BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah medication error tidak dapat dipisahkan dengan Drug Related Problems (DRPs). Error merupakan kesalahan dalam proses yang dapat menyebabkan terjadinya DRPs (Mil, 2005). DRPs adalah suatu kejadian atau situasi yang menyangkut terapi obat, yang mempengaruhi secara potensial atau aktual hasil akhir terapi pasien. Beberapa penelitian mengenai DRPs sebelumnya menunjukkan bahwa angka kejadian DRPs pada peresepan rawat jalan maupun rawat inap masih cukup tinggi. Penelitian menyebutkan dari 100 kasus pasien geriatri yang menjalani rawat inap, 73 pasien mengalami DRPs dengan jumlah kejadian rata-rata 1,36 per pasien (Mulyaningsih, 2010). Pada penelitian yang lebih spesifik untuk diagnosis tertentu khususnya penyakit kronis, penelitian kejadian DRPs pada pasien dengan hemodialisa (Khasanah, 2011) menyebutkan kejadian DRPs
terjadi
pada 88 pasien dari 131 pasien dengan angka kejadian DRPs adalah 1,57 per pasien. Sedangkan penelitian DRPs pada pasien Chronic Heart Failure (CHF) dengan diabetes melitus (DM) menyebutkan bahwa dari 30 pasien yang memenuhi kriteria inklusi, dengan
angka
kejadian
terdapat kejadian DRPs sebanyak 62
rata-rata
2,07
1
per pasien (Damayanti, 2009).
Jenis kejadian DRPs pada tiap penelitian juga beragam (Nurpeni, 2006). Penelitian Khasanah (2011) menemukan jenis kejadian DRPs adalah kegagalan menerima terapi (57,97 %), dosis sub terapi (21,01 %), dan interaksi obat (10,15 %). Penelitian Damayanti (2009) menemukan kejadian DRPs yang terbanyak adalah interaksi obat (40,39 %), obat yang tidak tepat (17,31 %) dan adverse drug reactions (ADR) (16,35 %). Jenis DRPs yang paling banyak ditemukan adalah dosis kurang (60%), obat tidak tepat/kontraindikasi (17%), dosis lebih (11,5%), membutuhkan terapi obat (6%), dan interaksi obat (5,5%). DRPs perlu mendapat perhatian khusus karena DRPs berpengaruh terhadap outcome klinik. DRPs dapat memberikan pengaruh negatif pada outcome klinik yang menyebabkan meningkatnya kunjungan ke unit gawat darurat (Baena dkk., 2006). DRPs memberikan konstribusi yang besar terhadap masuknya pasien geriatri ke Rumah Sakit (Somers dkk., 2010) serta penyebab kematian yang tinggi (Ebbesen dkk., 2001). Dalam proses pencegahan dan pengatasan DRPs, kefarmasian di Rumah Sakit yang tertuang dalam Kemenkes No 58 tahun 2014 (Kemenkes RI, 2014), disebutkan bahwa salah satu tugas pokok Farmasi Rumah Sakit adalah mengkaji instruksi pengobatan atau resep pasien serta mengidentifikasi permasalahan yang terkait dengan penggunaan obat atau alat kesehatan (Kemenkes RI, 2014). Penelitian sebelumnya melaporkan bahwa DRPs dapat dicegah karena sebenarnya bisa diprediksi sebelumnya, laporan yang lain menyampaikan bahwa 50 % kejadian DRPs dapat dihindari (Cunningham dkk., 1997). Identifikasi DRPs dapat mengoptimalkan terapi obat. Dengan diketahuinya DRPs yang sering terjadi,
2
maka Farmasis dapat menyediakan informasi peresepan obat, sehingga kejadiannya dapat dihindari (Cunningham dkk., 1997). Pentingnya peran Farmasi dalam mencegah dan mengatasai DRPs semakin nyata dalam era SJSN yang mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 2014. Pada era ini, pembayaran biaya kesehatan oleh pemerintah dilakukan dengan sistem paket per diagnosis, sehingga kontrol terhadap kualitas dan kontrol biaya mutlak dilakukan agar tidak meningkatkan pembiayaan oleh pihak rumah sakit. Dalam hal penggunaan obat, kendali biaya dan kendali mutu ini ada di tangan Farmasi. Farmasi Klinik perlu mengkaji dengan cermat pemilihan obat pada setiap pasien untuk menghasilkan outcome maksimal serta menghindarkan biaya tambahan karena penggunaan obat yang tidak perlu ataupun biaya untuk mengatasi adverse event dari penggunaan obat. Peran nyata Farmasi klinik dalam mencegah DRPs baik aktual maupun potensial adalah dengan melakukan skrining/pengkajian resep. Berdasarkan standar pelayanan Farmasi di rumah sakit, Apoteker mempunyai tugas untuk melakukan skrining resep meliputi aspek administratif, farmasetik, dan klinik. Sejalan dengan hal tersebut, dalam standard akreditasi rumah sakit (JCI, 2013) disebutkan bahwa Farmasi wajib melakukan pengkajian permintaan obat dan melakukan rekonsiliasi obat, yang meliputi riwayat alergi pasien dan jenis obat yang sedang dikonsumsi pasien saat itu. Untuk dapat melakukan skrining dengan cepat dan tepat, perlu dilakukan pemetaan permasalah dalam peresepan rawat jalan secara tepat. Oleh karena itu perlu dilakukan identifikasi DRPs pada peresepan rawat jalan. Pada penelitian ini,
3
identifikasi DRPs dilakukan pada pasien dewasa dengan gangguan jantung karena berbagai obat kardiovaskular memiliki resiko tinggi dalam menyebabkan kejadian DRPs. Penelitian menyebutkan bahwa pengobatan kardiovaskular memiliki potensi sebesar 24-33% dalam kejadian DRPs dan berpengaruh secara signifikan terhadap outcome klinik yang diharapkan; (Ernawati dkk., 2014). Pernyataan ini didukung oleh beberapa penelitian yang menunjukkan bahwa terdapat 73,18% DRPs terjadi pada pasien geriatri dengan hipertensi di Poli Rawat Jalan RSUP Persahabatan (Dewi dkk., 2013); sebanyak 13,81% DRPs terjadi pada pasien hipertensi di Rumah Sakit Umum Pemerintahan Kota Semarang (Setyani dkk., 2008); dan sebesar 29,8% DRPs terjadi di bangsal kardiologi Rumah Sakit Spanyol (Urbina dkk., 2014). Usia, jenis kelamin, dan polifarmasi merupakan salah satu faktor risiko yang berhubungan dengan kejadian DRP (Octasari, 2016). Penelitian ini dilakukan di poli rawat jalan Rumah Sakit Panembahan Senopati Bantul karena Rumah Sakit tersebut memenuhi kriteria inklusi subyek pasien yang diinginkan sehingga Rumah Sakit tersebut memungkinkan untuk pengambilan sampel. Di Rumah Sakit tersebut, banyak terdapat pasien yang mengalami gangguan jantung. Hal ini dibuktikan oleh survei yang dilakukan atau terlebih dahulu. Selain itu, disana sudah sering dijadikan sebagai tempat penelitian. Namun belum ada penelitian yang berjudul “Faktor risiko terjadinya DRPs pasien rawat jalan dengan gangguan jantung”. Oleh karena itu Peneliti menggunakan Rumah Sakit Panembahan Senopati Bantul sebagai tempat penelitian.
4
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai gambaran kejadian DRPs beserta jenis DRPs pada pasien dewasa dengan gangguan jantung yang diharapkan dapat sebagai rujukan dalam mengembangkan pasien farmasi klinis dalam pelayanan obat khususnya untuk pasien rawat jalan. Selain itu, penelitian ini juga ditujukan untuk mengevaluasi faktor risiko tersebut dengan melihat faktor risiko yang menyebabkan DRPs dengan mengkaitkan karakteristik pasien dengan kejadian DRPs. Sehingga diharapkan farmasi klinik dapat memberikan perhatian lebih pada pasien dengan faktor risiko tersebut sehingga lebih banyak kejadian DRPs yang dapat dicegah.
B. Perumusah Masalah Berdasarkan latar belakang penelitian, maka rumusan masalah pada penelitian ini adalah sebagai berikut: 1.
Apa saja jenis DRPs yang terjadi pada pasien gangguan jantung.
2.
Apakah terdapat hubungan antara usia, jenis kelamin, dan jenis gangguan jantung, dan polifarmasi terhadap kejadian DRPs.
C. Keaslian Penelitian Berbagai penelitian telah dilakukan terkait dengan prevalensi kejadian DRPs, jenis kategori DRPs yang sering terjadi, dan pengaruh DRPs terhadap faktor – faktor risiko serta ADR yang muncul pada terapi terdapat pada tabel 1.
5
Tabel 1. Penelitian tentang Kajian Faktor Risiko dan DRPs pada Pasien Gangguan Jantung Peneliti Judul & Metode Penelitian Hasil Penelitian (Gastelurrutia Negative Clinical Outcomes Dari DRPs yang ditemukan, dkk., 2011) Associated With Drug-Related sebanyak 31% DRPs terjadi Problems In Heart Failure akibat kegagalan terapi; 22% (HF) Outpatients: karena dosis yang inadekuat, Impact Of A Pharmacist In A salah, atau durasi penggunaan Multidisciplinary HF Clinic obat yang salah; 16% karena Metode: prospektif efek samping yang mungkin terjadi; dan 14% akibat ketidakpatuhan pasien terhadap pengobatan. Jumlah obat yang diberikan sebagai terapi kepada pasien memiliki pengaruh yang signifikan terhadap munculnya drug-negative outcomes (DNOs) (p<0,013). Namun, dengan adanya intervensi dari farmasis, kasus DRPs dapat dihindari sebesar 83%. (Romana dkk., Polypharmacy Leading To Mayoritas pasien lansia 2012) Adverse Drug Reactions In mengalami polifarmasi dengan Elderly In A Tertiary Care penggunaan obat injeksi dan Hospital antibiotik yang terbatas. Metode: observasional dan Berbagai ADR muncul pada prospektif 15% pasien lansia. (Urbina dkk., Patient Risk Factors For Dari 964 pasien masuk, minimal 2014) Developing A Drug-Related satu jenis DRPs ditemukan pada Problems In A Cardiology 29,8% pengobatan. Faktor yang Ward memiliki risiko tinggi terhadap Metode: observasional, kejadian tersebut adalah prospektif polifarmasi (OR = 1,228); jenis kelamin wanita (OR = 1,496); dan pengobatan pertama kali yang diterima oleh pasien (OR = 1,494).
Penelitian yang akan dilakukan berbeda dengan beberapa penelitian yang sebelumnya. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji faktor risiko kejadian DRPs pada pasien gangguan jantung. Faktor risiko yang akan dikaji pada penelitian ini adalah jenis kelamin, usia, dan jenis gangguan jantung.
6
D. Manfaat Penelitian 1.
Bagi Praktisi di Rumah Sakit Mendorong untuk meningkatkan peran dalam pengkajian resep rawat jalan khususnya dalam mengidentifikasi DRPs dan sebagai gambaran untuk mengetahui faktor risiko apa yang berpengaruh terhadap kejadian DRPs pada terapi pasien gangguan jantung di poli rawat jalan Rumah Sakit Panembahan Senopati Bantul. Dengan demikian dapat digunakan dalam melakukan monitoring secara khusus pada pasien dengan risiko tinggi dalam kejadian DRPs.
2.
Bagi Peneliti Hasil penelitian ini dapat memberikan informasi dan menambah wawasan peneliti dalam mengkaji DRPs pada tata laksana terapi pasien gangguan jantung.
3.
Bagi Institusi Pendidikan Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai literatur atau sebagai acuan penelitian pendahuluan untuk melakukan pengembangan penelitian yang serupa pada pasien gangguan jantung. E. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah: 1.
Mengetahui jenis DRPs yang terjadi pada terapi pasien gangguan jantung.
2.
Mengetahui hubungan jenis kelamin, usia, jenis gangguan jantung dan polifarmasi terhadap kejadian DRPs pada terapi pasien gangguan jantung.
7