BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Makanan Bayi Makanan bayi dan anak usia 6-24 bulan adalah terdiri dari Air Susu Ibu (ASI) dan Makanan Pendamping Air Susu Ibu (MP-ASI) (Depkes RI, 2006). ASI merupakan makanan terbaik bagi bayi. ASI dapat diberikan kepada bayi sampai 6 bulan. Hanya dengan mengonsumsi ASI, seorang bayi dapat tumbuh kembang dengan baik. Susunan ASI tiap 100 ml mengandung 60-65 kalori, 1-1,2 gr protein, 2,5-3,5 gr lemak dan Rasio protein per kalori 7,7 % (Waluyo, 2010). WHO telah menetapkan bahwa ASI harus tetap diberikan eksklusif sampai 6 bulan dan MP-ASI harus mulai diberikan pada usia ini. Kebijakan ini juga telah disetujui di Inggris yang juga merekomendasikan agar makanan selain susu tidak diperkenalkan sebelum usia 4 bulan (Barasi, 2009). 2.1.1. Makanan Pendamping Air Susu Ibu (MP-ASI) Makanan Pendamping Air Susu Ibu adalah makanan atau minuman yang mengandung zat gizi, diberikan kepada bayi atau anak usia 6-24 bulan untuk memenuhi kebutuhan gizi selain dari ASI. Kandungan gizi adalah jumlah zat gizi terutama energi dan protein yang harus ada di dalam MP-ASI lokal setiap hari yaitu sebesar 250 Kalori, 6-8 gram protein untuk bayi usia 6 – 12 bulan dan 450 Kalori, 12 - 15 gram protein untuk anak usia 12 - 24 bulan. Kebutuhan gizi bayi usia 6-12 bulan adalah 650 Kalori dan 16 gram protein. Kandungan gizi ASI adalah 400 Kalori dan 10 gram protein, maka kebutuhan
Universitas Sumatera Utara
yang diperoleh dari MP-ASI adalah 250 Kalori dan 6 gram protein. Kebutuhan gizi bayi usia 12 – 24 bulan adalah sekitar 850 Kalori dan 20 gram protein. Kandungan gizi ASI adalah sekitar 350 Kalori dan 8 gram protein, maka kebutuhan yang diperoleh dari MP-ASI adalah sekitar 500 Kalori dan 12 gram protein. MP-ASI sebaiknya berasal dari bahan lokal yaitu MP-ASI yang diolah di rumah tangga atau di Posyandu, terbuat dari bahan makanan yang tersedia setempat, mudah diperoleh dengan harga terjangkau oleh masyarakat, dan memerlukan pengolahan sebelum dikonsumsi bayi (Depkes RI, 2006). Pemberian MP-ASI penting untuk memenuhi kebutuhan bayi 6 bulan keatas. Beberapa alasan pentingnya diperkenalkan MP-ASI sebagai makanan tambahan bayi adalah: (1) penyedian lebih banyak energi dan nutrien agar kebutuhan pertumbuhan terpenuhi, (2) penyedian zat besi, karena cadangan yang disuplai sewaktu lahir telah menyusut, (3) stimulasi perkembangan: gerakan tangan ke mulut, perkembangan wajah dan rongga mulut bersifat esensial bagi kemampuan berbicara, (4) agar anak mampu mencerna, mengabsorbsi, dan mengekspresikan makanan lain, (5) perkembangan keterampilan sosial, makan bersama keluarga, dan (6) agar anak memperoleh kemampuan membedakan rasa (Barasi,2009). Menurut laporan WHO tahun 2007, sekitar 1,5 juta anak meninggal karena pemberian makanan yang tidak benar. Kurang dari 15% bayi diseluruh dunia diberi ASI eksklusif selama 4 bulan dan seringkali pemberian MP-ASI tidak sesuai dan tidak aman. Hasil penelitian menunjukkan, gangguan pertumbuhan pada awal masa kehidupan anak usia di bawah 5 tahun (balita) antara lain akibat kekurangan gizi
Universitas Sumatera Utara
sejak dalam kandungan (pertumbuhan gizi yang terhambat), pemberian MP-ASI terlalu dini atau terlambat, tidak cukup mengandung energi dan zat gizi terutama mineral, dan tidak berhasil memberikan ASI eksklusif (Waluyo, 2010) Perkenalan MP-ASI yang terlalu dini juga dapat meningkatkan reaksi alergi karena belum sempurnanya saluran cerna, dan mungkin berhubungan dengan peningkatan resiko infeksi dada serta obesitas. Sedangkan jika perkenalan dilakukan terlambat, fase perkembangan kemampuan mengunyah akan terlewatkan sehingga terjadi kegagalan pertumbuhan akibat tidak terpenuhinya gizi. Suplemen tetes vitamin yang mengandung vitamin A, C, dan D direkomendasikan untuk semua anak dibawah usia 2 tahun di Inggris. Anak yang mengikuti persentil pertumbuhannya dan menyukai berbagai jenis makanan adalah indikator yang baik untuk keberhasilan penyapihan (Barasi, 2009). 2.1.2. Pola Pemberian MP-ASI Menurut Umur Pemberian MP-ASI baik jenis, porsi, dan frekuensinya tergantung dari usia dan kemampuan bayi. Sulistyoningsih (2011) menjelaskan hal-hal yang harus diperhatikan dalam pemberian MP-ASI agar kebutuhan gizi bayi terpenuhi dengan baik yaitu: 1.
Memberikan ASI terlebih dahulu kemudian memberikan MP-ASI
2.
Makanan padat atau MP-ASI pertama harus bertekstur sangat halus dan licin
3.
Bubur nasi diberikan 3 kali sehari dengan porsi disesuaikan menurut umur. Bayi usia 6 bulan sebanyak 6 sendok makan, bayi usia 7 bulan sebanyak 7 sendok makan, bayi usia 8 bulan sebanyak 8 sendok makan, bayi usia 9 bulan sebanyak
Universitas Sumatera Utara
9 sendok makan, bayi usia 10 bulan sebanyak 10 sendok makan, dan bayi usia 11 bulan sebanyak 11 sendok makan. 4.
Berikan makanan selingan 2 kali sehari diantara waktu makan, berupa biskuit, pisang, bubur kacang hijau, nagasari, ataupun sari buah manis yang disaring.
5.
Bubur saring hanya boleh diberikan jika bayi telah tumbuh gigi, sedangkan makanan yang dicincang diberikan setelah bayi pandai mengunyah.
6.
Setiap kali makan perkenalkan satu jenis makanan apa saja dalam jumlah kecil. Jika bayi alergi terhadap jenis makanan tertentu maka hentikan pemberian.
7.
Tambahkan telur ayam/ikan/tahu/tempe/daging sapi/wortel/bayam/santan/minyak pada MP-ASI
8.
Memperkenalkan sayuran dan buah yang rendah serat seperti bayam, wortel, tomat, jeruk, pisang, pepaya, alpukat, dan pir.
9.
Makanan sebaiknya tidak dicampur karena bayi harus mempelajari perbedaan tekstur dan rasa makanan.
10. Makanan padat jangan dimasukkan kedalam botol susu atau membuat lubang dot lebih besar sehingga mengesankan seperti bayi menyusu 11. Bayi dapat diajari makanan dan minum sendiri dengan sendok dan cangkir 12. Tetap berikan ASI sampai anak berusia 2 tahun. 2.1.3. Bahan Dasar MP-ASI Pada umumnya bahan penyusun MP-ASI bubur bayi terbuat dari tepung terigu. Kandungan gizi pada tepung terigu menurut SNI 01-3751-2006 (1991) adalah
Universitas Sumatera Utara
kadar air maksimal 14,5%, kadar abu 1,83%, kadar lemak 2,09%, protein 7% 14,45%, pati 78,74%, karbohidrat 82,35% dan serat kasar 1,92%. Untuk mengurangi ketergantungan terhadap tepung terigu sebagai bahan dasar pembuatan MP-ASI bubur bayi maka diperlukan komoditi lain yang bisa dipakai sebagai alternatif. Menurut SK Menkes (2007), MP-ASI bubuk instan terbuat dari campuran beras. Untuk mengoptimalkan kandungan gizi pada bubur bayi sesuai dengan SK Menkes (Tabel 2.1.), maka perlu ditambahkan bahan penyusun lain seperti pisang yang merupakan salah satu dari tiga rasa yang disukai oleh bayi. Pisang juga memiliki aroma khas yang harum dan mempunyai kandungan gizi sangat baik, antara lain menyediakan energi dari karbohidrat cukup tinggi dibandingkan buah-buahan lain. Pisang mengandung vitamin dan mineral seperti vitamin C, B kompleks, B6, serotonin, kalium, magnesium, fosfor, besi, dan kalsium. Pemanfaatan buah pisang selama ini belum optimal masih terbatas sebagai buah konsumsi segar dan produk olahan tradisional baik dari buah masih mentah maupun dari buah yang sudah masak. Hal ini perlu diantisipasi adalah lonjakan produksi pada saat panen raya di sentra-sentra produksi pisang sedangkan serapan pasar yang tidak berimbang menyebabkan banyaknya buah yang terbuang. Pisang terutama yang sudah masak, dapat sebagai penyedia energi dalam makanan dan minuman (Ardhianditto, 2013). Agar kebutuhan protein dalam MP-ASI tercukupi, maka dibutuhkan tambahan protein dari ikan dan kacang-kacangan seperti ikan lele dumbo dan kecambah kedelai yang bukan hanya berfungsi sebagai penambah jumlah protein yang dikonsumsi,
Universitas Sumatera Utara
tetapi juga sebagai pelengkap mutu protein dalam menu MP-ASI yang disajikan (Mervina, 2009). Tabel 2.1. Komposisi Gizi dalam 100 gram MP-ASI Bubuk Instan No. Zat Gizi 1 Energi 2 Protein (kualitas protein tidak kurang dari 70% kualitas kasein) 3 Lemak (kadar asam linoleat minimal 300 mg per 100 kkal atau 1,4 gram per 100 gram produk) Karbohidrat 4 4.1. Gula (sukrosa) 4.2. Serat 5 Vitamin A 6 Vitamin D 7 Vitamin E 8 Vitamin K 9 Thiamin 10 Riboflavin 11 Niasin 12 Vitamin B12 13 Asam Folat 14 Vitamin B6 15 Asam Pantetonat 16 Vitamin C 17 Besi 18 Kalsium 19 Natirum 20 Seng 21 Iodium 22
Fosfor
23 Selenium 24 Air Sumber : SK Menkes RI (2007)
Satuan kkal
Kadar 400 – 440
g
15 – 22
g
10 – 15
g g mcg mcg mg mcg mg mg mg mcg mcg mg mg mg mg mg mg mg mcg mg mcg g
maksimum 30 maksimum 5 250 – 350 7 – 10 4–6 7 – 10 0,3 – 0,4 0,3 – 0,5 2,5 – 4,0 0,3 – 0,6 40 – 100 0,4 – 0,7 1,3 – 2,1 27 – 35 5–8 200 – 400 240 – 400 2,5 – 4,0 45 – 70 Perbandingan Ca:P = 1,2 – 2,0 10 – 15 maksimal 4
2.2. Pisang Pisang adalah tanaman buah berupa herba yang berasal dari kawasan di Asia Tenggara (termasuk Indonesia). Tanaman ini kemudian menyebar ke Afrika
Universitas Sumatera Utara
(Madagaskar), Amerika Selatan dan Tengah. Di Jawa Barat, pisang disebut dengan Cau, di Jawa Tengah dan Jawa Timur dinamakan gedang. Kedudukan tanaman pisang dalam sistematika (taksonomi) botani adalah sebagai berikut: Divisi
: Spermatophyta
Sub divisi : Angiospermae Kelas
: Monocotyledonae
Keluarga
: Musaceae
Genus
: Musa
Spesies
: Musa paradisiacal L.
Jenis pisang dibagi menjadi empat, yaitu: 1) Pisang yang dimakan buahnya tanpa dimasak yaitu M. paradisiaca var Sapientum, M. nana atau disebut juga M. cavendishii, M. sinensis. Misalnya pisang ambon, susu, raja, cavendish, barangan dan mas. 2) Pisang yang dimakan setelah buahnya dimasak yaitu M. paradisiaca forma typical atau disebut juga M. paradisiaca normalis. Misalnya pisang nangka, tanduk dan kepok. 3)
Pisang berbiji yaitu M. brachycarpa yang di Indonesia dimanfaatkan daunnya. Misalnya pisang batu dan klutuk.
4) Pisang yang diambil seratnya misalnya pisang manila (abaca) (Prihatman, 2000).
Universitas Sumatera Utara
2.2.1. Pisang Awak (Musa paradisiaca var. Awak) Berdasarkan jenis-jenis pisang yang diuraikan diatas, pisang awak termasuk pada jenis pisang yang pertama yaitu pisang yang dapat dikonsumsi langsung maupun diolah terlebih dahulu. Pisang jenis ini memiliki panjang sekitar 15 cm dengan diameter 3,7 cm. dalam satu tandan, jumlah sisir ada 18 yang masing-masing terdiri 11 buah. Bentuk buah lurus dengan pangkal bulat. Warna daging buah putih kekuningan dengan kulit yang tebalnya 0,3 cm. Lamanya buah masak dari saat berbunga adalah 5 bulan (Supriyadi dkk, 2008).
Gambar 2.1. Pisang Awak Masak (Musa Paradisiaca var. Awak) Pemberian pisang awak sebagai MP-ASI di daerah Aceh sudah menjadi hal yang umum dilakukan secara turun temurun. Pemberian pisang bisa dilakukan baik langsung diberikan kepada bayi dengan mengorek bagian dagingnya memakai sendok maupun dicampur dengan bubur/nasi tim yang dihaluskan. Menurut hasil penelitian, pisang awak (dalam 100 gram) kaya akan mineral antara lain: zat besi 0,3 mg, magnesium 29 mg, seng 0,2 mg, fosfor 20 mg, mangan 0,15 mg, tembaga 0,1 mg dan natrium 1 mg. Pisang awak juga kaya akan kandungan
Universitas Sumatera Utara
vitaminnya. Beberapa vitamin tersebut yaitu vitamin A sebesar 8 mg (126 IU), vitamin C sebesar 9 mg, vitamin B1 sebesar 0,05 mg, vitamin B2 sebesar 0,1 mg, niasin sebesar 0,5 mg, asam folat sebesar 19 mg, vitamin B6 sebesar 0,58 mg, dan asam pantotenat sebesar 0,26 mg (Jumirah dkk, 2011). Tradisi pemberian pisang awak masak sebagai MP-ASI tersebut sangat menarik sebagai upaya melestarikan budaya pemberian MP-ASI menggunakan pangan lokal. 2.2.2. Tepung Pisang Awak Masak Pisang adalah buah yang sangat bergizi yang merupakan sumber vitamin, mineral dan juga karbohidrat. Pisang dijadikan buah meja, sale pisang, pure pisang dan tepung pisang (Prihatman, 2000). Pisang sebagai salah satu tanaman buah-buahan mempunyai potensi besar diolah menjadi tepung sebagai subtitusi tepung beras. Tepung pisang merupakan produk yang cukup prospektif dalam pengembangan sumber pangan lokal. Buah pisang cukup sesuai untuk diproses menjadi tepung mengingat bahwa komponen utama penyusunnya adalah karbohidrat (17,2-38%) (Kurniawan, 2009). Penelitian tentang pemanfaatan pisang awak sebagai bahan MP-ASI yang telah dilakukan menggunakan tepung pisang awak tua 3/4 masak sebagai campuran makanan tambahan bayi. Pisang mentah mengandung zat tepung (starch) lebih tinggi yaitu sekitar 20-25% dibandingkan pisang masak yang mengandung zat tepung sekitar 1-2% (kandungan tepung yang tinggi sulit untuk dicerna, sehingga diyakini dapat mengakibatkan konstipasi), dan pisang masak mengandung zat antioksidan
Universitas Sumatera Utara
lebih tinggi dibandingkan pisang mentah. Namun, selama ini pembuatan tepung pisang secara umum diperoleh dari pisang tua yang belum masak atau masih mentah. Keuntungan dari tepung pisang yang dibuat dari pisang masak yaitu kandungan gula yang tinggi, cocok untuk bahan dasar produk makanan yang memerlukan kelarutan, kemanisan, dan kandungan energi yang tinggi seperti makanan untuk bayi (Jumirah dkk, 2011). 2.2.3. Pembuatan Campuran Tepung Beras-Pisang Awak Masak Pembuatan tepung pisang awak masak akan lebih mudah jika dicampurkan dengan beras giling (tepung beras). Proses pembuatan tepung pisang awak masak mengacu pada penelitian Jumirah dkk (2011) dilakukan dengan cara berikut: 1.
Pembuatan adonan pisang awak: a. Pemilihan pisang awak masak b. Mengambil bagian daging pisang (tanpa kulit dan biji) dengan pisau stainless steel. c. Menghaluskan daging pisang dengan blender d. Menimbang sejumlah yang diperlukan (masing-masing 100 gram) e. Menimbang sejumlah tepung beras yang diperlukan setelah diayak terlebih dahulu (10 gram, 15 gram…dst hingga 60 gram) f. Mencampurkan dan mengaduk campuran pisang yang telah dihaluskan dan tepung beras sehingga terbentuk pasta yang homogen.
Universitas Sumatera Utara
2. Pengeringan adonan dengan tahapan: a. Memindahakan pasta ke talam yang dialasi kertas roti, dengan cara granulasi sederhana, buat merata dan tidak terlalu tebal agar mudah dikeringkan b. Masukkan ke oven, atur suhu sekitar 55oC sampai 60oC. Panaskan hingga mengering (24 jam) c. Timbang hasil pengeringan (setelah didinginkan hingga suhu kamar) 3. Penggilingan tepung pisang awak dengan blender, kemudian dilanjutkan dengan pengayakan Mesh 60 hingga diperoleh tepung pisang awak yang halus. Masukkan ke dalam wadah yang kering dan tertutup rapat. Tabel 2.2. Kandungan Gizi Pisang Awak dan Campuran Tepung Beras-Pisang Awak Masak Pisang Awak Kandungan Gizi F40 F50 F60 masak Air (%) 65,80 6,15 5,90 4,20 Karbohidrat : - Total (%) 13,80 59,60 61,70 62,10 - Glukosa (%) 7,91 31,40 26,80 24,60 Lemak (%) 0,14 1,01 1,02 1,15 Protein (%) 1,18 5,42 5,65 5,79 Abu (%) 1,00 1,07 1,09 1,15 Serat Kasar (%) 1,345 1,40 1,51 1,65 Mineral (mg/kg) : - Besi < 0,03 < 0,03 < 0,03 < 0,03 - Seng < 0,002 < 0,0025 < 0,002 < 0,002 - Kalsium 8,45 14,6 14,7 14,9 - Selenium < 0,90 < 0,90 < 0,90 < 0,90 - Kalium 57,43 62,48 62,60 62,75 - Posfor Tidak nyata Tidak nyata Tidak nyata Tidak nyata Sumber: Jumirah dkk, 2011. Keterangan : -F40: Formula yang dibuat dari pisang awak masak 100 gram + tepung beras 40 gram. -F50: Formula yang dibuat dari pisang awak masak 100 gram + tepung beras 50 gram. -F60: Formula yang dibuat dari pisang awak masak 100gram + tepung beras 60 gram.
Universitas Sumatera Utara
2.3. Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus) Ikan Lele (Clarias) adalah marga (genus) ikan yang hidup di air tawar. Ikan ini mempunyai ciri-ciri khas dengan tubuhnya yang licin, agak pipih memanjang serta memiliki sejenis kumis yang panjang, mencuat dari sekitar bagian mulutnya. Ikan ini sebenarnya terdiri atas berbagai jenis (spesies). Sedikitnya terdapat 55 spesies (jenis) ikan lele di seluruh dunia. Jenis ikan yang digunakan adalah lele lokal yang merupakan lele asli di perairan umum Indonesia. Lele lokal sudah dibudidayakan sejak tahun 1975 di Blitar, Jawa Timur. Daging lele lokal sangat gurih dan renyah karena tidak mengandung banyak lemak. Morfologi ikan lele adalah bagian kepalanya pipih ke bawah (depressed), bagian tengahnya membulat dan bagian belakang pipih ke samping (compressed) serta dilindungi oleh lempengan keras berupa tulang kepala. Sejak tahun 1986 telah diimpor jenis lele baru dari Taiwan. Lele ini kemudian diperoleh dengan sebutan “ Lele Dumbo“ atau bahasa ilmiahnya disebut Clarias fuscus. Menurut keterangan importirnya, lele dumbo merupakan hasil kawin silang antara betina lele Clarias fuscus yang asli taiwan dengan pejantan Clarias mossambicus (dengan nama sinonim Clarias gariepinus) yang berasal dari Afrika dan pertumbuhannya tergolong cepat (Djatmiko, 1986 dalam Siregar R. dkk, 2011) . Ikan lele menurut klasifikasi berdasarkan taksonomi yang dikemukakan oleh Weber de Beaufort digolongkan sebagai berikut: Filum
: Chordata, yaitu binatang bertulang belakang.
Kelas
: Pisces, yaitu bangsa ikan yang mempunyai ingsang untuk bernapas.
Universitas Sumatera Utara
Subkelas
: Teleostei, yaitu ikan yang bertulang keras.
Ordo
: Ostariophysi, yaitu ikan yang di dalam rongga perut sebelah atasnya memiliki tulang sebagai alat perlengkapan keseimbangan yang disebut tulang weber (weberian oscicle).
Subordo
: Siluroidaea, yaitu ikan yang bentuk tubuhnya memanjang berkulit licin (tidak bersisik).
Famili
: Clariidae, yaitu suatu kelompok ikan yang mempunyai ciri khas bentuk kepalanya pipih dengan lempeng tulang keras sebagai batok kepala. Selain itu, ciri khas lainnya adalah bersungut (kumis) sebanyak 4 pasang, sirip dadanya terdapat patil dan mempunyai alat pernapasan tambahan yang terletak di bagian depan rongga ingsang. Alat pernapasan tersebut memungkinkan ikan lele mengambil oksigen langsung dari udara.
Spesies
: Clarias batrachus (ikan lele lokal) Clarias gariepinus (hibrida) (ikan lele dumbo)
Sumber: Siregar R.dkk (2011)
(a)
(b)
Gambar 2.2. (a) Ikan Lele Lokal (Clarias batrachus) (b) Ikan lele dumbo (Clarias gariepinus)
Universitas Sumatera Utara
Balai Riset Perikanan Budidaya Air Tawar (BRPBAT) Bogor telah meneliti mengenai penamaan spesies lele dumbo secara ilmiah, yaitu keadaan morfologi, warna tubuh, ukuran perbandingan panjang batok kepala dibanding panjang badan dan sifat-sifat lainnya. Lele dumbo memiliki bentuk tubuh memanjang, agak bulat, kepala gepeng, tidak bersisik, mulut besar, warna kelabu sampai hitam. Di sekitar mulut terdapat bagian nasal, maksila, mandibula luar dan mandibula dalam, masing-masing terdapat sepasang kumis. Hanya kumis bagian mandibula yang dapat digerakkan untuk meraba makanannya. Kulit lele dumbo berlendir tidak bersisik, berwarna hitam pada bagian punggung (dorsal) dan bagian samping (lateral). Sirip punggung, sirip ekor, dan sirip dubur merupakan sirip tunggal, sedangkan sirip perut dan sirip dada merupakan sirip ganda. Pada sirip dada terdapat duri. Disimpulkan bahwa lele dumbo tidak mirip dengan Clarias fuscus, tetapi lebih mirip C. mossambicus dari Afrika, yang memiliki panjang batok kepala 1/5 bagian dari badannya (Suyanto, 2007). Keistimewaan ikan lele dumbo adalah tahan hidup dan tumbuh baik di perairan yang kualitas airnya jelek bahkan yang telah tercemar sekalipun. Keistimewaan lainnya adalah mudah dikembangbiakkan, pertumbuhannya relatif cepat, mudah beradaptasi, serta efisien terhadap aneka macam dan bentuk ataupun ukuran pakan yang diberikan. Lele disukai konsumen karena berdaging lunak, sedikit tulang, tidak berduri, dan murah sehingga sangat memungkinkan untuk diolah menjadi MP-ASI lokal (Siregar R. dkk, 2011).
Universitas Sumatera Utara
Sebagai salah satu sumber protein hewani, ikan lele juga mengandung zat gizi lainnya (Tabel 2.3.). Selain itu, protein ikan lele mengandung semua asam amino esensial (Tabel 2.4) dalam jumlah yang cukup untuk melengkapi asam amino dari campuran tepung beras dan pisang awak dalam pembuatan MP-ASI. Tabel 2.3. Kandungan Gizi Daging Ikan Lele Dumbo per 100 gram. Komponen Jumlah Protein (g) 17,00 Lemak (g) 4,50 Kalsium (mg) 20,00 Fosfor (mg) 200,00 Besi (mg) 1,60 Vitamin A (SI) 150,00 0,05 Vitamin B (mg) 7,60 Air (mg) Energy (kal) 113,00 Sumber: Mudjiman, 1984 dalam Siregar, R. dkk ,2011) Tabel 2.4. Susunan Asam Amino Esensial Ikan Lele Asam Amino Protein (%) Arginin 6,3 Histidin 2,8 IsoLeusin 4,3 Leusin 9,5 Lisin 10,5 Metionin 1,4 Fenilalanin 4,8 Treonin 4,8 Valin 4,7 Triptofan 0,8 Total esensial 49,9 Nonesensial 50,1 Sumber: FAO 1972 dalam Astawan 2008 2.4. Kacang Kedelai (Glycine Max L. Merrill) Kacang kedelai (Glycine Max L. Merrill), telah dikenal masyarakat sebagai tanaman yang bermultifungsi. Secara taksonomi, tanaman kedelai yang termasuk leguminosae (kacang-kacangan) memiliki klasifikasi lengkap sebagai berikut :
Universitas Sumatera Utara
Nama ilmiah : Glycine max L. Merrill Spesies
: Max
Genus
: Glycine
Sub family
: Papilionoideae
Famili
: Leguminosae
Ordo
: Polypetaes
Gambar 2.3. Kacang kedelai (Glycine max L. Merrill) Kedelai ini merupakan komoditas pangan jenis kacang-kacangan ketiga di Indonesia setelah padi dan jagung yang berperan sebagai sumber protein nabati yang memiliki arti penting dalam peningkatan gizi masyarakat (Kusdiarjo, 2002). Terdapat banyak alasan yang menjadikan kedelai sebagai salah satu bahan pangan favorit para pakar kesehatan. Food and Drug Administration (FDA) mempublikasikan data bahwa dengan mengonsumsi 25 gram kedelai perhari, dapat menurunkan resiko penyakit jantung. Penelitian lain menunjukkan kecambah kedelai mampu menurunkan resiko kanker prostat, kanker kolon, kanker payudara, dan osteoporosis karena mengandung genistein yang merupakan senyawa antikanker yang bekerja lebih efektif ketika bibit kanker sudah mulai tumbuh, saat sel kanker
Universitas Sumatera Utara
membutuhkan banyak suplai gizi, maka genistein memblokade suplai gizi tersebut (Kusumo, 2010) Komposisi zat gizi pada ekstrak jernih kedelai dapat dlihat pada tabel 2.5. berikut ini. Tabel 2.5. Komposisi Zat Gizi Kedelai Komponen Asam Lemak tidak jenuh Ganda (PUFA) Asam lemak jenuh Pottasium (mg) Vitamin A (IU) Energi (kkal) Sodium (mg) Kalsium (mg) Protein (g) Karbohidrat (g) Lemak (g) Besi/ Fe (mg) Serat Kasar (mg) Thiamin/ B1 (mg) Riboflavin/ B2 (mg) Kolesterol (mg) Vitamin C (mg) Sumber : Winarti, 2010
Kandungan dalam 100 g Ekstrak Jernih Kedelai Tinggi Rendah 133.40 41.20 36.00 21.60 21.60 3.20 3.00 1.50 1.20 0.10 0.05 0.03 0.00 0.00
Protein umumnya menyumbang 10-12% dari energi, kecuali jika makanan pokok yang dikonsumsi mengandung hanya sedikit protein, seperti ubi kayu atau plantain (semacam pisang berwarna hijau) (Barasi, 2009). WHO telah menetapkan bahwa jika dikonsumsi sesuai anjuran konsumsi protein harian, protein kedelai mengandung semua asam amino esensial lengkap dan seimbang yang mencukupi kebutuhan tubuh manusia dan dapat disejajarkan dengan protein hewani (Winarti, 2010) serta kandungan asam lemak tak jenuhnya juga lebih tinggi dibandingkan kacang-kacangan lain (Kusumo, 2010). Oleh karena itu, kedelai
Universitas Sumatera Utara
dinobatkan sebagai sumber protein ideal bagi penganut pola makan vegetarian, karena konsumsi kedelai juga berfungsi memperbaiki sel-sel tubuh yang rusak juga penting untuk pertumbuhan tubuh sebagaimana didapatkan dari protein hewani. Sebagai pengganti sumber protein hewani, protein di dalam kedelai dapat dikonsumsi dalam berbagai cara. Selain dikonsumsi dalam bentuk aslinya, kedelai juga biasa dinikmati dalam berbagai jenis produk olahannya, seperti tahu, tempe, kembang tahu, kecap, dan sebagainya. Produk susu dari kedelai juga tidak asing lagi ditemukan di pasar swalayan maupun industri-industri rumahan. Kedelai juga dijadikan bahan baku pembuatan daging nabati serta bahan tambahan pada beraneka produk dari daging seperti sosis, kornet, nugget, dan sebagainya. 2.4.1. Kecambah Kedelai Perkecambahan (germinasi) merupakan suatu proses keluarnya bakal tanaman (tunas) dari lembaga yang disertai dengan terjadinya mobilisasi cadangan makanan dari jaringan penyimpanan atau keping biji ke bagian vegetatif (sumbu pertumbuhan embrio atau lembaga). Biji kacang hijau, kacang tunggak, atau kedelai yang dikecambahkan umumnya disebut tauge atau kecambah.
Gambar 2.4. Kecambah Kedelai
Universitas Sumatera Utara
Tauge atau kecambah dapat dikonsumsi dalam keadaan mentah maupun setelah dimasak. Tujuan pemasakan agar adalah agar zat gizi yang ada pada kecambah dapat tersedia sesuai selera. Namun, ahli gizi menyarankan untuk mengonsumsi kecambah dalam keadaan mentah sebagai salad, karedok atau jus karena dalam kondisi tersebut, masih terkandung zat yang berguna bagi peremajaan tubuh. Selama proses perkecambahan, bahan makanan cadangan diubah menjadi bentuk yang lebih mudah dicerna tubuh. Proses perkecambahan juga meningkatkan jumlah protein dan vitamin, sedangkan kadar lemaknya mengalami penurunan (Astawan, 2008). Jika diperlukan, kecambah dapat ditumis atau dikukus sebentar saja, atau memasukkan tauge sesaat sebelum masakan diangkat agar kadar vitamin C dan enzim yang rusak tidak lebih dari 20% akibat proses pemanasan (Kusumo, 2010). Nilai gizi berbagai jenis kecambah disajikan pada tabel 2.6. dibawah ini. Tabel 2.6. Komposisi Zat Gizi Berbagai Jenis Kecambah dalam 100 g Bahan Jenis kecambah Zat gizi Kacang Hijau Kacang Kedelai Kacang Tunggak 23.00 67.00 35.00 Energi (kkal) Protein (g) 2.90 9.00 5.00 0.20 2.60 0.20 Lemak (g) Karbohidrat (g) 4.10 6.40 5.80 29.00 50.00 57.00 Kalsium (mg) 69.00 65.00 88.00 Posfor (mg) 0.80 1.00 1.00 Besi (mg) 10.00 110.00 0.00 Vit A (SI) 0.07 0.23 0.07 Vit B1 (mg) 15.00 15.00 15.00 Vit C (mg) Sumber : Direktorat Gizi, Depkes (1992) dalam Astawan (2008)
Universitas Sumatera Utara
Manfaat kesehatan dari kandungan gizi kedelai dapat ditingkatkan menjadi lebih baik lagi ketika kedelai dikecambahkan. Menurut Cahyadi (2007), pada saat berkecambah terjadi proses hidrolisis karbohidrat dan protein menjadi senyawa yang lebih sederhana sehingga mudah dicerna. Kedelai dalam bentuk kering yang dikecambahkan mengalami peningkatan kadar protein. Selain itu, pengecambahan melipatgandakan jumlah vitamin A sebanyak 300 persen dan vitamin C hingga 500-600 persen. Vitamin C yang awalnya tidak terdapat pada kedelai, ternyata mulai terbentuk pada hari pertama berkecambah hingga mencapai 12 mg per 100 gram kecambah setelah 48 jam. Demikian juga dengan vitamin E, mengalami peningkatan dari 24-230 mg per 100 gram biji kering menjadi 117-662 mg per 100 gram kecambah. Manfaat dari pengecambahan kacang kedelai tidak hanya pada peningkatan nilai gizinya tetapi juga dapat menghilangkan zat antigizi pada kedelai yang menghambat penyerapan mineral pada kecambah tersebut. Salah satu zat antigizi yang diinaktifkan saat mengonsumsi kedelai selama proses pengecambahan adalah asam fitat yang dapat mengganggu penyerapan zat besi. Dengan mengonsumsi kecambah, zat gizi yang ada dapat terserap secara utuh karena senyawa-senyawanya lebih sederhana dan mudah dicerna. Proses perkecambahan kacang-kacangan yang menghasilkan kecambah (sprouts) yang kemudian ditepungkan, ternyata dapat menghilangkan berbagai senyawa anti gizi didalamnya, dapat mempertahankan mutu proteinnya dan mengandung vitamin C yang cukup tinggi. Beberapa senyawa antigizi terpenting yang terdapat dalam kacang-kacangan adalah : antitripsin, hemaglutin atau lektin,
Universitas Sumatera Utara
oligosakarida, dan asam fitat. Kenaikan asam amino juga terjadi ketika proses perkecambahan (Astawan, 2008). Peningkatan tersebut dapat dilihat pada table 2.7. berikut ini: Tabel 2.7. Komposisi Asam Amino Kecambah Kedelai dibandingkan Kedelai Kering dan Tempe dalam 100 gram Bahan Kecambah Kedelai Kedelai Protein Esensial Tempe Kedelai Kuning Hitam Iso Leusin 313 290 253 333 Leusin 525 494 473 529 Metionin + Sistin 88 165 125 171 Fenil alanin + Tirosin 456 506 474 475 Treonin 363 247 272 245 Triptofan 143 76 86 77 Valin 350 291 254 332 Arginin 300 428 2098 407 Histidin 169 168 900 169 Sumber : Balai Penelitian Pertanian (1985) dalam Astawan (2008)
2.4.2. Tepung Kecambah Kedelai Kecambah memiliki potensi gizi yang sangat potensial, namun daya simpan kecambah rendah. Untuk itu diperlukan suatu upaya untuk membuat kecambah menjadi lebih tahan lama. Salah satu upayanya yaitu dengan pembuatan tepung kecambah. Penambahan 10% tepung kecambah untuk menggantikan tepung terigu pada pembuatan roti dapat menghasilkan roti yang bernilai gizi lebih baik, dengan warna, rasa, dan bau yang dapat diterima oleh konsumen. Selain pada roti, tepung kecambah juga dapat ditambahkan pada makanan jajanan (Astawan, 2009). 2.5. Penilaian Kualitas Protein Makanan Protein mempunyai fungsi khas yang tidak dapat digantikan oleh zat gizi lain yaitu membangun serta memelihara jaringan. Disamping itu, asam amino sebagai
Universitas Sumatera Utara
penyusun protein bertindak sebagai precursor sebagian besar koenzim, hormon, asam nukleat, dan molekul-molekul esensial bagi kehidupan (Almatsier,2009). Pada masa balita, kebutuhan protein dan zat gizi lainnya sangat penting dipenuhi untuk mencapai tumbuh kembang yang optimum. Pemberian MP-ASI yang tepat dan kaya gizi mampu membantu tumbuh kembang anak mencapai windows of opportunity. Selain kuantitas protein dan zat gizi lainnya, kualitas protein juga penting diperhatikan pada pembuatan MP-ASI dikarenakan kualitas protein menggambarkan seberapa besar kandungan protein yang dapat dicerna dan digunakan tubuh untuk pertumbuhan dan perkembangan anak. Kualitas
suatu
pangan
dipengaruhi
oleh kelengkapan
asam amino
penyusunnya. Protein dengan nilai biologi tinggi atau bermutu tinggi adalah protein yang mengandung semua jenis asam amino esensial dalam proporsi yang sesuai untuk keperluan pertumbuhan. Beberapa jenis protein mengandung semua asam amino esensial, namun masing-masing dalam jumlah terbatas nemun cukup untuk perbaikan jaringan tubuh saja, bukan untuk pertumbuhan. (Almatsier, 2009). Pola asam amino yang disarankan dalam diet menurut kelompok umur yang dijelaskan pada tabel 2.8. menunjukkan bahwa asam amino yang dibutuhkan oleh bayi lebih tinggi dibandingkan kelompok umur yang lain. Pemenuhan asupan protein bagi bayi merupakan hal yang penting yang diperlukan tubuh untuk : (1) pertumbuhan dan pengembangan tubuh, (2) perbaikan dan pergantian sel-sel jaringan tubuh yang rusak atau tua, (3) produksi enzim pencernaan dan metabolisme, dan (4)
Universitas Sumatera Utara
bagian yang penting dari hormon-hormon tertentu misalnya tiroksin dan insulin (Barasi, 2009). Asam amino secara alamiah terdapat pada tanaman dan hasil ternak. Masingmasing asam amino memiliki fungsi unik. 8 diantaranya essensial bagi orang dewasa yaitu fenilalanin, triptofan, lisisn, leusin, isoleusin, valin, treonin. Asam amino kesembilan yaitu histidin esensial bagi bayi dan anak, sedangkan asam amino kesepuluh yaitu arginin esensial bagi pertumbuhan bayi. Asam amino sisanya dapat dibentuk tubuh yang disebut asam amino endogen (non esensial) (Winarno, 2004). Tabel. 2.8. Pola Kebutuhan Asam Amino Esensial yang Disarankan dalam Diet Menurut Kelompok Umur FAO/WHO/UNU 1985 Asam Amino Esensial Anak usia Anak Usia (mg/g protein) Bayi pra-sekolah Sekolah (10-12 Dewasa* (2-5 tahun) tahun) Histidin 26 19 19 16 Iso Leusin 48 28 28 13 Leusin 93 66 44 19 Lysin 66 59 44 16 Metionin+cystein 42 25 22 17 Phenyl alanin+ Tyrosin 72 63 22 19 Threonin 43 34 28 9 Triptophan 17 11 9 5 Valin 55 35 25 13 Sumber : J.Boye et. al. (2012) Keterangan : * Berdasarkan konsumsi harian protein orang dewasa 0.75 g protein/ kg per hari.
Asupan protein yang baik pada bayi diatas 6 bulan melalui MP-ASI dapat membantu tumbuh kembang bayi secara optimal. Kombinasi dua jenis protein nabati atau penambahan sedikit protein hewani ke protein nabati akan menghasilkan protein bermutu tinggi dengan harga relatif rendah. Sumber protein terbaik tidak hanya dilihat dari jumlahnya, tetapi juga kualitasnya.
Universitas Sumatera Utara
Untuk mendapatkan kualitas protein yang baik, harus diketahui dari mana protein berasal serta ditentukan oleh jumlah dan kelengkapan 10 asam amino esensialnya karena bahan yang memiliki kandungan protein tinggi, belum tentu kualitasnya baik jika susunan asam aminonya tidak lengkap seperti daging, ikan, telur, susu, dan kacang-kacangan. Analisis asam amino pada TPLK dan TPL yang telah dilakukan oleh jumirah, dkk (2013) disajikan pada tabel 2.9. berikut. Tabel 2.9. Hasil Analisis Kandungan Asam Amino Pada Tepung TPLK dan TPL dalam Komposisi 100 gram Bahan. Bahan MP-ASI No. Asam Amino (%) TPLK TPL Asam Amino Non Esensial 1. L-aspartic acid 1,539 1,708 2. L-serine 0,758 0,737 3. L-glutamic acid 2,545 2,737 4. L-Glycine 0,763 0,815 5. L-Tyrosine 0,360 0,265 6. L-agrinine 0,748 0,763 7. L-Cystine TT TT 8. L-alanine 0,899 1,022 9. L-proline 0,758 0,744 Asam Amino Esensial 10. L-histidine 0,356 0,361 11. L-threonine 0,086 0,728 12. L-Valin 0,828 0,882 13. L-Methionine 0,331 0,391 14. L-lysine HCl 0,976 1,173 15. L-Isoleucine 0,733 0,776 16. L-Leucine 1,271 1,392 17. L-Phenylalanine 0,919 0,810 18. L-Tryptophan TT TT Total asam amino 13,870 15,304 Sumber : Jumirah,dkk (2013) Keterangan: TT = tidak terdeteksi
Sumber protein baik hewani maupun nabati memberikan banyak keuntungan, seperti halnya mendapat sumber energi, pembentukan dan perbaikan sel jaringan,
Universitas Sumatera Utara
sebagai sintesis hormon, enzim antibodi, pengatur keseimbangan asam basa dalam sel serta sumber protein yang kita konsumsi memengaruhi baik tidaknya mutu protein (Almatsier, 2009). Dengan demikian, perlu dilakukannya analisis kualitas protein secara biologi pada tepung campuran beras-pisang awak masak yang divariasikan dengan iken lele dumbo dan tepung kecambah kedelai sehingga protein dan zat gizi lainnya yang penting bagi bayi dapat diserap dengan baik. 2.5.1. Evaluasi Kualitas Protein Evaluasi nilai gizi khususnya protein biasanya melibatkan aktivitas protein pada tubuh hewan uji yaitu mencit jantan dikarenakan mencit merupakan hewan pengerat (rodensia) yang cepat berkembang biak, mudah dipelihara dalam jumlah banyak, variasi genetiknya cukup besar, serta sifat-sifat anatomis dan fisiologisnya terkarakterisasi dengan baik sehingga dapat menggambarkan kualitas protein suatu pangan dengan baik. Menurut Harington klasifikasi mencit (Mus musculus) adalah sebagai berikut : Kingdom
: Animalia
Filum
: Cordata
Subfilum
: Vertebrata
Ordo
: Rodentia
Kelas
: Mammalia
Famili
: Muridae
Spesies
: Mus musculus
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.5. Mencit Jantan (Mus muscullus) Mencit mempunyai berat bobot lahir 0,5 – 1,0 gram, masa menyusu 19-21 hari, dan disapih umur 21 hari. Umur mencit dewasa adalah 35 hari, bobot jantan dewasa adalah 20-40 gram dan berat bobot betina dewasa adalah 18-35 gram. Mencit mulai bereproduksi umur 8 minggu, masa kebuntingan 19-21 hari dengan jumlah anak rata-rata 6 ekor. Siklus hidupnya biasa mencapai 1-2 tahun dengan masa produksi ekonomis 9 bulan. Zat-zat gizi yang diperlukan untuk pertumbuhan tikus hampir sama dengan manusia, yaitu: karbohidrat (terdiri dari pati, gula dan sellulosa), minyak/ lemak (asam lemak esensial terutama lioleat dan linolenat), protein (asam amino esensial : lisin, triptofan, histidin, fenilalanin, leusin, isoleusin, treonin, metionin, valin dan arginin), mineral (makro elemen dan mikro elemen) dan vitamin-vitamin (Muchtadi, 1989). Menurut Smith dan Mangkoewidjojo (1988) seekor mencit dewasa dapat mengkonsumsi pakan 3-5 g /hari. Mencit bunting atau menyusui memerlukan pakan yang lebih banyak. Pakan yang sering digunakan adalah pakan ayam dengan kandungan protein 20-25%, lemak 5%, pati 45-50%, serat kasar 5% dan abu 4-5%.
Universitas Sumatera Utara
Malole, dkk (1989) menyatakan bahwa air minum yang diperlukan oleh setiap ekor mencit untuk sehari berkisar antara 4-8 ml. Pada umumnya mencit laboratorium ditempatkan dikotak dari metal atau plastik dengan luas dasar 97 cm2 per ekor untuk yang dewasa, tinggi kandang minimal 13 cm, temperature tidak kurang dari 18oC-29oC, dan kelembaban relatif udara 30%-70%. Beberapa indikator penentuan mutu protein adalah sebagai berikut : 1.
Protein Efficiency Rasio (PER)
Metode PER yang dikembangkan oleh Osborne, Mendel, dan Fery pada tahun 1919 merupakan prosedur penilaian kualitas protein yang paling banyak digunakan. Bahkan juga telah diterima oleh FDA (Food and Drug Administration, USA) dalam penentuan mutu protein untuk protein labeling. Prosedur untuk penentuan PER adalah metode yang terdapat dalam AOAC 1984. Perhitungan PER didasarkan pada kebutuhan asam amino melalui pertumbuhan tikus uji. Percobaan Osborne, Mendel dan Fery ini menggunakan beberapa kelompok mencit yang baru disapih (berumur 21 hari), telah diadaptasikan selama 4 hari dan berbobot badan sama. Berat badan dan konsumsi ransum harus diukur secara berkala (umumnya berat badan tiap 2 hari sedangkan konsumsi ransum diukur tiap hari) selama 4 minggu. Rumus perhitungan PER (Muchtadi, 1989) :
Nilai PER dihitung pada tiap ekor mencit dan nilai rata-rata untuk tiap kelompok. Angka PER merupakan indikator growth promoting effect suatu protein,
Universitas Sumatera Utara
namun juga dapat dipakai untuk penilaian daya suplementasi suatu protein/suatu asam amino terhadap protein lain. Namun metode PER yang menggunakan pengamatan pada tikus (tikus uji), pada dasarnya berkaitan dengan kandungan asam amino dari protein makanan untuk kebutuhan asam amino dari tikus, bukan manusia. Ada perbedaan penting antara kebutuhan asam amino tikus dan manusia. Sebagai contoh, tikus memiliki kebutuhan yang lebih tinggi untuk asam amino yang mengandung sulfur yang mendukung pertumbuhan tikus dibandingkan kebutuhan bayi dan anak-anak. Penggunaan tikus dalam studi makan akan memberikan hasil yang relative tinggi pada kualitas protein hewani dibandingkan kualitas dari protein nabati (Boye J. dkk 2012). 2.
Biological Value (BV) Pada uji biologis ini, dilakukan dua percobaan keseimbangan nitrogen.
pertama dilakukan terhadap hewan uji dengan perlakuan pemberian ransum uji, dan kelompok kedua diberikan ransum protein whey sebagai kontrol, kemudian dilakukan pengukuran keluaran (ekskresi) dari air seni dan feses mencit uji. Metode BV dapat diukur dengan rumus dibawah ini :
Keterangan : Npangan = kadar nitrogen yang dikosumsi kelompok mencit uji Nfeses = kadar nitrogen pada feses kelompok mencit uji Nmet
= kadar nitrogen pada feses kelompok mencit kontrol
Nurin
= kadar nitrogen urin pada kelompok mencit uji
Universitas Sumatera Utara
Nend 3.
= kadar nitrogen urin pada kelompok mencit control Net Protein Utilization (NPU) Cara ini juga melibatkan penggunaan hewan uji mencit jantan lepas sapih
yang dibagi menjadi dua kelompok. Kelompok pertama mencit uji diberi ransum yang mengandung protein yang akan diuji mutunya. Sedangkan kelompok kedua merupakan kelompok pembanding (kontrol) yang diberi ransum protein whey. Baik air dan ransum diberikan ad libitum (selalu tersedia). Dengan rumus dibawah ini, NPU protein dapat diketahui.
Keterangan : Nf
= kadar nitrogen feses pada kelompok mencit uji
Nmet
= kadar nitrogen feses pada kelompok mencit kontrol
Nurin
= kadar nitrogen urin pada kelompok mencit uji
Nakhir = kadar nitrogen kelompok mencit control 2.6. Kerangka Konsep Peningkatan kuantitas protein dan zat gizi lainnya pada tepung beras- pisang awak masak terjadi ketika divariasikan dengan ikan lele dumbo dan tepung kecambah kedelai. Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Jumirah, dkk (2011) mengenai kandungan gizi pada formula campuran 100 gram pisang awak masak dan 50 gram tepung beras dihasilkan protein sebesar 5,65% Kandungan protein tersebut mengalami peningkatan menjadi 18,10% ketika dikombinasikan dengan ikan lele dumbo pada tepung TPL dan meningkat lebih baik lagi menjadi 19,78% ketika
Universitas Sumatera Utara
dikombinasikan dengan ikan lele dumbo dan tepung kecambah kedelai pada tepung TPLK. Selain protein, peningkatan kandungan zat gizi lainnya seperti kadar lemak, serat, air, dan mineral juga terjadi pada tepung TPLK dan TPL. Penelitan ini menunjukkan bahwa tepung pisang awak masak memiliki potensi sebagai MP-ASI yang kaya karbohidrat, vitamin dan mineral namun rendah protein sehingga dibutuhkan ikan lele dumbo dan tepung kecambah kedelai sebagai penyumbang protein dan asam amino penting yang dibutuhkan dalam komposisi MPASI sebagai penunjang gizi bayi dan balita 6-24 bulan. Dengan kombinasi tersebut, diasumsikan dapat meningkatkan kualitas protein pada tepung TPLK dan TPL melalui uji biologis. Maka kerangka konsep penelitian dapat digambarkan sebagai berikut :
Ikan Lele Dumbo + Tepung Kecambah Kedelai Tepung BerasPisang Awak Masak
Peningkatan Kuantitas Protein MP-ASI
Peningkatan Kualitas Protein MP-ASI
Gambar 2.6. Kerangka Konsep Penelitian
Universitas Sumatera Utara