BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Good governance (tata kelola pemerintahan yang baik) merupakan sebuah kesepakatan global yang telah lama disuarakan ke seluruh negara di dunia. Seolah menjadi satu keniscayaan bahwa konsep ini dianggap paling ideal dari suatu bentuk tata kelola pemerintahan untuk menuju pada kesejahteraan. Dalam konsepnya, perwujudan good governance mengandung sinergitas peran 3 (tiga) aktor utama yaitu pemerintah, swasta dan masyarakat. Penyelenggaraan pelayanan publik menjadi tanggung jawab pemerintah dan juga korporasi selaku pihak swasta, sedangkan masyarakat menjadi pihak yang mempunyai hak untuk mendapatkan pelayanan yang baik. Di Indonesia, hal tersebut tertuang dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik yang mengamanatkan penyelenggara pelayanan publik harus mampu membangun kepercayaan masyarakat melalui penyelenggaraan pelayanan publik yang baik, seiring dengan harapan dan tuntutan seluruh warga negara dan penduduk. Sebagai pihak yang berhak atas pelayanan publik, masyarakat tidak serta merta hanya dapat bersikap pasif dalam pembangunan. Peran serta lingkungan yaitu partisipasi masyarakat tetap diperlukan untuk menciptakan keselarasan. Sinambela (2010) mengemukakan bahwa partisipasi publik dalam proses pemerintahan dan pembangunan perlu ditegaskan sebagai upaya yang paling efektif dalam konteks good governance, karena di dalamnya ada pelibatan seluruh stakeholders, pemberian legitimasi, transparansi, nilai keadilan dan akuntabilitas. Ini artinya, partisipasi masyarakat menjadi faktor penting bagi fungsi pemerintahan. Partisipasi masyarakat bisa diwujudkan dalam berbagai bentuk termasuk diantaranya pengawasan terhadap 1
2
pelayanan publik. Masyarakat berhak mengetahui pelayanan publik mulai dari jenis, proses dan kualitas layanan, sebab sebagai pengakses layanan, merekalah yang akan langsung merasakan dampak layanan tersebut. Dan untuk menumbuhkan partisipasi ini, dibutuhkan suatu pola komunikasi yang baik dan efektif antara pemerintah dan masyarakat. Kelancaran dalam komunikasi menjadi salah satu faktor pendukung terwujudnya pelayanan publik yang baik. Dalam sistem politik demokratis, komunikasi politik dianggap sebagai “life blood” karena meliputi interaksi di antara pemimpin (pemerintah) dan masyarakat (Winarno, 2007). Pada perkembangannya, kebutuhan kekinian komunikasi publik lebih cenderung pada jenis komunikasi interaktif, dimana ada hubungan timbal balik antar kedua pihak. Dan bila dikaitkan dengan partisipasi masyarakat dalam menilai kualitas pelayanan publik, maka format media komunikasi interaktif yang tepat adalah berupa sarana layanan pengaduan masyarakat. Hasil penelitian PATTIRO (Pusat Telaah dan Informasi Regional) dalam Cendikia, dkk (2007) menunjukkan, rendahnya respon instansi penyelenggara pelayanan terhadap keluhan atau pengaduan dari masyarakat mengakibatkan munculnya sikap skeptis dari masyarakat. Masyarakat jera untuk mengadukan keluhannya sehingga angka pengaduan di beberapa instansi pelayanan publik relatif rendah. Rendahnya angka pengaduan ini sebenarnya tidak menggambarkan kepuasan masyarakat atas pelayanan publik, sebaliknya justru karena masyarakat merasa tidak yakin dengan hasil yang akan diperoleh dengan melakukan pengaduan. Selain itu, warga masyarakat dari kalangan yang tidak mampu dan kurang berpendidikan juga tidak tahu cara mengadukan keluhannya. Padahal pelayanan publik yang berkualitas mensyaratkan keseimbangan posisi tawar antara instansi penyelenggara pelayanan publik dengan masyarakat penerima pelayanan, yang dapat dicapai salah satunya dengan menerapkan
3
konsep customer complaint system (sistem penanganan pengaduan). Sebagaimana dikemukakan Ratminto dan Winarsih (2005), pelayanan publik yang berkualitas mensyaratkan keseimbangan posisi tawar antara instansi penyedia pelayanan publik dengan masyarakat penerima pelayanan. Idenya adalah melalui sistem tersebut akan tercipta penanganan keluhan yang efektif dan responsif, sehingga masyarakat (pelanggan) tidak merasa segan untuk menyampaikan keluhannya atau pengaduannya karena tahu pasti bahwa pengaduan itu pasti akan ditindaklanjuti. Sebab pengaduan atau keluhan ini merupakan salah satu wujud partisipasi masyarakat. Layanan pengaduan merupakan salah satu bentuk pelayanan publik yang memberikan kesempatan kepada masyarakat untuk menyampaikan keluhan (complaint) atau pengaduan mana kala pelayanan yang diterimanya tidak sesuai dengan harapan atau tidak sesuai dengan apa yang dijanjikan oleh penyedia layanan. Menurut UndangUndang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik pasal 18 ayat (c), melalui layanan pengaduan tersebut, masyarakat berhak mendapatkan tanggapan atas pengaduannya. Demikian pula pada Pasal 36 dan 37 yang mengamanatkan bahwa penyelenggara wajib memberikan akses seluas-luasnya kepada masyarakat untuk memberikan masukan kepada penyelenggara atas pemberian layanannya. Oleh karena itulah, pengelolaan pengaduan harus dikelola dengan baik yaitu antara lain dengan menyediakan sarana pengaduan, menugaskan pelaksana yang berkompeten, menangani pengaduan dan menindaklanjuti pengaduan. Penggunaan sarana layanan pengaduan yang diselenggarakan pemerintah juga telah diatur melalui Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 24 tahun 2014 tentang Pedoman Penyelenggaraan Pengelolaan Pengaduan Pelayanan Publik Secara Nasional. Implikasi dari munculnya peraturan tersebut adalah dibentuknya sentra-sentra layanan pengaduan masyarakat di tiap-tiap
4
instansi atau lembaga pemerintah. Baik diwujudkan dalam bentuk kotak saran, gerai layanan pengaduan, SMS center, hotline atau call center, hingga layanan pengaduan berbasis web dan media sosial. Namun realitanya, meskipun media yang tersedia cukup beragam, pemerintah cenderung masih kurang serius dalam memberikan tanggapan dan penanganan pengaduan masyarakat, sehingga menimbulkan keraguan dan rendahnya kepercayaan masyarakat terhadap efektivitas keberadaan media tersebut. Di Jawa Tengah, aspek komunikasi dan partisipasi masyarakat ini menjadi bagian dari manifestasi good governance yang dicerminkan dalam gerak langkah pembangunan untuk mewujudkan visi “Menuju Jawa Tengah yang Sejahtera dan Berdikari”. Itulah visi Ganjar Pranowo yang resmi dilantik sebagai Gubernur Jawa Tengah periode 2013 – 2018 pada tanggal 23 Agustus 2013. Berpasangan dengan Heru Sujatmoko mengusung tagline ‘Mboten Korupsi, Mboten Ngapusi’ saat berkampanye, beliau berhasil memenangi Pilgub Jawa Tengah tahun 2013 yang lalu. Terlepas dari adanya target-target politik yang dimiliki oleh seorang kepala daerah, Gubernur Ganjar Pranowo menunjukkan concern yang kuat terhadap aspek komunikasi yang ada di Jawa Tengah. Beliau ingin membangun komunikasi yang lebih intens dengan masyarakat Jawa Tengah. Selain sesuai dengan amanat Undang-undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik, gagasan ini muncul karena melihat masih kurangnya pola komunikasi yang terbuka antara pemerintah dan masyarakat dalam hal pembangunan. Pemerintah terindikasi masih menerapkan polapola lama, terlihat dari banyaknya program-program yang dirasa kurang tepat dan bermanfaat, karena tidak berakar pada kebutuhan publik. Perhatian Pemerintah Provinsi Jawa Tengah terhadap informasi publik ini sebenarnya juga sudah cukup terlihat, dengan adanya beberapa media komunikasi yang berada di bawah pengelolaan Biro Humas Sekretariat Daerah. Sarana publikasi seperti situs resmi (website) Pemda, media cetak / tabloid, blow up media massa dan lain
5
sebagainya sudah berjalan baik, namun masih sebatas digunakan untuk penyampaian informasi kepada publik secara searah. Maka untuk lebih menunjang kelancaran komunikasi interaktif, pada awalnya Gubernur Ganjar Pranowo mengandalkan akses layanan pengaduan melalui akun pribadinya, yaitu alamat email dan media sosial (akun Twitter @ganjarpranowo). Media tersebut bahkan sudah terbukti efektif saat beliau masih menjabat sebagai wakil rakyat yaitu anggota DPR RI (sebelum menjadi orang nomor 1 di Jawa Tengah). Namun, beliau merasa tidaklah bijak jika seluruh urusan pemerintahan harus diselesaikan secara personal melalui media sosial. Perlu adanya struktur kerja yang sistematis dalam suatu organisasi untuk dapat menjawab berbagai permasalahan yang disampaikan dalam layanan pengaduan tersebut. Dan tentunya pemanfaatan media berbasis web menjadi pilihan yang cukup rasional. Media komunikasi berbasis web menjadi salah satu format yang efektif, mengingat besarnya jumlah pengguna internet di Indonesia, termasuk Jawa Tengah. Hasil survey International Telecommunication Union (ITU) tahun 2012 menunjukkan bahwa Indonesia menduduki peringkat 13 dalam jumlah pengguna internet di seluruh dunia, dengan tingkat penetrasi 15,4%. Sedangkan data survey Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) Tahun 2014 menunjukkan bahwa Jawa Tengah menduduki peringkat ketiga nasional sebagai daerah yang memiliki pengguna internet secara aktif, yaitu 10,7 juta pengguna atau sekitar 32% dari jumlah penduduk Jawa Tengah saat itu (data BPS Jawa Tengah tahun 2014). Data tersebut menunjukkan bahwa tingkat kapabilitas masyarakat terhadap penguasaan teknologi informasi saat ini sudah cukup baik. Penggunaan internet dalam berbagai aktivitas ini menjadi peluang untuk dapat mengaplikasikan sebuah metode baru dalam hal layanan pengaduan, yaitu melalui media berbasis web. Inisiasi pembentukan media komunikasi berbasis web untuk layanan pengaduan di Jawa Tengah awalnya justru datang dari pihak swasta. Sesaat setelah Ganjar dilantik
6
sebagai Gubernur, datang tawaran dari Tribun Jateng (sebuah media massa yang berada di bawah naungan Kompas Gramedia Group) untuk membuka satu ruang dialog yang menjembatani komunikasi antara pemimpin dengan rakyatnya dalam bentuk layanan pengaduan. Sebuah kanal di website http://jateng.tribunnews.com yang selanjutnya diberi nama Lapor Gan! itu pun kemudian dibangun khusus untuk menampung uneguneg warga masyarakat yang ingin disampaikan kepada Gubernur. Bahkan selain pertanyaan yang dipublikasikan secara online, jawaban dari Gubernur juga akan dimuat secara periodik di surat kabar Tribun Jateng. Untuk lebih melengkapinya, Gubernur Ganjar kemudian mencetuskan gagasan untuk membuat satu portal website yang menginduk pada situs resmi milik pemerintah daerah yang menjalankan fungsi sebagai layanan pengaduan khusus untuk menampung laporan, keluhan, pertanyaan, kritik, saran, serta berbagai input informasi dari masyarakat terkait dengan kondisi di wilayahnya. Bersama pihak ketiga (yaitu Udinus Semarang, selaku web developer) dibangunlah website Lapor Gub! dengan alamat http://laporgub.jatengprov.go.id/. Pada prinsipnya, Lapor Gub! merupakan layanan pengaduan online, yang sistem kerjanya akan meneruskan aduan masyarakat ke pihakpihak terkait. Di sini terdapat peran tiap-tiap SKPD di lingkungan Pemerintah Provinsi Jateng untuk menjawab pengaduan masyarakat sesuai sektor atau bidangnya. Berbagai pengaduan masyarakat yang masuk akan mendapatkan respon, baik dalam bentuk menjawab pertanyaan, menindaklanjuti pengaduan hingga memproses laporan, sesuai dengan kapasitas Pemerintah dalam menanggapinya. Kedua media inilah yang kemudian berperan sebagai sarana layanan penanganan pengaduan berbasis web, berdampingan dengan berbagai media lainnya. Media berfungsi menampung keluhan serta informasi dari masyarakat yang disampaikan kepada Gubernur atas nama Pemerintah Provinsi Jawa Tengah. Meskipun media berbasis web dapat diakses oleh seluruh pengguna internet di mana pun mereka
7
berada, namun terdapat segmentasi pengguna tertentu terkait dengan cakupan wilayah layanan media yang berada di tingkat lokal. Adapun segmentasi masyarakat yang potensial untuk menjadi pengguna media layanan pengaduan berbasis web ini yaitu masyarakat yang memiliki kebutuhan ataupun minat untuk menyampaikan laporan kepada pemerintah, serta memiliki kapasitas untuk memanfaatkan teknologi yang digunakan oleh media. Dalam hal ini, ada 3 (tiga) kelompok masyarakat yang memiliki motivasi cukup untuk menggunakan media berbasis web tersebut dalam menyampaikan pengaduan, yaitu : Pertama, kelompok masyarakat yang memiliki keterikatan demografis dengan Jawa Tengah. Yang termasuk dalam kelompok ini yaitu (1) penduduk asli Jawa Tengah, (2) penduduk luar daerah yang tinggal dan memperoleh penghidupannya di Jawa Tengah, serta (3) penduduk Jawa Tengah yang tinggal di luar daerah atau luar negeri, namun memiliki ikatan emosional dan kepentingan yang menjadikan mereka peduli terhadap kondisi daerahnya, sebagai wujud kontribusi mereka bagi daerah. Kedua, kelompok masyarakat umum yang melihat, mengalami atau terdampak oleh adanya hambatan, gangguan serta rendahnya kualitas pelayanan publik di tataran lokal. Dan yang ketiga, kelompok masyarakat dengan strata ekonomi dan pendidikan tertentu yang berkaitan dengan tingkat kapasitas dan pemahaman terhadap media (media literacy). Pada dasarnya, eksistensi layanan pengaduan ini dianggap penting, karena berpengaruh dalam proses kebijakan publik. Secara teknis, kedua media berbasis web tersebut dapat berfungsi dengan baik. Berdasar 10 kriteria website yang efektif versi Management Centre International Limited (MCIL), keduanya sudah memenuhi beberapa kriteria diantaranya, yaitu memiliki tampilan dan navigasi yang baik, mudah diakses, konten yang bermanfaat, desain responsif, serta terjadinya ‘kontak’ pertukaran
8
informasi. Namun demikian, terlihat masih ada beberapa permasalahan yang ditemui dalam pemanfaatan media komunikasi tersebut. Berdasar data Media Kit Tribun (Group of Kompas Gramedia) di tahun 2014, oplah Koran Tribun yang sejumlah 1.999.384 copies per hari dan khusus Tribun Jateng sejumlah 59.800 copies per harinya. Jumlah yang cukup besar untuk menjaring masyarakat di berbagai kalangan untuk menjadi pembacanya. Sedangkan bila dilihat dari jumlah pengunjung di situs Tribunnews.com, yang diakses oleh 36.165.969 pengunjung setiap bulannya, makin menguatkan data bahwa media tersebut cukup banyak dimanfaatkan publik untuk berbagai macam keperluan yang berkaitan dengan informasi. Hal ini juga menunjukkan bahwa Tribun Jateng sebagai bagian dari jaringan Tribun Network bisa menjadi media informasi yang sangat potensial untuk dimanfaatkan sebagai sarana komunikasi bagi warga dan pemimpinnya. Dalam kurun waktu 2 tahun, sejak mulai dirilis pada 23 Agustus 2013 hingga saat ini (Senin, 24-08-2015), mestinya sudah banyak pengaduan yang disampaikan masyarakat melalui Lapor Gan!. Namun ternyata, berdasar data dari redaksi Tribun Jateng, hanya ada total sebanyak 400 laporan yang masuk dan mendapat jawaban dari Gubernur. Jumlah ini terbilang sangat kecil bila dibandingkan antara traffic web (kunjungan ke kanal web) dengan jumlah laporan yang masuk dan mendapatkan respon. Data analisis traffic web http://jateng.tribunnews.com menunjukkan rata-rata web diakses oleh 16.087.860 pengunjung setiap bulannya dengan peningkatan sekitar 19% kunjungan dalam 3 bulan terakhir (hasil analisis http://statshow.com diakses tanggal 2408-2015 pukul 20.40 WIB). Meskipun tidak didapatkan data yang secara khusus menunjukkan kunjungan ke kanal web Lapor Gan!, namun bila melihat tayangan yang ada di halaman kanal, kondisi terakhir menunjukkan jumlah pengunjung yang menyampaikan laporan tidak sebanyak di awal. Dari data jumlah pengguna serta jarak
9
waktu antar laporan (nampak dari tanggal input laporan) dalam kurun waktu 2 bulan terakhir, hanya ada sejumlah 8 orang yang menyampaikan laporan di bulan Juli dan 10 laporan di bulan Agustus 2015. Artinya, tidak begitu banyak masyarakat yang menyampaikan laporannya melalui Lapor Gan!, sehingga tanpa harus diseleksi pun mestinya laporan bisa direspon dengan segera. Semakin rendahnya partisipasi masyarakat ini menjadi salah satu indikasi ketidakefektifan media dalam menjembatani kepentingan masyarakat untuk berkomunikasi dengan pimpinannya. Sedangkan pada media Lapor Gub!, sejak dipublikasikan pada 7 Mei 2014 hingga sekarang (Senin, 24-08-2015 pukul 19.20 WIB), telah menjaring 2.276 laporan dari warga masyarakat Jawa Tengah yang tersebar di 35 kabupaten/kota. Padahal, apabila dilihat dari data web traffic, rata-rata website dikunjungi oleh 4.486 orang setiap harinya, dan telah mengalami peningkatan pengunjung sebesar 6% sejak 3 bulan terakhir (hasil analisis www.statshow.com diakses tanggal 24-08-2015 pukul 21.00 WIB). Maka, apabila dikalkulasi selama kurun waktu Mei 2014 hingga Agustus 2015 (+ 480 hari), total ada sekitar 2.153.280 orang yang telah mengunjungi website tersebut. Artinya, dari sekian banyak pengunjung, ternyata laporan yang masuk masih terbilang kecil (sekitar 0,1 persen). Data-data
tersebut
menunjukkan
bahwa
partisipasi
masyarakat
dalam
pemanfaatan media untuk menyampaikan laporan masih tergolong minim. Beberapa faktor penyebab yang umumnya melatarbelakangi, antara lain : masih rendahnya tingkat kepercayaan masyarakat terhadap mekanisme penanganan keluhan, belum familiar dengan media yang digunakan, atau memang tidak dijumpai permasalahan terkait pelayanan publik yang terjadi di lingkungan mereka. Setidaknya, hal ini menunjukkan bahwa Lapor Gan! maupun Lapor Gub! berpotensi menjadi media komunikasi publik yang efektif, namun belum optimal pemanfaatannya.
10
Selain itu apabila dicermati, respon pemerintah sebagai jawaban terhadap laporan dan keluhan juga belum sepenuhnya menunjukkan kemanfaatan yang nyata bagi masyarakat. Utamanya terlihat pada permasalahan-permasalahan yang bukan menjadi kewenangan Pemerintah Provinsi (Pemprov), dimana respon Lapor Gub! hanya sebatas meneruskan disposisi kepada pihak terkait (Pemerintah Pusat ataupun Pemerintah Kabupaten/Kota). Demikian pula pada sektor-sektor publik yang memerlukan
penanganan
khusus,
berkaitan
dengan
program-program
yang
membutuhkan proses perencanaan dan penganggaran yang rumit, serta adanya keterkaitan dengan stakeholder lain, seringkali memunculkan jawaban-jawaban yang terkesan ‘normatif’. Tindak lanjut yang menunjukkan progress penyelesaian masalah secara detail dan transparan juga belum sepenuhnya tercermin dalam website tersebut. Tabel 1.1. Rekapitulasi Laporan Masyarakat Berdasar Pilihan Sektor dan Status Melalui Media Lapor Gub! (per tanggal 24 Agustus 2015)
Pilihan Sektor Infrastruktur Kesehatan Energi Pendidikan Kepegawaian Pertanian Pembangunan daerah Kependudukan Keuangan dan asset Bencana Ekonomi dan industri Sosial masyarakat Lingkungan Pariwisata dan budaya Sektor lain-lain Forkominda Kabupaten Kota Polda Jateng Non Sektor TOTAL PROSENTASE
Jumlah Laporan
Disposisi
Verifikasi
609 88 117 194 120 71 9 134 131 11 65 94 25 21 247 111 197 32 2.276 100%
14 77 2 144 4 15 2 12 4 6 56 5 113 111 197 32 794 34.89%
84 4 1 49 4 1 2 24 2 4 20 33 228 10.02%
Status On Progress 6 1 1 28 36 1.58%
Selesai 256 7 114 1 110 51 3 97 119 10 57 27 21 66 939 41.26%
Bukan Wewenang 249 2 4 1 1 6 2 7 7 279 12.26%
Sumber : http://laporgub.jatengprov.go.id, diakses tgl 24-8-2015 pukul 16.12 WIB (diolah)
11
Berdasar data tabel, dapat diketahui bahwa permasalahan yang diklaim berstatus ‘Selesai’ ada di kisaran 41,26%. Sedangkan permasalahan yang masih dalam status disposisi (dari Admin ke SKPD terkait) sebesar 34,89%, diverifikasi 10,02%, on progress 1,58% dan yang bukan termasuk wewenang Pemerintah Provinsi Jateng sekitar 12,26%. Artinya, makin bertambahnya laporan masyarakat belum diimbangi dengan penanganan yang cukup cepat oleh Pemerintah. Hal ini menunjukkan belum optimalnya kinerja pemerintah dalam menyelenggarakan pelayanan terutama dalam penanganan pengaduan masyarakat melalui Lapor Gub! tersebut. Dari uraian di atas menunjukkan bahwa kedua media komunikasi berbasis web yang digunakan sebagai sarana layanan pengaduan masyarakat itu nampaknya masih belum efektif pemanfaatannya, baik dari sisi penyelenggara maupun masyarakat sebagai penggunanya. Padahal sudah selayaknya eksistensi media dibangun untuk menjadi sarana partisipasi masyarakat yang diharapkan akan mampu menunjang pencapaian tujuan dalam pembangunan. Berdasar pada hal-hal itulah, perlu dilakukan suatu kajian untuk mengetahui sejauh mana efektivitas pemanfaatan media komunikasi yang berupa layanan pengaduan masyarakat ini dalam mengakomodasikan partisipasi publik di Jawa Tengah, agar diperoleh suatu fakta yang mendasari penyusunan langkah dan strategi terbaik untuk lebih mengoptimalkan peran dan fungsinya. B. Identifikasi dan Perumusan Masalah Dalam perspektif administrasi publik, partisipasi menjadi bagian penting dalam proses kebijakan publik. Melalui komunikasi yang efektif, partisipasi masyarakat akan memberi kontribusi positif bagi jalannya pembangunan. Seiring kemajuan jaman, pemanfaatan teknologi informasi sangat dibutuhkan untuk menunjang berbagai kepentingan, termasuk dalam hal komunikasi dan partisipasi publik. Berdasar latar belakang tersebut, penelitian ini dilakukan untuk menjawab rumusan masalah :
12
“ Bagaimana efektivitas pemanfaatan media komunikasi yang dikelola swasta (Lapor Gan!) dan pemerintah (Lapor Gub!) sebagai sarana partisipasi masyarakat di Jawa Tengah?” C. Tujuan dan Manfaat Penelitian C.1. Tujuan Penelitian Untuk mengidentifikasi sejauh mana efektivitas pemanfaatan media komunikasi yang dikelola Swasta (Lapor Gan!) dan Pemerintah (Lapor Gub!) sebagai sarana partisipasi masyarakat di Jawa Tengah. C.2. Manfaat Penelitian 1) Manfaat Akademis Sebagai masukan yang berupa sumbangan pemikiran baru dalam kerangka kajian administrasi publik mengenai kebijakan yang berorientasi pada pelayanan publik, terutama dalam hal layanan pengaduan masyarakat melalui pemanfaatan teknologi informasi berbasis web. 2) Manfaat Praktis Sebagai bahan masukan bagi penyelenggara media baik swasta maupun Pemerintah dalam hal pengelolaan sarana layanan pengaduan berbasis web yang sekaligus akan menambah wawasan bagi para pembaca, baik secara teoritis maupun praktis.