 bulan ke atas atau berdasarkam indikasi medis, sampai anak berusia 24 bulan untuk mencapai kecukupan gizinya. Makanan pendamping ASI bukan merupakan makanan utama, melainkan makanan pelengkap disamping air susu ibu, paling tidak sampai bayi berumur 24 bulan. ASI hanya mampu mencukupi kebutuhan bayi sampai usia 6 bulan. Setelah itu produksi ASI semakin berkurang, sedangkan kebutuhan bayi semakin meningkat dengan bertambahnya umur dan berat badan sehingga diperlukan makanan yang dapat melengkapi kebutuhan zat gizi bayi yaitu MP-ASI. Makanan ini harus menjadi pelengkap dan dapat memenuhi kebutuhan bayi. Hal ini menunjukkan bahwa makanan pendamping ASI berguna untuk menutupi kekurangan zat-zat gizi yang terkandung di dalam ASI (Krisnatuti & Yenrina 2006). Tujuan pemberian MP-ASI adalah untuk menambah energi dan zat-zat gizi yang diperlukan bayi karena ASI tidak dapat memenuhi kebutuhan bayi secara terusmenerus. Pertumbuhan
dan
perkembangan
anak
dapat
dilihat
dari kondisi
pertambahan berat badan anak. Jika setelah usia 6 bulan berat badan anak tidak mengalami peningkatan, maka hal ini menunjukkan bahwa kebutuhan energi dan zatzat gizi bayi tidak terpenuhi. Hal ini dapat disebabkan oleh asupan bayi yang hanya mengandalkan ASI saja atau pemberian makanan tambahan kurang memenuhi syarat. Disamping itu faktor terjadinya infeksi pada saluran pencernaan juga dapat mengganggu pertumbuhan dan perkembangan anak. Syarat Makanan Pendamping ASI Agar pemberian makanan pendamping ASI dapat terpenuhi dengan sempurna maka perlu diperhatikan sifat-sifat bahan makanan yang digunakan. Makanan tambahan untuk bayi harus memiliki sifat fisik yang baik yaitu bentuk dan aroma yang layak untuk dikonsumsi. Selain itu, makanan pendamping ASI sebaiknya praktis dan mudah disiapkan dengan waktu pengolahan yang singkat. Makanan pendamping ASI harus memenuhi persyaratan khusus yaitu jumlah zat-zat gizi yang diperlukan bayi, seperti protein, energi, lemak, vitamin, mineral, dan zat-zat tambahan lainnya. MP-ASI hendaknya mengandung protein bermutu tinggi
4
dengan skor asam amino sekitar 60-70 NPU (Net Protein Utilization). Codex Alimentarius Guidelines mensyaratkan mutu protein dengan skor asam amino 65 NPU atau tidak kurang dari 2.1 PER (Protein Efficiency Ratio). Selain mutu protein juga harus memperhatikan jumlahnya (Krisnatuti & Yenrina 2006). Makanan pendamping ASI, selain mengandung protein yang bermutu tinggi juga harus menghasilkan energi yang cukup tinggi. Menurut Protein Advisory Group (PAG) no 8. dan Codex Alimentarius Guidelines (Winarno 1995), mensyaratkan dalam 100 gram produk harus dapat menyumbang energi sebesar 400 kkal. Kandungan energi ini dapat dicapai dengan melakukan penambahan gula dan lemak. Lemak dapat diberikan sampai kandungannya dapat menyediakan energi sebanyak 25% atau maksimum sebanyak 10 g/100g produk (Krisnatuti & Yenrina 2006). Penambahan vitamin dan mineral sangat diperlukan untuk memenuhi kelengkapan zat gizi yang dianjurkan. Penggunaan bahan tambahan makanan seperti penyedap, pewarna, pengawet, garam dan pemanis hendaknya dibatasi seminimal mungkin. Menurut Codex Alimentarius Guidelines diperkenankan penggunaan bahan tambahan makanan berupa emulsifier, pengatur keasaman, antioksidan, perisa dan enzim. Menurut SNI 01-7111.4-2005, bahan tambahan pangan yang diizinkan adalah pengemulsi, pengatur keasaman, antioksidan, perisa vanilla, penegas cita rasa, enzim dan bahan pengembang. Makanan bayi tidak boleh memiliki sifat kamba (bulk) yaitu volume makanan yang besar, tetapi memiliki kandungan gizi yang rendah. Makanan yang memiliki sifat kamba akan cepat memberi rasa kenyang. Namun, terdapat kemungkinan bahwa energi yang diperlukan bayi belum dapat terpenuhi (Krisnatuti & Yenrina 2006). Menurut Krisnatuti & Yenrina (2006), formulasi MP-ASI harus memenuhi syaratsyarat sebagai berikut: (1) memiliki nilai energi dan kandungan protein yang tinggi, (2) memiliki nilai suplementasi yang baik serta mengandung vitamin dan mineral yang diperlukan, (3) dapat diterima oleh pencernaan bayi, (4) harga relatif murah, (5) bersifat padat gizi, dan diperoleh dari bahan pangan lokal, dan (6) kandungan serat kasar yang sukar dicerna dalam jumlah yang minimal, karena serat kasar yang terlalu banyak dapat mengganggu pencernaan bayi. Syarat mutu MP-ASI adalah zat gizi yang dikandung makanan pendamping ASI harus memenuhi kebutuhan gizi pada kelompok umur tersebut. Syarat mutu gizi MPASI dapat dilihat pada Tabel 1. Dalam SK. Menkes 2007 mensyaratkan kepadatan energi tidak kurang dari 40 kkal per gram. Kandungan protein tidak kurang dari 8 g per
5
seratus kkal dan tidak lebih dari 12 per seratus kkal dengan mutu protein tidak kurang dari 70% kasein standar. Sedangkan kandungan lemak tidak kurang dari 10 g per seratus kkal dan tidak lebih dari 18 g perseratus kkal (Depkes 2007) Tabel 1 Persyaratan Biskuit MP-ASI menurut SK. Menkes 2007 No 1 2
Zat Gizi
Energi Protein (kualitas protein tidak kurang dari 70% kasein) 3 Lemak (kadar asam linoleat minimal 300 mg per 100 kkal atau 1,4 gram per 100 gram produk) 4 Karbohidrat: 4.1. Serat 4.2. Gula (gula sederhana) 5 Vitamin A (acetate) 6 Vitamin D 7 Vitamin E 8 Vitamin K 9 Vitamin B1 (Thiamin) 10 Vitamin B2 (Riboflavin) 11 Vitamin B6 (Pyridoksin) 12 Vitamin B12 13 Niasin 14 Folic acid 15 Iron (Fumarate) 16 Iodine 17 Zinc 18 Kalsium 19 Natrium 20 Selenium 21 Fosfor 21 Air Sumber: Depkes (2007)
Satuan kkal g
g
g g mcg mcg mg mg mg mg mg mcg mg mcg mg mcg mg mg mg mcg mg %
Kadar minimum 400 8 – 12 10 – 18
maksimum 5 maksimum 30 250 - 700 3 – 10 4–6 minimum 10 0.4 – 0.5 0.4 – 0.5 0.3 – 0.5 0.5 – 0.9 4.0 – 6.0 60 - 100 5.0 – 6.0 60 – 70 2.5 – 3.0 200 - 300 maksimum 800 10 – 15 Ca:P = 1.2 – 2.0 maksimum 5
Persyaratan Fisik Makanan Pendamping ASI Selain kandungan dan komposisi zat gizi yang dianjurkan, produk makanan anak balita termasuk MP-ASI dituntut mempunyai sifat fisik yang baik antara lain berupa penampakkan visual, warna, aroma yang layak dan harus disukai, serta relatif mudah disiapkan dengan waktu pemasakkan yang singkat atau bahkan segera siap dimakan dengan hanya menambahkan sejumlah kecil air sesuai kemampuan konsumsi anak (Mahmud 1979).
6
Beberapa sifat fisik lain yang harus diperhatikan adalah densitas kamba (kekambaan) dan kapasitas pengikat air. Makanan MP-ASI harus bersifat tidak kamba sehingga anak tidak cepat merasa kenyang mengingat masih terbatas kapasitas perutnya. Densitas kamba yang besar akan membutuhkan volume lebih besar untuk sejumlah kecil bahan sehingga hal ini dapat diartikan bahwa semakin besar nilai densitas kamba akan semakin sedikit pula kandungan gizi yang akan diterima. Menurut Sulaeman (1993) densitas kamba dipengaruhi oleh tepung-tepungan penyusun produk. Kapasitas pengikatan air merupakan sifat fungsional bahan yang dipengaruhi oleh kandungan protein dan lemak produk. Sifat fisik ini juga terkait pula dengan penyimpanan produk. Biskuit untuk MP-ASI harus memenuhi beberapa persyaratan seperti kandungan gizi yang sesuai serta beberapa persyaratan fisik. Karakteristik fisik biskuit yaitu densitas kamba rendah, kapasitas air rendah dan kekerasan rendah. Kecukupan Gizi Angka kecukupan gizi yang dianjurkan untuk anak umur 6-36 bulan disajikan pada Tabel 2. Kecukupan gizi yang dianjurkan ini dapat dipenuhi dari ASI, makanan utama maupun makanan tambahan yang dikonsumsi tiap harinya. Hal ini menuntut tersedianya berbagai jenis MP-ASI yang bermutu, mempunyai nilai gizi yang tinggi serta dapat diterima dan disukai anak- anak 6-24 bln. Tabel 2. Angka kecukupan gizi rata- rata per hari untuk anak umur 6-36 bulan. Komponen Berat Badan (kg) Tinggi badan (cm) Energi (kkal) Protein (g) Vitamin A (RE) Viatamin D (mg) Vitamin E (mg) Vitamin K (mg) Tiamin (mg) Riboflavin (mg) Niasin (mg) Vitamin B12 (mg) Sumber : Depkes (2004)
0-6 bulan 6 60 550 10 375 5 4 5 0.2 0.3 2 0,4
Golongan Umur 7-12 bulan 8.5 71 650 16 400 5 5 10 0.4 0.4 4 0,5
1-3 tahun 12 90 1000 25 400 5 6 15 0.5 0.5 6 0,9
Mutu Protein Menurut Almatsier (2003) mutu protein ditentukan oleh jenis dan proporsi asam amino yang dikandungnya. Protein lengkap atau protein dengan nilai biologis tinggi
7
atau bermutu tinggi adalah protein yang mengandung semua jenis asam amino esensial dalam proporsi yang sesuai untuk keperluan pertumbuhan. Protein tidak lengkap atau protein bermutu rendah adalah protein yang tidak mengandung atau mengandung dalam jumlah kurang satu atau lebih asam amino esensial. Sebagian besar protein nabati kecuali kacang kedelai dan kacang- kacangan yang lain merupakan protein tidak lengkap. Daya Cerna Protein Nilai gizi dari suatu bahan pangan ditentukan bukan saja oleh kadar zat gizi yang dikandungnya, tetapi juga dapat tidaknya zat gizi tersebut digunakan oleh tubuh. Protein yang mudah dicerna menunjukkan tingginya jumlah asam- asam amino yang dapat diserap oleh tubuh dan begitu juga sebaliknya. Beberapa faktor yang dapat mempengaruhinya daya cerna protein dalam tubuh adalah kondisi fisik dan kimia bahan. Makin keras bahan, maka akan menurunkan daya cerna tubuh. Hal ini disebabkan ikatan kompleks yang terdapat di dalam bahan yang sifatnya semakin kuat. Ikatan ini dapat berupa ikatan antar molekul protein, ikatan protein fitat dan sebagainya. Sedangkan kondisi kimia yaitu adanya senyawa anti gizi seperti tripsin inhibitor dan fitat (Muchtadi 1989). Labu Kuning Tanaman labu kuning merupakan suatu jenis tanaman sayuran menjalar dari famili Cucurbitaceae yang tergolong dalam jenis tanaman semusim yang setelah berbuah akan langsung mati. Tanaman ini dapat tumbuh di dataran rendah maupun tinggi. Adapun ketinggian tempat yang ideal adalah antara 0-1500 m dpl (Hendrasty 2003). Labu kuning (Cucurbita moschata) diperkirakan berasal dari Peru dan Meksiko, Amerika Tengah. Awal penyebarannya tidak diketahui secara pasti. Tanaman ini banyak ditanam di daerah tropis seperti Asia Tenggara (termasuk Indonesia), Afrika, Amerika Tengah dan Karibia (Setiawan & Trisnawati 1993). Setiawan & Trisnawati (1993) menambahkan bahwa labu kuning memiliki daya adaptasi yang tinggi. Tanaman ini dapat menyesuaikan diri terhadap keadaan iklim yang berlainan atau tahan terhadap suhu dan curah hujan yang tinggi, sehingga labu kuning dapat ditanam di tempat yang berhawa panas dan dingin. Tanaman ini juga dapat hidup sepanjang tahun, baik musim hujan maupun di musim kemarau. Labu kuning mempunyai batang merambat atau menjalar, cukup kuat, bercabang banyak dan berbulu agak tajam. Panjang batang mencapai 5-10 m dan
8
pada ketiak daun muncul sulur-sulur berbentuk pilin yang berfungsi sebagai alat pemegang. Daun berbentuk menyirih, ujungnya agak runcing, tulang daun nampak jelas, berbulu halus dan agak lembek sehingga bila terkena sinar matahari akan layu. Bunga labu kuning berbentuk lonceng dan berwarna kuning. Dalam satu rumpun bunga terdapat bunga jantan dan bunga betina dengan buah terdapat pada satu pangkal bunga betina. Jumlah bunga jantan lebih banyak dibandingkan jumlah bunga betina tetapi beberapa jenis ada yang berumah satu yakni dalam satu bunga terdapat bunga jantan dan bunga betina (Sudarto 1993). Bentuk buah labu kuning bermacam-macam tergantung dari jenis, ada yang berbentuk bokor (bulat pipih dan beralur), berbentuk oval, berbentuk panjang dan berbentuk piala. Buah yang masih muda kulitnya hijau sedangkan yang sudah tua berwarna kuning, hijau kotor dan jingga dengan bercak-bercak kuning kehijauan. Buah labu kuning terdiri dari atas lapisan kulit luar yang keras dan lapisan daging buah yang merupakan tempat timbunan makanan. Tekstur daging buah tergantung jenisnya ada yang halus, padat, lunak (Sudarto 1993). Menurut Astawan (2004) labu kuning mempunyai kadar air dan kandungan βkaroten yang cukup tinggi, selain itu juga merupakan sumber vitamin C. Komposisi dan kandungan zat gizi labu kuning secara lengkap dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3 Komposisi dan kandungan zat gizi labu kuning (per 100 g) Komposisi Air (%)
Kandungan 86.8
Energi (kkal)
51
Protein (g)
1.7
Lemak (g)
0.5
Karbohidrat (g)
10
Serat (g)
2.7
Kalsium (mg)
40
Pospor (mg)
180
Natrium (mg)
280
Kalium (mg)
220
Β-Karoten (μg)
1569
Vitamin C (mg) 2 Sumber : Puslitbang Gizi, Depkes RI (2001)
Manfaat labu kuning dalam terapi antara lain untuk penyembuhan radang, pengobatan ginjal, pengobatan demam dan pengobatan diare . Buah labu kuning mengandung atioksidan yang bermanfaat untuk mencegah berbagai jenis kanker. Air
9
buahnya sebagai penawar racun binatang berbisa, sementara bijinya merupakan mengobati cacing pita (Astawan 2004). Kacang Hijau Kacang hijau merupakan salah satu tanaman yang berumur pendek (±60 hari) yang disebut mungbean, greengram atau goldengram. Menurut Soeprapto (1993) kacang hijau termasuk divisi Spermatophyta, sub divisi Angiospermae klas Ddicitiledonaea, ordo Rosales, famili Papilionaceae, genus Vigna, dan spesies Vigna radiata / Phaseolus radiatus. Tanaman kacang hijau berbatang tegak dengan ketinggian sangat bervariasi antara 30 sampai dengan 60 cm. Cabangnya menyamping pada batang utama, berbentuk bulat dan berbulu, warna batang dan cabangnya ada yang hijau ada juga yang ungu. Polong kacang hijau berbentuk silindris dengan panjang antara 6 sampai dengan 15 cm dan biasanya berbulu pendek. Warna bijinya kebanyakan hijau kusam atau hijau mengkilap, beberapa ada yang berwarna kuning, coklat dan hitam (Soeprapto 1993). Kacang hijau merupakan tanaman tropis yang menghendaki panas sepanjang hidupnya, hidup di dataran rendah hingga ketinggian 500 m dpl seperti daerah Pasuruan, Probolinggo, Bondowoso, Mojosari, Jombang, Pekalongan, Banyumas, Jepara, Cirebon, Subang, Banten, Sulawesi, NTT, dan Maluku. (Soeprapto 1993). Kacang hijau mempunyai kandungan gizi baik. Menurut Soeprapto (1993) tiap 100 g biji kacang hijau mengandung Vitamin A, Vitamin B1 dan Vitamin C. Bila bijinya dikecambahkan maka kecambah yang tumbuh menjadi kaya Vitamin E. Berikut ini disajikan Tabel kandungan zat gizi kacang hijau : Tabel 4. Komposisi dan kandungan zat gizi kacang hijau (per 100 g) Komposisi Air (%) Energi (kkal) Protein (g) Lemak (g) Karbohidrat (g) Fe (mg) Kalsium (mg) Vitamin A (μg)
Kandungan 15 323 22.9 1.5 56.8 3.3 7.3 223
Sumber: Soeprapto (1993)
Kacang hijau dikenal juga sebagai sumber protein yang baik. Sumber protein nabati yang cukup baik kandungan asam amino pada kacang hijau cukup baik.
10
Kandungan protein kacang hijau bervariasi antara 22.5-26 %. Kandungan asam amino lisin kacang hijau tinggi sedangkan kandungan asam amino metioninnya rendah. Berikut ini Tabel kandungan asam amino kacang hijau. Tabel 5. Komposisi asam amino kacang hijau (per 100 g) Asam Amino Alanin Arginin Asam aspartat Asam glutamat Glisin Histidin Asoleusin Leusin Lisin Methionin Fenilalanin Prolin Serin Treonin Triptopan Tirosin Valin
Persentase (%) 4.15 4.14 12.10 17.00 4.03 4.05 6.95 12.90 7.49 0.84 7.07 4.72 5.35 4.50 1.35 3.86 8.23
Sumber : Soeprapto (1993)
Senyawa yang mempunyai kemampuan untuk menghambat aktivitas proteolitik beberapa macam enzim telah ditemukan dalam bahan pangan nabati terutama dalam kacang-kacangan dan telah dibuktikan bahwa senyawa aktifnya adalah protein (Muchtadi 1989). Tripsin inhibitor yang terdapat dalam kacang hijau ini menurut Thirumaran & Seralathan dalam Mc Lean (1988) dapat dihilangkan atau dihancurkan selama proses pengolahan dengan menggunakan panas, tetapi proses ini juga akan menghancurkan asam amino sulpur. Kecepatan penghancuran inhibitor tripsin dalam kacang-kacangan oleh panas adalah fungsi dari suhu, lama pemasakan, ukuran partikel dan kadar air bahan. Kacang hijau mempunyai daya cerna protein yang tinggi yaitu 81%. Daya cerna dipengaruhi adanya inhibitor tripsin dan aktivasi enzim tripsin serta adanya tanin atau poliphenol (Nurdiani 2003). Biji kacang hijau yang telah direbus atau diolah dan kemudian dikonsumsi mempunyai daya cerna yang tinggi dan rendah daya flatulensinya. Flatulensi disebabkan oleh oligosakarida seperti rafinosa, stakiosa, dan
11
verbakosa. Perendaman kacang-kacangan dalam air, proses perkecambahan, dan fermentasi mencegah timbulnya flatulensi (Astawan 2004). Pemanfaatan kacang hijau sebagai bahan pangan telah banyak dilakukan antara lain untuk diolah menjadi makanan atau ditumbuhkan menjadi kecambah (tauge). Kacang hijau juga diolah menjadi tepung, baik tepung kacang hijau atau tepung pati kacang hijau (tepung hunkwe). Tepung kacang hijau dapat digunakan untuk membuat kue basah, cookies, dan kue tradisional, produk bakery, bubur, dan makanan bayi. Menurut SNI (2005), tepung kacang hijau adalah bahan makanan yang diperoleh dari biji tanaman kacang hijau (Paseolus radiatus L) yang sudah dihilangkan kulitnya dan diolah menjadi tepung. Pembuatan tepung kacang hijau dilakukan dengan merendam biji di dalam air selama tujuh jam. Selanjutnya ditiriskan, dikeringkan dan disosoh. Penyosohan ini dapat dilakukan dengan menggunakan mesin penyosoh beras. Kacang hijau tanpa kulit (dhal) selanjutnya digiling dan diayak untuk memperoleh tepung kacang hijau (Astawan 2009). Pisang Raja Pisang (Musa sp. famili Musaceae) merupakan tanaman sepanjang musim yang tumbuh subur di daerah tropis. Pisang juga merupakan tanaman yang biasa menjadi tanaman rumah tangga penduduk Indonesia. Produktivitas pisang merupakan tertinggi kedua di antara jenis buah-buah lainnya yaitu 510.30 kw/Ha pada tahun 2005 (Deptan 2007). Pisang Raja termasuk jenis pisang komersial karena banyak terdapat di pasaran. Pisang raja terdiri dari beberapa jenis seperti pisang raja sereh yang biasa dikonsumsi sebagai pisang meja, pisang raja uli yang terkenal sebagai pisang olahan, dan pisang raja bulu sebagai pisang olahan dan buah pisang (Satuhu & Supriyadi 2000). Ciri-ciri umum pisang ini antara lain berkulit tebal dan berwarna kuning berbintik-bintik. Bintik hitam pada buah yang sudah matang, ukuran buah cukup besar dengan diameter 3.2 cm dan panjang 12-18 cm, bentuk buah umumnya melengkung, dan daging buah yang telah matang terasa legit dan manis (Cahyono 1995). Pisang raja bulu merupakan salah satu jenis pisang komersil yang mempunyai ukuran sedang dan gemuk dengan bentuk buah melengkung dan pangkal buah agak gemuk. Kulit buah tebal dan berwarna kuning berbintik coklat. Daging buahnya sangat manis, berwarna kuning kemerahan, bertekstur lunak, dan tidak berbiji. Berat setiap tandannya 7-10 kg terdiri dari 6-7 sisir dan setiap sisirnya 10-15 buah. Panjang buah
12
antara 12-18 cm, diameter 3-4 cm dengan bobot rata-rata 110 - 120 g. Setiap pohon biasanya dapat menghasilkan rata-rata sekitar 90 buah (ipteknet 2005) Tabel 6. Kandungan zat gizi daging pisang raja buluh (per 100 g) Zat Gizi
Jumlah
Kalori (kkal) 127.0 Protein (g) 1.2 Lemak (g) 0.2 Karbohidrat (g) 31.8 Kalsium (mg) 10.0 Phospor (mg) 22.0 Besi (mg) 0.8 Vitamin A (SI) 950.0 Vitamin C (mg) 10.0 Air (g) 65.8 Sumber : Prawiranegara (2004)
Pemanfaatan buah pisang kebanyakan masih sebatas konsumsi dalam bentuk asli dan pengolahan dari buah segarnya. Peningkatan pemanfaatan pisang dapat dilakukan dengan menbuat tepung pisang. Tepung pisang mempunyai sifat mudah dicerna dan cocok digunakan sebagai bahan makanan untuk anak-anak. Tepung pisang di Eropa dimanfaatkan sebagai campuran dengan bubuk kakao sebagai bahan puding. Tepung pisang dapat membantu memperingan beban penyediaan kalori dalam bentuk beras (Hardiman 1982). Menurut SNI 01-3841-1995, terdapat dua klasifikasi tepung pisang, jenis A dan jenis B. Tepung pisang jenis A diperoleh dari penepungan pisang yang sudah matang melalui proses pengeringan dengan menggunakan mesin pengering sedangkan tepung pisang B diperoleh dari penepungan pisang yang sudah tua, tidak matang melalui proses pengeringan. Tepung pisang dapat dibuat dari pisang muda dan pisang yang belum matang. Tepung pisang dari pisang muda mengandung pati yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan tepung pisang dari pisang tua (Munadjim 1983).
Biskuit Biskuit merupakan makanan kering yang tergolong makanan panggang atau kering. Biskuit dibuat dari bahan dasar tepung dan bahan tambahan lain membentuk suatu formula, sehingga menghasilkan suatu produk dengan struktur tertentu (Matz & Matz, 1978).
13
Klasifikasi Biskuit Menurut Departemen Perindustrian RI (1990), biskuit diklasifikasikan menjadi biskuit keras, kraker, cookies dan wafer. Biskuit keras adalah jenis biskuit manis yang dibuat dari adonan keras, berbentuk pipih, bila dipatahkan penampang potongannya bertekstur padat, dapat berkadar lemak tinggi maupun rendah. Kraker adalah jenis biskuit yang dibuat dari adonan keras melalui proses fermentasi atau pemeraman, berbentuk pipih yang rasanya mengarah asin dan relatif renyah, serta bila dipatahkan penampangnya potongannya berlapis-lapis. Cookies adalah jenis biskuit yang dibuat dari adonan lunak, berkadar lemak tinggi, relatif renyah dan bila dipatahkan penampangnya potongannya bertekstur kurang padat. Sedangkan wafer adalah jenis biskuit yang dibuat dari adonan cair, berpori-pori kasar, relatif renyah dan bila dipatahkan penampangnya potongannya berongga-rongga. Bahan-bahan Pembuat Biskuit Bahan dalam pembuatan biskuit dibedakan menjadi bahan pengikat (binding material) dan bahan pelembut (tenderizing material) (Matz & Matz 1978). Bahan pengikat terdiri dari tepung, susu bubuk, putih telur dan bubuk coklat. Sedangkan, bahan pelembut terdiri dari gula, lemak atau minyak (shortening), bahan pengembang dan kuning telur. 1. Tepung Tepung merupakan komponen pembentuk struktur dalam pembuatan biskuit dan memegang peran penting dalam citarasa. Sebagai pengikat dalam penelitian menggunakan tepung komposit yang merupakan campuran tepung labu kuning, tepung kacang hijau dan tepung pisang. Campuran tepung sebagai pengikat adalah tepung komposit dan pati garut yang biasa digunakan sebagai bahan tambahan atau utama pada pembuatan biskuit bayi (Puspowati 2003). 2. Telur Menurut Matz & Matz (1978) dalam pembuatan biskuit, telur berfungsi sebagai pengemulsi yang dapat membantu mempertahankan kestabilan adonan, juga berperan meningkatkan dan menguatkan aroma, warna dan kelembutan. Tingkat kerenyahan biskuit akan semakin bertambah dengan penambahan telur. 3. Lemak (shortening) Fungsi lemak dalam pembuatan biskuit adalah sebagai penghalus dan pelunak tekstur, sehingga dapat terbentuk struktur biskuit yang elastis. Selain itu, lemak dapat memberikan sumbangan terhadap cita rasa biskuit yang khas dan membuat cepat
14
melunak saat di mulut. Kombinasi lemak dan gula sukrosa akan mencegah terbentuknya lapisan keras di permukaan biskuit pada saat pendinginan (Sunaryo 1985). 4. Gula Menurut Sunaryo (1985) fungsi utama penambahan gula adlah sebagai pemberi rasa manis, memberi warna (karamel pada waktu pemanggangan) dan memperkeras tekstur biskuit. Faktor waktu pemanggangan biskuit harus diperhatikan karena jika terlalu lama akan menyebabkan karamelisasi gula yang berlebihan sehingga penampakkan biskuit akan menjdi hangus. Jenis gula yang biasa digunakan dalam pembuatan biskuit adalah sukrosa, yaitu pemanis yang mengandung kalori atau memberikan sumbangan energi ke bahan pangan. 5. Susu Susu digunakan dalam pembuatan biskuit berfungsi membentuk aroma, mengikat air, bahan pengisi, membentuk struktur yang kuat dan porous karena adanya protein berupa kasein, membentuk warna karena terjadi reaksi pencoklatan dan menambah keempukan karena adanya laktosa. Selain itu, nilai gizi biskuit akan meningkat dengan digunakannya susu. Susu skim merupakan produk susu rendah lemak yang kaya protein. Sumber karbohidrat pada susu skim adalah laktosa yang mempunyai dampak positif bagi pertumbuhan dan perkembangan anak balita (Matz & Matz 1978). 6. Bahan Pengembang Bahan pengembang yang umum digunakan dalam pembuatan biskuit adalah baking powder dan ammonium bikarbonat. Baking powder adalah bahan peragi hasil reaksi antara asam dan sodium bikarbonat (Wheat Associates 1981 dalam Puspowati 2003). Fungsi baking powder dalam adonan adalah melepaskan gas selama pemanggangan agar adonan mengembang dengan sempurna, menjaga penyusutan dan untuk menyeragamkan remah. Ammonium bikarbonat adalah suatu garam yang menguap jika dipanaskan, melepas gas karbondioksida, amonia dan air. Proses Pembuatan Biskuit Proses pembuatan biskuit terdiri dari tahap persiapan bahan, pencampuran, pencetakan dan pemanggangan. Secara umum biskuit diklasifikasikan dalam adonan lunak dan adonan keras. Menurut Whiteley (1971) ada dua dasar pencampuran adonan lunak yaitu metode krim dan metode all-in. Metode krim diawali dengan mencampur lemak dan gula hingga membentuk krim yang homogen, selama
15
pencampuran dapat ditambahkan perwarna atau essens. Selanjutnya dilakukan penambahan susu dan bahan kimia aerasi yang dicampur dalam waktu yang singkat. Setelah itu, ditambahkan tepung dan sisa air kedalam krim dan diaduk hingga adonan cukup mengembang serta mudah dibentuk. Metode all-in dilakukan dengan mencampur semua bahan secara langsung. Metode ini lebih cepat dan menghasilkan adonan yang agak lebih padat dan keras dibandingkan metode krim. Adonan keras dibuat dengan menggunakan metode all-in. Pencampuran dilakukan hingga adonan cukup mengembang yang umumnya diistirahatkan selama satu jam dan kemudian dicetak serta dipanggang.Proses penting lain dalam pembuatan biskuit adalah proses pemanggangan. Faktor- faktor yang mempengaruhi proses pemanggangan adlah tipe oven yang digunakan, metode pemanasan, dan tipe bahan bakar yang digunakan. Kondisi pemanggangan yang benar akan menghasilkan biskuit dengan penampakan tekstur yang diinginkan dengan kadar air yang minimum. Mutu Biskuit Tekstur dan aroma biskuit adlah karakteristik utama biskuit. Tekstur biskuit didesain sejak dari pengaturan bahan baku, pecampuran, pencetakan hingga pemanggangan. Pada produk biskuit kerusakannya lebih sering dihubungkan dengan kerusakan tekstur. Response Surface Methodology (RSM) Menurut Giovani (1983), diacu dalam Hadiningsih (2004), RSM adalah metode statistik menggunakan data kuantitatif dan desain penelitian yang sesuai untuk menentukan dan menyelesaikan persamaan multivarian secara simultan. Persamaanpersamaan dapat ditampilkan secara grafis sebagai respon permukaan yang dapat digunakan dalam tiga cara, yaitu: 1) untuk menggambarkan bagaimana faktor dapat mempengaruhi respon; 2) untuk menunjukkan hubungan interaksi antar faktor; dan 3) untuk menggambarkan efek gabungan dari respon seluruh faktor. RSM juga merupakan metode yang mengeksplorasi hubungan dari masingmasing unsur dalam penelitian misalnya hubungan suatu hasil penelitian dengan sejumlah peubah yang diduga dapat mempengaruhi hasil tersebut. Teknik optimasi RSM bekerja didasarkan pada proses atau siklus pengetahuan-gagasan-analisis desain secara berulang. Jadi RSM merupakan teknik optimasi yang sangat berguna untuk investigasi proses yang kompleks. Efektivitas teknik optimasi RSM tergantung pada lima asumsi sebagai berikut; 1) faktor kritis dari suatu produk atau proses diketahui; 2) daerah atau batasan dimana
16
level faktor dapat mempengaruhi produk diketahui; 3) faktor-faktor bervariasai secara berkesinambungan sepanjang sebaran penelitian yang diuji; 4) ada fungsi matematis yang menghubungkan faktor dengan respon terukur; dan 5) respon yang ditetapkan oleh teknik optimasi ini merupakan suatu permukaan halus. Kegunaan dari teknik optimasi RSM ini adalah; 1) dapat menentukan kombinasi optimum dari faktor (peubah bebas) yang akan menghasilkan respon (peubah tak bebas) yang diinginkan dan dapat menggambarkan bahwa respon mendekati optimum; 2) dapat menentukan bagaimana suatu pengukuran respon tertentu dipengaruhi oleh perubahan faktor-faktor pada level tertentu; dan 3) dapat menentukan level faktor yang akan menghasilkan sekumpulan spesifikasi yang diinginkan secara simultan. Optimasi Optimasi merupakan suatu pendekatan normatif untuk mengidentifikasi penyelesaian terbaik dalam pengambilan keputusan suatu permasalahan. Melalui optimasi, permasalahan akan diselesaikan untuk mendapatkan hasil terbaik sesuai dengan batasan yang diberikan (Ma‟arif et al 1989 dalam Hadiningsih 2004) Tujuan dari optimasi adalah untuk meminimumkan usaha atau biaya operasional yang dibutuhkan dan memaksimumkan hasil yang diinginkan. Unsur penting dalam masalah ini adalah fungsi tujuan yang sangat tergantung pada peubah masukan. Fungsi tujuan adalah langkah untuk meminimalisasi hasil atau efisiensi pemanfaatan bahan- bahan produksi, proses dan sebagainya. Penentuan fungsi tujuan dikaitkan dengan permasalahan yang dihadapi. Design Expert Design expert (DX) adalah sebuah program
yang digunakan dalam
mengoptimasi produk atau proses. Program ini menyediakan rancangan yang efisiensinya tinggi untuk factorial design, response surface methode, mixture design techniques, dan combined design. Factorial design digunakan untuk mengidentifikasi faktor- faktor utama yang mempengaruhi proses atau produk, response surface methode digunakan untuk menentukan model proses yang ideal untuk mencapai hasil yang optimal. Mixture design techniques digunakan untuk menemukan formulasi yang optimal. Combined design digunakan untuk mengkombinasikan variabel- variabel, komponen campuran, dan faktor- faktor kategori dalam satu desain (Anonim 2005). Mixture experiments adalah salah satu eksperimen yang memiliki respon yang diasumsikan hanya tergantung pada proporsi relatif dari ingredien yang ada dalam formula dan bukan tergantung pada proporsi relatif dari ingredien yang ada dalam
17
formula dan bukan tergantung pada jumlah ingredien tersebut. Dua kriteria dalam memilih mixture design diantaranya: 1) Komponen- komponen di dalam formula merupakan bagian dari total formulasi. Jika persentasi salah satu komponen naik, maka persentasi komponen yang lain turun. 2) Respon harus merupakan fungsi dari proporsi komponen- komponennya (Cornell 1990). Ada beberapa pilihan dalam mixture design yaitu simplex design dan non simplex design. Simplex design digunakan ketika selang konsentrasi komponen-komponen yang digunakan sama. Bila selang konsentrasi yang digunakan berbeda digunakan non simplex design, yaitu D-optimal (Antonim 2005). Proses optimasi melalui program DX terdapat empat tahap, yaitu merancang percobaan, mengukur respon (parameter yang akan dioptimasi) dan memasukkan datanya ke dalam rancangan percobaan, analisis data, dan rekomendasi formula yang optimal. Pada tahap merancang percobaan untuk tujuan optimasi formulasi harus ditentukan faktor/fungsi kendala yang akan mempengaruhi produk, kemudian ditentukan rentang nilai (kuantitas masing-masing komponen dari jumlah minimal hingga maksimal). Keluaran dari tahap perancangan adalah beberapa rancangan formula yang direkomendasikan untuk dicoba dan diukur responnya. Data respon yang telah diukur, kemudian dimasukkan dalam program DX. Sebelum program melakukan optimasi, ditentukan dulu respon yang akan dioptimasi beserta tujuannya yaitu dimaksimalkan, diminimalkan, berada dalam rentang nilai tertentu atau tidak dioptimasi. Setelah
ini, program
secara otomatis
akan melakukan optimasi
berdasarkan data yang dimasukkan dan merekomendasikan formula baru yang paling optimal (Anonim 2005). Pada program DX fungsi tujuan optimasi dikenal dengan desirability. Desirability memiliki nilai 0 hingga 1. Bila dilihat dari aspek numerik, kegiatan optimasi merupakan bagian untuk mencari titik yang dapat memaksimumkan nilai desirability (Anonim 2005)