BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Selama lebih dari 2 dekade akses untuk mendapatkan pelayanan kesehatan telah menjadi isu yang sangat krusial di seluruh dunia (Sanmartin, et al., 2006). Masalah akses pelayanan juga tak terkecuali terjadi di Indonesia dan telah menjadi isu yang sangat menarik perhatian. Akses untuk mendapatkan pelayanan kesehatan salah satunya adalah ketepatan dan kecepatan pelayanan yang didapatkan pasien pada saaat mencari upaya pelayanan kesehatan. Waktu tunggu pelayanan merupakan masalah yang masih banyak dijumpai dalam praktik pelayanan, baik pelayanan kesehatan dasar maupun pelayanan kesehatan rujukan. Selama lebih dari satu dekade, negara-negara industri di seluruh dunia telah berjuang untuk memecahkan masalah waktu tunggu mendapatkan pelayanan medis yang terjadwal (Munro, et al., 2006). Seperti halnya pelayanan dasar, rumah sakit sebagai pelayanan rujukan juga tidak terlepas dari permasalahan waktu tunggu pelayanan ini. Waktu tunggu pelayanan di rumah sakit juga menjadi masalah yang senantiasa dibenahi agar pasien tidak terlalu lama menunggu pelayanan (Munro, et al., 2006). Pergeseran paradigma pelayanan kesehatan di rumah sakit telah terjadi dalam beberapa tahun terakhir ini, dari pelayanan yang bersifat publik serta bersifat sosial menjadi suatu pelayanan komoditi seperti layaknya industri jasa, yang harus kompetitif, efisien, dan bermutu tinggi. Pengaruh lainnya dari
1
2
pergeseran rumah sakit adalah dengan adanya akibat globalisasi, yang berakibat batas antar negara seolah tiada jarak, sehingga jika tidak berbenah dari pelayanannya, maka rumah sakit di Indonesia akan tergilas dengan rumah sakit luar negeri yang membuka cabangnya di Indonesia. Faktor lain adalah adanya unsur politik, yaitu sejak 10 tahun terakhir ini gelombang desentralisasi dan otonomi daerah begitu gencar. Akibatnya adalah adanya perubahan tata organisasi maupun kewenangan untuk mengatur rumah sakit sesuai dengan semangat otonomi (Trisnantoro, 2009). Seringkali masalah lama waktu menunggu pelayanan ini kurang mendapat perhatian dari pihak manajemen rumah sakit. Apabila hal ini dibiarkan berjalan terus, maka lama kelamaan akan timbul citra negatif dari pelanggan, yang pada akhirnya tidak mustahil bila pelayanan di rumah sakit tersebut akan ditinggalkan oleh masyarakat. Tingkat persaingan yang sedang dan akan terus berlangsung juga sangat mempengaruhi kelangsungan suatu rumah sakit. Rumah sakit yang dapat memberikan kualitas pelayanan yang standar dan sesuai dengan harapan pelanggan akan bisa memenangkan persaingan dalam merebut pelanggan sebagai salah satu mitra strategis yang sangat dibutuhkan oleh rumah sakit. Pelanggan akan senantiasa menginginkan pelayanan yang didapat tepat waktu dan memuaskan dirinya (Koentjoro, 2009). Tumbuhnya persaingan antar rumah sakit yang semakin ketat dan tajam, maka setiap rumah sakit dituntut untuk mempertinggi daya saing dengan berusaha memberikan kepuasan kepada semua pasiennya. Untuk itu harus diketahui faktorfaktor apa sajakah yang mempengaruhi tingkat kepuasan pasien tersebut. Dan
3
merupakan suatu hal yang sangat penting bagi kita untuk mengetahui apa yang pasien kita butuhkan untuk memenuhi kepuasan mereka terhadap pelayanan yang kita berikan (Lestari, 2008).
B. Perumusan Masalah 1. Seperti apa tingkat kepuasan pasien rawat jalan terhadap kinerja di RSU Rajawali Citra Kab. Bantul periode Februari-April 2012? 2. Seperti apa pengaruh karakteristik pasien rawat jalan terhadap kepuasan pasien di RSU Rajawali Citra Kab. Bantul periode Februari-April 2012? 3. Apakah faktor yang harus diperbaiki untuk kepuasan pasien di RSU Rajawali Citra Kab. Bantul periode Februari-April 2012?
C. Tujuan Penelitian 1. Mengetahui tingkat kepuasan pengguna layanan rawat jalan terhadap kinerja di RSU Rajawali Citra Kab. Bantul periode Februari-April 2012. 2. Mengetahui ada tidaknya pengaruh karakteristik pasien terhadap kepuasan di RSU Rajawali Citra Kab. Bantul periode Februari-April 2012. 3. Mengetahui apakah faktor yang harus diperbaiki untuk kepuasan pasien di RSU Rajawali Citra Kab. Bantul periode Februari-April 2012.
4
D. Manfaat Penelitian Adapun manfaat penelitian adalah: 1.
Bagi Rumah Sakit a. Sebagai acuan dalam meningkatkan mutu pelayanan farmasi untuk mengikuti dan memenuhi tingkat kepuasan pengguna pelayanan yang semakin meningkat b. Sebagai masukan untuk rumah sakit
agar
dapat
menyusun
perencanaan perbaikan kualitas pelayanan obat yang lebih fokus pada dimensi tinjauan yang dapat mendapat harapan lebih tinggi dari tingkat kinerja yang dipamerkan 2.
Bagi Pasien Memahami konsep pelayanan obat di rumah sakit agar dapat meningkatkan informasi dan pengetahuan dalam memberikan jasa pelayanan terbaik dalam masyarakat
3.
Bagi Ilmu Pengetahuan a. Sebagai sumbangan ilmu pengetahuan b. Sebagai bahan referensi bagi peneliti selanjutnya yang akan mengembangkan penalitian khususnya di bidang operasional atau kualitas pelayanan.
5
E. Tinjauan Pustaka 1. Konsep Kepuasan dalam Pemasaran Konsumen memiliki posisi yang lebih unggul dari orientasi kepuasan, sehingga konsep memuaskan kebutuhan konsumen merupakan pilar utama bisnis dan manajemen. Tanpa terkecuali rumah sakit di negeri kita ini, yang memacu kita untuk merubah paradigma karena konsumen yang memegang kendali serta menetapkan kapan transaksi dibuat bukan para pemasar. Perencanaan pemasaran harus dimulai dari konsumen bukan organisasi atau para pemasar. Menurut Kotler (1995), organisasi harus mempelajari kebutuhan, keinginan, persepsi, dan kepuasan konsumen secara sistematis. Organisasi adalah rumah sakit sebagai suatu organisasi nirlaba harus dapat menetapkan persepsi, kebutuhan dan keinginan pasien serta mamberikan mereka kepuasan melalui desain, komunikasi, dan penetapan harga yang sesuai dan kompetitif. Menurut Kotler (1995), Organisasi yang terpusat pada pelanggan adalah organisasi yang membuat setiap usaha untuk merasakan, melayani, dan memuaskan kebutuhan dan keinginan klien serta masyarakat mereka dengan batasan pada anggarannya. Suatu hasil dari sebuah organisasi yang berorentasi pelanggan adalah bahwa semua orang yang berhubungan dengan organisasi semacam itu melaporkan kepuasan personal yang tinggi. Menurut Guadagnino (2003), kepuasan pasien berkenaan dengan pasien rawat inap dan rawat jalan memiliki peran penting dalam strategi dan
6
taktik yang digunakan rumah sakit untuk menjalankan pelayanan pasien. Dalam lingkungan pelayanan kesehatan yang lebih baik dari yang mereka terima di masa lalu. Data kepuasan pasien juga sangat berharga untuk melatih karyawan, membangun moral dan kreativitas pemasaran. Kepuasan
atau
ketidakpuasan
tergantung
pada
discrepantion
(perbedaan) antara apa yang diperoleh seseorang dan apa yang diharapkan atau diinginkan (Darokah, 1995). Kepuasan sebagai suatu perasaan sederhana yang menyertai setiap tujuan dan keadaan akhir dalam perasaan yang menyertai pencapaian. Kepuasan tergantung pada keadaan jasmani individu dan keadaan individu pada suatu waktu (Estu, 2004). Menurut Fleming (1981), kepuasan konsumen adalah penting bagi pemasaran pada umumnya dan di anggap sebagai faktor penentu yang sangat berarti bagi peningkatan penggunaan jasa pelayanan yang berulang. Inti dari konsep ini merupakan konsep yang diharapkan untuk memasarkan jasa pelayanan rumah sakit. Kepuasan konsumen adalah konsep pemasaran yang baik dan menguntungkan bagi pemakaian jasa berulang. Menurut Kotler (1997), kepuasan adalah perasaan senang atau kecewa seseorang yang berasal dari perbandingan antara kesannya terhadap kinerja (atau hasil) suatu produk dan harapan-harapannya. Kepuasan merupakan fungsi dari kesan kinerja dan harapan. Jika kinerja berada dibawah harapan, pelanggan tidak puas, jika kinerja memenuhi harapan, pelanggan puas. Jika kinerja melebihi harapan, pelanggan amat puas.
7
Menurut Azwar (1996) secara umum kepuasan pasien dapat dibedakan menjadi 2 macam, yaitu : a. Kepuasan pasien yang mengacu hanya pada penerapan standar dan kode etik profesi oleh pasien yang mencakup: 1) Hubungan dokter dan pasien, diharapkan dokter dapat dan bersedia memberikan perhatian yang cukup kepada pasiennya. Menampung dan
mendengarkan
semua
keluhan
serta
menjawab
dan
memberikan keterangan yang sejelas-jelasnya tentang segala hal yang ingin diketahui pasien. 2) Kenyamanan pelayanan (aminities). Kenyamanan disini tidak hanya menyangkut fasilitas yang disediakan tetapi yang terpenting adalah menyangkut sikap dan tindakan para pelaksana ketika menyelenggarakan pelayanan. 3) Kebebasan
melakukan
pilihan
(choice)
yaitu
memberikan
kebebasan pada pasien untuk memilih dan menentukan pelayanan kesehatan. 4) Pengetahuan dan kompetensi teknis, menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang didukung oleh pengetahuan dan kompetensi teknis, bukan saja merupakan bagian bagi kewajiban etik, tetapi juga merupakan prinsip pokok penerapan standar pelayanan profesi. 5) Efektifitas pelayanan artinya makin efektif pelayanan kesehatan makin tinggi pula mutunya.
8
6) Keamanan tindakan juga merupakan bagian dari kewajiban etik serta prinsip pokok penerapan standar pelayanan profesi, karena untuk dapat terselenggaranya pelayanan kesehatan yang bermutu, maka aspek keamanan tindakan haruslah diperhatikan. b. Kepuasan yang mengacu pada penerapan semua persyaratan pelayanan kesehatan yang meliputi: 1) Ketersediaan pelayanan kesehatan (available) 2) Kewajaran pelayanan kesehatan (appropriate) 3) Kesinambungan pelayanan kesehatan (continue) 4) Penerimaan pelayanan kesehatan (acceptable) 5) Ketercapaian pelayanan kesehatan (accesible) 6) Keterjangkauan pelayanan kesehatan (affordable) 7) Efisiensi pelayanan kesehatan (efficient) 8) Mutu pelayanan kesehatan (quality) Rumah sakit sebagai sebuah perusahaan yang bergerak di bidang jasa perlu mengidentifikasi para pelanggannya, baik pelanggan internal maupun pelanggan eksternal. Kepuasan pelanggan rumah sakit atau organisasi pelayanan kesehatan lainnya dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain (Wijono, 1999): a. Pendekatan dan perilaku petugas, perasaan pasien terutama saat pertama kali datang. b. Mutu informasi yang diterimanya, seperti yang dikerjakan, yang dapat diharapkan.
9
c. Prosedur perjanjian d. Waktu tunggu e. Fasilitas umum yang tersedia f. Outcome terapi dan perawatan yang diterima. Aspek-aspek yang mempengaruhi kepuasan pasien antara lain (Kotler, 1995): a. Sikap pendekatan staf pada pasien, yaitu sikap staf kepada pasien ketika pertama kali datang ke rumah sakit. b. Kualitas yang diterima oleh pasien, yaitu apa saja yang telah dilakukan oleh pemberi layanan kepada pasien, seberapa pelayanan perawatan yang berkaitan dengan proses kesembuhan penyakit yang diderita pasien dan kelangsungan perawatan pasien selama berada di rumah sakit. c. Prosedur administrasi yaitu berkaitan dengan pelayanan administrasi dimulai dari masuk rumah sakit, selama perawatan berlangsung, hingga keluar rumah sakit. d. Fasilitas-fasilitas yang disediakan oleh rumah sakit yaitu fasilitas ruang inap, kualitas makanan, privasi dan waktu kunjungan pasien. Kepuasan pelanggan tercapai bila kebutuhan, keinginan, dan harapan pelanggan terpenuhi.
10
Berkenaan dengan kualitas, ada 3 level harpaan pelanggan mengenai kualitas (Tjiptono, 2007), yaitu: a. Level pertama Harapan pelanggan yang paling sederhana dan berbentuk asumsi, must have, atau take it for granted. Misalnya adalah ”saya berharap rumah sakit ini merawat saya sampai saya sembuh”. b. Level kedua Harapan yang setingkat lebih tinggi dari level 1, yaitu kepuasan dicerminkan dalam pemenuhan persyaratan dan atau spesifikasi. Sebagai contoh ”saya berharap selama dirawat saya diperlakukan dengan baik, ramah, dan profesional oleh dokter dan perawat di rumah sakit ini”. c. Level ketiga Harapan yang paling tinggi dan lebih tinggi dari level 1 maupun level 2. Disini pelanggan menginginkan dan menuntut suatu kesenangan atau jasa yang begitu bagusnya sehingga membuatnya tertarik. Contohnya adalah ungkapan keinginan pasien seperti berikut ”semua dokter dan perawat yang merawat saya orangnya sangat profesional, baik hati dan sangat ramah smeua, namun yang sangat mengesankan saya adalah setelah saya pulang, saya ditelpon, dan mereka menanyakan keadaan saya”. Tingkat kepuasan pasien sangat dibutuhkan dalam upaya peningkatan mutu pelayanan kesehatan. Bagi rumah sakit yang senantiasa ingin selalu meningkatkan mutu pelayanannya, maka pengukuran tingkat kepuasan
11
adalah suatu keniscayaan untuk dilakukan. Berdasarkan hasil pengukuran tingkat kepuasan pasien tersebut, pihak manajemen rumah sakit dapat mengetahui harapan dan keinginan pasien terhadap kualitas layanan yang dibutuhkan. Rumah sakit dapat menyediakan layanan yang sesuai dengan harapan/keinginan pasien. Pengukuran tingkat kepuasan pasien ini dilakukan secara berkala, sehingga mutu layanan rumah sakit akan senantiasa sebanding dengan keinginan/kepuasan pasien (Tjiptono, 2007). 2. Rumah Sakit Menurut Undang-Undang Republik Indonesia No. 44 tahun 2009, yang dimaksud dengan rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat. Rumah sakit sebagai salah satu fasilitas pelayanan kesehatan merupakan bagian dari sumber daya kesehatan yang sangat penting dan diperlukan dalam mendukung penyelenggaraan upaya kesehatan. Penyelenggaraan pelayanan kesehatan di rumah sakit mempunyai karakteristik dan organisasi yang sangat kompleks. Berbagai jenis tenaga kesehatan dengan perangkat keilmuan masing-masing berinteraksi satu sama lain. Rumah sakit adalah sebuah institusi perawatan kesehatan professional yang pelayanannya disediakan oleh dokter, perawat, dan tenaga ahli kesehatan lainnya. Berikut merupakan tugas sekaligus fungsi rumah sakit, yaitu: a. Melaksanakan pelayanan medik, pelayanan penunjang medik.
12
b. Melaksanakan pelayanan medik tambahan, pelayanan penunjang medik tambahan. c. Melaksanakan pelayanan kedokteran kehakiman. d. Melaksanakan pelayanan medik khusus. e. Melaksanakan pelayanan rujukan kesehatan. f. Melaksanakan pelayanan kedokteran gigi. g. Melaksanakan pelayanan kedokteran sosial. h. Melaksanakan pelayanan rawat jalan atau rawat darurat, dan rawat inap (Anonim, 2008). Guna menyelenggarakan pelayanan kesehatan secara berjenjang dan fungsi rujukan, rumah sakit umum dan rumah sakit khusus diklasifikasikan berdasarkan fasilitas dan kemampuan pelayanan rumah sakit (UU No. 44/2009). Klasifikasi rumah sakit umum meliputi : a. Rumah sakit umum kelas A b. Rumah sakit umum kelas B c. Rumah sakit umum kelas C d. Rumah sakit umum kelas D Rumah sakit umum swasta adalah rumah sakit umum yang diselenggarakan oleh pihak swasta. Klasifikasi rumah sakit umum swasta (Siregar, 2004) adalah: a. Rumah sakit umum swasta pratama, yang memberikan pelayanan medik bersifat umum.
13
b. Rumah sakit umum swasta madya, yang memberikan pelayanan medik bersifat umum dan spesalistik dalam empat cabang. c. Rumah sakit umum swasta utama, yang memberikan pelayanan medik bersifat umum, spesialistik, dan subspesialistik. 3. Rawat Jalan Perawatan ini diberikan kepada penderita melalui klinik, yang menggunakan fasilitas rumah sakit tanpa terikat secara fisik di rumah sakit. Mereka datang ke rumah sakit untuk pengobatan atau untuk diagnosis, atau datang sebagai kasus darurat (Siregar, 2004). Indikator pelayanan rawat jalan (Kepmenkes No. 129/2008) adalah sebagai berikut : a. Dokter pemberi pelayanan di poliklinik spesialis, standar adalah 100% dokter spesialis. b. Ketersediaan pelayanan, klinik anak, klinik penyakit dalam, klinik kebidanan, klinik bedah. c. Ketersediaan pelayanan di RS jiwa, standar anak remaja, napza, gangguan psikotik, gangguan neurotik, mental retardari, mental organik, usia lanjut. d. Waktu buka pelayanan, standar pukul 08.00 sampai pukul 13.00, setiap hari kerja kecuali hari jumat pukul 08.00 sampai pukul 11.00. e. Waktu tunggu pelayanan di instalasi rawat jalan, standar kurang dari 60 menit. f. Kepuasan pelanggan, standar lebih dari 90%
14
g. Penegakan diagnosis TB melalui pemeriksaan mikroskopis TB, standar ≥ 60% h. Terlaksananya kegiatan pencatatan dan pelaporan TD di RS, standar lebih dari 60% 4. Kuesioner Kuesioner
adalah
usaha
mengumpulkan
informasi
dengan
menyampaikan sejumlah pertanyaan tertulis, untuk dijawab secara tertulis pula oleh responden. Kuesioner bersifat self report yang digunakan untuk memperoleh informasi dari responden tentang dirinya sendiri (Nawawi, 1995). Menurut Nawawi (1995), kuesioner dapat dibedakan juga menurut bentuk pertanyaannya, yang terdiri dari : a. Kuesioner dengan pertanyaan bebas Responden dapat menjawab setiap pertanyaan dalam kuesioner secara bebas atau menurut pendapat sendiri, berupa uraian tentang informasi yang diminta pada setiap pertanyaan. Kuesioner tersebut disebut juga dengan kuesioner tidak berstruktur. b. Kuesioner dengan pertanyaan terikat Responden dapat menjawab kuesioner dengan memilih sejumlah alternatif jawaban yang telah disediakan dengan maksud mempermudah pengklasifikasian data yang terkumpul. Kuesioner tersebut juga disebut kuesioner berstruktur.
15
c. Kuesioner dengan pertanyaan tertutup Responden tidak diberi kesempatan untuk memberikan jawaban lain dari jawaban-jawaban yang tersedia. Responden harus memilih salah satu dari alternatif jawaban sebagai jawaban yang paling tepat. d. Keusioner dengan pertanyaan terbuka Jika responden akan memberikan jawaban yang lain dari alternatif jawaban yang tersedia, terdapat ruangan yang terbatas berupa titik-titik sebanyak dua atau tiga baris. e. Kuesioner dengan jawaban singkat Bentuk tersebut mendekati kuesioner dengan pertanyaan bebas, namun mempunyai sifat jawaban singkat, dan tertentu. Kuesioner digunakan dalam penelitian ilmiah pada dasarnya bertolak dari beberapa anggapan sebagai berikut (Nawawi, 1995): a. Responden adalah orang yang paling mengetahui tentang dirinya sendiri. b. Responden terdiri dari orang-orang yang mampu dan bersedia memberikan informasi secara jujur, sehingga data yang diperoleh akan dapat dipercaya sebagai data yang objektif (benar). c. Responden
adalah
orang-orang
yang
mampu
menafsirkan
pertanyaan-pertanyaan yang akan diajukan. 5. Pelayanan Kesehatan yang Bermutu Sistem Kesehatan Nasional (SKN) menyebutkan bahwa “upaya kesehatan, termasuk upaya kesehatan di rumah sakit harus bersifat
16
menyeluruh, terpadu, merata, dapat diterima dan dapat dijangkau oleh masyarakat luas. Untuk itu perlu digunakan hasil pengembangan ilmu pengetahuan serta teknologi tepat guna dengan biaya yang dapat dipikul oleh pemerintah dan masyarakat luas, tanpa mengabaikan mutu pelayanan kepada perorangan”. Sesuai dengan SK Menkes Nomor 1333/Menkes/SK/XII/1999 tentang standar pelayanan rumah sakit bahwa pelayanan farmasi rumah sakit adalah bagian yang tidak terpisahkan dari sistem pelayanan kesehatan rumah sakit yang utuh dan berorientasi kepada pelayanan pasien, penyediaan obat yang bermutu, termasuk pelayanan farmasi klinik yang terjangkau bagi semua lapisan masyarakat (Anonim, 2006). Agar pelayanan kesehatan dapat mencapai tujuan yang diinginkan maka pelayanan harus memenuhi berbagai syarat, diantaranya: tersedia, wajar, berkesinambungan, dapat dijangkau, serta bermutu. Secara umum yang dimaksud dengan mutu pelayanan kesehatan yang bermutu adalah pelayanan kesehatan yang dapat memuaskan setiap pemakai jasa pelayanan kesehatan sesuai dengan tingkat kepuasan rata-rata penduduk, serta yang penyelenggaraannya sesuai dengan kode etik dan standar pelayanan profesi yang telah ditetapkan (Azwar, 1996). Syarat pokok pelayanan kesehatan (Azwar, 1996): a. Tersedia dan berkesinambungan. Syarat pokok pertama pelayanan kesehatan yang baik adalah pelayanan kesehatan tersebut harus tersedia di masyarakat
17
(available) serta bersifat berkesinambungan (continue), artinya semua jenis pelayanan kesehatan yang dibutuhkan oleh masyarakat tidak sulit ditemukan serta keberadaannya dalam masyarakat adalah pada setiap saat yang dibutuhkan. b. Dapat diterima Pelayanan kesehatan harus tidak bertentangan dengan keyakinan dan
kepercayaan
masyarakat.
Pelayanan
kesehatan
yang
bertentangan dengan keyakinan dan kepercayaan masyarakat bukanlah suatu pelayanan kesehatan yang baik. c. Mudah dicapai Ketercapaian terutama dari sudut lokasi, dengan demikian untuk dapat mewujudkan pelayana kesehatan yang baik, maka pengaturan distribusi sarana kesehatan menjadi sangat penting. d. Mudah dijangkau Keterjangkauan disini terutama dari sudut biaya. Untuk dapat mewujudkan keadaan tersebut, harus dapat diupayakan biaya pelayanan
kesehatan
sesuai
dengan
kemampuan
ekonomi
masyarakat. e. Bermutu Menunjukkan pada tingkat kesempurnaan pelayanan kesehatan yang diselenggarakan yang di satu pihak dapat memuaskan para pemakai
jasa
pelayanan
dan
di
pihak
lain,
tata
cara
18
penyelenggaraannya sesuai dengan kode etik serta standar yang telah ditetapkan. Pemerintah telah menetapkan standar pelayanan kefarmasian khususnya di rumah sakit, yang meliputi (Anonim, 2006) : a. Standar falsafah dan tujuan bahwa pelayanan farmasi rumah sakit adalah bagian yang tidak terpisahkan dari sistem pelayanan kesehatan rumah sakit yang utuh dan berorientasi kepada pelayanan pasien, penyediaan obat yang bermutu termasuk pelayanan farmasi klinik yang terjangkau bagi semua masyarakat. b. Standar
administrasi
dan
pengelolaan
bahwa
pelayanan
diselenggarakan dan diatur demi berlangsungnya pelayanan farmasi yang efisien, dan bermutu, berdasarkan fasilitas yang ada, dan standar pelayanan keprofesian yang universal. c. Standar staf, dan pimpinan bahwa pelayanan farmasi diatur dan dikelola demi terciptanya tujuan pelayanan. d. Standar fasilitas dan peralatan bahwa harus tersedia ruangan, peralatan, dan fasilitas lain yang dapat mendukung administrasi, profesionalisme, dan fungsi teknik pelayanan farmasi, sehingga menjamin terselenggaranya pelayanan farmasi yang fungsional, profesional, dan etik. e. Standar kebijakan dan prosedur bahwa semua kebijakan dan prosedur yang ada harus tertulis dan prosedur yang ada harus mencerminkan
19
standar pelayanan farmasi mutakhir yang sesuai dengan peraturan, dan tujuan dari pelayanan farmasi itu sendiri. f. Standar pengembangan staf, dan program pendidikan bahwa semua staf di rumah sakit harus mempunyai kesempatan untuk meningkatkan pengetahuan, dan ketarampilannya. g. Standar evaluasi, dan pengendalian mutu bahwa pelayanan farmasi harus mencerminkan kualitas pelayanan kefarmasian yang bermutu tinggi, melalui cara pelayanan farmasi rumah sakit yang baik.
Merujuk kepada SK Menkes 1197/Menkes/SK/X/2004, pelayanan farmasi harus mencerminkan kualitas pelayanan kefarmasian yang bermutu tinggi, melalui cara pelayanan farmasi rumah sakit yang baik antara lain: 1. Pelayanan farmasi dilibatkan dalam program pengendalian mutu pelayanan rumah sakit. 2. Mutu pelayanan farmasi harus dievaluasi secara periodik terhadap konsep, kebutuhan, proses, dan hasil yang diharapkan demi menunjang peningkatan mutu pelayanan. 3. Apoteker dilibatkan dalam merencanakan program pengendalian mutu. 4. Kegiatan pengendalian mutu mencakup hal-hal berikut : a. Pemantauan Pengumpulan semua informasi yang penting yang berhubungan dengan pelayanan farmasi.
20
b. Penilaian Penilaian secara berkala untuk menentukan masalah-masalah pelayanan dan berupaya untuk memperbaiki. c. Tindakan Bila masalah-masalah sudah dapat ditentukan maka harus diambil tindakan untuk memperbaikinya dan didokumentasi. d. Evaluasi Efektivitas tindakan harus dievaluasi agar dapat diterapkan dalam program jangka panjang. e. Umpan balik Hasil tindakan harus secara teratur diinformasikan kepada staf. Lima dimensi servqual yang banyak digunakan oleh para pelanggan untuk mengevaluasi kualitas pelayanan yang didapatkannya adalah (Parasuraman, 1995): a. Bukti langsung (tangibles) yang meliputi fasilitas fisik, perlengkapan, pegawai dan sarana komunikasi. b. Keandalan (reliability) yaitu kemampuan memberikan pelayanan yang dijanjikan dengan segera, akurat dan memuaskan. c. Daya tanggap (responsiveness) yaitu keinginan para staff untuk membantu pelanggan dan memberikan pelayanan dengan tanggap. d. Jaminan (assurance) mencakup pengetahuan, kemampuan, kesopanan, dan sifat dapat dipercaya yang dimiliki para staf, bebas dari bahaya, risiko, atau keragu-raguan.
21
e. Empati (empathy) yaitu kemudahan dalam melakukan hubungan komunikasi yang baik, perhatian pribadi, dan memahami kebutuhan para pelanggan. Menurut Moeis (1994), pasien yang memperoleh jasa rumah sakit memiliki harapan tertentu. Bila jasa rumah sakit yang diterimanya dapat memenuhi bahkan melebihi dari apa yang diharapkan dalam waktu ke waktu, timbul pikiran dari diri pasien bahwa inilah suatu jasa pelayanan rumah
sakit
yang
memiliki
mutu.
Mutu
pelayanan
bersifat
multidimensional, sehingga setiap orang dapat melakukan penilaian dari dimensi yang berbeda tergantung latar belakang dan kepentingan masingmasing. Berdasarkan hasil penelitian Roberts dan Provost bahwa ada perbedaan dimensi: a. Bagi pemakai jasa pelayanan kesehatan: mutu pelayanan kesehatan terkait pada dimensi ketanggapan petugas memenuhi kebutuhan pasien, kelancaran komunikasi petugas dengan pasien, keprihatinan serta keramahtamahan petugas
dalam melayani pasien, dan atau
kesembuhan pasien. b. Bagi penyelenggara pelayanan kesehatan: mutu pelayanan kesehatan terkait pada dimensi kesesuaian pelayanan diselenggarakan dengan perkembangan ilmu dan teknologi mutakhir. c. Bagi penyandang dana pelayanan kesehatan: mutu pelayanan kesehatan lebih terkait pada dimensi pemakaian sumber dana, kewajaran pembiayaan kesehatan, dan atau kemampuan pelayanan
22
kesehatan mengurangi beban anggaran penyandang dana pelayanan kesehatan. Untuk mengatasi perbedaan dimensi yang ada, disepakati bahwa pembicaraan tentang mutu pelayanan sekiranya dikaitkan dengan kehendak untuk memenuhi kebutuhan serat tuntutan pemakai jasa pelayanan tersebut. Makin sempurna pemenuhan kebutuhan dan tuntutan tersebut, makin baik pula mutu pelayanan kesehatan dengan ditandai rasa puas para pemakai jasa pelayanan (Client Satisfaction) (Kusumapraja, 1994). Secara umum yang dimaksud dengan mutu pelayanan kesehatan yang bermutu adalah pelayanan kesehatan yang dapat memuaskan setiap pemakai jasa pelayanan kesehatan sesuai dengan tingkat kepuasan rata-rata penduduk, serta yang penyelenggaraannya sesuai dengan kode etik dan standar pelayanan profesi yang telah ditetapkan (Azwar, 1994). “The perfect health care delivery is a perfect outcome and a perfectly happy patient”. Yaitu penyelenggaran pelayanan kesehatan yang sempurna adalah outcome yang sempurna dan pasien yang sempurna bahagia (Guadagnino, 2003). 6. Profil RSU Rajawali Citra Yogyakarta Rumah Sakit Umum Rajawali Citra Berdiri sejak tanggal 20 Februari 2008 dengan izin 503/400/2008, dengan lokasi Jl. Pleret, Km 4, Dusun Banjardadap, Potorono, Bantul. Berjarak ± 10 km dari TPA (Tempat Pembuangan
Akhir)
Piyungan.
Rumah
sakit
ini
merupakan
konversi/pengembangan dari Klinik dan Rumah Bersalin yang beroperasi
23
sejak 9 September 1997 di Dusun Bintaran, Jambidan, Banguntapan, Bantul, Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Berdiri diatas tanah dengan luas 5000m2. Dari klinik ini berkembang menjadi sebuah Rumah Sakit Umum dengan tipe kelas D.
Gambar 1. Peta Lokasi Rumah Sakit Rajawali Citra Yogyakarta
Visi Rumah Sakit Rajawali Citra adalah Mendukung kesehatan dan kebahagiaan semua orang. Adapun misi dari Rumah Sakit Rajawali Citra : a. Mendukung kesehatan dan kebahagiaan customer b. Profesionalitas dalam pelayanan kesehatan c. Memberikan kemudahan dalam pelayanan administrasi d. Memberikan kenyamanan, keindahan dan keamaman dalam pelayanan lingkungan e. Kemudahan pengembangan karier bagi karyawan
24
f. Peningkatan kemampuan profesional karyawan g. Memberikan lingkungan kerja yang nyaman h. Pemberian pendapatan secara proporsional Tanggal 20 Februari 2008 secara resmi ijin penyelenggaraan Rumah Sakit Umum Rajawali Citra didapatkan, dan ini merupakan awal baru perjuangan Yayasan Rajawali Citra yang mempunyai tanggung jawab lebih besar dari sebelumnya dalam ikut serta dalam meningkatkan derajat kesehatan masyarakan Kabupaten Bantul pada khususnya dan bangsa Indonesia pada umumnya. Pemilik dari RSU Rajawali Citra ini adalah sebuah badan hukum yang bernama Yayasan Rajawali Citra. Yayasan ini didirikan melalui akte notaris No. 16 tahun 1996 dengan akta perubahan No. 11 tanggal 13 September 2007. RSU Rajawali Citra merupakan organisasi not for profit. Sebagai pemilik, yayasan ini harus melakukan menetapkan visi-misi, pembinaan dan pengawasan terhadap RSU Rajawali Citra. Karena lingkup kegiatan yayasan belum terlalu luas, maka personal yang melakukan pengawasan dan pembinaan terhadap RSU adalah pengurus dari yayasan tersebut. Selain mengupayakan dana bagi investasi pendirian RSU, pihak yayasan juga bertanggung jawab dalam melakukan rekruitmen dan pengangkatan Direktur serta memantau kinerja rumah sakit. Pihak Yayasan juga memiliki tugas untuk senantiasa melakukan pemantauan terhadap kinerja Direktur serta melakukan evaluasi terhadapnya (Anonim, 2012).