1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Kontrak atau contracts (dalam bahasa Inggris) dan overeenkomst (dalam bahasa Belanda) dalam pengertian yang lebih luas sering dinamakan juga dengan istilah perjanjian. Kontrak adalah peristiwa di mana dua orang atau lebih saling berjanji untuk melakukan atau tidak melakukan suatu perbuatan tertentu, biasanya secara tertulis. Para pihak yang bersepakat mengenai hal-hal yang diperjanjikan, berkewajiban untuk menaati dan melaksanakannya, sehingga perjanjian tersebut menimbulkan hubungan hukum yang disebut perikatan (verbintenis). Dengan demikian, kontrak dapat menimbulkan hak dan kewajiban bagi para pihak yang membuat kontrak tersebut, karena itu kontrak yang mereka buat adalah sumber hukum formal, asal kontrak tersebut adalah kontrak yang sah.1 Peran sentral hukum kontrak dalam merangkai pola hubungan hukum bisnis para pelaku bisnis semakin disadari pentingnya. Hampir dapat dipastikan bahwa tidak ada satu aktivitas bisnis yang mempertemukan pelaku bisnis dalam pertukaran kepentingan mereka tanpa didasarkan atas kontrak. Jadi, kontrak mempunyai daya jangkau yang sangat luas, dalam arti menjangkau sangat luas hubungan masyarakat, khususnya hubungan para pelaku bisnis. Kontrak juga sebagai jembatan aktivitas bisnis yang menghubungkan hak dan kewajiban dari
1
Abdul R. Saliman, 2005, Hukum Bisnis untuk Perusahaan “Teori dan Contoh Kasus”, Kencana Prenada Media Gruop, Jakarta, hlm. 45.
2
masing-masing pelaku bisnis sebagai upaya menciptakan kepastian hukum dalam mencapai sasaran bisnis. Agus Yudha Hernoko berpendapat bahwa pada dasarnya kontrak berawal dari perbedaan atau ketidaksamaan kepentingan di antara para pihak. Perumusan hubungan kontraktual tersebut pada umumnya senantiasa diawali dengan proses negosiasi antara para pihak. Melalui negosiasi para pihak berupaya menciptakan bentuk-bentuk kesepakatan untuk saling mempertemukan sesuatu yang diinginkan (kepentingan) melalui proses tawar-menawar. Dengan demikian maka dapat disimpulkan, pada umumnya kontrak bisnis justru berawal dari perbedaan kepentingan yang ingin dipertemukan melalui kontrak. Melalui kontrak perbedaan tersebut diakomodasi dan selanjutnya dibingkai dengan perangkat hukum sehingga mengikat para pihak. Dalam kontrak bisnis pertanyaan mengenai sisi kepastian dan keadilan justru akan tercapai apabila perbedaan yang ada di antara para pihak terakomodasi melalui mekanisme hubungan kontraktual yang bekerja secara proporsional.2 Asas kebebasan berkontrak yang merupakan „roh‟ dan „napas‟ sebuah kontrak atau perjanjian, secara implisit memberikan panduan bahwa dalam berkontrak pihak-pihak diasumsikan mempunyai kedudukan yang seimbang.3 Kebebasan berkontrak dalam hal ini dapat diartikan bahwa seseorang bebas untuk mengadakan perjanjian, bebas mengenai apa yang diperjanjikan, dan bebas pula menentukan bentuk kontraknya. Dengan demikian, diharapkan akan muncul kontrak yang adil dan seimbang pula bagi para pihak. Namun demikian dalam 2
Agus Yudha Hernoko, 2009, Hukum Perjanjian: Asas Proporsionalitas dalam Kontrak Komersial, Kencana Prenada Group, Jakarta, hlm. 1. 3 Ibid., hlm. 2.
3
praktik masih banyak ditemukan model kontrak standar (kontrak baku) yang cenderung dianggap berat sebelah, tidak seimbang, tidak adil. Dalam hal ini berhadapan dua kekuatan yang tidak seimbang, antara pihak yang mempunyai bargaining position kuat (baik karena penguasaan modal/dana, teknologi maupun skill) dengan pihak yang lemah bargaining position-nya. Dengan demikian pihak yang lemah bargaining position-nya hanya sekedar menerima segala isi kontrak dengan terpaksa (taken for granted), sebab apabila ia mencoba menawar dengan alternatif lain kemungkinan besar akan menerima konsekuensi kehilangan apa yang dibutuhkan. Jadi, hanya ada dua alternatif pilihan bagi pihak yang lemah bargaining position-nya untuk menerima atau menolak (take it or leave it).4 Ketidakseimbangan dalam berkontrak dapat terlihat dalam klausul-klausul yang terdapat dalam kontrak, terutama kontrak-kontrak konsumen dalam bentuk standar/baku yang di dalamnya memuat klausul-klausul yang isinya (cenderung) berat sebelah. Dalam praktik pemberian kredit dilingkungan perbankan, yang mana terdapat klausul mewajibkan nasabah untuk tunduk terhadap segala petunjuk dan peraturan bank, baik yang sudah ada atau yang akan diatur kemudian, atau klausul yang membebaskan bank dari kerugian nasabah sebagai akibat tindakan bank. Dalam kontrak sewa beli,5 terdapat klausul yang berisi kewajiban pembayaran seluruhnya dan seketika apabila pembeli sewa menunggak pembayaran dua kali berturut-turut. Namun demikian, untuk kontrak-kontrak komersial harus dikaji secara seksama dan hati-hati agar tidak serta merta menyatakan klausul kontrak tersebut tidak seimbang atau berat sebelah. Misalnya, 4
Ibid., hlm. 2. Sri Gambir Melati Hatta, 2000, Beli Sewa sebagai Perjanjian Tak Bernama: Pandangan Masyarakat dan Sikap Mahkamah Agung Indonesia, Alumni, Bandung, hlm. 12-17. 5
4
dalam kontrak waralaba (franchisee) untuk membayar sejumlah dana dalam bentuk tunai untuk kewajiban star-up yang jumlahnya akan ditentukan oleh pemberi waralaba (franchisor).6 Klausul lain, misalnya franchisee hanya diperbolehkan menjalankan usaha di bidang yang telah ditetapkan oleh franchisor dan sama sekali tidak diperbolehkan menjalankan usaha dalam bidang/usaha sejenis dalam bentuk apapun.7 Dengan sekedar membaca teks dari suatu kontrak tanpa pemahaman secara utuh terhadap proses bisnis bidang-bidang terkait, banyak pihak akan dengan mudahnya terjebak menyatakan kontrak tersebut berat sebelah atau tidak seimbang. Sehingga memunculkan problematika mengenai kebebasan berkontrak dan keseimbangan bagi para pihak. Penulis berpendapat bahwa tujuan disusunnya suatu bentuk kontrak komersial bukan untuk mempertajam perbedaan dan memaksakan kehendak, tetapi justru untuk menciptakan kerjasama didasarkan pada kesepakatan dengan mematuhi kaidah-kaidah etika bisnis dan kaidah-kaidah hukum kontrak yang berlaku. Kontrak komersial ini lebih menekankan pada aspek penghargaan terhadap kemitraan dan kelangsungan suatu bisnis, bukan untuk membedabedakan apalagi memaksakan kehendak terhadap pihak lain. Roscoe Found menyatakan bahwa “memenuhi janji” adalah sesuatu yang penting dalam kehidupan sosial. Hukum kontrak yang berkaitan dengan pembentukan dan melaksanakan suatu janji. Suatu janji adalah suatu pernyataan tentang sesuatu kehendak yang akan terjadi atau tidak terjadi pada masa yang
6
Agus Yudha Hernoko, Op.cit., hlm. 3. Johanes Ibrahim & Lindawaty Sewu, 2003, Hukum Bisnis dalam Persepsi Manusia Modern, Refika Aditama, Bandung, hlm. 227. 7
5
akan datang.8 Dalam makna yang lain, dapat dikatakan bahwa janji merupakan pernyataan yang dibuat oleh seseorang kepada orang lain yang menyatakan suatu keadaan tertentu atau yang terjadi, atau yang akan melakukan suatu perbuatan tertentu. Orang terikat pada janjinya sendiri, yakni janji yang diberikan kepada pihak lain dalam perjanjian. Janji itu mengikat dan janji itu menimbulkan utang yang harus dipenuhi. Fenomena-fenomena yang terjadi memerlukan sikap dan pemahaman yang objektif dalam menilai isi kontrak, terutama terkait dengan klausul-klausul kontrak yang dianggap berat sebelah. Sering kali terjadi kesalahan persepsi mengenai eksistensi kontrak yang pada akhirnya menjebak dan menyesatkan penilaian yang objektif. Banyak pihak dengan mudah terjebak untuk menyatakan suatu kontrak itu berat sebelah atau tidak seimbang, hanya karena mendasarkan pada perbedaan status masing-masing pihak yang berkontrak. Pemahaman yang salah tersebut, misalnya dengan sekedar memperhatikan perbedaan latar belakang para pihak yang berkontrak (bank-nasabah, produsen-konsumen), kemudian secara tegas menyatakan kontrak tersebut berat sebelah dengan asumsi terdapat bargaining position yang berbeda. Pandangan tersebut tidak seluruhnya salah, bahkan dalam beberapa hal harus diakui bahwa dalam suatu kontrak serfing terdapat ketidakseimbangan dan ketidakadilan manakala terdapat bargaining position yang berbeda, khususnya apabila terkait dengan kontrak konsumen. Namun demikian, akan lebih fair dan objektif apabila menilai keberadaan suatu kontrak terutama dengan mencermati substansinya, serta kategori kontrak yang 8
Ridwan Khairandy, 2013, Hukum Kontrak Indonesia dalam Perspektif Perbandingan (Bagian Pertama), FH UII Press, Yogyakarta, hlm. 57.
6
bersangkutan apakah kontrak tersebut merupakan kontrak konsumen atau kontrak komersial. Pertukaran kepentingan para pihak senantiasa dituangkan dalam bentuk kontrak mengingat setiap langkah bisnis adalah langkah hukum. Perdebatan mengenai ada atau tidaknya keseimbangan posisi antara para pihak pada dasarnya kurang relevan untuk dikaitkan dengan kontrak komersial. Dimensi kontrak komersial yang lebih menekankan pada aspek penghargaan terhadap kemitraan dan kelangsungan bisnis (efficiency and profit oriented),9 tidak lagi berkutat pada keseimbangan matematis. Dimensi kontrak komersial justru lebih menekankan pada proporsionalitas pertukaran hak dan kewajiban diantara pelaku-pelakunya. Dengan diterimanya prinsip-prinsip universal seperti itikad baik dan transaksi yang adil dan jujur (good faith and fair dealing; reasonableness and equity; redelijkheid en billijkheid; kepatutan dan keadilan) dalam praktik bisnis, membuktikan bahwa yang diutamakan adalah memberikan jaminan bahwa perbedaan kepentingan di antara para pihak telah diatur melalui mekanisme pembagian beban kewajiban secara proporsional, terlepas berapa proporsi hasil akhir yang diterima para pihak. Upaya mencari makna asas proporsionalitas merupakan proses yang tidak mudah, bahkan seringkali tumpang tindih dalam pemahamannya dengan asas keseimbangan. Oleh karena itu, dengan adanya problematika diatas tentunya merupakan tantangan bagi para yuris untuk memberikan jalan keluar terbaik demi terwujudnya kontrak yang saling menguntungkan bagi para pihak (win-win
9
Ibid., hlm. 5.
7
solution contract),10 di satu sisi memberikan kepastian hukum dan di sisi lain memberikan keadilan. Meskipun sangat disadari untuk memadukan kepastian hukum dan keadilan menjadi perbuatan yang mustahil, namun melalui instrument kontrak
yang
mampu
mengakomodasi
perbedaan
kepentingan
secara
proporsional, maka dilema pertentangan antara kepastian hukum dan keadilan tersebut akan dapat dieliminasi. Bahkan akan menjadi suatu keniscayaan terwujudnya kontrak yang saling menguntungkan para pihak (win-win contract). Pengaturan kontrak dalam praktik bisnis adalah untuk menjamin pertukaran kepentingan yang berupa hak dan kewajiban berlangsung secara proporsional bagi para pihak yang membuat kontrak, sehingga dengan demikian terjalin hubungan kontraktual yang adil dan saling menguntungkan. Bukan sebaliknya, merugikan salah satu pihak atau bahkan pada akhirnya justru merugikan para pihak yang berkontrak. Demikian pula dengan kontrak komersial yang
menjadi
fokus
dalam
penelitian
ini,
sekedar
mempersoalkan
ketidakseimbangan kontraktual berdasarkan bunyi klausul kontrak justru bertentangan dengan esensi hubungan kontraktual yang dibangun para pihak. Pada kontrak komersial, tujuan para pihak lebih ditujukan untuk membangun hubungan bisnis yang berlangsung fair. Dengan demikian, untuk menganalisis secara lebih cermat mengenai seluk-beluk hubungan para pihak dalam kontrak komersial diperlukan suatu metode pengujian terhadap eksistensi suatu kontrak sebagai proses yang sistematis dan padu. Keterpaduan asas-asas hukum kontrak, termasuk di dalamnya asas proporsionalitas yang merupakan pisau analisis untuk
10
Ibid., hlm. 5-6.
8
membedah eksistensi kontrak yang dibuat oleh para pihak. Tentunya sekarang bukan waktunya lagi untuk berkutat pada dilema ketidakseimbangan atau ketidakadilan dalam berkontrak, tetapi seyogianya lebih difokuskan pada bagaimana perbedaan kepentingan para pihak dapat diatur sedemikian rupa secara proporsional. Asas
proporsionalitas
merupakan
perwujudan
doktrin
“keadilan
berkontrak” yang mengoreksi dominasi asas kebebasan berkontrak yang dalam beberapa hal justru menimbulkan ketidakadilan. Konrad Zweigert dan Hein Kotz, mengingatkan para sarjana untuk membuang sikap untuk memperlihatkan seolaholah kebebasan berkontrak merupakan prinsip utama dalam pembentukan undangundang kontrak. Tugas utama para sarjana kini bukan lagi mengagungkan kebebasan berkontrak, melainkan mencari kriteria serta prosedur bagi perkembangan doktrin “keadilan kontraktual”. Asas proporsionalitas bermakna sebagai “asas yang melandasi atau mendasari pertukaran hak dan kewajiban para pihak sesuai proporsi atau bagiannya
dalam
seluruh
proses
kontraktual”.
Asas
proporsionalitas
mengandaikan pembagian hak dan kewajiban diwujudkan dalam seluruh proses hubungan kontraktual, baik pada fase pra-kontraktual, pembentukan kontrak maupun pelaksanaan kontrak (pre-contractual, contractual, post contractual). Asas proporsionalitas sangat berorientasi pada konteks hubungan dan kepentingan para pihak (menjaga kelangsungan hubungan agar berlangsung kondusif dan fair). Namun, tidak bisa dihindari juga bahwa ketidakseimbangan kedudukan antara para pihak dalam kontrak kerap kali mewarnai suatu kontrak. Sehingga
9
menimbulkan pertanyaan tersendiri mengenai konsenkuensi hukum terhadap asas proporsionalitas itu sendiri. Hal ini disebabkan adakalanya kedudukan para pihak benar-benar tidak dapat diseimbangkan yang akan memunculkan adanya cacat kehendak yang berupa penyalahgunaan keadaan dari pihak yang memiliki kedudukan lebih kuat terhadap pihak yang lebih lemah kedudukannya, dan mengakibatkan pertukaran hak dan kewajibanpun menjadi tidak dapat berlangsung secara fair, sehingga ada kemungkinan asas proporsionalitas akan dikesampingkan keberadaanya. Dari uraian di atas maka penulis ingin membahas lebih dalam lagi tentang asas proporsionalitas yang dituangkan kedalam sebuah tesis yang berjudul “Implementasi Asas Proporsionalitas dalam Pembentukan dan Pelaksanaan Kontrak Komersial”. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, penulis merumuskan masalah sebagai berikut: 1. Bagaimana implementasi asas proporsionalitas sebagai landasan pertukaran hak dan kewajiban dalam pembentukan dan pelaksanaan kontrak komersial? 2. Bagaimana konsekuensi hukum terhadap asas proporsionalitas dalam kontrak komersial ketika kedudukan para pihak dalam kontrak tidak seimbang? C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Obyektif Penelitian ini secara obyektif bertujuan untuk menganalisis landasan filosofis asas proporsionalitas, dan untuk menganalisis implementasi asas proporsionalitas pada seluruh proses tahapan kontrak, baik pada tahap
10
perundingan (pre-contractual phase), pembentukan kontrak (contractual phase) maupun pelaksanaan kontrak (post contractual phase), serta ketika timbulnya suatu sengketa kontra, dimana posisi para pihak dalam kontrak komersial tidak dapat diseimbangkan. 2. Tujuan Subyektif Penelitian ini secara subyektif dilaksanakan dalam rangka penyusunan tesis sebagai syarat akademis untuk memperoleh gelar Master Hukum (M.H.) pada Program Magister Ilmu Hukum, Klaster Hukum Perdata, Fakultas Hukum Universitas Gadjah mada. D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis Penelitian ini diharapkan memberikan sumbangan pemikiran yang bermanfaat
bagi
pengembangan
ilmu
pengetahuan,
dan
dapat
mengembangkan asas-asas dalam bidang hukum kontrak, khususnya yang terkait dengan asas-asas hukum kontrak yang mewadahi pola hubungan diantara para pelaku bisnis. Dalam penelitian ini membahas tentang asas proporsionalitas yang diharapkan nantinya dapat menjadi salah satu asas pokok yang mendasari hubungan kontraktual. 2. Manfaat Praktis Secara praktis penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi para praktisi, akademisi dan regulator dalam rangka menerapkan asas proporsionalitas menjadi asas yang dapat diterapkan dalam praktik, artinya dimana pelaku bisnis senantiasa dapat mengimplementasikan asas ini
11
dalam kontrak komersial yang akan mereka buat. Sehingga akhirnya akan terwujud suatu kontrak yang secara proporsional mampu memberikan keadilan dan kepastian hukum bagi para pihak yang terlibat dalam kontrak. E. Keaslian Penelitian Berdasarkan penelusuran dan pengamatan yang peneliti lakukan, peneliti belum menemukan tulisan yang secara khusus membahas masalah Asas Proporsionalitas dalam Pembentukan dan Pelaksanaan Kontrak Komersial. Dari sekian banyak hasil penelitian peneliti hanya menemukan beberapa hasil penelitian yang dianggap memiliki substansi yang memiliki kemiripan dengan permasalahan yang dirumuskan peneliti tetapi berbeda dalam pengkajian masalahnya, yakni sebagai berikut : 1. Erma Mutiara,11 2010, tesis dengan judul “Penerapan Asas Proporsionalitas dalam Perjanjian Pembiayaan Konsumen (Studi Kasus Pekara No.580/PdtG/2005/PN.Sby, Jo. No.40/Pdt/2008/PT.Sby)”. Permasalahan yang diangkat dalam tesis ini yaitu: a) Posisi
kasus
dalam
perkara
No.580/Pdt-G/2005/PN.Sby,
Jo.
No.40/Pdt/2008/PT.Sby? b) Analisis Putusan Pengadilan Negeri Surabaya? c) Analisis Putusan Pengadilan Tinggi Jawa Timur? Tesis ini menyatakan perjanjian yang dibuat antara PT. BFI Finance Indonesia Tbk. cabang Surabaya dan konsumen tidak menerapkan ketentuan asas proporsionalitas bahwa perjanjian yang dibuat harus bersifat fair dan berisikan 11
Erma Mutiara, 2010, Tesis: Penerapan Asas Proporsionalitas dalam Perjanjian Pembiayaan Konsumen (Studi Kasus Perkara No.580/Pdt-G/2005/PN.Sby), Universitas Erlangga, Surabaya.
12
tentang keseimbangan, kepatutan dan keadilan dalam suatu bentuk perjanjian yang mengakibatkan perjanjian tersebut oleh pihak konsumen dirugikan dapat diminta untuk dibatalkan, sehingga berdasarkan alasan dirugikan tersebut, terhadap perjanjian dilakukan suatu pembatalan. Sedangkan dalam tesis yang peneliti buat, ketika asas proporsionalitas tidak diterapkan dalam suatu perkara perdata, yang menyebabkan dapat dilakukan suatu pembatalan terhadap perjanjian tersebut, maka di dalam perjanjian tersebut harus terdapat unsur penyalahgunaan keadaan dari salah satu pihak terhadap pihak lainnya. Apabila tidak ada unsur penyalahgunaan keadaan maka terhadap perjanjian tersebut tidak dapat dimintakan pembatalan, karena untuk membatalkan suatu perjanjian tidak cukup hanya dengan konsumen mengatakan telah dirugikan, tapi harus ada unsur lain yang harus dipenuhi. 2. Maya Hasanah,12 2011, tesis dengan judul “ Penerapan Asas Proporsionalitas dalam Kontrak Komersial pada Perjanjian Kemitraan Inti-Plasma”. Permasalahan dalam tesis ini yaitu: a) Bagaimana hubungan hukum serta kedudukan hukum para pihak (pihak inti/perusahaan besar dan pihak plasma/peternak) dalam skema kemitraan Inti-plasma berdasarkan perjanjian yang telah ada? b) Bagaimana perlunya diterapkan asas proporsionalitas pada perjanjian tersebut? c) Bagaimana penerapan asas proporsionalitas pada perjanjian kemitraan Intiplasma pada tahap pra kontrak dan pembentukan kontrak? 12
Maya Hasanah, 2011, Tesis: Penerapan Asas Proporsionalitas dalam Kontrak Komersial pada Perjanjian Kemitraan Inti-Plasma, Universitas Indonesia, Jakarta.
13
d) Kendala-kendala apa yang ada sehubungan dengan diterapkannya asas proporsionalitas dalam pembentukan perjanjian kemitraan Inti-Plasma tersebut? Tesis ini menyatakan bahwa dalam hubungan kemitraan inti-plasma ini para pihak bearada dalam posisi tawar yang tidak seimbang, sehingga pada tahap pra-kontrak asas proporsionalitas tidak terpenuhi, sedangkan pada tahap pembentukan kontrak asas proporsionalitasnya telah terpenuhi. Sedangkan tesis yang peneliti buat menyatakan bahwa ketidak seimbangan posisi tawar antar para pihak bukanlah bagian dari asas proporsionalitas melainkan asas keseimbangan, karena asas proporsionalitas bukan untuk menyeimbangkan posisi tawar, tetapi sebagai landasan pertukaran hak dan kewajiban yang adil bagi para pihak, sehingga tidak mempermasalahkan kedudukan posisi tawar kedua belah pihak. 3. Ani Oktiana,13 2013, skripsi dengan judul “Penerapan Asas Kebebasan Berkontrak dan Asas Proporsionalitas dalam Kontrak antara Pemain dengan Persik Kediri”, dengan permasalahan: Bagaimana Penerapan asas kebebasan berkontrak dan asas proporsionalitas dalam kontrak antara pemain dan Persik Kediri?. Skripsi ini membahas tentang kebebasan para pihak dalam membuat suatu perjanjian dan menentukan isi dari perjanjian tersebut berdasarkan asas kebebasan berkontrak, dan didalam skripsi ini terdapat ketidakseimbangan antara kewajiban pemain dan klub dalam kontrak antara dengan Persik Kediri, sehingga 13
diperlukan
suatu
penerapan
asas
proporsionalitas
untuk
Ani Oktiana, 2013, Skripsi: Penerapan Asas Kebebasan Berkontrak dan Asas Proporsionalitas dalam Kontrak Antara Pemain dengan Persik Kediri, Universitas Erlangga, Surabaya.
14
menyelesaikan masalah tersebut. Sedangkan dalam tesis yang peneliti buat, menyatakan bahwa penerapan asas proporsionalitas dalam suatu masalah harus melihat pada klausul-klausul yang terdapat dalam kontrak, sehingga tidak begitu saja menyatakan bahwa kewajiban antar para pihak tidak seimbang, dan tidak atas dasar pendapat dari pihak ketiga yang menyatakan bahwa kontrak tersebut tidak seimbang, maka harus dilakukan penelitian yang mendalam terhadap kontrak tersebut. 4. Pranoto14 (Dosen Fakultas Hukum UNS), 2013, makalah dengan judul “Urgensi Asas Proporsinalitas dalam Kontrak Kerja Konstruksi sebagai Antisipasi Terjadinya Sengketa”. Rumusan masalah dalam makalah ini adalah: a) Bagaimana asas proporsinalitas dalam kontrak konstruksi? b) Bagaimana ketika terjadi sengketa dalam kontrak konstruksi? c) Bagaimana urgensi penerapan asas proporsionalitas dalam kontrak konstruksi? Makalah ini menyatakan bahwa untuk mencegah terjadinya sengketa dalam kontrak konstruksi harus menggunakan asas proporsionalitas, agar terjadi pertukaran hak dan kewajiban yang seimbang. Sedangkan dalam tesis yang peneliti buat, asas proporsionalitas diimplementasikan dalam kontrak komersial, namun dalam hal ini, asas proporsionalitas dapat dikesampingkan keberadaannya apabila terdapat suatu cacat kehendak yang berupa penyalahgunaan keadaan oleh pihak yang memiliki kedudukan lebih kuat. 14
Pranoto, 2013, Makalah: Urgensi Asas Proporsionalitas dalam Kontrak Kerja Konstruksi sebagai Antisipasi Terjadinya Sengketa, Universitas Sebelas Maret, Solo.