BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Nursing error sering dihubungkan dengan infeksi nosokomial, salah satunya adalah infeksi luka operasi. Infeksi tersebut menyerang pasien yang menjalani operasi atau tindakan pembedahan baik di bagian bedah maupun di bagian lain, termasuk bagian kebidanan dan kandungan. Infeksi sesudah operasi seksio sesarea dapat mengakibatkan peningkatan angka morbiditas dan mortalitas pada ibu setelah melahirkan. Salah satu prinsip utama dalam mengendalikan infeksi adalah manajemen perawatan luka, yang bertujuan untuk membantu proses penyembuhan luka. Dengan berkembangnya era asepsis, teknik operasi serta perawatan bedah maka komplikasi luka pasca operasi cenderung menurun. Jika luka pasien mengalami infeksi menyebabkan masa perawatan lebih lama, sehingga biaya perawatan di rumah sakit menjadi lebih tinggi (Puspitasari dkk, 2011). Penekanan angka kejadian infeksi nosokomial merupakan bagian dari tanggung jawab perawat dalam memberikan asuhannya. Kejadian infeksi nosokomial sangat mempengaruhi kualitas pelayanan kesehatan. Standar asuhan keperawatan merupakan pernyataan berkualitas yang diinginkan dan dapat menilai pemberian asuhan keperawatan tersebut terhadap klien ibu hamil. Untuk menjamin efektifitas asuhan keperawatan pada klien, harus tersedia kriteria dalam area praktek yang mengarahkan keperawatan dalam mengambil keputusan dan
melakukan intervensi keperawatan secara aman. Adanya standar asuhan keperawatan dimungkinkan dapat memberikan kejelasan dan pedoman untuk mengidentifikasi ukuran dan penilaian akhir. Standar asuhan keperawatan dapat meningkatkan dan memfasilitasi perbaikan dan pencapaian kualitas asuhan keperawatan yang berkualitas, yang berdasarkan standar dan dimungkinkan juga dapat menekan angka kejadian infeksi nosokomial (Busono, 2010). Infeksi nosokomial bisa bersumber dari berbagai faktor di antaranya dari petugas kesehatan, pasien yang lain, alat dan bahan yang di gunakan untuk pengobatan
maupun
dari
lingkungan
rumah
sakit.
Faktor-faktor
yang
mempengaruhi terjadinya infeksi nosokomial antara lain faktor internal (seperti usia, penggunaan obat, penyakit penyerta, malnutrisi, kolonisasi flora normal tubuh, personal hygiene yang rendah, perilaku personal, dll) serta faktor eksternal (seperti banyaknya petugas kesehatan yang kontak langsung dengan pasien, banyaknya prosedur invasif, lama tinggal di rumah sakit, lingkungan yang terkontaminasi) (Elvizar, 2009). Insiden infeksi nosokomial yang sering terjadi bervariasi dari 0,5 sampai 15% tergantung tipe operasi dan penyakit yang mendasarinya. Faktor-faktor yang mempengaruhi berkembangnya infeksi nosokomial adalah antimikroba (misalnya S.aureus, Staphylococcus Coagulase Negative, Enterococci, Enterobacteriaceae), kerentanan pasien (seperti umur, status imun, penyakit yang mendasari, serta intervensi dari terapi), faktor lingkungan dan resistensi bakteri (Dewi, 2012). Menurut penelitian Gould (2012), ILOmerupakan luka yang disebabkan karena prosedur seksio sesarea invasif. ILObisa menyebabkan kecacatan dan
kematian. Kejadian ILOdi rumah sakit Inggris tahun 2006 sebesar 13,8%. Sedangkan menurut The National Institute for Health and Clinical Excellence (NICE).(2008), menunjukkan bahwa prosedur operasi seksio sesarea di Inggris menyebabkan infeksi sebesar 5%. Infeksi dalam kebidanan merupakan penyebab kedua kematian ibu setelah perdarahan pada ibu setelah melahirkan. Diantara pasien bedah kebidanan ILOmerupakan infeksi nosokomial yang paling umum sering terjadi di rumah sakit (Amenu et al, 2011). Kondisi kejadian ILOdi beberapa negara sangat memprihatinkan. Selama dalam 20 tahun belakangan ini telah banyak perkembangan yang telah dibuat untuk mencari masalah utama dan penyebab infeksi luka operasi, karena kondisi ini memperlama waktu perawatan pasien serta penggunaan jasa diluar rumah sakit (Elvizar, 2009). Di Indonesia ILOmerupakan salah satu infeksi nosokomial yang paling sering terjadi dan sulit untuk diketahui penyebab pastinya. Dari hasil penelitian terdahulu kejadian ILOdi Indonesia bervariasi antara 2-18% dari keseluruhan prosedur pembedahan. ILOtidak dapat ditekan sampai 0%. Salah satu cara untuk menekan angka kejadian ILO adalah dengan mengurangi faktor-faktor yang dapat meningkatkan risikoterjadinya ILO(Anton, 2006). Menurut Survei Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) (2007) Infeksi merupakan penyebab kedua kematian ibu setelah perdarahan sebesar 15%. ILOyang di dapat ibu salah satunya melalui operasi seksio sesarea.Seksio sesareadianggap memberikan andil yang cukup besar terutama dalam penurunan angka kematian dan kesakitan ibu dan janin dalam bidang kebidanan, tapi terlepas
dari hal itu, seksio sesarea tetap saja memiliki risiko terjadi komplikasi terutama infeksi. Sedangkan di Indonesia kejadian seksio sesarea di Indonesia ada 400 per 100.000 kelahiran hidup.ILO disebut sebagai salah satu komplikasi pasca operasi seksio sesarea yang paling serius, karena dapat meningkatkan morbiditas dan lama perawatan yang tentunya akan menambah biaya perawatan di rumah sakit. Infeksi juga merupakan komplikasi terbesar dari luka operasi disamping komplikasi lain seperti edema, hematoma, perdarahan sekunder, luka robek, fistula, adesi ataupun timbulnya jaringan scar (Astriani, 2007). Banyak wanita yang cemas akan rasa sakit dalam menghadapi persalinan normal, sehingga banyak yang memilih melakukan operasi seksio sesarea walaupun tanpa indikasi apapun dengan alasan lebih praktis. Di Indonesia sendiri kejadian seksio sesarea disertai angka kejadian ILO sekitar 90% dari morbiditas pasca operasi seksio sesarea (Dewi, 2012).Beberapa wanita China takut akan konsekuensi melahirkan secara spontan, sehingga mereka lebih suka memilih untuk operasi seksio sesarea karena lebih praktis, aman serta bebas dari rasa nyeri dan cemas (Feng et al., 2011). Menurut World Health Organization (WHO), persentase operasi seksio sesarea adalah sekitar 10-15% pertahunnya dari seluruh kelahiran di negaranegara berkembang. Permintaan seksio sesarea di sejumlah negara berkembang melonjak pesat. Penelitian Souza et al dalam buletin WHO (2010), menjelaskan bahwa kelahiran seksio sesarea di China mencapai 25,7%. Sedangkan banyak wanita yang lebih menyukai melahirkan dengan seksio sesarea dibandingkan dengan melahirkan secara spontan. Menurut National Health Service (NHS).
(2013) dari 2,552 sampel wanita, 1,479 (58%) wanita melahirkan dengan normal, sedangkan 1,073 (42%) wanita melahirkan dengan seksio sesarea (565 direncanakan dan 508 tidak direncanakan). Di Indonesia sendiri, persentase operasi seksio sesarea sekitar 5%. Di rumah sakit pemerintah rata-rata 11%, sementara di rumah sakit swasta bisa lebih dari 30%. Faktor penyebab kejadian persalinan dengan seksio sesarea berdasarkan indikasi ibu yaitu usia terbanyak mengalami persalinan dengan seksio sesarea adalah 20–35 tahun yaitu sebanyak 85 (76,58%) ibu dan dengan indikasi riwayat penyakit ibu yaitu 1 persalinan seksio sesarea dengan riwayat penyakit hipertensi. Faktor penyebab kejadian persalinan dengan seksio sesarea berdasarkan indikasi janin yaitu dengan indikasi terbanyak karena kelainan letak janin yaitu sebanyak 9 (64,29%) kejadian. Faktor penyebab kejadian persalinan dengan seksio sesarea berdasarkan indikasi obstetrik ibu yaitu sejumlah 91, dengan jumlah indikasi terbanyak karena persalinan lama yaitu sebanyak 38 (41,77%) kejadian. Faktor penyebab lain kejadian persalinan dengan seksio sesarea sejumlah 6, dengan jumlah indikasi terbanyak karena kegagalan KB yaitu sebanyak 3 (60%) kejadian (Dewi, 2012). Menurut penelitian Puspitasari, dkk (2011) faktor paling dominan yang mempengaruhi penyembuhan luka pasca operasi seksio sesarea adalah personal hygiene kemudian disusul status gizi dan yang terakhir penyakit DM. Sedangkan, ada dua faktor yang memegang peranan penting dalam mempengaruhi kejadian infeksi luka operasi, yaitu 1)Faktor Endogen merupakan faktor yang ada di dalam penderita sendiri seperti umur, jenis kelamin, penyakit predisposisi ILO, dan
operasi dahulu. 2)Faktor Eksogen merupakan faktor di luar penderita, seperti lama penderita dirawat di rumah sakit, tingkat kebersihan luka, keteraturan penggunaan antibiotika, lama antibiotika pasca seksio sesarea, lama operasi, dan jumlah personil di kamar operasi. RSUD Bendan merupakan salah satu rumah sakit pemerintah yang berkembang di Kota Pekalongan. Hasil studi pendahuluan yang dilakukan oleh peneliti selama 4 kali observasi di ruang rekam medik pada rekam medik pasien yang mana ditemukan angka kejadian operasi seksio sesarea di rumah sakit tersebut lebih kurang 40 kasus setiap bulannya. Berdasarkan data yang ada di rumah sakit tersebut, total pasien yang melakukan seksio sesarea pada tahun 2012 adalah sebanyak 499 orang pasien. Adapun indikasi yang menyertai dari kasus tingginya kasus seksio sesarea tersebut diantaranya seperti ketuban pecah dini (KPD), partus lama, lewat bulan, letak lintang serta ada juga beberapa permintaan sendiri yang dikarenakan ibu tidak dapat menahan rasa sakit yang lama. Sedangkan angka kejadian ILO di RSUD Bendan khususnya di ruang kebidanan, pada tahun 2012 terdapat kurang lebih 10 kasus dari 499 pasien seksio sesarea, tetapi angka kejadian ILO masih belum pasti karena sistem pelaporan/dokumentasi yang belum begitu baik. Dari pengamatan di rekam medik bahwa rata-rata pasien menunjukkan gejala infeksi setelah pasien kontrol kembali yang tercatat di rekam medis pasien rawat jalan, sedangkan di catatan rekam medis pasien rawat inap belum muncul tanda-tanda infeksi. Sehingga dapat disimpulkan angka kejadian ILO di RSUD
Bendan Pekalongan tergolong tinggi sekitar 4,9% dari 499 pasien yang mengalami infeksi luka pasca operasi seksio sesarea. Dari hasil observasi rekam medisdi tempat penelitian ada beberapa kemungkinan indikasi terjadinya ILO dengan beberapa faktor diantaranya sebagai berikut 1) antibiotik profilaksis; 2) lama operasi; 3) tipe operasi; 4) penyakit penyerta seperti DM; 5) usia ibu; 6) lama rawat sebelum operasi yang relatif lama; 7) indikasi; 8) comorbidity; 9) paritas; 10) lama hari rawat; 11) jenis antibiotik profilaksis. Seluruh uraian diatas menjadi dasar bagi peneliti untuk meneliti tentang faktor risiko yang mempengaruhi kejadian ILO pada pasien pasca seksio sesarea.
B. Rumusan Masalah Dari beberapa hasil penelitian terdahulu menyebutkan bahwa angka kejadian ILOdi Indonesia masih tinggi, jumlahnya bervariasi di setiap rumah sakit antara 218% dari keseluruhan prosedur pembedahan. Maka dari itu peneliti dapat merumuskan masalah sebagai berikut yaitu: “apakah faktor usia, diabetes, antibiotik profilaksis, jenis antibiotik profilaksis, tipe operasi, lama rawat sebelum operasi, lama operasi, lama hari rawat, indikasi serta comorbidity berisiko terhadap kejadian ILO pasien seksio sesarea di RSUD Bendan Pekalongan?”
C. Tujuan Penelitian 1. Menganalisis faktor-faktor risiko yang memiliki hubungan bermakna terhadap kejadian ILOpasca seksio sesarea di RSUD Bendan Pekalongan. 2. Menganalisis faktor yang paling berisiko terhadap kejadian ILOpasca seksio sesarea di RSUD Bendan Pekalongan.
D. Manfaat Penelitian 1. Bagi rumah sakit Hasil penelitian ini diharapkan menjadi masukan dan informasi yang berguna bagi manajemen rumah sakit, khususnya terkait ILO dalam upaya meningkatkan kualitas pelayanan keperawatan kepada pasien serta sebagai dasar pengambilan kebijakan dan rencana strategis lainnya yang berkaitan dengan mencegah kejadian ILO khususnya pada kasus seksio sesarea. 2. Bagi Peneliti Menambah wawasan dan pengetahuan dalam bidang penelitian, khususnya konsep ILO dan sebagai pembanding penelitian-penelitian terdahulu maupun yang akan datang mengenai ILO khusunya pada kasus seksio sesarea.
E. Keaslian Penelitian Penelitian tentang ILO pada kasus seksio sesarea yang sudah pernah dilakukan antara lain sebagai berikut: 1.
Brown et al (2013) tentang pemberian antibiotik profilaksis dalam
mengurangi kejadian ILO pasca seksio sesarea. Sampel dalam penelitian ini berjumlah 384 di RS Australia dan New Zealand. Hasil penelitian ini menyebutkan bahwa pada tahun 2010 terdapat kejadian ILO sebesar 10,8%, kemudian tahun 2011 kejadian ILO sebesar 2,8%, serta faktor risiko yang signifikan mempengaruhi kejadian ILO yaitu pemberian antibiotik dan jenis prosedur operasi. Persamaan dalam penelitian terletak pada variabel jenis prosedur operasi. Perbedaan dalam penelitian ini terletak pada tempat penelitian dan jumlah sampel. 2.
Elvizar (2009) tentang faktor risikoILO pasca seksio sesarea diruang
perawatan nifas RSUD dr.Soedarso Pontianak. Penelitian ini menggunakan desain study kohort dengan pendekatan waktu secara longitudinal. Sampel yang digunakan adalah semua pasien pasca seksio sesarea RSUD dr.Soedarso yang mendapatkan pelayanan di ruang nifas selama bulan oktober sampai desember 2008. Hasil penelitian ini, faktor ketuban pecah dini (KPD), antibiotik profilaksis, prosedur pembedahan dan penggunaan sarung tangan signifikan dengan kejadian infeksi (p value<0,05). Sedangkan faktor umur, gravida, lama perawatan, tehnik cuci tangan, tehnik ganti balut, dan ketepatan pemberian obat tidak signifikan (p
value>0,05). Analisis regresi logistik faktor risiko kejadian pada luka operasi yaitu faktor prosedur pembedahan dengan nilai p value terkecil (0,017), nilai RR 31,86 (95% CI 1,838-552,176). Persamaan dalam penelitian ini terletak pada variabel independent diantaranya antibiotik profilaksis. Perbedaan dalam penelitian ini terletak pada metode penelitian yang menggunakan kohort serta sampel yang tidak dicantumkan dengan jelas jumlahnya, tempat penelitian serta beberapa faktor yang belum diteliti. 3.
Fatimah (2011) tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan terjadinya
infeksi nosokomial luka operasi di ruang bedah RSUP Fatmawati. Jenis penelitian ini menggunakan deskriptif analitik retrospektif dengan desaincrosss sectional. Populasi dalam penelitian ini adalah semua pasien pasca seksio sesarea. Hasil dari penelitian ini adalah kejadian ILO di RSUP Fatmawati sebesar 8,8%, kemudian ada hubungan signifikan antara faktor penyakit penyerta dan jenis operasi dengan kejadian ILO. Persamaan dalam penelitian ini terletak pada populasi pasien seksio sesarea dan variabel penyakit penyerta (diabetes). Perbedaan dalam penelitian ini terletak pada metode yang digunakan yaitu cross sectional, tempat penelitian serta jumlah sampel penelitian. 4.
Puspitasari
dkk
(2011)
tentang
faktor-faktor
yang
mempengaruhi
penyembuhan luka pasca operasi seksio sesarea. Penelitian ini menggunakan metode survey dengan menggunakan pendekatan crosss sectional. Populasi dalam penelitian ini adalah semua pasien pasca seksio sesarea pada hari ke empat di RS PKU Muhammadiyah Gombong periode 2010-2011 dengan jumlah 38 responden. Hasil dari penelitian ini faktor yang paling dominan mempengaruhi penyembuhan
luka pasca operasi seksio sesarea adalah personal hygiene (p=0,000), kemudian disusul oleh status gizi (konsumsi) dengan nilai probabilitas (p=0,004) dan yang terakhir adalah penyakit DM (Diabetes Mellitus) dengan nilai probabilitas (p=0,007). Faktor yang paling dominan mempengaruhi penyembuhan luka pasca operasi seksio sesarea di RS PKU Muhammadiyah Gombong adalah personal hygiene. Persamaan dalam penelitian ini terletak pada variabel diabetes. Perbedaan dalam penelitian ini
terletak pada metode yang digunakan
menggunakan metode survey dengan pendekatan cross sectional, tempat penelitian serta jumlah sampel penelitian. 5.
Utami (2009) tentang hubungan antara indikasi, pemrakarsa dan prosedur
seksio sesarea dengan terjadinya ILOdi RSUD Prof DR W.Z Johannes Kupang. Penelitian ini menggunakan desain prospective observasional. Populasi dalam penelitian ini adalah semua pasien yang melakukan operasi seksio sesarea dari 9 Juni 2009 sampai 10 Juli 2009. Hasil dari penelitian ini adalah tidak ada hubungan antara indikasi seksio sesarea dengan terjadinya ILOserta tidak ada hubungan antara pemrakarsa seksio sesarea dengan terjadinya infeksi luka operasi. Ada hubungan antara prosedur seksio sesarea yang tidak sesuai SOP dengan terjadinya ILO (p<0,05). Kejadian ILO di RSUD Prof DR W.Z Johannes Kupang sebesar (16,7%) dari 96 sampel, tempat terjadinya ILO di rawat inap sebesar 7 (43,7%), di poliklinik waktu kontrol besarnya 8 (50,0%) dan yang kembali ke RS untuk rawat inap 1 (6,3%). Bentuk ILO; Superficial 12 (75,0%), Deep incisional 4 (25,0%), dan yang mengalami operasi ulangan oleh karena dehesiensi 4 (25,0%). Tidak mandi sebelum operasi (OR=5,9; 95% CI 1,2-28,5), kelengkapan APD tidak
sesuai standar (OR=8,4; 95% CI 1,6-43,0) dan tidak cuci tangan sebelum merawat luka (OR=54,6;95% CI 8,9-334,6) merupakan faktor risiko terjadinya ILO. Persamaan dalam penelitian ini terletak pada variabel dependen yaitu ILOpada pasien seksio sesarea. Perbedaan dalam penelitian ini terletak pada metode penelitian yang menggunakan prospektif observasional, tempat penelitian serta jumlah sampel penelitian.