BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang masalah Membuat sebuah program tv yang populer dan menyedot banyak perhatian
penonton tidaklah mudah. Pada setiap program yang dibuat, pasti selalu ada tim pendukung yang telah mencurahkan segenap daya kreativitasnya untuk membuat konsep tayangan yang menarik dan membuat orang betah untuk mengikutinya. Dibutuhkan kerja keras dalam “menggodok” ide dalam membuat sebuah program. Dibutuhkan kerjasama yang kompleks pada tim produksi dalam mengerjakan sebuah program demi tercapainya rating dan share yang tinggi. Karena tidak dapat dipungkiri bahwa hidup mati sebuah program terkadang sangat tergantung pada perolehan rating dan sharenya. Program dengan rating dan share yang tinggi tentunya akan mendatangkan profit yang baik bagi perusahaan. Program reality show salah satunya, sempat merajai pertelevisian tanah air. Karena pada praktiknya program reality show selalu dapat menjadi tulang punggung bagi stasiun tv tersebut. Program reality show hampir selalu dapat menyedot banyaknya perhatian pemirsa tv. Di pertelevisian nasional reality show sempat merajai pertelevisian saat kemunculan program Akademi Fantasi Indosiar (AFI). Kemudian disusul dengan reality show di satsiun tv lainnya seperti Kontes Dangdut
1
2
TPI, Indonesian Idol RCTI, Penghuni Terakhir ANTV, Termehek-mehek TRANSTV, Take Me/Him/Celebrity Out INDOSIAR. Reality Show sendiri merupakan suatu acara yang menampilkan realitas kehidupan seseorang yang bukan selebriti (orang awam), lalu disiarkan melalui jaringan TV sehingga bisa dilihat masyarakat. Reality show tidak sekedar mengekspose kehidupan seseorang, tetapi juga menjadi ajang kompetisi, bahkan menjahili orang (Widyaningrum dan Christiatusti, Agustus, 2004) Take Me Out Indonesia adalah sebuah acara reality show yang ditayangkan oleh Indosiar sejak tanggal 19 Juni 2009 sampai 28 Desember 2010. Take Me Out Indonesia merupakan acara yang bertemakan pencarian pasangan dan langsung mendapat perhatian penonton tv di Indonesia. Acara yang ditayangkan di Indosiar ini merupakan lisensi dari FremantleMedia dan acara perjodohan atau dating show dengan kombinasi format show dan reality show pertama di Asia. Pada tanggal 26 Maret 2010, Take Me Out Indonesia dinobatkan menjadi acara reality show terfavorit pada malam penganugerahan Panasonic Gobel Awards 2010. Maraknya program reality show di berbagai stasiun tv tidak lepas dari respon yang baik dari pemirsa. Di tahun 2009 Take Me Out Indonesia sempat menduduki peringkat rating tertinggi program reality show. Menurut survey yang diadakan oleh AGB Nielsen pada September 2009 terhadap penonton tv usia 5 tahun keatas di 10 kota di Indonesia. Take me out indonesia menduduki peringkat teratas dengan rating 7,9 % dan diikuti dengan termehek-mehek dengan rating 5,9% dan peringkat tiga
3
adalah para pencari tuhan dengan rating 5,2%. Bahkan Take Me Out sempat menembus share 41,6 di bulan juli 2009. Berangkat dari kesusksesan program tersebut ditahun 2009-2010, kini Indosiar mencoba menghadirkan kembali program Take Me Out Indonesia ke hadapan pemirsanya. Mengusung konsep yang tidak jauh berbeda dengan konsep penayangan yang sebelumnya, Take Me Out Indonesia mencoba mengulang kesuksesannya di season pertamanya pada tahun 2009. Berikut peta persaingan program Take Me Out dengan program lain :
POLA KOMPETISI “TAKE ME OUT INDONESIA I1I” Based on BCD 5+, All Cities TMO III(Fri, 07 Dec 2012)
TMO III(Fri, 26 April 2 013 )
Tabel 1.1 Pola Kompetisi Program Take Me Out Sumber : Produksi Indosiar
4
Perubahan pada season barunya di tahun 2012-2013 ini antara lain pada durasi penayangnnya yang semula berdurasi tiga jam on air menjadi dua jam on air. Perubahan juga terjadi pada jumlah kontestan pria yang semula 7 orang pria lajang menjadi 4 orang. Sementara dari peserta wanita tidak mengalami perubahan, yaitu sebanyak 30 wanita lajang yang akan mengisi podium mereka masing – masing di main stage. Dari 2 jam penayangannya yang seminggu dua kali, program Take Me Out indonesia tidak hanya menghibur pemirsanya saja. Jika kita perhatikan dengan seksama, terdapat nilai-nilai materialisme yang tergambarkan pada program tersebut. Televisi adalah salah satu bentuk media massa yang mempunyai pengaruh sangat besar dalam membentuk konstruksi realitas. Hampir sebagian besar waktu luang manusia dihabiskan di depan pesawat televisi. Sehingga dapat dikatakan bahwa televisi adalah salah satu bentuk dari budaya popular manusia. Bila dibandingkan dengan media-media lain, televisi bersifat istimewa karena kesediaannya yang lengkap. Dan ada sesuatu yang juga lebih spesial perihal program televisi ini, yang secara langsung terkait dengan representasi suatu kelompok sosial (Burton, 2000). Setiap representasi yang dihadirkan lewat program-program televisi, merupakan bagian kompleks dari representasi lainnya. Proses melihat gambar televisi yang tersusun atas representasi-representasi adalah proses yang kompleks. Melihat bukan sekadar aktifitas visual. Tindakan melihat hanya merupakan bagian dari
5
persepsi, yang dalam prosesnya harus memahami apa yang dilihat. Ada persoalan pengalaman budaya yang dihubungkan dengan penglihatan atau pencerapan ini. Menurut Burton (2000), melihat citra/gambar dalam televisi terbagi menjadi dua yaitu melihat sebagai sudut pandang kritis dan melihat sebagai posisioning spasial atau temporal. Melihat dengan sudut pandang kritis adalah menggunakan frasa berdasarkan posisi pemirsa namun terutama berdasarkan konotasi kritisnya. Menurut Croteau dan Hoynes, representasi bukanlah realitas yang sesungguhnya (real world) melainkan representasi media mengenai dunia sosial (social world). Seperti yang tampak pada pemunculan para peserta pria. Yang tampak pada tayangan tersebut adalah unsur materialisme cenderung dikedepankan dengan penonjolan sisi kepemilikan materi, kesuksesan dan kekuasaan seseorang. Begitu pula dengan penayangan VT Profile peserta pria, dimana sisi kepemilikan materi seringkali ditonjolkan pada tayangan tersebut. Tidak hanya itu, hal ini dipertegas pula dengan komentar-komentar para peserta wanita dan host dalam menyampaikan pendapat mereka yang cenderung menggambarkan bahwa kesuksesan kehidupan seseorang dinilai dari jumlah materi yang dimiliki dan luasnya kekuasaan yang dimiliki seseorang. Masyarakat kita sudah dijejali dengan persepsi bahwa masa depan yang baik, makmur, dan sejahtera hanya dapat digapai melalui kemampuan seseorang yang memadai. Jarang yang sadar bahwa ada kekuatan struktur dan suprastruktur yang telah menjadikannya tak dapat menggapai kesuksesan hidup. Struktur itu adalah
6
kekuasaan dalam segala bentuknya yang masuk dalam ranah sosial dan cenderung hegemonik, yakni pemerintahan, ideologi, sistem keyakinan, politik, bahkan pendidikan. Seperti yang dikutip oleh Larry A Samovar dalam bukunya yang berjudul Communication between Cultures, menyatakan bahwa “Kepemilikan material telah menjadi bagian
integral dalam kehidupan masyarakat Amerika”. Seperti yang
ditunjukan Stewart dan Bennet, “Amerika menggangap bahwa cukup secara material dan nyaman secara fisik merupakan hak setiap orang” (Stewart dan Bennet 1992:119). Althen menwarkan pandangan sama ketika menuliskan bahwa amerika bahwa
sifat
materialistik
adalah
“alami
dan
pantas”.
(Althen
2003:15).
Bagaimanapun, pemrolehan materi seperti rumah besar, beragam pakaian dalam setiap kesempatan, transportasi pribadi yang nyaman, dan banyak pilihan makanan, dianggap sebagai upah dari kerja keras.1 Masyarakat sekarang adalah masyarakat yang mengejar status, bahkan segala cara dan kemungkinan mereka lakukan demi status, bahkan ketika status tersebut hanya sebatas asumsi, anggapan, keyakinan, dan persepsi belaka. Dalam besutan cultural materialism tersebut maka status ditandai dengan kepemilikan materi (Harris, 1927-2001). Soal nilai pun dinafikan, hingga ketika bicara soal nilai maka yang dikejar pun bukan nilai substansial melainkan nilai instrumental, yaitu yang
1
Larry A Samovar, Richard E.Porter, Edwin R.McDaniel. Komunikasi Lintas Budaya Communication between cultures. Salemba Humanika. Jakarta: 2010. Hal 233
7
sekadar instrumen, yakni semua yang berbau materi. Maka orang yang tak bermateri adalah orang yang tak berpunya, tak sejahtera, dan tak sukses. Kesejahteraan pun dimaknai tak sekadar mempunyai kebahagiaan batin tapi juga materi, bahkan ada yang mengatakan bahwa kebahagiaan materi menunjang kebahagiaan batin. Tindakan tersebut mendorong perilaku lainnya yaitu perilaku konsumtif pada masyarakat. Berikut adalah data statistik konsumsi masyarakat Indonesia. Persentase Pengeluaran Rata-rata per Kapita Sebulan Menurut Kelompok Barang: 2011 Kelompok Barang
2010
September
Maret Makanan: ‐ Padi‐padian
Maret
September
8.89
7.48
8.37
9.14
7.9
‐ Umbi‐umbian
0.49
0.51
0.48
0.44
0.42
‐ Ikan
4.34
4.27
4.12
4.20
4.08
‐ Daging
2.10
1.85
2.19
2.06
2.26
‐ Telur dan susu
3.20
2.88
2.86
3.00
2.74
‐ Sayur‐sayuran
3.84
4.31
3.72
3.78
3.62
‐ Kacang‐kacangan
1.49
1.26
1.31
1.33
1.32
‐ Buah‐buahan
2.49
2.15
2.06
2.44
2.28
‐ Minyak dan lemak
1.92
1.91
1.79
1.95
1.79
‐ Bahan minuman
2.26
1.80
1.93
1.73
1.68
‐ Bumbu‐bumbuan
1.09
1.06
1.02
1.02
0.96
‐ Konsumsi lainnya
1.29
1.07
1.07
1.1
1.01
12.79*)
13.73*)
11.83*)
12.72*)
11.65*)
‐
‐
‐
‐
‐
5.25
5.16
5.73
6.16
6
51.43
49.45
48.46
52.08
47.71
‐ Makanan jadi ‐ Minuman beralkohol ‐ Tembakau dan sirih Jumlah makanan
2012
8
Bukan makanan: ‐ Perumahan dan fasilitas rumahtangga
20.36
19.91
18.92
21.05
19.86
‐ Barang dan jasa
16.78
17.92
17.97
17.84
18.1
3.38
2.02
6.96
1.74
5.95
‐ Pakaian, alas kaki dan tutup kepala ‐ Barang‐barang tahan lama
5.14
7.52
4.76
5.15
5.27
‐ Pajak dan asuransi
1.57
1.64
1.51
1.48
1.73
‐ Keperluan pesta dan upacara
1.32
1.53
1.43
1.65
1.39
48.57
50.55
51.54
48.92
52.29
Jumlah bukan makanan
Tabel 1.2 Data Konsumsi Masyarakat Indonesia Sumber : Survei Sosial Ekonomi Nasional , Modul Konsumsi 2010 mencakup panel 68.800 rumah tangga). Tahun 2011-2012 merupakan data Susenas Triwulan I dan Triwulan III (Maret dan September) dengan sampel 75.000 rumah tangga.
Berdasarkan deskripsi diatas, penulis tertarik untuk meneliti tentang representasi materialisme pada program Take Me Out Indonesia dengan analisis semiotik Roland Barthes. Dimana tugas pokok semiotika adalah mengidentifikasi, mendokumentasikan, dan mengklasifikasi jenis-jenis utama tanda dan cara penggunaannya dalam aktivitas yang bersifat representatif. Karena jenis-jenis tanda berbeda di tiap budaya, tanda menciptakan pelbagai pencontoh mental yang pasti akan membentuk pandangan yang akan dimiliki orang terhadap dunia.
9
1.2
Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang diatas, maka rumusan masalah dari penelitian ini
adalah “Bagaimana representasi materialisme pada program Take Me Out Indonesia?” 1.3
Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah diatas, tujuan dari penelitian ini adalah untuk
mengetahui representasi materialisme pada program Take Me Out Indoesia. 1.4.
Manfaat Penelitian Manfaat penelitian ini dikelompokkan dalam manfaat penelitian akademis dan
manfaat penelitian praktis, yaitu: 1.4.1
Manfaat Akademis
Dengan adanya penelitian ini, diharapkan menjadi masukan dalam bidang keilmuan penyiaran/broadcast terhadap bagaimana representasi materialisme pada sebuah program. 1.4.2
Manfaat praktis
Secara praktis penelitian ini diharapkan memberikan masukan bagi stasiun televisi dan tim produksi sehingga dapat membuat program yang berkualitas dan dapat mempertahankan eksistensinya. Sedangkan bagi khalayak umum, hasil analisis ini diharapkan bermanfaat bagi pembaca agar lebih kritis dalam memaknai pesan yang disampaikan media.