BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Indeks Keamanan Dunia atau dalam bahasa Inggris disebut Global Peace Index (GPI) adalah suatu usaha untuk mengukur kedudukan relatif sesuatu negara atau wilayah khusus berkenaan dengan aspek keamanan yang dialami suatu negara, merupakan suatu produk dari Institut untuk Ekonomi dan Keamanan atau Institute for Econimics and Peace (IEP) yang turut melibatkan perolehan data dari Institut Polisi dan Unit Kepakaran Ekonomi. Dalam penelitian ini terdapat 11 indikator yang digunakan untuk menentukan kedudukan negara berdasarkan tingkat keamanannya. Salah satu indikator yang digunakan adalah tindakan menjaga keamanan dan ketentraman warga. Berdasarkan penelitian yang dilakukan dari tahun 2007-2014, pada 162 negara, Jepang selalu berada pada posisi 10 negara teraman di dunia. Penelitian oleh Global Peace Index dimulai dari tahun 2007, kemudian dilanjutkan pada tahun 2008, 2009, 2010, 2011, 2012, 2013 dan paling terkini pada tahun 2014. Dalam penelitian tersebut dijumpai bahwa Jepang terus mengalami peningkatan dalam kualitas keamanan. Pada tahun 2007 Jepang menempati posisi ke lima, tahun 2008 menempati posisi ke tiga, tahun 2009 menempati posisi ke empat, tahun 2010 menempati posisi ke lima, tahun 2011 menempati posoisi ke lima, tahun 2012 menempati posisi ke tujuh, tahun 2013 menempati posisi ke enam dan terakhir pada tahun 2014 menempati posisi ke delapan untuk urutan negara teraman dari 162 negara.
1 Universitas Sumatera Utara
Indonesia merupakan salah satu negara yang termasuk dalam Global Peace Index. Pada tahun 2007 berada pada posisi ke 78, pada tahun 2008 berada pada posisi ke 64, tahun 2009 berada pada posisi ke 60, tahun 2010 berada pada posisi ke 72, tahun 2011 berada pada posisi ke 62, tahun 2012 berada pada posisi ke 57, tahun 2013 berada pada posisi 54 dan terakhir pada tahun 2014 menempati posisi yang sama yaitu ke 54 untuk urutan negara teraman di dunia (http://en.wikipedia.org/wiki/Global_Peace_Index). Rosidi (1981:131) menyatakan bahwa berdasarkan statistik Interpol yang dilakukan oleh Lembaga Kriminologi Australia di Canberra, kejahatan di Jepang merupakan tingkat kejahatan paling rendah di dunia yaitu 1.139 per seratus ribu orang. Dibandingkan dengan 3.000 di Amerika Serikat dan 4.000 di Inggris. Selama tahun 1960-1965 Kejahatan meningkat 55% di Inggris, 40% di Amerika Serikat, namun di Jepang menurun 2%. Dari hal di atas, kita dapat mengetahui bahwa dikatakan peringkat negara teraman adalah dengan melihat dari bagaimana tingkat kejahatan yang timbul pada suatu negara dalam periode tertentu, dan bagaimana upaya yang dilakukan oleh suatu negara dalam mengusahakan tindakan keamanan dan ketentraman masyarakatnya. Sistem kepolisian sangat mempengaruhi tingat keamanan suatu negara, baik pada negara maju ataupun pada negara berkembang. Sistem kepolisian yang dijalankan dalan tiap negara selalu mengarah pada pemeliharaan keamanan di setiap lapisan masyarakat. Namun dalam hal ini harus diingat bahwa ada perbedaan terhadap jenis masalah yang dihadapi oleh negara maju dan negara berkembang.
2 Universitas Sumatera Utara
Parker dalam Wahyuniarti (2009:1) menyatakan bahwa sistem kepolisian Jepang dikenal sebagai sistem kepolisian terbaik di dunia. Hal ini dibuktikan dengan rendahnya angka kejahatan di Jepang. Bahakan sebagai salah satu negara industri modern di dunia, angka kriminalitas di Jepang merupakan angka kriminalitas terendah dibandingkan dengan negara-negara industri lainnya seperti Amerika Serikat, Prancis, Jerman dan Inggris. Rosidi (1981:132) menyatakan bahwa berdasarkan hasil dari statistik Interpol yang dilakukan oleh Lembaga Kriminologi Australia di Canberra tingginya tingkat keamanan di Jepang merupakan usaha dari ketangkasan dan efisiensi polisi Jepang, kerjasama yang baik di antara penegak hukum serta masyarakat Jepang sebagai masyarakat yang memiliki tingkat kesadaran sosial yang tinggi. Kepolisian Jepang menjadikan kouban sebagai ujung tombak dari community policing. Community policing atau pemolisian masyarakat merupakan kegiatan dari polisi Jepang untuk dapat menjaga keamanan masyarakat dengan memahami keadaan lingkungan dan kedekatan dengan masyarakat di Jepang (Aneka Jepang, 2005:4). Dari hal di atas, dapat diketahui bahwa kedekatan dan kerjasama yang ada di
antara
polisi
dan
masyarakat
dalam
usaha
mencegah
kejahatan,
pengembangkan polisi memasyarakat atau yang lebih dikenal dengan community policing untuk memberikan rasa aman kepada masyarakat, menjadikan masyarakat sebagai polisi di lingkungan masyarakat sendiri atau pencegah masalah ditengah-tengah masyarakat merupakan sistem yang dijalankan oleh kepolisian Jepang.
3 Universitas Sumatera Utara
Dalam bahasa Indonesia kata “pos” memiliki arti tempat penjagaan, tempat kedudukan atau orang yang melakukan tugas, tempat untuk berkumpul, serta
tempat
dari
anggota
sekelompok
(http://kamusbahasaindonesia.org/polisi/mirip#ixzz31iNMSA3G). Sedangkan kata “polisi” dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia memiliki arti badan pemerintah yang bertugas memelihara keamanan dan ketertiban umum (menangkap orang-orang yang melanggar undang-undang), anggota badan pemerintahan (pengawal negara yang bertugas menjaga keamanan). Secara harafiah menyatakan tempat penjagaan dan satuan fungsi yang diisi dengan personil yang cukup untuk melaksanakan tugas pemeliharaan keamanan. Pos polisi yang ada di Indonesia terbagi menjadi dua jenis, yaitu pos polisi tetap dan pos polisi sementara. Kedua pos polisi ini memiliki tugas untuk menertibkan lalu lintas. Perbedaan mendasarnya terletak pada bangunannya. Pos polisi tetap memiliki bangunan sementara pos polisi sementara tidak memiliki bangunan tempat penjagaan. Berbeda dengan di Indonesia, semua kouban di Jepang memiliki bangunan atau pos penjagaan. Kouban menangani masalah lain selain penertiban lalu lintas, seperti adanya jadwal kunjungan ke tempat-tempat sekitar
daerah pengawasan yang menjadi daerah tanggung jawab mereka.
Sementara di Indonesia,
polisi yang bertugas di pos polisi tidak menangani
masalah tersebut melainkan menjadi tugas dari BKPM atau Badan Kemitraan Polisi Masyarakat. Kouban ( 交番 ) dalam kamus Kenji Maatsura mengandung makna gardu polisi atau pos polisi. Kouban terdiri dari dua karakter kanji yaitu kawari atau kou dan ban. Kou ( 交 ) dalam kamus kanji Andrew N. Nelson memiliki arti datang
4 Universitas Sumatera Utara
dan pergi, bergabung atau bercampur. Ban ( 番 ) dalam kamus kanji Andrew N. Nelson memiliki arti penjagaan, menjaga, pengawal, mengawal dan giliran atau mengawasi. Secara harafiah menyatakan penjagaan yang dilakukan secara bergantian (datang dan pergi). Perbedaannya pada chuzaisho ( 駐在所 ) terletak pada daerah letak kedua pos polisi tersebut. Kouban berada pada daerah perkotaan sedangkan chuzaisho pada daerah pedesaan. Kouban merupakan unit dari Police Station yang dijadikan titik utama dalam melayani masyarakat dalam menjaga keamanan di lingkungan masyarakat. Dengan gambaran latar belakang masalah seperti yang telah diuraikan di atas, maka pada
penelitian ini penulis mengangkat judul “Analisis
Perbandingan Pos Polisi di Indonesia dengan Kouban ( 交番 ) di Jepang”
1.2 Perumusan Masalah Soebroto dalam Sitompul dan Syahperenong (1985:1), Fungsi mempunyai bebagai arti dan dapat berarti tugas, tempat sesuatu dalam keseluruhan, pengaruh, pekerjaan atau timbal balik. Suyono (2013:4), Fungsi merupakan suatu kegiatan atau aktifitas yang berkaitan dengan tugas pokok yang wajib dilaksanakan. Tugas pokok yang dilaksanakan tersebut untuk mencapai tujuan (goal) dari organisasi yang dimaksud. Fungsi kepolisian tentunya berkaitan dengan tugas dan wewenang lembaga kepolisian yang dilaksanakan untuk menciptakan kondisi aman, tentram dan tertib dalam masyarakat. Berangkat dari hasil penelitian yang diakukan oleh
Global Peace Index
mengenai rendahnya angka kriminalitas atau tingginya tingkat keamanan pada
5 Universitas Sumatera Utara
negara Jepang yang dapat dikatakan merupakan hasil usaha dari fungsi dan sistem polisi Jepang dengan mangadakan community policing dan menjadikan kouban sebagai garda terdepan dalam menangani masalah keamanan pada masyarakat Jepang yang akan dibandingkan dengan pos polisi di Indonesia, maka masalah yang akan diangkat adalah : 1. Bagaimana perbedaan dan persamaan secara fisik antara pos polisi di Indonesia dengan kouban di Jepang. 2. Bagaimana perbandingan fungsi antara pos polisi dengan kouban pada masyarakat Indonesia dan Jepang. 3. Bagaimana perbandingan hubungan interaksi yang terjadi antara pos polisi dengan masyarakat Indonesia dan interaksi yang terjadi antara kouban dengan masyarakat Jepang.
1.3 Ruang Lingkup Pembahasan Ruang lingkup pembahasan dikhususkan pada pos polisi dan kouban, mencakup bentuk fisik kantor pos polisi dan kouban, petugas polisi yang bertugas dalam pos polisi dan kouban, serta hubungan interaksi yang terjadi antara pos polisi dan kouban dengan masyarakat. Pos polisi yang akan dibahas di Indonesia adalah pos polisi tetap. Namun dalam penyempurnaan keterangan informasi dalam skripsi, akan sedikit dijelaskan mengenai pos polisi sementara, karena memiliki persamaan dalam penanganan lalu lintas dan BKPM. Di Indonesia pelayanan masyarakat seperti kunjungan ke rumah warga dan sebagainya merupakan bagian dari tugas BKPM yang merupakan Polisi Masyarakat.
6 Universitas Sumatera Utara
Sementara di Jepang, kunjungan ke rumah warga yang seperti itu merupakan salah satu tugas dari polisi kouban.
1.4 Tinjauan Pustaka Dan Kerangka Teori 1.4.1 Tinjauan Pustaka Kunarto
dalam
Baihaki
(1997:51)
(dikutip
dari
http://fisip.unla.ac.id/?p=391 ), menytakan bahwa sejarah kepolisian tumbuh dan berkembang bersama dengan tumbuh dan berkembangnya peradaban manusia. Setiap peradaban manusia yang memulai dan merasakan perlunya keamanan, ketentraman dan ketertiban dalam mempertahankan kehidupannya, pada saat itulah sebenarnya fungsi polisi itu ada, tumbuh dan berkembang. Fungsi polisi itu tumbuh dan berkembang semakin jelas ketika ancaman terhadap suatu kelompok semakin nyata. Ancaman itu tidak hanya berupa bahaya yang datang dari luar kelompok itu, tetapi juga berupa ancaman yang ada di dalam kelompok itu sendiri maupun ancaman dari luar kelompoknya. Kehidupan akan senantiasa melahirkan pergulatan hebat, dimana manusia yang kuat pada kelompoknya selalu bertindak sebagai pimpinan untuk melawan musuh dan melindungi kelompok lainnya. Tindakan manusia itu merupakan wujud dari fungsi polisi yang paling sederhana (http://fisip.unla.ac.id/?p=391). Rohman
(2012:6)
dalam
(http://tes.usahalink.com/kat62-Polisi-atau-
petugas-Kepolisian-mempunyai-fungsi-dalam-struktur-kehidupanmasyarakatsebagai-pengayom-masyarakat,-penegak-hukum.html)
menyatakan
bahwa
kegiatan polisi berkenaan dengan masalah-masalah sosial dalam suatu masyarakat.
7 Universitas Sumatera Utara
Suatu gejala yang ada dalam kehidupan sosial yang dirasakan sebagai beban atau gangguan yang merugikan anggota masyarakat. Saat ini dilingkungan polisi Indonesia sudah mulai tumbuh paradigma pelayanan publik, dari pelayanan yang sifatnya sentralistik ke pelayanan yang lebih memberikan fokus pada pengelolaan yang berorientasi kepuasan pelanggan (customer-driven) dan prinsip kemudahan (accessible), desentralisasi urusan dan kewenangan serta melibatkan partisipasi masyarakat secara langsung sebagai pengawas program tersebut. Dalam tataran manajerial organisasi polisi diharapkan mampu mengubah citra “minta dilayani’’ itu menjadi “memberi pelayanan’’. Komitmen “Polisi Masyarakat” harusnya menempatkan masyarakat sebagai stake holder dalam memecahkan permasalahan (http://fisip.unla.ac.id/?p=391). Hal ini berbeda dengan negara Jepang yang dari dahulu antara kouban dan masyarakat sudah terjalin hubungan yang baik. Kouban yang diartikan dalam bahasa Indonesia sebagai pos polisi Jepang. Kouban adalah ciri khas kepolisian Jepang yang membuat Jepang dekat dengan masyarakat yang dilayaninya. Friedmann dalam Wahyuniarti (2009:5) menjelaskan bahwa kouban juga dapat diartikan sebagai filosofi pemolisian masyarakat Jepang dan kepolisian merupakan bagian dari masyarakat serta antara kepolisian dan masyarakat saling membantu dan membutuhkan. Dari hal di atas dapat dilihat bahwa dalam kepolisian Jepang sudah terdapat hubungan interaksi antara pihak kepolisian dengan masyarakat yang ditandai dengan kepercayaan terhadap kepolisian Jepang, sedangkan di Indonesia pemolisian masyarakat masih baru dijalankan dalam sistem kepolisian.
8 Universitas Sumatera Utara
1.4.2 Kerangka Teori Kerlinger dalam Black dan Champion (1992:48), Teori adalah sekumpulan konsep, defenisi dan dalil yang saling terkait yang menghadirkan suatu pandangan yang sistematis tentang fenomena dengan menetapkan hubungan di antara beberapa variable dengan maksud menjelaskan dan meramalkan fenomena. Black dan Champion (1992:49), Teori adalah sekumpulan dalil
yang
berkaitan secara sistemais yang menetapkan kaitan sebab-akibat di antara variable-variabel. Abdulsyani dan Aryani dalam Pasaribu (2011:14), Teori komperatif adalah cara membandingkan masyarakat yang satu dengan yang lain untuk mengetahui persamaan dan perbedaan, disamping mengetahui mengenai sebab-akibat terjadinya kondisi masyarakat. Soekanto (1985:47) menyatakan bahwa studi komparatif terhadap masyarakat dianggap mempunyai peranan yang sangat penting karena perkembangan simultan dari antropologi, sosiologi, ilmu politik, sejarah dan timbulnya negara-negara baru yang mengadakan perubahan-perubahan ekonomi dan sosial. Ratnah dalam Pasaribu (2011:14), Pendekatan mitopik adalah pendekatan yang paling pluralis, yaitu memasukkan hampir semua unsur kebudayaan mecakup sejarah, sosiologi, antropologi, psikologi, agama, filsafat dan kesenian. Tujuannya
adalah
untuk
mengetahui
aspek-aspek
kebudayaan
yang
melatarbelakangi suatu hal yang muncul di masyarakat. Dalam penelitian ini akan dibandingkan antara pos polisi dan kouban, baik dari bangunannya secara fisik, objek dan luas daerah tugas, fungsi dan hubungan
9 Universitas Sumatera Utara
interaksi yang terjadi antara polisi den masyarakat di masing-masing negara. Semua itu akan ditinjau dari unsur budaya, sejarah, sosiolologi dan antropologi dalam masyarakat Indonesia dan Jepang. Karena itu penulis menggunakan pendekatan studi komperatif dan mitopik.
1.5 Tujuan Dan Manfaat Penelitian 1.5.1 Tujuan Penelitian Berdasarkan masalah yang telah dikemukakan di atas, maka tujuan dari penelitian ini adalah : 1. Mengetahui perbedaan dan persamaan secara fisik antara pos polisi di Indonesia dengan kouban di Jepang 2. Mengetahui perbandingan fungsi pos polisi dengan kouban pada masyarakat Indonesia dan Jepang. 3. Mengetahui hubungan interaksi yang terjadi antara pos polisi dengan masyarakat Indonesia dan interaksi yang terjadi antara kouban dengan masyarakat Jepang.
1.5.2 Manfaat Penelitian Manfaat dari penelitian ini adalah : 1. Memberikan tambahan wawasan bagi penulis dan pembaca mengenai pengertian, sejarah, fungsi dan perbandingan serta hubungan interaksi yang terjadi pada masyarakat Indonesia terhadap pos polisi dan masyarakat Jepang terhadap kouban.
10 Universitas Sumatera Utara
2. Sebagai bahan referensi bagi peneliti lain dalam pengembangan penelitian, khususnya pada
konsentrasi studi Pranata Masyarakat Jepang di
Departeman Sasatra Jepang USU.
1.6 Metode Penelitian Chadwick dkk. (1991:12), Metode penelitian adalah pengamatan yang sistematik terhadap alam dan diikuti oleh laporan kepada orang lain atas penemuannya. Dengan demikian apa yang termasuk kedalam penelitian ilmiah adalah penerapan teknik cerna bersama-sama dengan imajinasi. Black dan Champion (1992:68) menyatakan bahwa studi deskriptif menyajikan kepada peneliti sejumlah besar informasi mengenai berbagai keadaan sosial, menggambarkan ciri-ciri tertentu dari suatu populasi yang memungkinkan peneliti untuk menyusun rancangan penelitian, lebih spesifik
dalam arti
mengarahkan perhatiaannya pada beberapa aspek dari sasaran penelitian dan dapat mengungkap keterkaitan yang mungkin di antara beberapa variabel. Filstead dalam Chadwick dkk (1991:234) menyatakan bahwa metodologi kualitatif mengacu pada strategi penelitian, seperti observasi partisipan, wawancara mendalam, parisipasi total kedalam aktifitas mereka yang diselidiki, kerja lapangan dan sebagainya, yang memungkinkan peneliti memperoleh informasi tangan pertama mengenai masalah sosial empiris yang hendak dipecahkan. Metodologi kualitatif memungkinkan peneliti mendekati data sehinggah mampu mengembangkan komponen-komponen keterangan yang analitis, yang dikonsepkan sebelumnya dan tersusun.
11 Universitas Sumatera Utara
Metode yang digunakan penulis dalam penelitian ini adalah metode deskriptif-kualitatif.
Penelitian
deskriptif
dimana
peneliti
berusaha
menggambarkan suatu gejala, peristiwa, kejadian yang terjadi saat sekarang. Kualiatif, karena bertujuan untuk memahami realita sosial terkait interaksi yang terjadi di masyarakat. Sugiarto dalam Martono (2010:6), Data merupakan sekumpulan informasi atau angka hasil pencatatan atas suatu kejadian. Dalam
melakukan
penelitian
ini,
penulis
menggunakan
teknik
pengumpulan data dengan metode kepustakaan (library research), yaitu penulis mengumpulkan data atau informasi bersumber dari buku-buku ilmiah, laporan penelitian, majalah, karangan ilmiah, ensiklopedia dan sumber- sumber tertulis lain baik cetak ataupun elektronik. Serta penulis melakukan penelitian secara langsung pada beberapa pos polisi yang ada di Indonesia, yaitu di dearah kota Medan.
12 Universitas Sumatera Utara